Anda di halaman 1dari 17

Berdiri, berkembang dan kejatuhan dinasti Fatimyiah di Mesir

Makalah Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Disusun Oleh:
M NOVAL FAHREZA-07020520052
SYACHRAZAD NIKEN BASUKI-07030520070
FARA NADIFAH-07040520080

Program Studi Ilmu Hadis


Fakultas Usuluddin dan Filsafat
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah  Sejarah
Pendidikan Islam yang berjudul “Sejarah Pendidikan Islam Dinasti
Fatimiyyah”sesuai dengan waktunya.
            Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu,
kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini pada masa mendatang. Atas kritik dan sarannya terlebih dahulu
diucapkan terima kasih.
Akhirnya kami berharap mudah-mudahan makalah ini bisa diterima oleh
Allah sebagai amal ibadah yang dapat menjadikan penyusun selalu mendapat
bimbingan, dan hidayah Allah, serta memperoleh limpahan rahmat, ma’unah, dan
ridho-Nya. Kemudian semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada penyusun dan
para pembaca, Amin.

22 Oktober 2020

DAFTAR ISI

2
COVER...................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ........................................................................................2
DARTAR ISI.......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar Belakang ..........................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................5
BAB II    PEMBAHASAN.....................................................................................6
A. Latar belakang berdirinya Dinasti Fathimiyah .........................................6
B. Perkembangan dan kemajuan Dinasti Fathimiyah...................................8
C. Puncak kejayaan Dinasti Fathimiyah ....................................................12
D. Faktor Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Fatimiyah ........................13
BAB III PENUTUP.............................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah merupakan penguasa Syiah yang berkuasa di berbagai
wilayah di Maghrib,Mesir, dan Syam dari 909M hingga 1171 M. Negara ini
dikuasai oleh Syi'ah Isma'iliyah. Fatimiyah berasal dari satu tempat yang kini
dikenal sebagai Tunisia (Afriqiya) yang didirikan pada
tahun 909 oleh Abdullah al-Mahdi. Namun setelah penaklukan Mesir sekitar 971,
Ibukotanya dipindahkan ke Kairo. Dinasti ini terkadang disebut pula dengan
dinasti Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri dinasti, yang berasal dari golongan
Syi’ah sekte Ismailiyah, yakni sebuah aliran sekte di Syi’ah yang lahir akibat
perselisihan tentang pengganti imam Ja’far al-Shadiq yang hidup antara tahun
700-756 M.
Fatimiyah hadir sebagai tandingan bagi penguasa Abbasiyah yang berpusat di
Baghdad yang tidak mengakui kekhalifahan Fatimiyah sebagai keturunan
Rasulullah dari Fatimah. Karena mereka menganggap bahwa merekalah ahlul bait
sesungguhnya dari Bani Abbas. Adapun Kemajuan Fatimiyah dalam administrasi
negara lebih berdasarkan pada kecakapan dari pada keturunan, toleransi
dikembangkan kepada non-Muslim seperti orang-orang Kristen dan Yahudi, yang
mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan pada
kemampuan.
Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu warna dari perjalanan dinamika umat
Islam di Mesir. Dalam rentang beberapa periode, dinasti ini telah mengukirkan
nama harumnya bagi kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam. Meskipun
kedinastian ini menganut aliran Syi’ah Ismailiyah, tapi
masih dalam bingkai Islam. Oleh karena itu, peran dan sumbangannya bagi
kebesaran nama Islam harus tetap dijunjung tinggi dan dihargai.
Tidak dapat dipungkiri sesungguhnya perkembangan intelektual yang
berkembang dan berjaya sekarang di barat berasal dari ilmuwan-ilmuwan muslim
melalui sarana penerjemahan pengetahuan dari bahasa arab ke bahasa latin yang
tersebar ke Eropa.

4
Dengan demikian selama ini para sejarawan memang menutupi usaha
pengembangan intelektual yang telah dilakukan para ilmuwan muslim pada masa
kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam . diantara kerajaan Islam yang
banyak menghasilkan ilmuwan muslim adalah dinasti fatimiyah (296-555 H/908-
1171 M) seperti yang diungkapkan oleh Syed Ameer Ali bahwa “di bawah kaum
fatimiyah di Mesir, Kairo telah menjadi pusat intelektual dan ilmiah baru”.
Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution periode klasik (650-1250 M)
yang merupakan zaman kemajuan. Di masa inilah berkembang ilmu pengetahuan,
baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan Islam. Pada zaman
ini dihasilkan ulama-ulama besar seperti tokoh-tokoh imam Mazhab, Tasawuf,
dan Filsafat.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana Latar belakang berdirinya Dinasti Fatimiyyah ?       
2.      Bagaimana Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Fatimiyyah ?
3.      Bagaimana Puncak kejayaan pada masa Dinasti Fatimiyyah ?
4.      Bagaiman Faktor Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Fatimiyah ?

