Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Periodisasi Peradaban Islam di Afrika Utara :


Dinasti Fathimiyyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pembimbing :
Much. Machfud Arif, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Jamilatur Rahmawati (2111033)
Sulaiman Lazwar (2111055)
Syahru Ramadlan (2111084)

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ TUBAN


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-nya sehingga makalah tentang “Periodisasi Peradaban Islam di Afrika
Utara : Dinasti Fathimiyyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik“ ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban
Islam, supaya mahasiswa dan mahasiswi dapat mengetahui dan memahami materi
dari makalah tersebut.

Kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam yang senantiasa membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa dijadikan bahan bacaan dan
menjadi referensi dalam pembelajaran Sejarah Peradaban Islam didalam kelas.

Penulis

Tuban, 24 November 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4

A. Latar Belakang ...................................................................................4

B. Rumusan Masalah ..............................................................................4

C. Tujuan Masalah ..................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................5

A. Dinasti Fathimiyyah ...........................................................................5

B. Dinasti Ayyubiyah .............................................................................7

C. Dinasti Mamalik .................................................................................9

BAB III PENUTUP ...............................................................................................12

A. Kesimpulan ......................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh hanya pada periode


100 tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah
sebagai pemerintahan pusat melemah.dalm keadaan seperti itu negara-
negara provinsi berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan kekuatan-
kekuatan baru menyaingi Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi
menjadi satu-satunya kota internasional. Ibu kota muncul menyaingi
Baghdad. Diantara dinasti-dinasti baru yang muncul di Afrika Utara yaitu
Dinasti Fathimiyyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana periodisasi Dinasti Fathimiyyah?


2. Bagiamana periodisasi Dinasti Ayyubiyah?
3. Bagaimana Periodisasi Dinasti Mamalik?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui periodisasi Dinasti Fathimiyyah.


2. Untuk mengetahui periodisasi Dinasti Ayyubiyah.
3. Untuk mengetahui periodisasi Dinasti Mamalik.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dinasti Fathimiyyah

Afrika Utara sampai tahun 850 dikuasai oleh Bani Aghlab,


meliputi wilayah Ifriqiyah (Tunisia) dan sebagian pulau Sisilia, merupakan
bagian daulah Abbasiyah. Wilayah sebelah barat dikuasai bani
Rustamiyah di Aljazair dan bani Idris di Maroko, sedangkan Spanyol
berada dibawah kekuasaan bani Umayyah II. Semua dinasti ini berkuasa
sampai tahun 909. Namun sesudah tahun 909 muncul sebuah dinamika
baru, terbentuknya sebuah negara Fatimiyah di Tunisia. (Musyrifah
Sunanto : 2003,141)
Gerakan yang membangkitkan negara baru ini merupakan gerakan
bawah tanah yang tidak bisa ditelusuri secara jelas. Gerakan ini
merupakan cabang dari Syi’ah Ismailiyah. Syiah Ismailiyah merupakan
gerakan dari kelompok Syi’ah yang berpendapat bahwa Isma’il ibnu Ja’far
ash-Shadiq yang berperan sebagai imam ketujuh menggantikan ayah
mereka, bukan Musa Al Kazim. Istilah dinasti Fatimiyah diambil dari
nama Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW. dan istri Ali bin
Abi Thalib melalui garis Ismail, putra ja’far as-Shadiq. Peletak dasar
sekaligus pendiri dinasti ini adalah Ubaidillah al Mahdi, putra Husein ibnu
Ahmad ibnu Abd Allah ibnu Muhammad ibnu Ismail ibnu Ja’far ash-
Shadiq.
Ubaidillah al-Mahdi datang dari Suriah ke Afrika Utara karena
propaganda Syi’ah di daerah ini mendapat sambutan baik, terutama dari
suku Barbar Kutama. Ia mulai berdakwah pada tahun 893 M, dengan
mempertengahkan konsep akan datangnya al-Mahdi dari keturunan Nabi
SAW. Para da’i Fathimiyyah berhasil menarik suku-suku Barbar untuk
mendukung kepemimpinan Ubaidillah al-Mahdi dan akhirnya berhasil
menumbangkan gubernur-gubernur Aghlabiyyah dan Rustamiyyah, dan
menjadikan Idrisiyah Fez sebagai penguasa bawahannya. Pada tahun 909
M, Ubaidillah al-Mahdi dilantik menjadi khalifah (amir al-Mu’minin)

