Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DINASTI UMAYYAH (661-750 M)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Fitri Trihardini, S. Hut. M. H

Di Susun Oleh Kelompok 4 :

Nurliani : 2231710019

Muhammad Hafidz Rizqullah : 2231710053

Baiq Nurul Syahrifa Dewi : 2231710054

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS

SAMARINDA

TAHUN 2023

I
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya dan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Sejarah
Peradaban Islam yang berjudul “Dinasti Umayyah (661-750 M)” ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam Kami Haturkan pada Junjungan kita
nabi Muhammad SAW. Semoga syafaat nya Mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Adapun tujuan dari penulisan Makalah Sejarah Peradaban Islam ini adalah
untuk memenuhi tugas dosen Ibu Fitri Trihardini, S. Hut, M. H pada mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam. Selain itu, Makalah Dinasti Umayyah (661-750) ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik Dinasti Bani Umayyah bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Ibu Fitri Trihardini, S. Hut,
M. H selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi kami. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, Makalah Dinasti Umayyah (661-750) yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Samarinda, 17 Februari 2023

Kelompok 4

II
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................. I

KATA PENGANTAR ........................................................................................... II

DAFTAR ISI ........................................................................................................ III

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Pendirian Dinasti Umayyah............................................................................ 3

1. Pengertian Masa Bani Umayyah ................................................................. 3

2. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah .............................................................. 4

3. Sebab Penisbatan Nama ‘Bani Umayyah’ ................................................... 5

B. Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah ............................................................. 6

1. Dasar pemerintahan Umayyah..................................................................... 6

2. Khalifah-khalifah Bani Umayyah dan Kebijakannya .................................. 7

C. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah ............................................................ 13

D. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah ............................................ 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19

KESIMPULAN ................................................................................................. 19

SARAN ............................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

III
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, Hasan bin Ali segera di bait’at oleh
rakyat sebagai khalifah. Dan hanya berkuasa selama enam bulan. Pada masa
pemerintahannya dia melihat banyak perselisihan di antara sahabat-sahabatnya.
Maka, dia pun melakukan kesepakatan damai dan menyerahkan pemerintahan
kepada Mu’awiyyah pada bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661 M.1 Dengan
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib maka berakhirlah pula khilafah rasyidah yang
sesuai dengan manhaj Allah Swt secara sepenuhnya.

Hampir semua sejarawan membagi Dinasti Umayyah (Umaiyyah) menjadi


2, yaitu pertama Dinasti Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Mu’awiyyah bin
Abu Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar 1 abad
dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khilafah menjadi sistem mamlakat
(kerajaan atau monarki) dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia (Siberia) yang
pada awalmya merupakan wilayah taklukan Umayyah dibawah pimpinan seorang
gubernur pada zaman Walid bin Abdul Al-Malik; Kemudian diubah menjadi
kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbasyiyyah setelah berhasil
menaklukan Dinasti Umayyah di Damaskus.

Perintisan Dinasti Umayyah dilakukan oleh Mu’awiyah dengan cara


menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian
(tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Mu’awiyyah.

Keberuntungan Mu’awiyyah berikutnya adalah keberhasilan pihak


Khawarij membunuh khalifah Ali r.a. Jabatan khalifah setelah Ali r.a wafat,
dipegang oleh putranya, Hasan bin Ali setelah beberapa bulan. Akan tetapi, karena
tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Mu’awiyyah semakin
kuat, akhirnya Mu’awiyyah melakukan perjanjian dengan Hasan bin Ali. Isi
perjanjian itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat

1
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Cet. Ke 4
Akbar Media Eka Sarana), Jakarta, 2003, Hal.177.

1
islam setelah masa Mu’awiyyah berakhir. Perjanjian isi dibuat pada tahun 661
Masehi (41 Hijriyah) dan tahun tersebut disebut am jama’ah karena perjanjian ini
mempersatukan umat islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu
Mu’awiyyah, dan Mu’awiyyah mengubah sistem khilafah menjadi kerajaan.2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah, yaitu

1. Bagaimana Pendirian Dinasti Umayyah?

2. Bagaimana Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah?

3. Bagaimana Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah?

4. Bagaimana Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, penyusunan
makalah ini bertujuan untuk :

1. Untuk Mengetahui Pendirian Dinasti Umayyah

2. Untuk Mengetahui Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah

3. Untuk Mengetahui Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah

4. Untuk Mengetahui Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

2
Dedi Supriyadi, Nurul Aen,. Sejarah Peradaban Islam,. Bandung, Hal. 103-104.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pendirian Dinasti Umayyah
1. Pengertian Masa Bani Umayyah
Bani Umayyah adalah sebuah nama yang diadopsi dari nama salah seorang
tokoh kabilah Quraisy pada masa jahiliyyah, yaitu Umayyah bin Abd Al-Syam bin
Abd Manaf bin Qusay Al-Quraisyi Al-Amawiy. Dinasti Umayyah dinisbatkan
kepada Mu’awiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umayyah bin Abd Al-Syams yang
merupakan pembangun dinasti Umayyah dan juga khalifah pertama yang
memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.