C.    Tujuan Masalah


1.      Untuk mengetahui tentang Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyyah        
2.      Untuk mengetahui Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Fatimiyyah           
3.      Untuk mengetahui Puncak kejayaan pada masa Dinasti Fatimiyyah
4.      Untuk mengetahui Faktor Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Fatimiyah

BAB II

5
PEMBAHASAN

A. Latar belakang berdirinya Dinasti Fatimiyah


Dalam perkembangannya, ketika Dinasti Abbasiyah ini sudah berdiri, para
penguasa awalnya tidak menghendaki adanya kekuatan lain dalam
pemerintahannya. Maka dari itu timbul upaya-upaya untuk menyingkirkan
kekuatan lain, tidak terkecuali kaum Syiah yang awalnya menjadi pendukung
utama Dinasti Abbasiyah. Tentu saja dengan adanya sikap yang demikian
membuat kaum Syiah merasa kecewa dan mereka merasa dikhianati oleh Dinasti
Abbasiyah. Dengan sikap tersebut pada akhirnya kaum Syiah bertekad untuk
mendirikan sebuah negara yang akan menjadi pesaing terberat bagi Dinasti
Abbasiyah yaitu Dinasti Fatimiyah.

Setelah sebelumnya kaum Syi’ah yang berpusat di Ifriqiah sangat terpinggirkan


dalam hal politik dan tersingkir dari kekhalifahan serta lingkaran kekuasaan.
Beberapa di antara mereka menjadi incaran yang dicari di kawasan Timur Islam
pada masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Sehingga untuk
menyembunyikannya mereka menerapkan kebijakan yang dikenal dengan taqiyah.
Berbeda dengan pemerintahan Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah yang
dikenal sebagai penganut Ahlu sunnah, maka Dinasti Fatimiyah adalah para
penganut Syi’ah Ismailiyah.Dinasti Fatimiyah ini didirikan oleh Said Ibn Husayn
(yang bergelar Ubaidillah al-Mahdi) pada tahun 909 M. Said Ibn Husyain
merupakan keturunan dari pendiri kedua dari sekte Ismailiyah. Seperti cita-cita
pada awal pendirian dinasti ini yang menginginkan negara dengan mayoritas
pengikutnya kaum Syiah.

Maka dinasti ini mengadopsi sebuah madzhab yang kemudian menjadi sebuah
mazdhab resmi Negara yang disesuaikan dengan paham keagamaannya yaitu
Syiah Ismailiyah. Paham Syiah ini kemudian menjadi sebuah ideology Dinasti
Fatimiyah dan sekaligus menjadi pijakan dalam konstitusi negara.
Kemunculan dinasti ini menjadi awal dinamika baru di Ifriqiya utara. Kekuasaan
Daulah Fatimiyah terbagi menjadi dua periode, yaitu periode Afrika Utara (909-
975M) dan periode Mesir (975-1171 M). Terhitung selama 65 tahun, sejak 909 M
sampai 974 M Daulah Fatimiyah melakukan perluasan wilayah kekuasaan.

6
Saat dinasti ini berkuasa di Afrika Utara, kebijakan politik lebih ditekankan pada
perluasan wilayah dan usaha pembangunan wilayah-wilayah tersebut menjadi
wilayah yang berdaya guna. Kekuasaan Dinasti Fatimiyah itu membentang cukup
luasdari Samudra Atlantik di Sebelah Barat dan Sungai Euphrat di Sebelah Timur,
Pulau Sisilia di Sebelah Utara dan Yaman di Sebelah Selatan. Sementara itu
berpindahnya ibukota ke Mesir karena khalifah al-Muiz ingin Dinasti ini lebih
menguasai wilayah-wilayah sekitarnya dan memanfaatkan letak geografis Mesir.

