Dosen Pembimbing :
Much. Machfud Arif, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Jamilatur Rahmawati (2111033)
Sulaiman Lazwar (2111055)
Syahru Ramadlan (2111084)
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-nya sehingga makalah tentang “Periodisasi Peradaban Islam di Afrika
Utara : Dinasti Fathimiyyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik“ ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban
Islam, supaya mahasiswa dan mahasiswi dapat mengetahui dan memahami materi
dari makalah tersebut.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam yang senantiasa membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa dijadikan bahan bacaan dan
menjadi referensi dalam pembelajaran Sejarah Peradaban Islam didalam kelas.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinasti Fathimiyyah
5
yang sejajar dengan khalifah di Baghdad. Kemudian, tahun 920 M ia
mendirikan ibu kota baru bernama al-Mahdiyah.
Meskipun Khalifah Dinasti Fathimiyyah beraliran Syi’ah
Ismailiyah, namun mayoritas rakyatnya tetap Sunni dan menikmati
sebagian besar kebebasan keagamaan mereka. Selama berkuasa, dinasti ini
dipimpin oleh 14 orang Khalifah :
1. Ubaidillah al-Mahdi (297-322 H/909-924 M)
2. Al-Qaim (322-334 H/924-946 M)
3. Al-Mansur (334-341 H/946-953 M)
4. Al-Muizz (341-365 H/953-975 M)
5. Al-Aziz (365-386 H/975-996 M)
6. Al-Hakim (386-411 H/996-1021 M)
7. Az-Zahir (411-427 H/1021-1036 M)
8. Al-Mustansir (427-487 H/1036-1094 M)
9. Al-Musta’li (487-495 H/1094-1101 M)
10. Al-Amir (495-524 H/1101-1130 M)
11. Al-Hafiz sebagai wali (524-525 H/1130-1131 M) dan sebagai
khalifah (525-544 H/1131-1149 M)
12. Az-Zafir (544-549 H/1149-1154 M)
13. Al-Fa’iz (549-555 H/1154-1160 M)
14. Al-Adid (555-567 H/1160-1171 M).
6
Kemajuan dibidang kebudayaan adalah didirikannya Masjid al-
Azhar, yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat
pengembangan ilmu pengetahuan, yang dimanfaatkan oleh kelompok
Syi’ah maupun Sunni. Untuk memajukan ilmu pengetahuan, khalifah
mengundang para ahli diantaranya ahli matematika kenamaan, Ibnu
Haytam al-Basri untuk mengunjungi Kairo. Selain itu, muncul ahli sejarah
seperti Ibnu Zulak, al-Musabbihi, al-Kuda’i dan penulis kitab al-Dirayat,
al-Shabushi; pustakawan al-Muhallabi; dan ahli geografi, ibnu al-Makmun
al-Bata’ihi.
B. Dinasti Ayyubiyah
7
Lidinillah dan berakhirnya masa Dinasti Fatimiyah pada tahun 1171 M.
Dan sebagian yang lainnya lagi menetapkan permulaan berdirinya Dinasti
Ayyubiyah bertepatan dengan wafatnya Nuruddin yang berkuasa di
Damaskus pada tahun 1174 M. Dan diakui oleh Khalifah Abbasiyah,
AlMustadhi’ Billahi, pada tahun1175. Inilah yang menjadi titik tolak dari
berdirinya Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Dalam literatur yang berbeda
diuraikan juga awal berkuasanya Dinasti Ayyubiyah yaitu pada tahun
1171 M bertepatan dengan wafatnya Khalifah Al-Adhid (Khalifah Dinasti
Fatimiyah), Selama kurang lebih 75 tahun Dinasti Ayyubiyah berkuasa,
terdapat Sembilan orang Khalifah di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1. Shalahuddin Al-Ayyubi (1171-1193 M)
2. Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
4. Malik Al-Adil Saifuddin, Pemerintahan I (1200-1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
6. Malik Al-Adil Saifuddin, Pemerintahan II (1238-1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (1249-1250 M)
9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
Di antara Sembilan Khalifah tersebut terdapat beberapa Khalifah
yang menonjol pada masa kekuasaannya yaitu, Shalahuddin Al-Ayyubi,
Malik Al-Adil Saifuddin, Pemerintahan I, dan Malik Al-Kamil
Muhammad. Beralihnya kekuasaan Dinasti Fatimiyah bermadzhab Syi’ah
menjadi Dinasti Ayyubiyah bermadzhab Sunni merupakan pencapaian
gemilang yang diperoleh Shalahuddin Al-Ayyubi satu-satunya dinasti
Islam tanpa menyebabkan konflik dan penindasan di dalamnya, tidak ada
pertumpahan darah atau peperangan satu sama lain di antara mereka,
semuanya dengan mudah diterima bagi para kalangan di wilayah tersebut.
