Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM


SEJARAH DINASTI FATIMIYAH

Dosen Pengampu : M. Fahmi aulana, M.Pd.

Disusun Oleh : Ferdi Nurfiansyah


Heru Kurniawan
Lutfi Anisa Nurhayati
Ulfa Nurul Hasanah

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NAHDLATUL ULAMA
PACITAN
2020

i
ABSTRAK
Sejarah kemunculan dinasti Fatimiyah tidak terlepas dari gerakan-gerakan militan dan
frontal yang dilakukan oleh Syi’ah Ismailiyah yang dipimpin oleh Abdullah ibn Syi’i dengan
terampil dan terorganisir. Pada tahun 909, gerakan tersebut berhasil mendirikan dinasti
Fatimiyah di Tunisia (Afrika Utara) dibawah pimpinan Sa’id ibn al-Husain setelah
mengalahkan dinasti Aghlabiah di Sijilmasa. Dinasti Fatimiyah merasakan tiga ibu
kota yaitu Raqadah, al-Mahdiyah dan Kairo dibawah 14 khalifah selama 262 tahun yaitu
sejak tahun 909 hingga 1171. Kejayaan itu dapat dilihat dalam bidang agama dengan
toleransi yang tinggi, pendidikan dengan pembangunan universitas dan perpustakaan.
kebudayaan dan peradaban dengan kota Kairo sebagai bukti, arsitektur dengan masjid al-
Azhar dan kesenian dengan produk tekstil, tenunan, keramik dan penjilidan. Kemunduran
dinasti Fatimiyah dimulai dari masa pemerintahan al-Hakim ((996-1021) yang membuat
kebijakan kontroversial dalam bidang agama dan terus merosot pasca pemerintahan al-Zhahir
((1021-1035) dan musnah pada masa al-Adid (1160 M - 1171 M), kemunduran itu karena
faktor eksternal berupa rongrongan dari penguasa luar dan rongrongan internal, perilaku al-
Hakim yang kontroversi, khalifah yang masih belia, 3 suku bangsa yang bertikai, ajaran
Syi’ah Ismailiyah yang belum sepenuhnya diterima masyarakat dan perebutan antara
Nuruddin Zinki dengan pasukan salib di Yerussalem terhadap Mesir.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul
“Sejarah Dinasti Fatimiyyah” sesuai dengan waktunya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada masa mendatang. Atas kritik dan
sarannya terlebih dahulu diucapkan terima kasih.
Akhirnya kami berharap mudah-mudahan makalah ini bisa diterima oleh Allah sebagai
amal ibadah yang dapat menjadikan penyusun selalu mendapat bimbingan, dan hidayah Allah,
serta memperoleh limpahan rahmat, ma’unah, dan ridho-Nya. Kemudian semoga makalah ini
dapat bermanfaat kepada penyusun dan para pembaca, Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pacitan, 29 September 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i