Pada tahun 975-1171 M Dinasti Fatimiyah berkuasa di Mesir. Kemajuan Dinasti


Fatimiyah terjadi pada masa khalifah al-Muiz, al-Aziz, dan al-Hakim. Akan tetapi
kemajuan yang sangat pesat terjadi ketika al-Aziz menjadi khalifah menggantikan
ayahnya yakni al-Muiz. Kemajuan-kemajuan cukup signifikan yang telah dicapai
tersebut terjadi setelah sentral kekuasaanya berpindah dari Ifriqiah ke Mesir, dan
berhasil memperluas wilayahnya.Sementara itu, dalam bidang perekonomian,
Mesir saat itu menjadi pusat perdagangan dan mengungguli perekonomian dari
daerah-daerah yang lainnya. Hubungan perdagangan dengan non muslim dibina
dengan baik.

Ekonomi mereka didukung dengan hasil pertanian yang unggul dan juga hasil
perindustrian yang berkualitas. Mesir kala itu menjadi jembatan perdagangan
antara Asia Timur dan Eropa. Pemerintahan Dinasti Fatimiyah membangun
prinsip perdagangan secara bebas dan terbuka. Bahkan pedagang hanya diberi
beban pajak impor-ekspor.
Sementara perbedaan kultur keagaamaan dalam kehidupan sosial masyarakat
Islam di Mesir tetap berjalan harmonis dan mampu membawa Dinasti Fatimiyah
pada era kemajuaan peradaban.

B. Perkembangan dan kemajuan Dinasti Fatimiyah.

7
Pada masa pemerintahan Fatimiyah, persoalan agama dan negara tidak dapat
dipisahkan. Agama dipandang sebagai pilar utama dalam menegakkan
daulah/negara. Untuk itu, pemerintah Fatimiyah sangat memperhatikan masalah
keberagamaan masyarakat meskipun mereka berstatus sebagai warga negara kelas
dua seperti orang Yahudi, Nasrani, Turki, Sudan.

Menurut Ali, mayoritas khalifah Fatimiyah bersikap moderat, bahkan penuh


perhatian terhadap urusan agama non muslim sehingga orang-orang Kristen Kopti
Armenia tidak pernah merasakan kemurahan dan keramahan selain dari
pemerintahan Muslim. Banyak orang Kristen, seperti al-Barmaki, yang diangkat
jadi pejabat pemerintah dan rumah ibadah mereka dipugar oleh pemerintah.
Akan tetapi, Kemurahan hati yang ditampilkan Khalifah Fatimiyah terhadap orang
Kristen tidak urung menimbulkan isu negatif. Al-Mu’iz yang dikenal dengan
kewarakan dan ketaqwaannya diisukan telah murtad, mati sebagai orang Kristen
dan dikubur di gereja Abu Siffin di Mesir kuno. Namun, menurut Hasan, isu
tersebut tidak benar sebab tidak ada sejarawan yang menyebutkan seperti itu, dan
hanya cerita karangan (Khurafat) yang sengaja dienduskan oleh orang-orang yang
tidak senang kepadanya termasuk dari sisa-sisa penguasa Abbasiyah yang sengaja
ingin melemahkan kekuatan Fatimiyah.

Sementara itu, agama yang didakwahkan Fatimiyah adalah ajaran Islam, menurut
pemahaman Syi’ah Islamiyah yang ditetapkan sebagai mazhab negara. Untuk itu,
para missionaris daulah Fatimiyah sangat gencar mengembangkan ajaran tersebut
dan berhasil meraih pengikut yang banyak sehingga masa kekuasaan daulah
Fatimiyah dipandang sebagai era kebangkitan dan kemajuan mazhab Islamiyah.
Meskipun para Khalifah berjiwa moderat, akan tetapi terhadap orang yang tidak
mau mengakui ajaran Syi’ah Islamiyah langsung dihukum bunuh. Pada tahun 391
H khalifah al-Hakim membunuh seorang laki-laki yang tidak mau mengakui
keutamaan/fadhilah Ali bin Abi Thalib, dan di tahun 395 H, al-Hakim juga
memerintahkan agar di mesjid, pasar dan jalan-jalan ditempelkan tulisan yang
mencela para sahabat.