Hal ini yang membedakan peralihan kekuasaan dari dinasti-dinasti lainnya
yang tidak terdapat pertumpahan darah pada saat berdirinya sebuah dinasti
baru. Dalam hal tersebut dikarenakan Shalahuddin Al-Ayyubi cerdas
dalam mengambil strategi dengan memperhatikan situasi dan kondisi,
8
dengan tetap memuliakan keluarga Al-Adhid dan berbuat baik kepada
mereka setelah wafatnya, dan tetap menjaga hubungannya dengan baik
kepada Nuruddin Imaduddin Zanki, dan menjaga dengan sangat baik
hubungannya dengan berbagai kalangan pada masa itu, Shalahuddin Al-
Ayyubi berusaha untuk menghindari perselisihan dan konflik, serta ia juga
diperkuat dengan kedudukannya pada saat itu sebagai menteri dengan
segudang pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya menyebabkan
dirinya dihargai. Adapun strategi lainnya yang digunakan Shalahuddin Al-
Ayyubi dalam mendirikan Dinasti Ayyubiyah yaitu dengan merekrut
budak-budak untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintahan di bidang
Militer yang sudah menjadi tradisi saat itu terutama bagi dinasti-dinasti
yang pernah berkuasa di Mesir sebelum Dinasti Ayyubiyah maupun
Dinasti Ayyubiyah sendiri.
Selama berkuasa, Dinasti Ayyubiyah sangat bergantung pada
Mamluk (tentara budak) untuk menangani urusan militernya. Sayangnya,
runtuhnya dinasti ini sebagian besar disebabkan oleh para Mamluk dari
Turki sendiri. Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa
pemerintahan Sultan As-Salih (1240-1249). Pada masa ini, para Mamluk
telah memegang kendali atas pemerintahan. Setelah Sultan As-Salih
meninggal pada 1249, bangsa Mamluk mengangkat istri mendiang sultan,
Syajarat ad-Durr, sebagai pemimpin Ayyubiyah. Pengangkatan Syajarat
ad-Durr menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan
berdirinya Dinasti Mamluk (1250-1517). Kendati demikian, keturunan
Ayyubiyah ada yang masih memimpin di daerah hingga 70 tahun
kemudian.
C. Dinasti Mamalik
9
Najamuddin pada 14 Sya‟ban 647 H. atau 22 Nopember 1249 M. dalam
suatu pertempuran mempertahankan kota Kairo dari serangan tentara Salib
di bawah pimpinan Louis IX dari Prancis. Kemudian Permaisuri sultan
yang bernama Syajaratuddur memanggil seorang anak tirinya yang
bernama Turansyah (putra Malik al-Shaleh dari istri yang lain), untuk
menyelamatkan negara dari serangan kaum Salib, Turansyah datang ke
Mesir dengan bala tentara mamluknya sendiri yang berasal dari
Mesopotamia, maka terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di daerah
Mansyuriah yang berakhir dengan kemenangan di tangan Turansyah dan
secara tidak langsung Turansyah memegang tampuk kekuasaan di Mesir.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa betapa kerasnya ambisi dan hausnya
akan kekuasaan para pemuka Mamalik ini sehingga siapa pun yang
menjadi penghalang dari ambisi perebutan kekuasaan tersebut, termasuk
suami, kalau perlu harus dibunuh, sebagaimana yang dialami oleh
Izzuddin Ayabek walaupun besar jasanya di dalam pembentukan dinasti
Mamluk.
Kekuasaan dinasti Mamalik ini yang berlangsung mulai dari
berdirinya tahun 1250-1517 M. secara geonologis dapat dibagi kepada dua
priode. Pertama, priode kekuasaan Mamalik al-Bahri mulai tahun 1250 M.
sampai berakhirnya kekuasaan al-Shaleh al-Hajji bin Sya’ban yang
memangku jabatan kedua kalinya tahun 1389-1390.M (Tim Penyusun
Texbook, 1983:8); kedua, periode kekuasaan Mamalik Burji, mulai dari
berkuasanya Barquq 1389 M. sampai kerajaan ini dikalahkan oleh
kerajaan Usmani pada tahun 1517 M. Kalau ada negeri Islam yang selamat
dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu
Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir karena Mesir di
bawah kekuasaan dinasti Mamalik.tidak pernah dikalahkan oleh tentara
Mongol. Dengan terhindarnya Mesir dari kehancuran maka persambungan
perkembangan peradaban dengan masa klassik relatif terlihat dan beberapa
di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klassik masih bertahan di
Mesir.
10
Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Selama masa pemerintahannya,
Dinasti Mamalik telah mencapai berbagai kemajuan penting di antaranya
adalah konsolidasi pemerintahan, perekonomian, ilmu pengetahuan,
militer, kesenian dan arsitektur. Dinasti Mamalik mencapai banyak
kemajuan berkat wibawa dan kepribadian para sultan yang sangat tinggi,
loyalitas masyarakat dan loyalitas para militer kepada negara, solidaritas
sesama militer, stabilitas keamanan negara yang bebas dari ancaman dan
gangguan dari luar. Akan tetapi ,setelah semua itu menjadi pudar dan
menipis, mulai pula dinasti ini sedikit demi sedikit mengalami
kemunduran. Dinasti Mamalik ini berkuasa selama kurang lebih 267 tahun
melewati 47 sultan dengan prekuensi pergantian pimpinan sebanyak 53
kali.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ibrahim Hasan, 1989. Islamic History and Cultur, diterjemahkan oleh
Djahdan Hamlan “Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet.I,
Yogyakarta: Kota Kembang.
Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Cet. III; Riau: Yayasan Pusaka
Riau, 2013.
13