5
yang sejajar dengan khalifah di Baghdad. Kemudian, tahun 920 M ia
mendirikan ibu kota baru bernama al-Mahdiyah.
Meskipun Khalifah Dinasti Fathimiyyah beraliran Syi’ah
Ismailiyah, namun mayoritas rakyatnya tetap Sunni dan menikmati
sebagian besar kebebasan keagamaan mereka. Selama berkuasa, dinasti ini
dipimpin oleh 14 orang Khalifah :
1. Ubaidillah al-Mahdi (297-322 H/909-924 M)
2. Al-Qaim (322-334 H/924-946 M)
3. Al-Mansur (334-341 H/946-953 M)
4. Al-Muizz (341-365 H/953-975 M)
5. Al-Aziz (365-386 H/975-996 M)
6. Al-Hakim (386-411 H/996-1021 M)
7. Az-Zahir (411-427 H/1021-1036 M)
8. Al-Mustansir (427-487 H/1036-1094 M)
9. Al-Musta’li (487-495 H/1094-1101 M)
10. Al-Amir (495-524 H/1101-1130 M)
11. Al-Hafiz sebagai wali (524-525 H/1130-1131 M) dan sebagai
khalifah (525-544 H/1131-1149 M)
12. Az-Zafir (544-549 H/1149-1154 M)
13. Al-Fa’iz (549-555 H/1154-1160 M)
14. Al-Adid (555-567 H/1160-1171 M).

Adapun kemajuan yang dicapai Dinasti Fathimiyyah diantaranya


yaitu berhasil menduduki Sisilia, yang kemudian dilanjutkan dengan
melakukan operasi angkatan laut terhadap Istanbul. Pada tahun 358 H/969
M, jenderal Jawhar al-Shiqilli memasuki Kairo lama (Fusthat)
menyingkirkan dinasti terakhir, Ikhsyidiyyah. Sebagaimana kota al-
Mahdiyah di Ifriqiyyah, Fathimiyyah pun membangun ibu kota baru di
Mesir, yaitu Kairo Baru (al-Qahirah, “yang berjaya”). Dari Mesir,
kekuasaannya meluas hingga ke Palestina dan Suriah, dan mengambil alih
penjagaan atas tempat-tempat suci di Hijaz.

6
Kemajuan dibidang kebudayaan adalah didirikannya Masjid al-
Azhar, yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat
pengembangan ilmu pengetahuan, yang dimanfaatkan oleh kelompok
Syi’ah maupun Sunni. Untuk memajukan ilmu pengetahuan, khalifah
mengundang para ahli diantaranya ahli matematika kenamaan, Ibnu
Haytam al-Basri untuk mengunjungi Kairo. Selain itu, muncul ahli sejarah
seperti Ibnu Zulak, al-Musabbihi, al-Kuda’i dan penulis kitab al-Dirayat,
al-Shabushi; pustakawan al-Muhallabi; dan ahli geografi, ibnu al-Makmun
al-Bata’ihi.

Pemerintahan Dinasti Fathimiyyah yang berlangsung 262 tahun,


antara 909 -1171 M, pada akhirnya tidak dapat dipertahankan lagi karena
faktor-faktor intern, sebagai penyebab dominan kemunduran Khilafah
Fathimiyyah. Adapun kehancuran Dinasti Fathimiyyah secara eksern
adalah diakibatkan adanya serangan yang dilakukan Nuruddin al-Zangki,
penguasa Syiria, dibawah panglima Syirkuh yang dibantu keponakannya
(Shalahuddin al-Ayyubi) mengalahkan tentara Salib tahun 1169 M.
Syirkuh menjadi wazir selama 2 bulan karena meninggal dunia, kemudian
jabatannya digantikan Shalahuddin al-Ayyubi. Tahun 1171 M,
Shalahuddin al-Ayyubi menghapuskan Dinasti Fathimiyyah atas desakan
Baghdad dan menggantikannya dengan Dinasti Ayyubiyah yang
berorientasi ke Baghdad. (Ratu Suntiah, Maslani : 2017,174-177).