ABSTRAK...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah.......................................................................................1
B. RumusanMasalah................................................................................................2
C.Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah berdirinya Dinasti Fatimiyyah..............................................................3
B. Khalifah Daulah Fatimiyah................................................................................4
C. Masa Kejayaan Dinasti Fatimiyyah...................................................................4
D. Masa Keruntuhan Dinasti Fatimiyyah...............................................................6
E. Pengembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah...............................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah merupakan penguasa Syiah yang berkuasa di berbagai wilayah
di Maghrib, Mesir, dan Syam dari 909 hingga 1171. Negara ini dikuasai
oleh Syi'ah Isma'iliyah. Fatimiyah berasal dari satu tempat yang kini dikenal
sebagai Tunisia (Afriqiya) yang didirikan pada tahun 909 oleh Abdullah al-Mahdi. Namun
setelah penaklukan Mesir sekitar 971, Ibukotanya dipindahkan ke Kairo. Dinasti ini terkadang
disebut pula dengan dinasti Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri dinasti, yang berasal dari
golongan Syi’ah sekte Isma’iliyah, yakni sebuah aliran sekte di Syi’ah yang lahir akibat
perselisihan tentang pengganti imam Ja’far al-Shadiq yang hidup antara tahun 700-756 M.
Fatimiyah hadir sebagai tandingan bagi penguasa Abbasiyah yang berpusat di Baghdad
yang tidak mengakui kekhalifahan Fatimiyah sebagai keturunan Rasulullah dari Fatimah.
Karena mereka menganggap bahwa merekalah ahlul bait sesungguhnya dari Bani Abbas.
Adapun Kemajuan Fatimiyah dalam administrasi negara lebih berdasarkan pada kecakapan
daripada keturunan, toleransi dikembangkan kepada non-Muslim seperti orang-orang Kristen
dan Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan
pada kemampuan.
Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu warna dari perjalanan dinamika umat Islam di
Mesir. Dalam rentang beberapa periode, dinasti ini telah mengukirkan nama harumnya bagi
kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam. Meskipun kedinastian ini menganut aliran
Syi’ah Ismailiyah, tapi toh masih dalam bingkai Islam. Oleh karena itu, peran dan
sumbangannya bagi kebesaran nama Islam harus tetap dijunjung tinggi dan dihargai.
Tidak dapat dipungkiri sesungguhnya perkembangan intelektual yang berkembang dan
berjaya sekarang di barat berasal dari ilmuwan-ilmuwan muslim melalui sarana penerjemahan
pengetahuan dari bahasa arab ke bahasa latin yang tersebar ke Eropa. Dengan demikian selama
ini para sejarawan memang menutupi usaha pengembangan intelektual yang telah dilakukan
para ilmuwan muslim pada masa kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam . diantara
kerajaan Islam yang banyak menghasilkan ilmuwan muslim adalah dinasti fatimiyah (296-555
H/908-1171 M) seperti yang diungkapkan oleh Syed Ameer Ali bahwa “di bawah kaum
fatimiyah di Mesir, Kairo telah menjadi pusat intelektual dan ilmiah baru”.[1]

1
Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution periode klasik (650-1250 M) yang
merupakan zaman kemajuan. Di masa inilah berkembang ilmu pengetahuan, baik dalam bidang
agama maupun non agama dan kebudayaan Islam. Pada zaman ini dihasilkan ulama-ulama
besar seperti tokoh-tokoh imam Mazhab, Tasawuf, dan Filsafat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti Fatimiyyah ?
2. Siapakah Khalifah Daulah Fatimiyyah ?
3. Bagaimana Kejayaan pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
4. Bagaiman Keruntuhan pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
5. Bagaimana Perkembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyyah
2. Untuk mengetahui Khalifah-Khalifah Daulah Fatimiyyah
3. Untuk mengetahui Masa Kejayaan Dinasti Fatimiyyah
4. Untuk mengetahui Masa Keruntuhan Dinasti Fatimiyyah
5. Untuk mengetahui Perkembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyah


Fatimiyah, atau al-Fāthimiyyūn (‫ )الفاطميون‬ialah penguasa Syiah yang berkuasa di
berbagai wilayah di Maghreb, Mesir, dan Syam dari 5 Januari 910 M hingga 1171 M. Negeri
ini dikuasai oleh Ismailiyah, salah satu cabang Syi'ah. Pemimpinnya juga para imam Syiah,
jadi mereka memiliki kepentingan keagamaan terhadap Isma'iliyyun. Kadang dinasti ini
disebut pula dengan Bani Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri dinasti. Fatimiyah berasal
dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia (Ifriqiya).
Dinasti Fatimiyah mengambil nama dari Fatimah binti Muhammad SAW dan Ali bin
Abi Thalib sebagai menantunya. Berdirinya Dinasti Fatimiyyah dari masa menjelang akhir
abad ke 10 pada saat kekuasaan dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan
kekuasaannya yang luas tidak terkoordinasi dengan baik. Keadaan ini telah membuka peluang
bagi kemunculan dinasti kecil di daerah-daerah, terutama yang gubernur dan kesulitannya
memiliki tentara sendiri. Kondisi Abbasiyah yang lemah ini telah menyulut timbulnya
pemberontakan dari kelompok yang selama ini merasa tertindas serta membuka kesempatan
bagi kelompok syiah, khawarij, dan kaum mawali untuk melakukan kegiatan politik.
Kelompok syiah Isma’iliyyah mengonsolidasikan gerakannya di Afrika utara, dan pada tahun
909, Ubaidillah Al Mahdi berhasil memproklamasikan berdirinya khalifah Fatimiyah yang
terlepas dari kekuasaan Abbasiyah. Ia mulai memperkuat dan
mengonsolidasikan kekhalifahannya di Tunisia dengan bantuan Abdullah Asy-Syi’i yaitu
seseorang penganut Ismailiyyah yang sangat berperan dalam mendirikan Daulah Fatimiyyah
di Tunisia. Sesudah basis kekuasaan Khilafah Fatimiyyah di Tunisia ini kuat, maka khalifah
Fatimiyyah di bawah pimpinan Al- Muiz ( khalifah keempat ) dengan panglimanya Jauhar Al
Katib As Siqili dapat menguasai mesir pada tahun 969, ia mendirikan kota baru yang disebut
Al Qahirah ( Kairo ) yang berarti kota kemenangan dan kemudian menjadikannya sebagai ibu
kota Khilafah Fatimiyyah pada masa masa selanjutnya.[2]
Dinasti Fatimiyah berdiri tahun 909-1171 M semula di Afrika Utara, kemudian di Mesir
dan Syria. Dinasti ini beraliran Syi’ah Isma’ıliyah, dan pendirinya, yakni Ubaidillah al-Mahdi
yang datang dari Syria ke Afrika Utara menisbahkan nasabnya hingga Fatimah binti Rasulullah
SAW, istri Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu dinamakan dinasti Fatimiyah, walaupun

3
kalangan Sunni meragukan asal-usulnya sehingga mereka menamakannya al-Ubaidiyyun
sebagai ganti dari Fatimiyyun. Ubaidillah dapat mengalahkan para penguasa di Afrika Utara,
yakni Aglabiyah dan Aljazair, Rustamiyah yang Khawarij di Tahart, dan Idrisiyah di Fez.
Pusat pemerintahannya pertama kali ialah di al-Mahdiyah, sekitar Qairawan, dan
mengembangkan sayapnya disamping ke Barat juga ke Timur, serta menguasai Mesir. Di
negeri itulah mereka mendirikan kota baru yang bernama Kairo. Pada tahun 973 M, kota Kairo
menjadi kediaman imam atau Khalifah Fatimiyah dan pusat pemerintahan.
B. Khalifah Daulah Fatimiyah
Adapun para Khalifah Dinasti Fatimiyah Penguasa Cairo, diantaranya adalah:

1. Khalifah Ubaidilah Al-Mahdi (910-934). Dia adalah pendiri Dinastii Fatimiyah.


2. Abu al-Qasim Muhammad al-Qa'im bi-Amr Allah bin al-Mahdi Ubaidillah (934-946).
3. Isma'il Al-Mansur bi-llah (946-953).
4. Abu Tamim Ma'add al-Mu'izz li-Din Allah (953 M - 975) M. Mesir ditaklukkan semasa
pemerintahannya.
5. Abu Mansur Nizar al-'Aziz bi-llah (975 M - 996 M).
6. Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amr Allah (996M - 1021 M).
7. Abu'l-Hasan 'Ali al-Zahir li-I'zaz Din Allah (1021 M - 1036 M).
8. Abu Tamim Ma'add al-Mustanhir bi-llah (1036 M - 1094 M).
9. Al-Musta'li bi-llah (1094 M - 1101 M). Pertikaian atas suksesnya menimbulkan
perpecahan Nizari.
10. All-Amir bi-Ahkam Allah (1101 M - 1130 M). Penguasa Fatimiyah di Mesir setelah
tak diakui sebagai Imam oleh tokoh Ismailiyah Mustaali Taiyabi.
11. Abd al-Majid (1130 M - 1149 M).
12. Al-Wafir (1149 M - 1154 M).
13. Al-Fa'iz (1154 M - 1160 M).
14. Al-'Adid (1160 M - 1171 M): Setelah jatuhnya Al-`Adid, kekuasaan Dinasti Fatimiyah
selama 200 tahun berakhir.

