Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERABADAN ISLAM BANI FATIMIYAH DI MESIR


MATA KULIAH
SEJARAH PERABADAN ISLAM
DOSEN PENGAMPU :
Najminnur Hasanatun Nida, S.Pd.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh :
Kelompok : 9
1. Muhammad Khairan Najmi (190101120040)
2. Siti Noralita Sholeha (190101120382)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI ISLAM
BANJARMASIN
2020
Kata Pengantar

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Karena tanpa ridho dan karunia-Nya,

kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga

terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-

natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk

makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari,

bahwa makalah yang kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami berharap agar makalah yang telah kami

buat ini mampu memberikan manfaat dan berguna kepada setiap pembacanya.

Banjarmasin, 17 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN.................................................................................................................2
A. Dinasti Fathimiyah.................................................................................................2

B. Masa Pertumbuhan Pemerintahan.......................................................................7

C. Kemajuan dan Kontribusi Dinasti Fatimiyah Terhadap Peradaban Islam.....9

D. Masa Kemunduran...................................................................................15

BAB III

PENUTUP..........................................................................................................................18

A. KESIMPULAN......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

ii
BAB I

LATAR BELAKANG

1. Latar Belakang

Dalam Islam kita telah mengenal banyak dinasti pemerintahan, seperti dinasti Bani

Umayyah, Bani Abbasyiah dan lain sebagainya. Adanya dinasti-dinasti tersebut merupakan

revolusi ke tiga dari bentuk pemerintahan langsung oleh Rasulullah dan masa pemerintahan

Khulafur Rasyidin.

Dinasti Fatimiyah adalah salah satu dari Dinasti Syiah dalam sejarah Islam. Dinasti ini

didirikan di Tunisia pada tahun 909 M. sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat

itu yang terpusat di Baghdad, yaitu bani Abbasiyah. Saat itu kondisi Dinasti Abbasiyah

melemah dan tidak mampu lagi mengatur daerah kekuasaannya yang luas. Di berbagai

daerah yang selama ini dikuasai, menyatakan melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah di

Baghdad dan membentuk daulah-daulah kecil yang berdiri sendiri (otonom). Di bagian timur

Baghdad, muncul dinasti Tahiriyah, Saariyah, Samaniyah, Gasaniyah, Buwaihiyah, dan Bani

Saljuk. Sementara ini di bagian barat, muncul dinasti Idrisiyah, Aglabiyah, Tuluniyah,

Fatimiyah, Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah.

Dinasti Fathimiyah adalah merupakan salah satu dinasti Islam yang pernah ada dan juga

memiliki andil dalam memperkaya khazanah sejarah peradaban Islam. Sama halnya

pengutusan Muhammad SAW sebagai Rasulullah telah menoreh sejarah Islam, yang pada

awalnya hanya merupakan bangsa jahiliyah yang tidak mengenal kasih sayang dan saling

menghormati.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinasti Fathimiyah

Dinasti Fathimiyah berdiri pada tahun 297 H/910 M, dan berakhir pada tahun 567 H/1171

M yang pada awalnya hanya merupakan sebuah gerakan keagamaan yang berkedudukan di

Afrika Utara dan kemudian pindah ke Mesir. Dinasti ini dinisbatkan kepada Fatimah Zahra

putrid Nabi Muhammad saw., dan sekaligus istri Ali ibn Abi Thalib. ra. Dan juga dinasti ini

mengklaim dirinya sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali dengan Fatimah. Namun,

masalah nasab keturunan Fathimiyah ini masih dan terus menjadi perdebatan antara para

sejarawan.

Dari dulu hingga sekarang, belum ada kata sepakat di antara para sejarawan mengenai

nasab keturunan ini. Di antara faktor penyebabnya antara lain: pertama, pergolakan politik

dan mazhab yang sangat kuat sejak wafatnya Rasulullah saw; dan kedua, ketidakberanian

dan keengganan keturunan Fathimiyah ini untuk mengiklankan nasab mereka, karena takut

kepada penguasa, ditambah lagi penyembunyian nama-nama para pemimpin mereka sejak

Muhammad ibn Ismail hingga Ubaidillah Al-Mahdi.

Dinasti Fathimiyah beraliran Syi'ah Ismailiyah dan didirikan oleh Sa'id ibn Husain Al-

Salamiyah yang bergelar Ubaidillah Al-Mahdi. Ubaidillah Al-Mahdi berpindah dari Suria ke

Afrika Utara karena propaganda Syi'ah di daerah ini mendapat sambutan baik, terutama

darisuku Barber Ketama. Dengan dukungan suku ini, Ubaidillah Al-Mahdi menumbangkan

gubernur Aghlabiyah di Afrika, Rustamiyah Kharaij di Tahart dan Idrisiyah Fez dijadikan

bawahan.