Jelasnya peranan agama sangat diperhatikan sekali oleh penguasa untuk tujuan
mempertahankan kekuasaan. Buktinya, sikap tegas khalifah Fatimiyah terhadap

8
orang yang tidak mau mengakui mazhab Isma’iliyah dapat berupa apabila sikap
seperti dapat berakibat munculnya instabilitas negara. Al-Hakim misalnya, agar
terjalin hubungan yang baik dengan rakyatnya yang berpaham sunni, al-Hakim
mulai bersikap lunak dengan menetapkan larangan mencela sahabat khususnya
khalifah Abu Bakar dan Umar. Al-Hakim juga membangun sebuah madrasah
yang khusus mengajarkan paham sunni, memberikan bantuan buku-buku bermutu
sehingga warga Syi’ah ketika merasa senang sebab merasakan tengah hidup
dikawasan sunni.

Sikap yang diambil para khalifah Fatimiyah tidak sekejam yang dilakukan
Abdullah al-Saffah yang berusaha mengikis habis siapa-siapa pengikut Bani
Ummayyah di awal masa kekuasaannya. Dalam hal ini para khalifah Fatimiyah
memberlakukan masyarakat secara sama selama mereka bersedia mengikuti
ajaran Syi’ah Isma’iliyah yang merupakan madzhab negara.
Ketidak senangan khalifah Fatimiyah kepada Abbasiyah tidak menunjukkan
dalam bentuk kekerasan. Hanya saja, Khalifah Fatimiyah melarang menyebut-
nyebut bani Abbasiyah dalam setiap khutbah jum’at dan mengharamkan pemakain
jubah hitam serta atribut bani Abbasiyah lainnya. Pakaian yang dipakai untuk
khutbah adalah berwarna putih.

Meskipun al-Mu’iz menuntaskan pemberontakan, akan tetapi ia akan selalu


menempuh jalan damai terhadap pera pemimpin dengan Gubernur dengan
menjanjikan penghargaan kepada yang bersedia menunjukkan loyalitasnya.
Banyak diantara para Gubernur yang bersedia mengikuti mazhab Isma’iliyah,
padahal mereka sebelumnya adalah Gubernur yang diangkat khalifah Abbasiyah.
Sikap mereka ini juga dilakukan oleh penganut Yahudi dan Nasrani. Mereka
bersedia masuk Islam dan menganut mazhab Isma’iliyah ketika mereka
ditawarkan memegang jabatan tertentu didalam pemerintahan. Tindakan tegas
dalam bentuk pemberian hukum bunuh baru dilakukan terhadap orang yang
menolak paham Isma’iliyah.

Hanya satu peristiwa yang diambil tindakan tegas terhadap orang yang tidak mau
mengikuti faham Isma’iliyah, yaitu ketika raja muda Zarida di Afrika yang
bernama Mu’iz ibn Badis menghina dinasti Fatimiyah dengan tidak menyebut-

9
nyebut nama khalifah Fatimiyah al-Muntasir pada saat khutbah jum’at melainkan
menyebut-nyebut nama khalifah Abbasiyah. Tidak diambinya tindakan tegas
dikarenakan al-Muntasir lebih tertarik pada pemberontakan Al-Bassasiri terhadap
pemerintahaan Abbasiyah. Momen ini dinilai al-Muntasir sebgai kesempatan
untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Asia Barat setelah Tughril
menegakkan kekuasaan Abbasiyah di wilayah itu.

Dalam bidang administrasi pemerintahan tidak benyak berubah. Sistem


administrasi yang dikembangkan khalifah Abbasiyah masih tyerus saja
dipraktekkan. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan
keduniaan maupun dalam urusan spritual. Ia berwenang mengangkat sekaligus
menghentikan jabatan-jabatan di bawahnya. Selain itu sakralisasi khalifah yang
muncul di masa pemerintahan Abbasiyah masih tetap dipertahankan yang
indikatornya dapat dilihat dari gelar yang disandang para khalifah Fatimiyah
seperti al-Mu’iz dinillah, al-Aziz billah, al-Hakim bin Amrullah dan sebagainya.