C. Kejayaan pada Masa Dinasti Fatimiyah


Kejayaan dinasti Fatimiyah dimulai saat al-Muiz pindah dari ibu kota al-Mahdiyah ke al-
Qahirah (Kairo). Dan puncak kejayaannya dicapai pada masa pemerintahan Abu al-Manshur
Nizar al-Aziz (975-996) di mana kerajaan diliputi dengan kedamaian dan nama al-Aziz
diagungkan dalam setiap khutbah jum’at sepanjang wilayah kekuasaannya. Al-Aziz berhasil

4
menempatkan dinasti Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan Mediterania Timur,
bahkan berhasil menenggelamkan famor penguasa Baghdad. Al-Aziz rela menghabiskan dua
juta dinar untuk membangun istana yang tidak kalah megah dari istana Abbasiyah, Al-Aziz
menjadi penguasa Fatimiyah yang bijaksana dan paling murah hati.[3]
Kemajuan yang terlihat pada masa kekhalifahan al-Aziz yang bijaksana diantaranya
sebagai berkut:
a. Bidang Politik dan Pemerintahan
b. Pada masa pemerintahan Fatimiyah, kepada Negara dipimpin oleh seorang imam atau
khalifah, para imam bagi fatimiyah memang sesuatu yang diwajibkan, ini merupakan
penerapan kekuasaan yang turun temurun, mulai dari Nabi Muhammad, Ali bin Abi
Thalib, kemudian selanjutnya di teruskan oleh para imam.
c. Pemikiran dan filsafat
d. Dalam menyebarkan tentang kesyi’ahannya Dinasti Fatimiyah banyak menggunakan
filsafat Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat Plato, Aristoteles dan
ahli-ahli filsafat lainnya
e. Pendidikan dan IPTEK
f. Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa Fatamiyah adalah
keberhasilannya membangun sebuah lembaga keilmuan yang disebut Darul Hikam atau
Darul Ilmi yang dibangun oleh Al Hakim pada tahun 1005 Masehi.
g. d. Ekonomi dan perdagangan
h. Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan fitalitas kultural yang mengungguli Irak
dan daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang dengan dunia non Islam dibina dengan
baik termasuk dengan India dan negeri-negeri mediterania yang beragama Kristen.
i. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang begitu berlimpah dan kemajuan
ekonomi yang begitu hebat pada masa Fatimiyah di Mesir.
j. e. Sosial kemasyarakatan
k. Pada waktu orang-orang Fatimiyah memasuki Mesir, penduduk setempat ada yang
beragama Kristen Qibty, dan ahlu sunnah. Mereka hidup dalam kedamaian, saling
menghormati antara satu dengan yang lain. Boleh dikatakan tidak terjadi pertengkaran
antara suku, maupun agama. Masyarakatnya mempunyai sosialitas yang tinggi sesama
mereka.
l. f. Pemahaman agama
m. Sesuai dengan asal usul dinasti Fatimiyah ini adalah sebuah gerakan yang berasal dari
sekte syi’ah Ismailiyah, maka secara tidak lansung dinasti ini sebenarnya ingin