Dinasti Umayyah merupakan sebuah rezim pemerintahan Islam yang


berada di bawah kekuasaan keluarga Umayyah yang berlangsung dari tahun 661
M-750 M. Sepeninggal Ali bin Abi Thalib, sebagian umat Islam membai’at Hasan
salah seorang anak Ali untuk menjadi Khalifah, namun jabatan tersebut tidak
berlangsung lama, karena Hasan tidak mau melanjutkan konflik dengan Bani
Umayyah (Mu’awiyah). Ia melakukan perdamaian dengan Mu’awiyah dan
menyerahkan kepemimpinan kepadanya. Dengan demikian, Mu’awiyah menjadi
penguasa tunggal masyarakat muslim ketika itu. 3

Dinasti Bani Umayyah adalah ke-Khalifahan Islam yang berdiri setelah


masa Khulafaur Rasyidin dan terbagi menjadi dua periode, yang pertama yaitu
periode kekuasaan di Syam dimulai dari tahun 41 Hijriyah semenjak Mu’awiyah
bin Abu Sufyan menerima jabatan Khalifah dari Hasan bin Ali hingga runtuh pada
tahun 132 Hijriyah karena digulingkan oleh Bani Abbasiyah. Bani Umayyah
periode kekuasan Syam beribukota di Damaskus. Yang kedua yaitu periode
kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia pada tahun 128 Hijriyah hingga tahun 422
Hijriyah, yang mana sejatinya yang berkuasa saat itu adalah Khalifah Bani

3
Fuji Rahmadi, “Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya)”, Vol. III No. 2
Januari-Juni 2018, hal, 669-670.

3
Abbasiyah. Lalu Bani Umayyah di Andalusia terbagi menjadi dua fase, yaitu fase
kekuasaan ke-Emiran dan fase bangkitnya kembali ke-Khilafahan.4

Namun jika membahas masa Dinasti Umayyah maka biasanya pembahasan


difokuskan pada periode kekuasaan Bani Umayyah di Syam, karena ketika Bani
Umayyah berkuasa di Andalusia, Khilafah yang sah adalah Bani Abbasiyah.

2. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah


Di akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat islam mulai
bergejolak dan muncul menjadi 3 kekuataan politik yang dominan kala itu, yaitu
Syiah, Mu’awiyyah, Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi
Ali, akibatnya posisi Ali semakin melemah, sementara posisi Mu’awiyyah semakin
kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh seorang khawarij.

Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukan nya sebagai khalifah di
jabat oleh anaknya Hasan bin Ali. Namun karna penduduk khufah tidak
mendukungnya, seperti sikap mereka kepada ayahnya maka Hasan bin Ali semakin
lemah sementara Mu’awiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian
damai dengan Mu’awiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah pada tahun 41
Hijriyah (661 M) agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia perjanjian
tersebut dapat mempersatukan umat islam dalam satu kepempinan politik, yakni di
bawah kepempinan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Tahun tersebut dalam sejarah
dikenal sebagai tahun al-jama`ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat
islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di
sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Mu’awiyyah sebagai penguasa dalam
islam. Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang di sebut dengan masa
khulafa`al-Rasydin yang bersifat demokratis, dan di mulailah kekuasaan Bani
Umayyah dalam sejarah politik islam yang bersifat keturunan.5

Daulah Bani Umayyah berdiri pada tahun 41 H/661 M. Didirikan oleh


Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Ia adalah gubernur Syam pada masa pemerintahan

4
Didik Darmadi, Dinasti Bani Umayyah : Sejarah Pendirian dan Pola Kepemimpinannya.
2018, Hal. 4-5.
5
Taufik Rachman, “Bani umayyah dilihat dari tiga fase (fase terbentuk, kejayaan dan
kemunduran)”, Jurnal Sejarah Peradaban Islam, vol. 2 No. 1, 2018, hal. 87-88.

4
Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Selama ia menjabat gubernur, ia telah
membentuk kekuatan militer yang dapat memperkuat posisinya di masa-masa
mendatang. Ia tidak segan-segan menghamburkan harta kekayaan untuk merekrut
tentara bayaran yang mayoritas adalah keluarganya sendiri. Bahkan pada masa
Umar bin Khattab, ia mengusulkan untuk mendirikan angkatan laut, tetapi Umar
menolaknya. Dan angkatan lautnya berhasil didirikan ketika masa pemerintahan
Utsman bin Affan.6

Nama lengkapnya adalah Mu’awiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin
Umayyah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushay. Ibunya Hindun binti
Utbah bin Rabiah bin Abd al-Syams. Mu’awiyah dilahirkan di Makkah lima tahun
sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. dan masuk Islam bersama ayahnya
(Abu Sofyan) saudaranya (Yazid) dan ibunya (Hindun) pada waktu penaklukan
kota Makkah. Muawiyah adalah salah seorang yang ahli dan paling menguasai
dunia politik, cerdik, ahli siasat, penguasa yang kuat dan bagus planingnya dalam
urusan pemerintahan. Maka tidak mengherankan jika dia dapat menjadi gubernur
selama dua puluh dua tahun (pada masa khalifah Umar dan Usman, 13-35 H) dan
menjadi khalifah selama dua puluh tahun (40-60 H).7

Keberhasilan Mu’awiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya


kemenangan diplomasi dalam perang shiffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib,
melainkan sejak semula Mu’awiyah memiliki basis rasional yang solid sebagai
landasan pembangunan masa depan. Selain itu, ia mendapatkan dukungan yang
kuat dari Suriah dan keluarga Bani Umayyah, ia merupakan seorang administrator
yang sangat bijaksana dalam menempatkan para pejabat-pejabatnya serta memiliki
kemampuan yang menonjol sebagai Negarawan sejati.