Ada tiga hal yang dapat disoroti mengenai perkembangan dan kemajuan yang
dicapai pada masa Dinasti Fatimiyah berkuasa yakni :
1. Kemajuan Administrasi Pemerintahan
Pengelolaan negara yang dilakukan Dinasti Fatimiyah ialah dengan mengangkat
para menteri. Dinasti Fatimiyah membagi kementrian menjadi dua kelompok.
Pertama kelompok militer yang terdiri dari tiga jabatan pokok yaitu pejabat
militer dan pengawal khalifah, petugas keamanan, resimen-resimen. Yang kedua
adalah kelompk sipil yang terdiri atas Qadhi (Hakim dan direktur percetakan
uang), Ketua Dakwah yang memimpin pengajian, Inspektur pasar (pengawas
pasar, jalan, timbangan dan takaran), Bendaharawan negara (menangani Bait
Maal), Kepala urusan rumah tangga raja, Petugas pembaca Al Qur'an, dan
Sekretaris berbagai Departemen.
Selain pejabat pusat, disetiap daerah terdapat pejabat setingkat guberbur yang
diangkat oleh khalifah untuk mengelola daerahnya masing-masing. Administrasi
dikelola oleh pejabat setempat.

2. Penyebaran faham Syiah


Ketika Al Muiz berhasil menguasai Mesir, di kawasan ini berkembang empat
madzhab Fikih : Maliki, Hanafi, Syafi’I, Hanbali, sedangkan Al Muiz sendiri

10
menganut madzhab Syiah. Dalam menyikapi hal ini Al Muiz mengangkat hakim
dari kalangan Sunni dan Syiah. Akan tetapi jabatan-jabatan penting diserahkan
kepada ulam Syiah sedangkan Sunni hanya menduduki jabatan rendahan. Pada
tahun 973 M, semua jabatan di berbagai bidang politik, agama dan militer
dipegang oleh Syiah. Oleh karena itu sebagian pejabat Fathimiyah yang Sunni
beralih ke Syiah supaya jabatannya meningkat. Disisi lain al Muiz membangun
toleransi agama sehingga pemeluk agama lain seperti Kristen diperlakukan
dengan baik dan diantara mereka diangkat menjadi pejabat istana.
Dari mesir Dinasti Fatimiyah tumbuh semakin luas sampai ke Palestina, dan
kemudian propaganda Syiah Ismailiyah semakin tersebar luas melalui sebuah
gerakan agen rahasia.

3. Perkembangan ilmu pengetahuan


Dinasti Fatimiyah memiliki perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Fatimiyah
membangun masjid Al Azhar yang akhirnya di dalamnya terdapat kegiatan-
kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan sehingga berdirilah Universitas Al
Azhar yang nantinya menjadi salah satu perguruan Islam tertua yang dibanggakan
oleh ulama Sunni. Al Hakim berhasil mendirikan Daar al Hikmah, perguruan
Islam yang sejajar dengan lembaga pendidikan Kordova dan Baghdad.
Perpustakaan Daar al Ulum digabungkann dengan Daar al Himmah yang berisi
berbagai buku ilmu pengetahuan. Beberapa ulama yang muncul pada saat itu
adalah sebagai berikut:
- Muhammad al Tamimi (ahli Fisika dan Kedokteran)
- Al Kindi (ahli sejarah dan filsafat)
- Al nu’man (ahli hukum dan menjabat sebagai hakim)
- Ali bin Yunus (ahli Astronomi)
- Ali Al Hasan bin al Khaitami (ahli Fisika dan Optik)
Disamping itu kemajuan bangunan fisik sungguh luar biasa. Indikasi-indikasi
kemajuan tersebut dapat diketahui dari banyaknya bangunan-bangunan yang
dibangun berupa masjid-masjid, universitas, rumah sakit dan penginapan megah.
Jalan-jalan utama dibangun dan dilengkapi dengan lampu warna-warni, dalam
bidang industri telah dicapai kemajuan besar khususnya yang berkaitan dengan
militer seperti alat-alat perang, kapal dan sebagainya.
C. Puncak kejayaan Dinasti Fatimiyah

11
Sepanjang kekuasaan Abu Mansyur Nizar al-Aziz (975-996), Kerajaan Mesir
senantiasa diliputi kedamaian. Ia adalah khalifah Fatimiyah yang kelima dan
khalifah pertama yang memulai pemerintahan di Mesir. Di bawah
kekuasaannyalah dinasti Fatimiyah mencapai puncak kejayaannya. Nama sang
khalifah selalu disebutkan dalam khutbah-khutbah jum’at disepanjang wilayah
kekuasaanya yang berbentang dari Atlantik hingga laut Merah, juga di mesjid-
mesjid Yaman, Mekkah, Damaskus, Bahkan di Mosul. Kalau dihitung-hitung,
kekuasannya meliputi wilayah yang sangat luas.