B. Dinasti Ayyubiyah

Peralihan dari Dinasti Fatimiyah ke Dinasti Ayyubiyah terjadi


secara bertahap dengan berbagai strategi yang diterapkan, salah satunya
dengan mensosialisasikan paham Ahlussunnah waljama’ah. Sejarah
berdirinya Dinasti Ayyubiyah di Mesir para sejarawan berbeda pendapat
mengenai hal tersebut. Sebagian menetapkan sejak Shalahuddin Al-
Ayyubi menjabat sebagai perdana menteri dalam Dinasti Fatimiyah,
dengan Khalfiah terakhirnya Al-Adhid Lidinillah pada tahun 1169 M.
Sebagain lain menetapkannya bersamaan dengan pengembalian Mesir ke
pangkuan Dinasti Abbasiyah, bertepatan dengan wafatnya Al-Adhid

7
Lidinillah dan berakhirnya masa Dinasti Fatimiyah pada tahun 1171 M.
Dan sebagian yang lainnya lagi menetapkan permulaan berdirinya Dinasti
Ayyubiyah bertepatan dengan wafatnya Nuruddin yang berkuasa di
Damaskus pada tahun 1174 M. Dan diakui oleh Khalifah Abbasiyah,
AlMustadhi’ Billahi, pada tahun1175. Inilah yang menjadi titik tolak dari
berdirinya Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Dalam literatur yang berbeda
diuraikan juga awal berkuasanya Dinasti Ayyubiyah yaitu pada tahun
1171 M bertepatan dengan wafatnya Khalifah Al-Adhid (Khalifah Dinasti
Fatimiyah), Selama kurang lebih 75 tahun Dinasti Ayyubiyah berkuasa,
terdapat Sembilan orang Khalifah di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1. Shalahuddin Al-Ayyubi (1171-1193 M)
2. Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
4. Malik Al-Adil Saifuddin, Pemerintahan I (1200-1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
6. Malik Al-Adil Saifuddin, Pemerintahan II (1238-1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (1249-1250 M)
9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
Di antara Sembilan Khalifah tersebut terdapat beberapa Khalifah
yang menonjol pada masa kekuasaannya yaitu, Shalahuddin Al-Ayyubi,
Malik Al-Adil Saifuddin, Pemerintahan I, dan Malik Al-Kamil
Muhammad. Beralihnya kekuasaan Dinasti Fatimiyah bermadzhab Syi’ah
menjadi Dinasti Ayyubiyah bermadzhab Sunni merupakan pencapaian
gemilang yang diperoleh Shalahuddin Al-Ayyubi satu-satunya dinasti
Islam tanpa menyebabkan konflik dan penindasan di dalamnya, tidak ada
pertumpahan darah atau peperangan satu sama lain di antara mereka,
semuanya dengan mudah diterima bagi para kalangan di wilayah tersebut.
Hal ini yang membedakan peralihan kekuasaan dari dinasti-dinasti lainnya
yang tidak terdapat pertumpahan darah pada saat berdirinya sebuah dinasti
baru. Dalam hal tersebut dikarenakan Shalahuddin Al-Ayyubi cerdas
dalam mengambil strategi dengan memperhatikan situasi dan kondisi,