3. Sebab Penisbatan Nama ‘Bani Umayyah’


Nama Bani Umayyah berarti anak keturunan Umayyah, nama ini
dinisbatkan kepada Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Nasab ini bertemu
dengan Rasulullah SAW di kakek buyut beliau yang bernama Abdu Manaf. Dinasti

6
Fuji Rahmadi, “Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya)”, Vol. III No. 2
Januari-Juni, 2018, hal. 669.
7
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, Pekanbaru, Yayasan Pusaka Riau, 2013,
hal 103-104.

5
ini dinamai Bani Umayyah dan bukan Bani Mu’awiyah dikarenakan nasab para
Khalifahnya berbeda-beda, namun mereka bertemu di jalur Umayyah, karena itulah
disebut dengan Bani Umayyah.

Jalur Khalifah Bani Umayyah berasal dari dua anak Umayyah, yaitu Harb
dan Abul Ash. Dari anak keturunan Harb melahirkan tiga Khalifah Bani Umayyah
periode pertama yaitu Mu’awiyah I, Yazid I, dan Mu’awiyah II. Dan dari Abul Ash
melahirkan 11 Khalifah berikutnya, yaitu Marwan I, Abdul Malik, Walid I,
Sulaiman, Umar, Yazid II, Hisyam, Walid II, Yazid III, Ibrahim, dan Marwan II.8

Jika keturunan Nabi dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim),


maka keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah).
Oleh karena itu, Mu’awiyah dinyatakan sebagai pembangun atau tokoh utama
Dinasti Bani Umayyah.

B. Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah


1. Dasar pemerintahan Umayyah
Keberhasilan Mu’awiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibat
dari kemenangan diplomasi Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib,
akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan
politiknya di masa depan.

Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah :

1. Dukungan yang kuat dari rakyat Syiria dan dari keluarga Bani Umayyah.
2. Sebagai administrator, Mu’awiyah mampu berbuat secara bijak dalam
menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3. Mu’awiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai negarawan sejati,
bahkan mencapai tingkat (hilm) yaitu sifat tertinggi yang dimiliki oleh para
pembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm seperti

8
Didik Darmadi, Dinasti Bani Umayyah : Sejarah Pendirian dan Pola Kepemimpinannya,
2018, Hal. 6.

6
Mu’awiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan
keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi. 9

2. Khalifah-khalifah Bani Umayyah dan Kebijakannya


Di dalam sejarah peradaban Islam, Mu’awiyah tampil sebagai penguasa
pertama yang mengubah sistem pemerintahan dalam Islam, dari sistem
pemerintahan yang bersifat demokrasi mufakat menjadi pemerintahan monarki
absolut (keturunan). Dinasti Bani Umayyah berkuasa kurang lebih 90 tahun, yakni
dari tahun 661 M /14 H sampai dengan 750 M/132 H, selama kurun waktu tersebut,
terdapat 14 orang khalifah yang pernah memerintah yaitu :

1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H/661-679 M)

Pengalaman politik Mu’awiyah bin Abu Sufyan telah memperkaya dirinya


dengan kebijakan-kebijakan dalam memerintah, mulai dari menjadi salah seorang
pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidillah bin Jarrah yang
berhasil merebut wilayah Palestin, Suriah dan Mesir dari tangan Imperium romawi.
Kemudian Mu’awiyah menjabat sebagai kepala wilayah di Syam yang membawahi
Suriah dan Palestina. Khalifah Utsman menobatkannya sebagai “Amir Al-Bahr”
yang memimpin penyerbuan ke kota Konstantinopel meski belum berhasil.

Kebijakan-kebijakannya :

a) Mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi


monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), sistem pemerintahan ini
diadopsi dari Persia dan Bizantium. Langkah awal yang diambil dalam
menggunakan sistem pemerintahan tersebut yakni dengan mengangkat
Yazid putranya sebagai putra mahkota.
b) Memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
c) Menarik pasukan pengepung Konstantinopel.
d) Mendirikan departemen Pencatatan (Diwanul Khatam).
e) Mendirikan pelayanan pos (Diwanul Barid)

9
Muhammad Nur, “Pemerintahan Islam Pada Masa Daulat Bani Umayyah (Pembentukan,
Kemajuan, dan Kemunduran)”, Jurnal Pusaka, Vol. 3, No. 1, 2015, Hal. 114.

7
f) Memisahkan urusan keuangan dari urusan pemerintahan dengan
mengangkat seorang pejabat khusus yang diberi gelar Sahibul kharaj.
g) Mendirikan Kantor Cap (Pencetakan mata uang).