2
Pada awalnya, Syi'ah Ismailiyah tidak menampakkan gerakannya secara jelas, baru pada

masa Abdullah ibn Maimun yang mentransformasikan ini sebagai sebuah gerakan politik

keagamaan, dengan tujuan menegakkan kekuasaan Fathimiyah. Secara rahasia ia

mengirimkan misionaris ke segala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran Syi'ah

Ismailiyah. Kegiatan inilah yang pada akhirnya menjadi latar belakang berdirinya dinasti

Fathimiyah.1

Dinasti Fathimiyah membentang di Barat wilayah Dinasti Idrisiyah dan Rustamiyah dan

beribu kota di Mahdiyah.

Dinasti Fathimiyah di Afrika selalu mengincar wilayah Timur dan berencana menguasai

Mesir, lalu beralih ke Baghdad dan mewarisi Dinasti Abbasiyah.

Kematian Kafur al-Ikhsyidi di Mesir membuka pintu bagi pasukan Ubaidiyah untuk

memasukinya. Jauhar ash-Shaqli, panglima pasukan Al-Muizz Lidillah, memasuki Fustat

pada tahun 358 Hijriah/968 Masehi dan mendirikan kota Kairo. Empat tahun kemudian,

Dinasti Ubaidiyah berpindah dengan seluruh anggotanya ke Kairo, ibu kota yang baru. Di

Kairolah Dinasti Ubaidiyah berganti nama menjadi Dinasti Fathimiyah.

Pada tahun 359 Hijriah/969 Masehi, Fathimiyah telah menguasai Suriah bagian Selatan.

Khalifah Abbasiyah, Al-Muqtadir Billah, terlihat tidak mampu menghalangi berdirinya

dinasti ini. Bahkan, sang khalifah pernah membuat maklumat yang isinya menyangsikan

keabsahan nasab Al-Mahdi. Sayangnya, hal itu malah membangkitkan kemarahan anak-cucu

Hasyim, termasuk anak-cucu Ali.

Meski diterpa pro-kontra nasab, mereka berhasil menghidupkan keagungan dan

mengangkat harkat martabat. Namun, hal itu hanya terjadi sebentar. Panglima-panglima

1
Fuji Rahmadi P, MA, DINASTI FATHIMIYAH DI MESIR (Analisa Pertumbuhan, Perkembangan dan
Pengaruhnya), hal 425-426, 09:55 PM, 14-9-2020

3
dinasti ini lemah sehingga ikut menggoyahkan para menteri yang kuat. Keagungan dinasti

menjadi pudar akibat perpecahan di dalam negeri dan akhirnya runtuh.

Kemunduran tersebut dimulai pada periode Al-Hakim Biamrillah karena tindakannya

yang buruk, berani menghancurkan Gereja Qiyamat di Al-Quds, yang menjadi salah satu

sebab terjadinya Perang Salib. Kemunduran itu semakin hebat pada periode Al-Mustanshir

Billah. Dia terlahir dari seorang sahaya wanita yang terdidik di rumah seorang Yahudi

bernama Abu Said at-Tustari. Sang ibu ikut menguasai urusan pemerintahan dan mengangkat

beberapa menteri Yahudi, termasuk Shadaqah bin Yusuf al-Falahi dan Abu Said at-Tustari.

Menterimenteri tersebut memberikan kedudukan kepada orang-orang seagamanya sehingga

kaum muslimin menjadi lemah.

Pada periode Al-Mustanshir Billah, Fathimiyah diusir oleh Dinasti Saljuk dari Suriah.

Fathimiyah juga diusir dari Sicilia oleh bangsa Norman di bawah pimpinan Roger pada tahun

461 Hijriah/ 1068 Masehi. Selain itu, muncul wabah penyakit yang dianggap paling lama di

Abad Pertengahan, mulai tahun 446 sampai 454 Hijriah. Wabah yang oleh ahli sejarah

disebut sebagai tahun-tahun paling berat itu disertai dengan perang di dalam negeri.

Untunglah Al-Mustanshir memanggil Badr al-Jamali, penguasa ‘Aka, untuk menuntaskan

perang dalam negeri. Mesir pun kembali menjadi aman dan damai.