8
dengan tetap memuliakan keluarga Al-Adhid dan berbuat baik kepada
mereka setelah wafatnya, dan tetap menjaga hubungannya dengan baik
kepada Nuruddin Imaduddin Zanki, dan menjaga dengan sangat baik
hubungannya dengan berbagai kalangan pada masa itu, Shalahuddin Al-
Ayyubi berusaha untuk menghindari perselisihan dan konflik, serta ia juga
diperkuat dengan kedudukannya pada saat itu sebagai menteri dengan
segudang pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya menyebabkan
dirinya dihargai. Adapun strategi lainnya yang digunakan Shalahuddin Al-
Ayyubi dalam mendirikan Dinasti Ayyubiyah yaitu dengan merekrut
budak-budak untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintahan di bidang
Militer yang sudah menjadi tradisi saat itu terutama bagi dinasti-dinasti
yang pernah berkuasa di Mesir sebelum Dinasti Ayyubiyah maupun
Dinasti Ayyubiyah sendiri.
Selama berkuasa, Dinasti Ayyubiyah sangat bergantung pada
Mamluk (tentara budak) untuk menangani urusan militernya. Sayangnya,
runtuhnya dinasti ini sebagian besar disebabkan oleh para Mamluk dari
Turki sendiri. Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa
pemerintahan Sultan As-Salih (1240-1249). Pada masa ini, para Mamluk
telah memegang kendali atas pemerintahan. Setelah Sultan As-Salih
meninggal pada 1249, bangsa Mamluk mengangkat istri mendiang sultan,
Syajarat ad-Durr, sebagai pemimpin Ayyubiyah. Pengangkatan Syajarat
ad-Durr menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan
berdirinya Dinasti Mamluk (1250-1517). Kendati demikian, keturunan
Ayyubiyah ada yang masih memimpin di daerah hingga 70 tahun
kemudian.

C. Dinasti Mamalik

Pada masa kekuasaan sultan Malik al-Shaleh Najamuddin sebagai


penguasa terakhir dari daulat bani Ayyubi. Tentara elit mereka adalah
orang-orang mamluk yang setia kepadanya, bahkan sebagian besar
pejabat-pejabat negara adalah dari kalangan Mamluk Proses pembentukan
dinasti Mamalik ini berawal dari terbunuhnya sultan Malik al-Shaleh

9
Najamuddin pada 14 Sya‟ban 647 H. atau 22 Nopember 1249 M. dalam
suatu pertempuran mempertahankan kota Kairo dari serangan tentara Salib
di bawah pimpinan Louis IX dari Prancis. Kemudian Permaisuri sultan
yang bernama Syajaratuddur memanggil seorang anak tirinya yang
bernama Turansyah (putra Malik al-Shaleh dari istri yang lain), untuk
menyelamatkan negara dari serangan kaum Salib, Turansyah datang ke
Mesir dengan bala tentara mamluknya sendiri yang berasal dari
Mesopotamia, maka terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di daerah
Mansyuriah yang berakhir dengan kemenangan di tangan Turansyah dan
secara tidak langsung Turansyah memegang tampuk kekuasaan di Mesir.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa betapa kerasnya ambisi dan hausnya
akan kekuasaan para pemuka Mamalik ini sehingga siapa pun yang
menjadi penghalang dari ambisi perebutan kekuasaan tersebut, termasuk
suami, kalau perlu harus dibunuh, sebagaimana yang dialami oleh
Izzuddin Ayabek walaupun besar jasanya di dalam pembentukan dinasti
Mamluk.
Kekuasaan dinasti Mamalik ini yang berlangsung mulai dari
berdirinya tahun 1250-1517 M. secara geonologis dapat dibagi kepada dua
priode. Pertama, priode kekuasaan Mamalik al-Bahri mulai tahun 1250 M.
sampai berakhirnya kekuasaan al-Shaleh al-Hajji bin Sya’ban yang
memangku jabatan kedua kalinya tahun 1389-1390.M (Tim Penyusun
Texbook, 1983:8); kedua, periode kekuasaan Mamalik Burji, mulai dari
berkuasanya Barquq 1389 M. sampai kerajaan ini dikalahkan oleh
kerajaan Usmani pada tahun 1517 M. Kalau ada negeri Islam yang selamat
dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu
Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir karena Mesir di
bawah kekuasaan dinasti Mamalik.tidak pernah dikalahkan oleh tentara
Mongol. Dengan terhindarnya Mesir dari kehancuran maka persambungan
perkembangan peradaban dengan masa klassik relatif terlihat dan beberapa
di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klassik masih bertahan di
Mesir.