Mu’awiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit setelah ia


menjadi khalifah kurang lebih selama 19 tahun. Dengan telah diangkatnya Yazid
bin Muawiyah sebagai putra mahkota maka kepemimpinan diserahkan kepadanya.

2. Yazid bin Mu’awiyah (60-64 H/ 679-683 M)

Pengangkatan Yazid sebagai khalifah diikuti oleh penolakan dari kaum


Syiah yang telah membaiat Husain bin Ali di Kufah sebagai khalifah sepeninggal
Mu’awiyah. Penolakan tersebut, mengakibatkan peperangan di Karbala yang
menyebabkan terbunuhnya Husain bin Ali. Selain itu Yazid juga menghadapi
pemberontakan di Makkah dan Madinah dengan keras. Kaum anshor di Madinah
mengangkat Abdullah bin Hanzalah dan kaum Qurais mengangkat Abdullah bin
Muti’, dan penduduk Mekkah mengangkat Abdullah bin Zubair sebagai pemimpin
tanpa pengakuan terhadap kepemimpinan Yazid. Yazid wafat pada tahun 64 H
setelah memerintah selama 4 tahun. Pada masa ini pemerintahan Islam tidak banyak
berkembang diakibatkan pemerintah disibukkan dengan pemberontakan dari
beberapa pihak.

3. Mu’awiyah bin Yazid (64 H/ 683 M)

Mu’awiyah bin Yazid merupakan putra Yazid bin Mu’awiyah, dan ia


menggantikan kepemimpinan sepeninggal ayahnya. Namun ia hanya memegang
jabatan khalifah hanya dalam beberapa bulan. Ia mengalami tekanan jiwa yang
berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab kekhalifahan, selain itu ia
harus mengatasi masa kritis dengan banyaknya perselisihan antar suku. Dengan
wafatnya Mu’awiyah bin Yazid maka habislah keturunan Mu’awiyah.

4. Marwan bin Hakam (64-65 H/ 683-684 M)

Marwan bin Hakam pada masa Utsman bin Affan, seorang pemegang
stempel khalifah, pada masa Mu’awiyah bin Abu Sufyan ia adalah gubernur
Madinah dan menjadi penasihat pada masa Yazid bin Mu’awiyah di Damaskus.

8
Mu’awiyah II tidak menunjuk penggantinya sebagai khalifah kemudian keluarga
besar Bani Umayyah menunjuknya sebagai khalifah, sebab ia dianggap paling
depan mengendalikan kekuasaan dengan pengalamannya. Marwan menghadapi
segala kesulitan satu persatu kemudian ia dapat menduduki Mesir, Palestina, Hijaz
dan Irak. Namun kepemimpinannya tidak berlangsung lama hanya 1 tahun, sebelum
ia wafat ia menunjuk Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti
sepeninggalnya secara berurutan

5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/ 684- 705 M)

Ia merupakan orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani
Umayyah sehingga ia disebut-sebut sebagai “pendiri kedua” bagi kedaulatan
Umayyah. Pada masa kepemimpinannya ia mampu mengembalikan sepenuhnya
integritas wilayah dan wibawa kekuasan Bani Umayyah dengan dapat
ditundukkannya gerakan separatis Abdullah bin Zubair di Hijjaz, pemberontakan
kaum Syi’ah dan Khawarij, aksi teror al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafi di Kufah,
pemberontakan Mus’ab bin Zubair di Irak, serta Romawi yang menggoncangkan
pemerintahan Umayyah.

Berikut ini beberapa kebijakan yang diambil oleh Abdul Malik selama masa
kepemimpinannya:

a) Menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi di


seluruh wilayah Bani Umayyah. Arabisasi yang dilakukannya meliputi
Arabisasi kantor perpajakan dan kantor keuangan.
b) Mencetak mata uang secara teratur.
c) Pengangkatan gubernur dari kalangan Bani Umayyah saja yakni kawan-
kawan, kerabat-kerabat dan keturunannya. Bagi para gubernur tersebut
tidak diberikan kekuasaan secara mutlak.
d) Guna memperlancar pemerintahannya ia mendirikan kantor-kantor pos
dan membuka jalan-jalan guna kelancaran dalam pengiriman surat.
e) Membangun beberapa gedung, masjid dan saluran air
f) Bersama dengan al-Hajjaj ia menyempurnakan tulisan mushaf al-Quran
dengan titik pada huruf-huruf tertentu.