Al-Mustanshir menikahi putri Badr dan mendapatkan putra bernama Al-Musta’li. Ketika

wafat pada tahun 487 Hijriah/1094 Masehi setelah memerintah selama enam puluh tahun,

putra Mustanshir yang bernama Nizar mengklaim diri sebagai khalifah. Memang, sebelum

wafat Al-Mustanshir telah menunjuk dia sebagai putra mahkota. Namun, Al Afdhal bin Badr

al-Jamali yang mengganti ayahnya menjadi panglima perang lebih suka Al- Musta’li, yang

tidak lain keponakan Al-Afdhal sendiri. Hal itu menyebabkan Nizar terbunuh.

4
Kematian Nizar membuat anak-cucu Ismail terpecah menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok Musta’liyah dan kelompok Nizariyah.

Pada periode Al-Musta’li, Perang Salib dimulai di negeri Suriah. Kaum Salib menduduki

Baitul Maqdis pada tahun 493 Masehi/1099 Masehi. Setelah Al Musta’li masih ada beberapa

khalifah lagi pada Dinasti Fathimiyah. Ada yang berakhir diturunkan dari takhta dan ada pula

yang dibunuh. Sampai akhirnya, Shalahuddin al-Ayyubi meruntuhkan Dinasti Fathimiyah

dan mendirikan Dinasti Ayyubiyyah pada tahun 564 Hijriah/1168 Masehi untuk Dinasti

Abbasiyah.2

Kekhalifahan Pada Masa Dinasti Fathimiyah

1. Al-Mahdi (909-934 M)

2. Al-Qa'im (934-946 M)

3. Al-Manshur (946-952 M)

4. Al-Mu'izz (952-975 M)

5. Al-Aziz (975-996 M)

6. Al-Hakim (996-1021 M)

7. Al-Zhahir (1021-1035 M)

8. Al-Muntashir (1035-1094 M)

9. Al-Musta'li (1094-1101 M)

10. Al-Amir (1101-1130 M)

11. Al-Hafizh (1130-1149 M)

12. Al-Zafir (1149-1154 M)

13. Al-Fa'iz (1154-1160 M)

14. Al-Adhid (1160-1171 M)


2
Dar al-‘llm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta : Kaysa Media, Anggota IKAPI, 2011), hal : 118-119

5
Pasca kematian Abdullah ibn Maimun, tampuk pimpinan dijabat oleh Abu Abdullah Al-

Husain, melalui propagandanya ia mampu menarik simpatisuku Khitamah dari kalangan

Barber yang bermukim di daerah Kagbyle untuk menjadi pengikut setia. Dengan kekuatan

ini, mereka menyeberang ke Afrika Utara dan berhasil mengalahkan pasukan Ziyadat Allah

selaku penguasa Afrika Utara saat itu. Syi'ah Ismailiyah mulai menampakkan kekuatannya

setelah tampuk pemerintahan dijabat oleh Sa'id ibn Husain Al-Ismailiyah yang menggantikan

Abu Abdullah Al-Husain. Di bawah kepemimpinannya, Syi'ah Ismailiyah berhasil

menaklukkan Tunisia sebagai pusat kekuasaan daulah Aghlabiyah pada tahun 909 M. Sa'id

memproklamasikan dirinya sebagai imam dengan gelar Ubaidillah Al-Mahdi.

Ubaidillah Al-Mahdi merupakan khalifah pertama daulah Fathimiyah. Ia memerintah

selama lebih kurang 25 tahun (904-934 M). Dalam masa pemerintahannya, Al-Mahdi

melakukan perluasan wilayah kekuasaan ke seluruhAfrika, meliputi Maroko, Mesir, Multa,

Alexandria, Sardania, Corsica, dan Balerick. Pada 904 M, Khalifah Al-Mahdi mendirikan

kota baru di pantai Tunisia yang diberi nama kota Mahdiyah yang didirikan sebagai ibukota

pemerintahan. Di Afrika Utara kekuasaan mereka segera menjadi besar. Pada tahun 909 M

mereka dapat menguasai dinasti Rustamiyah dan Tahert serta menyerang bani Idris di

Maroko.3

B. Masa Pertumbuhan Pemerintahan

3
Fuji Rahmadi P, MA, DINASTI FATHIMIYAH DI MESIR (Analisa Pertumbuhan, Perkembangan dan
Pengaruhnya), hal : 426-427, 09:55 PM, 14-9-2020

6
Pada masa petumbuhan ini berada di bawah tiga Khalifah, yaitu Ubaidillah Al-Mahdi

(909-934 M), Al-Qaim (934-946 M), Al-Mansur (946-953 M) pada masa ini ibu kota Daulah

Fatimiyah masih berada di Moroko.