5
mengembangkan doktrin-doktrin syi’ah di tengah-tengah masyarakat, namun dengan
berbagai pertimbangan mereka tidak terlalu memaksa pemahaman ini harus di ikuti
oleh para penduduk, mereka bebas beragama sesuai dengan apa yang mereka yakini.
Hal ini dilakukan supaya mereka selalu mendapat dukungan dari rakyat demi berdirinya
dinasti Fatimiyah di negeri para Nabi ini.
Tidak hanya itu dalam bidang kebudayaan pun dinasti ini juga mencapai kemajuan yang
cukup pesat, terutama setelah didirikanya masjid Al-Azhar yang sekarang dikenal dengan
Jamiah Al Azhar ( Universitas Al Azhar ) yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan
pengembengan ilmu pengetahuan.
Kemajuan Dinasti Fatimiyyah ini antara lain karena didukung oleh militernya yang kuat,
administrasi pemerintahanya yang baik, ilmu pengetahuanya yang berkembang dan
ekonominya yang stabil. Namun dalam bidang politik dalam dan luar negeri,tampaknya dinasti
ini kurang berhasil menghadapi kelompok nasrani dan sunni yang terlebih dahulu mapan di
mesir. Kemudian setelah berakhirnya khalifah Al-Aziz, pamor dinasti Fatimiyyah menurun
karena banyak khalifahnya yang diangkat pada usia yang masih muda belia, sehingga
disamping mereka hanya menjadi boneka para wazir (menteri) juga timbul konflik kepentingan
di kalangan pejabat istana dan di kalangan militer antara unsur barbar, turki, bani hamdan, dan
sudan.
D. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Fatimiyah
Kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal pada pemerintahan Khalifah al-Hakim. Ketika
diangkat menjadi khalifah ia baru berumur 11 tahun. Al-Hakim memerintah dengan tangan
besi, masanya dipenuhi dengan tindak kekerasan dan kekejaman. Ia membunuh beberapa orang
wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk sebuah gereja yang didalamnya
terdapat kuburan suci umat Kristen. Setelah hampir 50 tahun menapaki sejarah keemasannya
sejak masa pemerintahan Al-Mu’iz, dinasti ini mulai menurun setelah berakhirnya masa
pemerintahan Al-Aziz. Tindakan-tindakan kejam dari al-Hakim (996-1021) yang sangat belia
(11 tahun) menjadi titik awal kegoncangan dalam dinasti Fatimiyah. Toleransi yang dijunjung
sebelumnya dinafikan oleh al-Hakim, aturan-aturan yang merugikan non-Islam diberlakukan
sehingga mulailah timbul ketidaksenangan. Namun pada saat al-Zhahir (1021-1035) naik tahta,
dia membangun kembali kuburan suci sehingga namanya disebutkan di Masjid-masjid
kekuasaan Konstantin VIII.Al-Hakim kemudian memilih mengikuti perkembangan ekstrem
ajaran Ismailiyah, dan menyatakan dirinya sebagai penjelmaan Tuhan. Ia meninggalkan istana
dan berkelana hingga akhirnya terbunuh di Muqatam pada 13 Februari 1021. Kemungkinan ia

6
dibunuh oleh persekongkolan yang dipimpin adik perempuannya, Siti al-Muluk, yang telah
diperhentikan tidak hormat olehnya.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Antara lain:

1. Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam menjadi awal kemunduran dinasti
Fatimiyah. Al-Hakim membunuh beberapa wazir, menghancurkan beberapa gereja,
menghancurkan kuburan suci umat Kristen (1009 M.), menetapkan aturan ketat
terhadap non-Islam dengan menjadikan Islam eksklusif dari agama lain seperti pakaian
dan identitas agama.
2. Konflik internal antar para elitnya yang cukup dahsyat dan berkepanjangan. Konflik
internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul dikarenakan hampir semua
khalifahnya, setelah wafatnya Al-Aziz, naik tahta ketika masih dalam usia sangat muda
bahkan kanak-kanak, misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun, al-
Zhahirberusia 16 tahun, Al-Mustansir naik tahta usia 11 tahun, Al-Amir usia 5 tahun,
Al-Faizusia 4 tahun, dan Al-Adidusia 9 tahun. Akhirnya, jabatanwazir yang mulai
dibentuk pada masa khalifah Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana pemerintahan.
Kedudukan al-wazirmenjadi begitu penting, berpengaruh dan menjadi ajang perebutan
serta ladang konflik.
3. Keberadaan tiga bangsa besar yang sama-sama mempunyai pengaruh dan menjadi
pendukung utama kekuasaan Fatimiyah, yaitu bangsa Arab, bangsa Barbar dari Afrika
Utara dan bangsa Turki. Di saat khalifah mempunyai pengaruh kuat, ketiga bangsa itu
dapat diintegrasikan menjadi kekuatan yang dahsyat. Akan tetapi, ketika khalifahnya
lemah, maka konflik ketiga bangsa itupun menjadi dahsyat untuk saling berebut
pengaruh dan kekuasaan. Kondisi terakhir itulah yang terjadi pasca berakhirnya masa
pemerintahan Al-Aziz. Faktor eksternal juga ikut mempercepat kehancuran dinasti
Fatimiyah seperti rongrongan bangsa Normandia, Banu Saljuk dari Turki dan Banu
Hilal dan Banu Sulaim dari Nejed yang menguasai sedikit demi sedikit terhadap
wilayah kekuasan Fatimiyah.
Sedangkan Pada masa Al-Mustanshir kekuasaan Dinasti Fatimiyah di wilayah Suriah
mulai terkoyak dengan cepat. Sementara kekuatan besar yang datang dari timur, yaitu bani
Saljuk dari Turki, juga membayang-bayangi. Pada waktu yang bersamaan propinsi-propinsi
Fatimiyah di Afrika memutuskan hubungan dengan pusat kekuasaan, bermaksud
memerdekakan diri dan kembali kepada sekutu lama mereka, Dinasti Abbasiyah. Pada tahun
1052, suku arab yang terdiri dari bani Hilal dan bani Sulaim yang mendiami dataran tinggi

7
Mesir memberontak. Mereka bergerak kebagian barat dan berhasil menduduki Tropoli dan
Tunisia selama beberapa tahun.
Pasca al-Mustanshir, dinasti Fatimiyah terus-menerus dirundung pertikaian, baik eksternal
maupun internal, kehidupan masyarakat yang sangat sulit, sumber kehidupan tinggal aliran
sunagi Nil, kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi, akhirnya berimplikasi pada pajak
yang tinggi dan pemerasan. Puncaknya terjadi pada saat terjadi perang salib dan Shalahuddin
al-Ayyubimerebutdinastitersebut. DiatidaklagimengangkatkhalifahdariFatimiyah, tapi
menjadikan wilayah Mesir kembali sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Abbasiyah
Baghdad dengan status keamiran. Adapun dinasti keamirannya kemudian dikenal dengan
dinasti al-Ayyubiyah.
Tahun-tahun terakhir dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah ditandai dengan munculnya
perseteruan yang terus menerus antara para wazir yang didukung oleh kelompok tentaranya
masing-masing. Setelah al-Mustansir wafat, terjadi perpecahan serius dalam tubuh Ismailiyah.
Realita bahwa meski dinasti Fatimiyah telah berkuasa di Mesir hampir 200 tahun, ternyata
secara ideologis belum berhasil membumikan doktrin ideologi Syi’ah Ismailiyah. Masyarakat
Muslim di Mesir ternyata masih tetap setia kepada ideologi Sunni. Oleh karena itu, ketika
dinasti Fatimiyah berada di ambang kehancurannya, masyarakat Muslim Mesir bukannya
berusaha membantu, tapi justru berusaha mempercepat kehancurannya.