9
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/ 705- 714 M)

Setelah wafatnya Abdul Malik bin Marwan, pemerintahan dipimpin oleh


Al-Walid bin Abdul Malik, pada masa kekuasaaanya. Kekuasaan Islam melangkah
ke Spanyol dibawah kepemimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika Afrika Utara
dipegang oleh gubernur Musa bin Nusair. Karena kekayaan melimpah ruah maka
ia menyempurnakan pembangunan-pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik,
dan jalan-jalan dengan sumur. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal
hingga sekarang di Damaskus, membangun masjid al-Aqsha di Yerussalem, serta
memperluas masjid Nabawi di Madinah. Ia juga melakukan penyantunan kepada
para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat. Ia membangun rumah sakit bagi
penderita kusta di Damaskus

7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/714-717 M)

Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tidak sebijak kakaknya dalam


memimpin, ia sangat mencintai kehidupan dunia dan kegemarannya bersenang-
senang, tabiatnya tersebut membuat ia dibenci oleh rakyatnya. Hal ini
mengakibatkan para pejabatnya terpecah belah, begitu pula masyarakatnya. Orang-
orang yang berjasa pada masa pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin
Yusuf dan Muhammad bin Qasim. Sulaiman wafat di Dabik di perbatasan
Bizentium setelah berkuasa selama 2 tahun. Sebelum wafat ia menunjuk Umar bin
Abdul Aziz sebagai penggantinya.

8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H)/ 717-719 M)

Umar bin Abdul Aziz disebut-sebut sebagai khalifah ketiga yang besar
dalam dinasti Bani Umayyah. Ia seorang yang takwa dan bersih serta adil. Ia banyak
menghabiskan waktunya di Madinah dikota dimana ia menjadi gubernur pada masa
al-Walid, untuk mendalami ilmu agama Islam, khususnya hadits. Sebelumnya ia
merupakan pejabat yang kaya akan ilmu dan harta namun ketika menjadi khalifah
ia berubah menjadi orang yang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa
henti sampai akhir hayatnya. Ia bahkan mengembalikan sebagian besar hartanya
berupa tanah dan perhiasan istrinya ke baitul-mal. Umar wafat pada usia 39 tahun

10
setelah berkuasa kurang lebih selama 2 tahun, jasadnya dimakamkan di Dair Simon
dekat Hims.

Berikut ini kebijakan yang terkenal selama masa kepemimpinannya:

a) Secara resmi ia memerintahkan mengumpulkan hadits.


b) Ia mengadakan perdamaian antara Amamiyah, Syi’ah dan Khawarij.
c) Menaikkan gaji para gubernurnya.
d) Memeratakan kemakmuran dengan memberikan santunan kepada
fakir miskin.
e) Memperbaharui dinas pos.
f) Menyamakan kedudukan orang non Arab yang dinomorduakan
dengan orang-orang Arab, sehingga mengembalikannya kepada
kesatuan muslim yang universal. Ia mengurangi pajak dan
menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam yang baru.

9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/ 719-723 M)

Pada masa kekuasaannya bangkit kembali konflik antara Mudhariyah


dengan Yamaniyah. Kaum Khawarij kembali menentang pemerintahan karena
mereka menganggap Yazid kurang adil dalam memimpin. Sikap kepemimpinannya
sangat bertolak dengan pola kepemimpinan Umar bin Adul Aziz, ia lebih menyukai
berfoya-foya sehingga ia dianggap tidak serius dalam kepemimpinannya.

10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 723-742 M)

Setelah kematin Yazid, saudaranya Hisyam bin Abdul Malik naik tahta.
Pada saat ia naik tahta. Pada masa kepemimpinannya terjadi perselisihan antara
Bani Umayyah dengan Bani Hasyim. Pemerintahannya yang lunak dan jujur,
banyak jasanya dalam pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua
kebijakannya tidak dapat membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya.
Inilah yang semakin memperlicin kemerosotan dinasti Umayyah. Hisyam adalah
seorang penyokong kesenian dan sastra yang tekun. Kecintaannya kepada ilmu
pengetahuan membuat ia meletakkan perhatian besar kepada pengembangan ilmu
pengetahun.

11
11. Al-Walid bin Yazid (125-126 H/ 742- 743M)

Walid oleh para penulis Arab dilukiskan sebagai orang yang tidak bermoral,
pemabuk, dan pelanggar. Pada awal mulanya ia menunjukkan kebaikan-kebaikan
kepada fakir miskin dan orang-orang lemah. Namun semua itu digugurkan dengan
sifatnya yang pendendam, serta jahat kepada sanak saudaranya. Sikapnya ini
semakin mempertajam kemerosotan Bani Umayah. 10

12. Yazid bin Walid (Yazid III) (126 H/744 M)

Pemerintahan Yazid bin Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat,


karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa
pemerintahannya penuh pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung
selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.

13. Ibrahim bin Walid bin Malik (126-127 H/744 M)

Diangkatnya Ibrahim menjadi Khalifah tidak memperoleh suara didalam


lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Karena itu, keadaan negara
semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan
pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan
suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat
terhadap Marwan bin Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada
tahun 132 H.

14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)

Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa
pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu menghadapi gerakan Bani
Abbasiyyah yang telah kuat pendukungnya. Marwan bin Muhammad melarikan diri
ke Hurah, terus ke Damaskus. Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan
membunuh Marwan oleh Abbas As-Syaffah yang selalu mengejarnya. Akhirnya
sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh
oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan

10
Taufik Rachman, “Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan, dan
Kemunduran)”, Jurnal Sejarah Peradaban Islam, vol. 2 No. 1, 2018, Hal. 89-93.