Tidak lama setelah berdiri Daulah Fatimiyah di Maroko (909 M) maka Abdurrahman III

yang memerintah Daulah Umyyah di Spanyol (921-961 M) tidak mau lagi memakai gelar

Sultan karena itu dia memproklamirkan diri pula memakai gelar Khalifah di Cordova setelah

memahami kelemahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.

Oleh sebab itu pada waktu yang bersamaan terdapat tiga Khalifah di dunia Islam,

Khalifah Daulah Abbasiyah di Baghdad, Khalifah Daulah Umayyah di Cordova dan Khalifah

Daulah Fatimiyah di Mesir satu sama lainnya tidak saling berhubungan di bidang politik

tetapi berhubungan di bidang ilmu pengetahuan.

Dalam perkembangannya Daulah Fatimiyah ingin memindahkan ibu kota pemerintahan

mereka ke Mesir untuk mempermudah pengaruh ke timur dan barat karena letak Mesir

berada di antara keduanya, sementara Daulah Abbasiyah ingin mempertahankan Mesir

jangan lepas dari wilayah pemerintahan mereka. Maka selama dua puluh tahun pertama dari

berdrinya Daulah Fatimiyah selalu terjadi pergolakan di antara dua pemerintahan tersebut

untuk memperebutkan Mesir.

Pada tahun 1003 M/301 H, empat tahun setelah Ubaidillah Al-Mahdi berkuasa, dia

mengirim pasukan terdiri dari orang-orang Maroko dalam usaha hendak merebut Mesir yang

langsung dipimpin oleh anaknya Abu Al-Qasim yang dibantu oleh Panglima Al-Kuttam ibn

Yusuf , mereka berhasil menaklukkan kota Iskandariyah.

Akan tetapi Khalifah Daulah Abbasiyah Al-Muktadir mengirim pasukan dalam jumlah

besar di bawah pimpinan Muamis Al-Khadim dan dia dapat mengalahkan tentara Daulah

7
Fatimiyah di dekat Al-Jarirah. Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa mundur balik ke Maroko.

Dengan membawa bibit-bibit permusuhan yang semakin membara.

Usaha kedua, Pada tahun 1009M/307 H, enam tahun kemudian, Khalifah Al-Mahdi dari

Daulah Fatimiyah kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Abu Al-Qasim, dia juga

berhasil menaklukkan kota Iskandariyah dan Al-Jarirah, tetapi Daulah Abbasiyah mengirim

pasukan besar lagi di bawah pimpinan Muannis Al-Khadam, iapun berhasil mengalahkan

tentara Daulah Fatimiyah dan membakarkapal-kapal mereka. Pasukan Daulah Fatimiyah

terpaksa mundur kembali ke Maroko.

Usaha ketiga pada tahun 933 M/321 H Khalifah Al-Mandi kembali mengirim pasukan di

bawah pimpinan Al-Jaisy ibn Ahmad Al-Maghribi. Khalifah Daulah Abbasiyah mengirim

pasukan lagi di bawah pimpinan Ahmad ibn Thunghuj. Pertempuran sengit kembali terjadi

antara dua pasukan tersebut selama tiga tahun, dalam pada itu Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi

meninggal dan digantikan anaknya Al-Qasim.

Al-Qasim sebagai Khalifah kedua Daulah Fatimiyah mengirim pasukan tambahan tetapi

Daulah Ikhsyad yang pernah berkuasa di Mesir berpihak kepada Daulah Abbasiyah dan

membantunya untuk mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah sehingga pasukan tentara

Daulah Fatimiyah kalah dan mereka terpaksa mundur lagi ke Maroko.

Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Daulah Fatimiyah pada masa

pertumbuhan ini untuk merebut Mesir dari wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, tetapi

pasukan tentara Daulah Abbasiyah lebih unggul dari mereka, selain itu penduduk wilayah

Mesir masih berpihak kepada Daulah Abbasiyah sehingga pasukan Daulah Fatimiyah selalu

kalah dan terpaksa mundur kembali ke Maroko.