E. Perkembangan Intelektual Pada Masa Dinasti Fatimiyah


Pada masa Dinasti Fatimiyah yang berpusat di Kairo juga memuncul sederet ilmuwan
Muslim yang berpengaruh. Pasalnya, pada era kejayaan Dinasti Fatimiyah, Kairo telah menjadi
kota tempat berkumpulnya para ilmuwan serta sarjana yang melakukan kegiatan
ilmiah.Memasuki abad modern, Kairo juga telah melahirkan sejumlah pemikir pembaruan
Islam.
A. Berikut adalah beberapa nama di antara sederet ilmuwan dan sarjana serta pemikir
pembaruan Islam yang muncul dari pusat peradaban Islam di benua Afrika itu:
1. Ibnu Al-Haytham.
Dialah peletak dasar-dasar teori optik modern. Orang barat menyebutnya Al
Hazen. Lewat karya ilmiahnya, Kitab Al-Manadhir atau Kitab Optik, ia
menjelaskan berbagai ragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan
manusia. Selama lebih dari 500 tahun, Kitab Al Madahir terus bertahan sebagai
buku paling penting dalam ilmu optik.
2. Ibnu Al-Baytar.

8
Nama lengkapnya Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Al-Baytar. Dia adalah ahli botani
sekaligus ahli obat-obatan terhebat, dan Dialah banyak melakukan penelitian dan
kegiatan ilmiah di Cairo. Dia berhasil mengumpulkan dan memberikan catatan
terhadap lebih dari 1.400 jenis tanaman obat. Dialah ahli Botani terkemuka di Arab.
3. Jamaluddin Al-Afghani.
Dia adalah seorang pemikir pembaruan Islam yang secara lantang menyuarakan
pentingnya menegakkan solidaritas Pan-Islam dan pertahanan terhadap
imperialisme Eropa dengan kembali kepada Islam. Dalam perlawanannya terhadap
penjajah imperialisme Barat, Jamaluddin mengobarkan semangat persatuan Islam
dengan jalan mengajak kembali kepada Al-Qur'an serta menghilangkan bid'ah dan
khurafat.
4. Muhammad Abduh.
Muhammad Abduh adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu
penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di
Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamaluddin Al-Afghani, seorang
filsuf dan pembaharu yang mengusung gerakan Pan-Islamisme untuk menentang
penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika.
5. Sayyid Qutub.
Sayyid bin haji Qutub bin Ibrahim, lahir tahun 1906 di sebuah desa bernama
Qaha di wilayah Asyith, Mesir. Ideologi Islam dikemukakan Qutub sebagai
ideology alternatif. Baginya tak ada jalan lain kecuali menegakkan Islam. Dalam
bukunya Hadza al-Din, dia menegaskan bahwa Islam satu-satunya agama wahyu
dan di jamin kebenarannya dan dapat meningkatkan harkat manusia dan
membebaskan dari berbagai ikatan daerah dan keturunan.
6. Mahmud Syaltut.
Syekh Mahmud Syaltut adalah salah seorang pemikir asli di Mesir. Ia memberi
kontribusi dalah bidang hukum Islam. Mahmud Syaltut mengemukakan sebuah
risalah tentang pertanggungjawaban sipil dan pidana Islam.

B. Lembaga-Lembaga Pendidikan Dinasti Fatimiyah di Mesir


Perkembangan kebudayaan Islam pada masa ini mencapai kondisi yang sangat
mengangumkan. Hal ini disebabkan berkembangnya penerjemahan dan penerbitan
sumber-sumber pengetahuan. Pengetahuan dari bahasa asing seperti bahasa Yunani,
Persia dan India ke dalam bahasa Arab yang banyak mendorong para wazir, sultan dan