12
terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H/750 M. Dengan demikian tamatlah
kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindak lanjutnya dipegang oleh Bani
Abbasiyyah11

C. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah


Kekuasaan Bani Umayyah yang berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota
negara dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa
menjadi gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini
adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik bin Marwan (685-
705 M), al-Walid bin Abd Malik (705-715), Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) dan
Hisyam bin Abd al-Malik (724-743 M).

Ekspansi wilayah yang di lakukan pada masa Usman dan Ali terhenti
sehingga dilanjutkan oleh Dinasti Umayyah. Penaklukan di masa pemerintahan
Bani Umayyah meliputi tiga wilayah yaitu : Pertama, melawan pasukan Romawi
di asia kecil. Penaklukan ini sampai dengan pengepungan Konstantinopel dan
beberapa kepulauan di laut tengah. Kedua, wilayah Afrika Utara. Penaklukan ini
sampai ke samudera Atlantik kemudian menyebrang ke gunung Thariq hingga ke
Spanyol. Ketiga, wilayah Timur. Penaklukan ini sampai ke sebelah timur Irak.
Kemudian meluas ke wilayah Turkistan di utara serta ke wilayah Sindh di bagian
selatan.12

Ekspansi wilayah dimulai pada masa pemerintahan Mu’wiyyah. Di zaman


pimpinan Mu’awiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat
menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Angkatan-angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Bizantium,
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Mu’awiyah kemudian dilakukan
oleh Abd al-Malik. Dia mengirim tentaranya menyebrangi sungai Oxus dan dapat
berhasil menundukan Balk, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.

11
Muhammad Nur, “Pemerintahan Islam Pada Masa Daulat Bani Umayyah (Pembentukan,
Kemajuan, dan Kemunduran)”, Jurnal Pusaka, Vol. 3, No. 1, 2015, Hal. 118-119.
12
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Cet. Ke 4 Akbar
Media Eka Sarana), Jakarta, 2003, Hal.188.

13
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan
daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan oleh al-Walid bin Abd


al- Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang
berlangsung kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari
Afrika Utara menuju wliyah barat daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M
setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Thariq bin Ziyad, pemimpin
pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi laut yang memisahkan antara
Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol,
Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti
Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah
jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena
mendapat dukungan rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman
penguasa.

Di zaman Umar bin Abd Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui


pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman bin Abdullah al-
Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana dia menyerang Tours,
namun peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan
tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas,
pulau-pulau yang berada di laut tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani
Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun


barat, wilayah kekuasaan Bani Umayyah ini menjadi sangat luas. Daerah-daerah ini
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian
Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang ini disebut Pakistan,
Purkmenia, Uzbekistan, dan Kirgis di Asia Tengah.

14
D. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah
Disamping keberhasilan dalam ekspansi wilayah, Bani Umayyah juga
banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang baik politik maupun sosial
kebudayaan. Dalam bidang politik Bani ummayyah menyusun tata pemerintahan
yang sama sekali baru. Untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan
administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majelis
penasihat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa
orang sekertaris untuk membantu pelaksanaan tugas yang meliputi:

1). Katib al-Rasail, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan


surat-menurat dengan para pembesar setempat.

2). Katib al-kharraj, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan


pengeluaran negara.

3). Katib al-Jundi, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang
berkaitan dengan ketentaraan.

4). Katib al-Qudat, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum


melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.

Dalam bidang sosial budaya, Bani Ummayyah telah membuka terjadinya


kontak antarbangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal
memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dan lain sebagainya.
Hubungan tersebut lalu melahirkan kreativitas baru yang menakjubkan di bidang
seni dan ilmu pengetahuan. Di bidang seni terutama di bidang pembangunan
(arsitektur), Bani Ummayyah mencatat satu pencapaian yang gemilang seperti
Dome of The Rock (Qubah al-Shakhra) di Yarussalem menjadi monumen terbaik
yang hingga kini tak henti-hentinya di kagumi oleh banyak orang. Dalam bidang
peradaban Dinasti Ummayyah telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah
perkembangan dan perluasan berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa
Arab sebagai media utamanya.13

13
Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam : Prakenabian Hingga Islam di
Indonesia. (Cet. Ke 1 Madani Media), Malang, 2018, Hal.144-145.

15
Menurut Jurji Zaidan, pada masa Dinasti Ummayyah terdapat beberapa
kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai
berikut:

1).Pengembangan Bahasa Arab

Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah


(negara), kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam
wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan sehingga
pembukuan dan surat menyurat harus menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya
menggunakan bahasa Romawi atau Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka
dan di Persia sendiri.

2). Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu

Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayan itu
dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di Kota Marbad inilah berkumpul
para pujangga filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini
diberi gelar ukadz-nya Islam.

3). Ilmu Qira'at

Ilmu Qira'at adalah ilmu seni baca Alquran. Ilmu Qira'at merupakan ilmu
syariat tertua yang telah dibina sejak zaman Khulafaur Rasyidin. Kemudian masa
Dinasti Umayyah dikembang luas sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang
sangat penting.