Di bawah kekuasaannya kekhalifahan Mesir tidak hanya menjadi lawan tangguh


bagi kekhalifaan di Baghdad, tapi bisa dikatakan bahwa kekhalifaan itu telah
menenggelamkan penguasa Baghdad dan ia berhasil menempatkan kekhalifaan
Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan Meditera Timur. Al-Aziz
menghabiskan dua juta dinar untuk membangun istana yang dibangun menyaingi
istana Abbasiyah, musuhnya yang diharapkan akan dikuasai setelah Baghdad
berhasil ditaklukkan. Seperti pendahulunya ia melirik wilayah Spanyol, tetapi
khalifah Kordova yang percaya diri itu ketika menerima surat yang pedas dari raja
Fatimiyah memberikan balasan tegas dengan berkata, “Engkau meremehkan kami
karena kau telah mendengar tentang kami. Jika kami mendengar apa yang telah
dan akan kau lakukan kami akan membalasnya”.

Bisa dikatakan bahwa diantara para khalifah Fatimiyah khalifah Al-Aziz adalah
khalifah yang paling bijaksana dan paling murah hati. Dia hidup di kota Kairo
yang mewah dan cemerlang, dikelilingi beberapa mesjid, istana, jembatan, dan
kanal-kanal yang baru, serta memberikan toleransi yang terbatas kepada umat
Kristen, sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Sikap dan
prilakunya ini tidak pelak lagi dipengaruhi oleh wazirnya yang beragama Kristen
“Isa ibn Nasthir” dan isterinya yang berasal dari Rusia, ibu dari anak laki-laki dan
pewarisnya, Al-Hakim, saudara perempuan dari dua bangsawan keluarga Melkis
yang berkuasa di Iskandariyah dan Yerussalem.

Menurut Harun Nasution, dalam masa kejayaan ini tergores sejarah yang
menunjukkan kegemilangan Fatimiyah bahwa salah satu golongan sekte syiah
yang bernama Qaramithah (Carmatian) yang dibentuk oleh Hamdan Ibnu Qarmat

12
di akhir abad IX, menyerang Makkah pada tahun 951 M dan merampas Hajar
Aswad dengan mencurinya selama dua puluh tahun. Hal ini disebabkan mereka
meyakini bahwa hajar aswad adalah merupakan sumber takahayul. Gerakan ini
menentang pemerintahan Pusat Bani Abbas, namun Hajar Aswad ini akhirnya
dikembalikan oleh Bani Fathimiyah setelah didesak oleh kalifah Al Mansur pada
tahun 951 M.

D. Faktor Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Fatimiyah.


Keruntuhan Dinasti Fatimiyah disebabkan oleh beberapa kelemahan yang ada
pada masa pemerintahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain:
1. Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer.
2. Terjadinya persaingan perebutan wazir.
3. Adanya resistensi dari orang-orang Sunni dan Nasrani di Mesir.
4. Terjadinya perebutan kekuasaan antara bangsa Barbar dan bangsa Turki
terutama dalam bidang militer.
5. Adanya pemaksaan ideologi syi’ah kepada rakyat yang mayoritas sunni.
6. Datangnya serbuan dari tentara salib.
7. Lemahnya para khilafah.
8. Perluasan wilayah difokuskan ke bagian Timur sementara pembinaan di
Afrika Utara terabaikan sehingga menyebabkan berkurangnya pengaruh
Dinasti Fatimiyah di sana. Akhirnya Afrika Utara melepaskan diri dan
membentuk pemerintahan sendiri.
9. Para penguasanya selalu tenggelam dalam kehidupan yang mewah.
10. Kondisi al-‘Adhid (sakit) yang dimanfaatkan oleh Nur ad-Din
Beberapa pengarang juga menjelaskan tentang kemunduran dinasti fatimiyah
antara lain :
1. Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam menjadi awal
kemunduran dinasti Fatimiyah. Al-Hakim membunuh beberapa wazir,
menghancurkan beberapa gereja, menghancurkan kuburan suci umat
Kristen (1009 M.), menetapkan aturan ketat terhadap non-Islam dengan
menjadikan Islam eksklusif dari agama lain seperti pakaian dan identitas
agama.
2. Konflik internal antar para elitnya yang cukup dahsyat dan
berkepanjangan. Koflik internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul

13
dikarenakan hampir semua khalifahnya, setelah wafatnya Al-Aziz, naik
tahta ketika masih dalam usia sangat mudah bahkan kanak-kanak,
misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun, al-Zhahir berusia 16
tahun, Al-Mustansir naik tahta usia 11 tahun, Al-Amir usia 5 tahun, Al-
Faiz usia 4 tahun, dan Al-Adid usia 9 tahun. Akhirnya, jabatan wazir yang
mulai dibentuk pada masa khalifah Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana
pemerintahan. Kedudukan al-wazir menjadi begitu penting, berpengaruh
dan menjadi ajang perebutan serta ladang konflik.