9
umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra. Di antara lembaga-
lembaga pendidikan pada dinasti fatimiyah antara lain:
1. Masjid dan Istana
Khalifah mengumpulkan para penulis di istana untuk menyalin buku-buku
seperti: Al-Quran, al-Hadist, Fiqih, Sastra hingga ilmu kedokteran. Ia memberikan
penghargaan khusus bagi para ilmuwan ini dan menugaskan mereka untuk menjadi
imam di masjid istana juga.[4] Pada masa dinasti ini masjid juga menjadi tempat
berkumpulnya ulama fiqih khususnya ulama yang menganut mazhab syiah
ismailiah juga para wazir dan hakim.
2. Perpustakaan
Perpustakaan juga memiliki peran yang tidak kecil dibandingkan masjid dalam
penyebaran akidah Syiah Ismailiyyah di masyarakat untuk itu para khalifah dan
wazir memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga
perpustakaan istana menjadi perpustakaan yang terbesar pada masa itu.
Perpustakaan terbesar yang dimiliki dinasti fatimiyah ini diberi nama “Dar al
‘Ulum” yang masih memiliki keterkaitan dengan perpustakaan “Baital Hikmah”.
3. Dar al-‘ilm
Pada bulan jumadil akhir tahun 395 H/1005 M atas sarana perdan menterinya
Ya’kub bin Killis, khalifah Al-Hakim mendirikan Jamiah ilmiah akademi (lembaga
riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di belahan dunia lain.
Lembaga ini kemudian di beri nama Dar al Hikmah. Disinilah berkumpul para ahli
fiqih, astronom, dokter dan ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan penelitian
ilmiah.

C. Ilmu pengetahuan pada masa dinasti fatimiyah


Pada masa ini ulama membagi ilmu pengetahuan menjadi dua macam :
1. Ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al- Karim.
2. Ilmu pengetahuan yang bukan bersumber dari arab.
lmu yang bersumber dari Al-Qur’an disebut dengan ilmu naqliyah atau
syar’iyyah sedangkan untuk kategori yang kedua disebut dengan ilmu aqliyah atau
hukmiyyah, kadang disebut juga dengan ilmu azam. Adapun yang termasuk ilmu
naqliyah adalah Ilmu Hadis., Fiqih, Ilmu Kalam, Nahwu, Balaghah, Al- Bayan dan
Adab. Sedangkan yang termasuk Ilmu Aqliyah adalah Arsitektur, Ilmu nujum, Musik,
Kedokteran, Sihir, Kimia, Matematika, Sejarah dan geografi.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan yang sangat menakjubkan,
bahwa Dinasti Fatimiyah juga disebit dengan Dinasti Ubaidillah, dengan pendirinya yaitu
Ubaidillah al-Mahdi yang datang dari Syria ke Afrika Utara. Dinasti ini beraliran Syi’ah
Islami’ilah. Pusat pemerintahannya di Cairo. Dinasti ini mengalami kejayaannya pada masa
khalifah Abu Mansur Nizar Al-Aziz (975 M - 996 M), dengan kemajuan di berbagai bidang,
baik di bidang pemerintahan, ekonomi sosial, di bidang ilmu dan perkembangan intelektual
islam.
Dinasti Fatimiyah bagaimanapun juga adalah salah satu warna dari perjalanan dinamika
umat Islam di Mesir. Dalam rentang beberapa periode dinasti ini telah mengukirkan nama
harumnya bagi kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam. Meskipun kedinastian ini
menganut aliran Syi’ah Ismailiyah, tapi toh masih dalam bingkai Islam. Oleh karena itu, peran
dan sumbangannya bagi kebesaran nama Islam harus tetap dijunjung tinggi hingga Sekarang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, Jakarta : Kencana Pranadamedia Group. 2011


Suwito, Jakarta : Kencana. 2005
Syed Ameer Ali, Jakarta:Bulan Bintang, 1978,
Hasan Ibrahim Hasan, Mesir : 1967 cet ke 2
Karim, M. Abdul. Cet. I; Yogyakarta; Pustaka Book Publisher, 2007 M.).

[1]Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh Ahmadi Api Islam,
Jakarta:Bulan Bintang, 1978, hlm. 548.
[2]Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta 2011 : Kencana Pranadamedia
Group, hal 195
[3] Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present,diter. R.
Cecep Lukman Yasin dkk, History of the Arabs, (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
IKAPI, 1429 H./2008 M.) h. 789.
[4]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al Daulah Al Fatimiyah, hlm.426
[5] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al- Islami, hlm 436

12

Anda mungkin juga menyukai