4). Ilmu Tafsir

Untuk memahami Alquran sebagai kitab suci diperlukan interpretasi


pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Alquran di kalangan
umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan
ilmu tafsir ya Mujahid.

16
5). Ilmu Hadits

Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Alquran ternyata ada satu
hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan ucapan Nabi Saw yang disebut
hadits. Oleh karena itu, timbulah usaha untuk mengumpulkan hadits, menyelidiki
asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang
dinamakan ilmu hadits. Di antara para ahli hadits termasyhur pada masa Dinasti
Umayyah adalah Muhammad bin Syihab al-Zuhri, Hasan Basri, Ibnu Abu Malikah,
dan al-Sya'bi Abu Amru Amir bin Syurahbil.

6). Ilmu Fiqih

Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat mem butuhkan
adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Mereka kembali kepada Alquran dan Hadits, dan mengeluarkan syariat
dari kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat.
Alquran adalah dasar fiqih Islam, dan pada zaman ini ilmu fiqih telah menjadi satu
cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di antara ahli fiqih yang terkenal adalah
Qasim Ubaidullah, Urwah dan Kharijah.

7). Ilmu Nahwu

Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas,


khususnya ke wilayah di luar Arab, maka ilmu Nahwu sangat diperlukan. Hal
tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-orang non-Arab yang masuk Islam
sehingga keberadaan bahasa Arab sangat dibutuhkan. Oleh karenana itu
dibukukanlah ilmu nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting untuk
mempelajari berbagai ilmu agama islam.

Kemajuan peradaban pada masa Dinasti Umayyah tidak lepas dari peran
khalifah di zamannya. Diantaranya para khalifah yang memberikan dorongan
dalam bidang pendidikan adalah:

1). Mu’awiyyah bin Abu Sufyan

Mu’awiyyah sangat peduli terhadap pendidikan anak. Mereka diajari


membaca, menulis, berhitung, berenang, belajar al-Qur’an dan ibadah. Mata

17
pelajaran yang paling utama adalah “Adab” hingga madrasah itu dinamakan Majelis
Adab dan gurunya disebut “Muaddib” juga “Mu’allim”

2). Abdul Malik bin Marwan

Abdul Malik bin Marwan berpesan kepada para pendidik anaknya


“Ajarkanlah kepada mereka berkata benar, disamping mengajarkan al-Qur”an
jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat, karena orang-orang jahat itu tidak
mengindahkan perintah dan tidak berlaku sopan. Ajarkanlah syair kepada mereka
agar mereka mulia dan berani. Serulah mereka bersuci dan bila mereka meminum
air hendaknya di tempat tertutup, sehingga tidak di ketahui oleh para pelayan dan
para tamu agar tidak dipandangnya rendah oleh para pelayan dan tamu”.

3). Hisyam bin Abdul Malik

Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Sulaiman al-Kalbi (Muaddib


putranya), “Putraku ini adalah sepotong kulit dari bagian yang diantara dua
mataku ini. Engkau telah saya angkat untuk jadi pendidiknya. Karena itu engkau
hendaklah bertakwa kepada Allah dan melaksanakan apa yang telah dipercayakan
kepadamu. Pertama kali yang saya nasehatkan kepadamu agar kamu melatihnya
dengan membaca kitab Allah, kemudian riwayatkan kepada syair-syair yang baik
dan hendaklah diketahuinya mana yang halal dan yang haram, begitu juga pidati-
pidato dan cerita penyenangan supaya diajarkan kepadanya”.

4). Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang shaleh dan sangat
memperhatikan pendidikan khususnya hadist. Dia mememerintahkan agar hadist-
hadist di bukukan dan diajarkan di majelis-majelis ilmu. Dia menulis surat kepada
para gubernurnya “periksalah hadist Nabi Muhammad SAW, dan tulislah karena
aku khawatir bahwa ilmu hadist akan lenyap dengan meninggalnya ulama.
Hendaklah hadist disebarkan dan diajarkan dalam majelis-majelis sehingga
orang-orang yang tidak mengetahui menjadi mengetahuinya”. Atas perintah
khalifah, pengumpulan hadist dilakukan oleh ulama. Diantaranya adalah
Muhammad bin Syihab al-Szuhri (guru imam Malik). Akan tetapi, buku hadist yang
dikumpulkan oleh imam al-Zuhri tidak diketahui dan tidak sampai kepada kita.

18
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu
sebagai berikut :