10
Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Selama masa pemerintahannya,
Dinasti Mamalik telah mencapai berbagai kemajuan penting di antaranya
adalah konsolidasi pemerintahan, perekonomian, ilmu pengetahuan,
militer, kesenian dan arsitektur. Dinasti Mamalik mencapai banyak
kemajuan berkat wibawa dan kepribadian para sultan yang sangat tinggi,
loyalitas masyarakat dan loyalitas para militer kepada negara, solidaritas
sesama militer, stabilitas keamanan negara yang bebas dari ancaman dan
gangguan dari luar. Akan tetapi ,setelah semua itu menjadi pudar dan
menipis, mulai pula dinasti ini sedikit demi sedikit mengalami
kemunduran. Dinasti Mamalik ini berkuasa selama kurang lebih 267 tahun
melewati 47 sultan dengan prekuensi pergantian pimpinan sebanyak 53
kali.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah dinasti Fatimiyah diambil dari nama Fatimah az-Zahra, putri


Nabi Muhammad SAW. dan istri Ali bin Abi Thalib melalui garis Ismail,
putra ja’far as-Shadiq. Peletak dasar sekaligus pendiri dinasti ini adalah
Ubaidillah al Mahdi. Adapun kemajuan yang dicapai Dinasti Fathimiyyah
diantaranya yaitu berhasil menduduki Sisilia, Kemajuan dibidang
kebudayaan adalah didirikannya Masjid al-Azhar, yang berfungsi sebagai
pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan, yang
dimanfaatkan oleh kelompok Syi’ah maupun Sunni. Adapun kehancuran
Dinasti Fathimiyyah secara eksern adalah diakibatkan adanya serangan
yang dilakukan Nuruddin al-Zangki.
Sejarah berdirinya Dinasti Ayyubiyah di Mesir para sejarawan
berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Sebagian menetapkan sejak
Shalahuddin Al-Ayyubi menjabat sebagai perdana menteri dalam Dinasti
Fatimiyah, dengan Khalfiah terakhirnya Al-Adhid Lidinillah pada tahun
1169 M. Beralihnya kekuasaan Dinasti Fatimiyah bermadzhab Syi’ah
menjadi Dinasti Ayyubiyah bermadzhab Sunni merupakan pencapaian
gemilang yang diperoleh Shalahuddin Al-Ayyubi. Runtuhnya dinasti ini
sebagian besar disebabkan oleh para Mamluk dari Turki sendiri.
Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan
As-Salih (1240-1249).
Proses pembentukan dinasti Mamalik ini berawal dari terbunuhnya
sultan Malik al-Shaleh Najamuddin pada 14 Sya‟ban 647 H. Dinasti
Mamalik telah mencapai berbagai kemajuan penting di antaranya adalah
konsolidasi pemerintahan, perekonomian, ilmu pengetahuan, militer,
kesenian dan arsitektur. Dinasti Mamalik ini berkuasa selama kurang lebih
267 tahun melewati 47 sultan dengan prekuensi pergantian pimpinan
sebanyak 53 kali.

12
DAFTAR PUSTAKA

Suntiah, Ratu. Maslani, 2017, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Sunanto, Musyrifah, 2003, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu


Pengetahuan, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group.

Abd.Halim, 1982. Uwais Dirasah li Suqut Tsalatsin Islamiyah, diterjemahkan


oleh Yudian Wahyudi dengan judul Analisa Runtuhnya Daulah-Daulah
Islam, Cet. II, Solo: Pustaka Mantiq

Tim Penyusun Teksbook, 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Ujungpandang:


IAIN Alauddin.

Usman, A.Latif, 1962. Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta: Widjaja.

Yatim, Badri, 2000. Sejarah Peradaban Islam, Cet.XI, Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Hasan, Ibrahim Hasan, 1989. Islamic History and Cultur, diterjemahkan oleh
Djahdan Hamlan “Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet.I,
Yogyakarta: Kota Kembang.

Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Cet. III; Riau: Yayasan Pusaka
Riau, 2013.

Ash-Shallabi, Ali Muhammad. (2016). Bangkit dan Runtuhnya Daulah


Ayyubiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

13

Anda mungkin juga menyukai