8
Faktor ketidakberhasilan Khalifah Daulah Fatimiyah dalam penaklukan mereka ke Mesir

sebanyak tiga kali tersebut karena kurang memperhatikan situasi keamanan di dalam negeri

terlebih dahulu sebab keberhasilan ekspansi ditentukan oleh stabilitas keamanan dalam

negeri atau rapuhnya sosial ekonomi daerah sasaran.4

C. Kemajuan dan Kontribusi Dinasti Fatimiyah Terhadap Peradaban Islam

Sumbangan Dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam sangat besar sekali, baik dalam

sistim pemerintahan maupun dalam bidang keilmuan. Kemajuan yang terlihat pada masa

kekhalifahan al-Aziz yang bijaksana diantaranya sebagai berkut:

1. Bidang Politik Pemerintahan

Pada masa pemerintahan Fatimiyah, kepada Negara dipimpin oleh seorang imam atau

khalifah, para imam bagi fatimi memang sesuatu yang diwajibkan, ini merupakan

penerapan kekuasaan yang turun temurun, mulai dari Nabi Muhammad, Ali bin Abi

Thalib, kemudian selanjutnya di teruskan oleh para imam. Imamah ini diwariskan dari

seorang bapak kepada anak laki-laki yang paling tua dari keturunan mereka. Dan menjadi

syarat penting yang harus dipenuhi dalam pengangkatan seorang imam adalah adanya

nash atau wasiat khusus dari imam sebelumnya. Baik wasiat yang dikemukakan di

hadapan umat islam secara umum, atau hanya diketahui oleh orangorang tertentu

sebagian dari mereka saja.

Para imam di Dinasti Fatimiyah, mereka anggap sebagai penjelmaan Allah di bumi,

meraka menjadikan Imam-imam sebagai tempat rujukan utama dalam syariat, dan orang

paling dalam ilmunya.

4
Dr. H. Syamruddin Nasution. M.Ag, SEJARAH PERADABAN ISLAM, (Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau,
2007), hal : 239-242

9
Selanjutnya dari segi politik juga Dinasti Fatimiyah membentuk wazir-wazir (wazir

tanfiz dan wazir tafwid). Wazir ini dibentuk pada masa Aziz billah pada bulan Ramadhan

tahun 367H/979 M. Disamping itu daulat fatimiyah juga membentuk dewan-dewan

dalam pemerintahannya diantaranya, dewan majlis, dewan nazar, dewan tahkik

(sekretaris), dewan barid (pos), dewan tartib (keamanan), dewan kharraj (pajak) dan lain-

lainnya. Bentuk pemerintahan pada masa Fatimiyah merupakan suatu bentuk

pemerintahan yang dianggap sebagai pola baru dalam sejarah Mesir. Dalam

pelaksanaannya Khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan spiritual. Pengakatan

dan pemecatan penjabat tinggi berada di bawah kontrol kekuasaan Khalifah. Menteri-

menteri wazir kekhalifahan dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok militer dan sipil.

Yang dibidangi oleh kelompok militer diantaranya: urusan tentara, perang, pengawal

rumah tangga khalifah dan semua permasalahan yang menyangkut keamanan. Yang

termasuk kelompok sipil diantaranya:

a. Qadi, yang berfungsi sebagai hakim dan direktur percetakan uang

b. Ketua dakwah, yang memimpin Darul Hikmah

c. Inspektur pasar, yang membidangi bazar, jalan dan pengawasan timbangan

d. Bendaharawan Negara, yang membidangi Baitul Mal

e. Wakil kepala urusan rumah tangga Khalifah

f. Qori, yang membaca al-Qur’an bagi Khalifah kapan saja dibutuhkan

Selain dari penjabat di istana ini ada beberapa pejabat lokal yang diangkat oleh

Khalifah untuk mengelola bagian wilayah Mesir, Siria, dan Asia kecil. Ketentaraan

dibagi ke dalam tiga kelompok:

1. Amir-amir yang berdiri dari pejabat-pejabat tinggi dan pengawal Khalifah

10
2. Para Opsir Jaga (satpam)

3. Resimen yang bertugas sebagai Hafizah Juyudsiah dan Sudaniyah

2. Pemikiran dan Filsafat

Dalam menyebarkan tentang kesyi’ahannya Dinasti Fatimiyah banyak menggunakan

filsafat Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat Plato, Aristoteles dan

ahli-ahli filsafat lainnya. Kelompok ahli filsafat yang paling terkenal pada Dinasti

Fatimiyah adalah ikhwanu shofa. Dalam filsafatnya kelompok ini lebih cendrung

membela kelompok Syi’ah Islamiyah, dan kelompok inilah yang menyempurnakan

pemikiran-pemikiran yang telah dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah.