3. Keberadaan tiga bangsa besar yang sama-sama mempunyai pengaruh dan


menjadi pendukung utama kekuasaan Fatimiyah, yaitu bangsa Arab,
bangsa Barbar dari Afrika Utara dan bangsa Turki. Di saat khalifah
mempunyai pengaruh kuat, ketiga bangsa itu dapat diintegrasikan menjadi
kekuatan yang dahsyat. Akan tetapi, ketika khalifahnya lemah, maka
konflik ketiga bangsa itupun menjadi dahsyat untuk saling berebut
pengaruh dan kekuasaan. Kondisi terakhir itulah yang terjadi pasca
berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz.

4. Faktor eksternal juga ikut mempercepat kehancuran dinasti Fatimiyah


seperti ronrongan bangsa Normandia, Banu Saljuk dari Turki dan Banu
Hilal dan Banu Sulaim dari Nejed yang menguasai sedikit demi sedikit
terhadap wilayah kekuasan Fatimiyah.

5. Realita bahwa meski dinasti Fatimiyah telah berkuasa di Mesir hampir 200
tahun, ternyata secara ideologis belum berhasil membumikan doktrin
ideologi Syi’ah Ismailiyah. Masyarakat Muslim di Mesir teryata masih
tetap setia kepada ideologi Sunni. Oleh karena itu, ketika dinasti Fatimiyah
berada di ambang kehancurannya, masyarakat Muslim Mesir bukannya
berusaha membantu, tapi justru berusaha mempercepat kehancurannya.

6. Pukulan menentukan dari kehancuran Fatimiyah terjadi pada masa


pemerintahan khalifah Al-Adid Lidinillah. Pada saat itu, wilayah
kekuasaan dinasti Fatimiyah menjadi ajang perebutan antara Nuruddin

14
Zinki sebagai wakil dinasti Abbasiyah yang ada di Syiria dan pasukan
Salib yang ada di Yerusalem pimpinan Raja Almeric. Pada tahun 1169 M,
pasukan Nuruddin Zinki yang dipimpin panglima besar Shalahuddin al-
Ayyubi dapat mengusir pasukan Salib dari Mesir dan menaklukkan
kekuasaan wazir dari khalifah al-‘Adid. Setelah khalifah al-‘Adid wafat
pada tahun 1171

BAB III
PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu imperium besar sepanjang sejarah Islam.
Pada awalnya, daulah ini hanya berupa dinasti kecil yang melepaskan diri dari
kekuasaan dinasti Abbasiyah. Mereka mampu memerintah lebih dua abad
sebelum ditaklukkan oleh dinasti Ayyubiyah dibawah kepemimpinan Salah al-Din
al-Ayyubi.
Dalam masa pemerintahannya, daulah Fatimiyah sangat konsern dengan
pengembangan paham Syi’ah Isma’iliyah. Untuk kesuksesannya, mereka
mewajibkan seluruh aparat di jajaran pemerintahan dan warga masyarakat untuk
menganut paham tersebut. Upaya ini cukup berhasil yang ditandai dengan
banyaknya masyarakat yang bersedia menerimanya meskipun berasal dari non
muslim.
Kemunduran dinasti Fatimiyah dikarenakan tidak efektifnya kekuasaan
pemerintah dikarenakan pra khalifah hanya sebagai raja boneka sebab roda
pemerintah didominasi oleh kebijakan para wazir sementara khalifah hanya hidup
menikmati kekuasaannya didalam istana yang megah.

DAFTAR PUSTAKA

https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB11414312032.pdf

16
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/dinasti-fatimiyah.html?m=1
http://abatihawa.blogspot.com/2008/07/dinasti-fatimiah-297-h-322-h-910-m-
934.html. 10 Juni 2013.
https://mohamadjuliantoro.wordpress.com/2014/02/03/kemunduran-dinasti-
fatimiyah/

17

Anda mungkin juga menyukai