1. Bani Umayyah adalah sebuah nama yang diadopsi dari nama salah seorang
tokoh kabilah Quraisy pada masa jahiliyyah, yaitu Umayyah bin Abd Al-Syam
bin Abd Manaf bin Qusay Al-Quraisyi Al-Amawiy. Dinasti Umayyah
dinisbatkan kepada Mu’awiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umayyah bin Abd
Al-Syams yang merupakan pembangun dinasti Umayyah dan juga khalifah
pertama yang memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukan nya sebagai khalifah di jabat
oleh anaknya Hasan bin Ali. Namun karna penduduk khufah tidak
mendukungnya, seperti sikap mereka kepada ayahnya maka Hasan bin Ali
semakin lemah sementara Mu’awiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan
perjanjian damai dengan Mu’awiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah
pada tahun 41 Hijriyah (661 M) agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-
sia. Daulah Bani Umayyah berdiri pada tahun 41 H/661 M. Didirikan oleh
Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Ia adalah gubernur Syam pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Sebab Penisbatan
Nama ‘Bani Umayyah’. Nama Bani Umayyah berarti anak keturunan
Umayyah, nama ini dinisbatkan kepada Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi
Manaf. Nasab ini bertemu dengan Rasulullah SAW di kakek buyut beliau yang
bernama Abdu Manaf. Dinasti ini dinamai Bani Umayyah dan bukan Bani
Mu’awiyah dikarenakan nasab para Khalifahnya berbeda-beda, namun mereka
bertemu di jalur Umayyah, karena itulah disebut dengan Bani Umayyah.
2. Keberhasilan Mu’awiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibat
dari kemenangan diplomasi Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi
Thalib, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan
pembangunan politiknya di masa depan. Di dalam sejarah peradaban Islam,
Mu’awiyah tampil sebagai penguasa pertama yang mengubah sistem

19
pemerintahan dalam Islam, dari sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi
mufakat menjadi pemerintahan monarki absolut (keturunan). Dinasti Bani
Umayyah berkuasa kurang lebih 90 tahun, yakni dari tahun 661 M /14 H sampai
dengan 750 M/132 H, selama kurun waktu tersebut, terdapat 14 orang khalifah
yang pernah memerintah yaitu :
1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H/661-679 M)
2. Yazid bin Mu’awiyah (60-64 H/ 679-683 M)
3. Mu’awiyah bin Yazid (64 H/ 683 M)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/ 683-684 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/ 684- 705 M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/ 705- 714 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/714-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H)/ 717-719 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/ 719-723 M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 723-742 M)
11. Al-Walid bin Yazid (125-126 H/ 742- 743M)
12. Yazid bin Walid (Yazid III) (126 H/744 M)
13. Ibrahim bin Walid bin Malik (126-127 H/744 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)
3. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke
sungai Oxus dan afganistan sampai ke Kabul. Tentaranya bahkan sampai ke
India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke
Maltan. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wliyah barat
daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M setelah al-Jazair dan Marokko dapat
ditundukan, Thariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi laut yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan
mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Tariq). Dari sana dia menyerang Tours, namun peperangan yang terjadi di luar
kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
4. Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang baik
politik maupun sosial kebudayaan. Dalam bidang politik Bani ummayyah

20
menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru. Untuk memenuhi tuntutan
perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks.
Dalam bidang sosial budaya, Bani Ummayyah telah membuka terjadinya
kontak antarbangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal
memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dan lain sebagainya.
Di bidang seni terutama di bidang pembangunan (arsitektur), Bani Ummayyah
mencatat satu pencapaian yang gemilang seperti Dome of The Rock (Qubah al-
Shakhra) di Yarussalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini tak henti-
hentinya di kagumi oleh banyak orang. Dalam bidang peradaban Dinasti
Ummayyah telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah perkembangan dan
perluasan berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai
media utamanya. Menurut Jurji Zaidan, pada masa Dinasti Ummayyah terdapat
beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain
sebagai berikut :
1. Pengembangan Bahasa Arab
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
3. Ilmu Qira'at
4. Ilmu Tafsir
5. Ilmu Hadits
6. Ilmu Fiqih
7. Ilmu Nahwu

SARAN
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas penulis menyadari kami
masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail
dalam menjelaskan tentang makalah ini dengan sumber yang lebih banyak dan
tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

21
DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap : Periode Klasik,
Pertengahan, dan Modern. Yogyakarta: Divapress, 2021.

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.
Jakarta: Media Eka Sarana, 2003.

Muhammad Zakariya, Din. Sejarah Peradaban Islam : Prakenabian Hingga Islam


di Indonesia. Malang: Madani Media, 2018.

Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka


Riau, 2013.

Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyyah II. Depok: Rajawali
Pers, 2017.

Rachman, Taufik. “Bani Umayyah Dilihat Dari Tiga Fase (Fase Terbentuk,
Kejayaan, dan Kemunduran)”, Dalam Jurnal Sejarah Peradaban
Islam, No.1 Vol II Tahun 2018.

Rahmadi, Fuji. “Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya)”, Dalam


Jurnal Ilmiah Al-Hadi, No. 2 Vol III Tahun 2018.

Nur, Muhammad. “Pemerintahan Islam Masa Daulat Bani Umayyah


(Pembentukan, Kemajuan, dan Kemunduran)”, Dalam Jurnal Pusaka,
No. 1 Vol III Tahun 2015.

Sapii Harahap, Muhammad. “Sejarah Dinasti Bani Umaiyyah dan Pendidikan


Islam”, Dalam Jurnal Waraqat, No. 2 Vol IV Tahun 2019.

Yusalia, Henny. “Daulah Umayyah, Ekspansi dan Sistem Pemerintahan


Monarchiheridetis”, Dalam Jurnal Wardah, No. 25/Th. XXIV Tahun
2012.

22

Anda mungkin juga menyukai