Beberapa tokoh filsuf yang muncul pada masa Dinasti Fatimiyah ini adalah :

a. Abu Hatim Ar-Rozi, dia adalah seorang da’i Ismaliyat yang pemikirannya lebih

banyak dalam masalah politik, Abu Hatim menulis beberapa buku dia ntaranya kitab

Azzayinahyang terdiri dari 1200 halaman. Di dalamnya banyak membahas masalah

Fiqh, filsafat dan aliran-aliran dalam agama.

b. Abu Abdillah An-Nasafi, dia adalah seorang penulis kitab Almashul. Kitab ini lebih

banyak membahas masalah al-Ushul al-Mazhab al-Ismaily. Selanjutnya ia menulis

kitab Unwanuddin Ushulus syar’i, Adda’watu Manjiyyah. Kemudian ia menulis buku

tentang falak dan sifat alam dengan judul Kaunul Alam dan al-Kaunul Mujrof

c. Abu Ya’qup as Sajazi, ia merupakan salah seorang penulis yang paling banyak

tulisannya

d. Abu Hanifah An-Nu’man Al-Magribi

e. Ja’far Ibnu Mansyur Al-Yamani

f. Hamiduddin Al-Qirmani

11
3. Pendidikan dan Iptek

Seorang ilmuwan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub Ibnu

Killis. Ia berhasil membangun akademi-akademi keilmuan yang mengahabiskan ribuan

dinar perbulannya. Pada masanya, ia berhasil membesarkan seorang ahli fisika yang

bernama Muhammad Attamimi. Disamping Attamimi ada juga seorang ahli sejarah yang

bernama Muhammad Ibnu Yusuf Al Kindi dan Ibnu Salamah Al Quda’i. seorang ahli

sastra yang muncul pada masa Fatimiyah adalah Al Aziz yang berhasil membangun

masjid Al Azhar.

Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa Fatamiyah adalah

keberhasilannya membangun sebuah lembaga keilmuan yang disebut Darul Hikam atau

Darul Ilmi yang dibangun oleh Al Hakim pada tahun 1005 Masehi.

Ilmu astronomi banyak dikembangkan oleh seorang astronomis yaitu Ali Ibnu Yunus

kemudian Ali Al Hasan dan Ibnu Haitam. Dalam masa ini kurang lebih seratus karyanya

tentang matematika, astronomi, filsafat dan kedokteran telah dihasilkan.

Pada masa pemerintahan Al Hakim didirikan Bait Al Hikmah, terinspirasi dari

lembaga yang sama yang didirikan oleh Al Makmun di Baghdad. Pada masa Al Muntasir

terdapat perpustakaan yang di dalamnya berisi 200.000 buku dan 2.400 Illuminated Al-

Qur’an ini merupakan bukti kontribusi Dinasti Fatimiyah bagi perkembangan budaya

Islam.

4. Ekonomi dan Perdagangan

Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan fitalitas kultural yang mengungguli Irak

dan daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang dengan dunia non Islam dibina dengan

12
baik termasuk dengan India dan negeri-negeri mediterania yang beragama Kristen. Pada

suatu festival, Khalifah kelihatan sangat cerah dan berpakaian indah. Istana Khalifah

yang dihuni oleh 30.000 orang terdiri dari 1.200 pelayan dan pengawal juga terdapat

masjid-masjid, perguruan tinggi, rumah sakit dan pemondokan Khalifah yang berukuran

sangat besar menghiasi kota Kairo baru. Pemandian umum yang dibangun dengan baik

terlibat sangat banyak disetiap tempat di kota itu. Pasar yang mempunyai 20.000 toko

luar biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari seluruh dunia. Keadaan ini

menunjukkan bahwa kemakmuran yang begitu berlimpah dan kemajuan ekonomi yang

begitu hebat pada masa Fatimiyah di Mesir.

Di segi pertanian Dinasti Fatimiyah juga mengalami peningkatan, keberhasilan

pertanian di Mesir pada masa ini bisa dikelompokkan kepada dua sektor:

a. Daerah pinggiran-pinggiran sungai Nil

b. Tempat-tempat yang telah ditentukan pemerintah untuk dijadikan lahan pertanian.

Sungai Nil merupakan sebagian pendukung bagi kelansungan hidup orang-orang

Mesir, kadang-kadang sungai nil ini menuai penyusutan air sehingga masyarakat merasa

kesulitan untuk mengambil air untuk diminum, untuk binatang ternak, maupun untuk

pengairan tanam-tanaman mereka, namun sebaliknya adakalanya sungai nil ini pasang

naik, sehingga dataran-dataran Mesir kebanjiran, menyebabkan kerusakan lahan dan

tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut mereka membuat gundukan-gundukan dari tanah

dan batu sebatas tinggi air takkala banjir.

Mereka membagi waktu untuk bercocok tanam dalam dua musim:

13
1. Musim dingin, (Bulan Desember sampai Bulan Maret) dengan aliran-aliran dari

selokan Sungai Nil, pada musim ini mereka biasa menanam gandum, kapas, dan

pohon rami.

2. Musim panas, (Bulan April sampai Bulan Juli) karena air Sungai Nil mulai surut,

maka mereka mengairi sawah ladang dengan mengangkat air dengan alat. Pada

musim ini mereka menanam padi, tebu, semangka, anggur, jeruk, dan lain-lain.

Di bidang perdagangan mereka melakukan perdagangan dengan mengunjungi

beberapa daerah seperti Asia, Eropa, dan daerah-daerah sekitar laut tengah. Pada masa

Dinasti Fatimiyah mereka menjadikan Kota Fustat sebagai kota perdagangan, dari sini

semua barang akan dikirim baik dari dalam maupun dari luar Mesir.

5. Sosial Kemasyarakatan

Pada waktu orang-orang Fatimiyah memasuki Mesir, penduduk setempat ada yang

beragama Kristen Qibty dan Ahlu Sunnah. Mereka hidup dalam kedamaian, saling

menghormati antara satu dengan yang lain. Boleh dikatakan tidak terjadi pertengkaran

antara suku, maupun agama. Masyarakatnya mempunyai sosialitas yang tinggi sesama

mereka.

6. Pemahaman Agama

Sesuai dengan asal usul Dinasti Fatimiyah ini adalah sebuah gerakan yang berasal

dari sekte syi’ah Ismailiyah, maka secara tidak lansung dinasti ini sebenarnya ingin

mengembangkan doktrin-doktrin syi’ah di tengah-tengah masyarakat, namun dengan

berbagai pertimbangan mereka tidak terlalu memaksa pemahaman ini harus di ikuti oleh

para penduduk, mereka bebas beragama sesuai dengan apa yang mereka yakini. Hal ini

14
dilakukan supaya mereka selalu mendapat dukungan dari rakyat demi berdirinya Dinasti

Fatimiyah di negeri para Nabi ini.5

D. Masa Kemunduran

Pada masa kemunduran ini berada di bawah enam Khalifah, yaitu Al-Zafir (1021-1036

M). Al-Mustansir (1035- 1094 M), Al-Musta’li (1094-1101 M), Al-Amir (1101-1130 M), Al-

Hafiz (1130-1149), Al-Zafir (1149-1154 M), Al-Fa’iz (1154- 1160 M) dan Al-Adid (1160-

1171 M).

Di antara kebijakan yang diambil Khalifah Daulah Fatimiyah pada saat berkuasa di Mesir

adalah menyebarkan atau bahkan boleh dikatakan memaksakan faham Syi’ah Isma’ilyah

kepada penduduk.

Untuk itu, seluruh pegawai diwajibkan memeluk mazhab Syi’ah Isma’iliyah. Semua

Qadhi atau Hakim diwajibkan supaya mengeluarkan keputusan hukum yang sesuai dengan

undang-undang mazhab Syi’ah. Kemudian mereka menyebarkan atau mempropagandakan

mazhab Syi’ah Isma’iliyah kepada penduduk. Begitu pula kepada tiga Khalifah pertama,

yaitu Abu Bakar Shiddiq, Umar ibn Khattab dan Usman ibn Affan dicaci maki dan dicela

oleh Khalifah Daulah Fatimiyah.

Tindakan Al-Hakim ini membangkitkan kemarahan rakyat Sunni yang merupakan

mayoritas penduduk di seluruh wilayah kekuasaan Daulah Fatimiyah, mereka menuntut

dihentikan segala bentuk caci maki yang ditujukan kepada tiga Khalifah pertama tersebut.

Pada akhirnya konflik Sunni Syi’ah ini dapat diselesaikan setelah Khalifah Al-Hakim

menyuruh menghapus segala celaan terhadap Khalifah yang tiga dan akan dihukum setiap

5
Nuraini H. A. Manan, Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan dan Perkembangannya, hal
132-135, 18:47 PM, 15-09-2020

15
orang yang berani mencela mereka dan bersikap kasar pada mereka baik di jalan-jalan

maupun di halayak ramai.

Tindakan Al-Hakim ini menimbulkan bibit-bibit kebencian dan kemarahan di kalangan

rakyat yang menjadi bom waktu terjadinya perang pada saat yang tepat mereka bertekad

hendak menghancurkan Daulah Fatimiyah.

Kehancuran Daulah Fatimiyah ini sepeninggal Khalifah Al-Hakim para Khalifah yang

dilantik sesudahnya mereka telah tenggelam dalam kemewahan hidup sampai Khalifah

terakhir Al-Adid (1160-1171 M).

Mereka tinggal di istana-istana indah di Kairo menikmati berbagai macam kelezatan

hidup duniawi sedangkan urusan pemerintahan mereka seerahkan kepada para Perdana

Menteri dan Perdana Menteri pun merongrong jabatan Khalifah karena mereka mengangkat

dirinya menjadi “Penguasa Sebenarnya” sedang Khalifah menjadi “Permainan” di tangan

mereka.

Faktor luar karena mereka mengancam rakyat untuk menganut faham Syi’ah yang

menjadi mazhab mereka maka gubernur Iskandariyah Ibn Al-Silar menyerbu ke Kairo pada

saat itu menteri dijabat Najamuddin ibn Mishal. Terjadi bentrok dan peperangan di antara

dua pasukan tersebut. Demikianlah terjadi silih berganti perebutan kekuasaan, anehnya setiap

terjadi bentrok masing-masing minta bantuan kepada musuh.

Tetapi faktor yang mempercepat kehancuran Dinasti Fatimiyah adalah Perang Salib

sebab pada saat Daulah Fatimiyah lemah orang Salib ingin menguasai Mesir. Mereka datang

hendak menyerbu Mesir pada saat memuncak konflik antara Daulah Fatimiyah dengan rakyat

di Mesir.

16
Dalam situasi genting begini terpaksa Khalifah Fatimiyah minta bantuan kepada

Nuruddin Zanki penguasa Syam dan Aleppo untuk membantunya memerangi orang Salib.

Nuruddin Zanki mengirim sejumlah tentara di bawah pimpinan Asaduddin Zanki. Pada tahap

ini terjadi perjanjian antara pasukan Asaduddin dengan pasukan Salib untuk sama-sama

menarik diri dari Mesir.

Tetapi setahun kemudian orang Salib membatalkan perjanjian tersebut. Maka Nuruddin

kembali mengirim bantuan tentara dalam jumlah besar di bawah pimpinan Salahuddin al-

Ayyubi. Dia dapat memukul mundur pasukan tentara Salib dari Mesir. Pasukan tentara Salib

melarikan diri ke Syam. Untuk jasanya itu dia diangkat menjadi menteri besar di Mesir.6

6
Dr. H. Syamruddin Nasution. M.Ag, SEJARAH PERADABAN ISLAM, (Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau,
2007), hal : 250-253

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinasti Fatimiyah berdiri pada tahun 909 hingga 1171 Masehi. Saat itu kondisi Dinasti

Abbasiyah di Baghdad melemah dan tidak mampu lagi mengatur daerah kekuasaannya yang

luas. Kelahiran dinasti ini dimulai dengan adanya gerakan dari cabang kaum Syi’ah

Imamiyah, yaitu Syi’ah Ismailiyah.

Dinasti Fatimiyah telah memberikan sumbangan peradaban yang besar bagi peradaban

Islam, mereka memberikan ruang berkembangnya ilmu pengetahuan sehingga melahirkan

banyak ilmuwan dengan didirrikannya Dar al-Hikmah dan Dar al-Ilmi dan keberadaan

Universitas al-Azhar sebagai pusat pengkajian ilmu yang masih terasa hingga kini.

Kemunduran Dinasti Fatimiyah bukan hanya disebabkan faktor eksternal berupa

serangan pasukan luar, melainkan juga masalah internal yang tidak dapat diselesaikan seperti

berkurangnya kesetiaan publik kepada penguasa yang dianggap berperilaku aneh, banyak

campur tangan para wazir akibat penguasa yang belum cukup umur.

18
DAFTAR ISI

Fuji Rahmadi P, MA, DINASTI FATHIMIYAH DI MESIR (Analisa Pertumbuhan,

Perkembangan dan Pengaruhnya)

Dar al-‘llm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta : Kaysa Media, Anggota IKAPI, 2011)

Dr. H. Syamruddin Nasution. M.Ag, SEJARAH PERADABAN ISLAM, (Pekanbaru : Yayasan

Pusaka Riau, 2007)

Nuraini H. A. Manan, Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan dan

Perkembangannya

19

Anda mungkin juga menyukai