Kelompok 4:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bani
ummayah di Damaskus ”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam di Universitas Muhammadiyah
Malang.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kelompok 4
I
Daftar isi
Kata Pengantar……………………………………………………………………...i
BAB I (Pendahuluan)………………………………………………………..……...
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………...1
1.2 Tujuan……………………………………………………………………....2
1.3 Rumusan Masalah………………………………………………………..... 2
BAB II (Pembahasan)………………………………………………………………
2.1 Sejarah Terbentuknya Bani Ummayah .…………………………………...3
2.2 Terbentuknya sistem Monarki pada masa Muawiyah di
Damasakus ………………………………………………………………..4
2.3 Peradaban Islam Klasik di Andalusia …………………………………….5
2.4 Kemunduran dan Faktor Kehancuran Peradaban Islam di
Spanyol ……………………………………… ..………………………….9
2.5 Perkembangan dan Kemajuan Islam pada masa Bani
Ummayah .. .……………………………………………………………….10
BAB III (Penutup)………………………………………………………………......
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………....14
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………15
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Terbentuknya Bani Ummayah?
2. Bagaimana Terbentuknya sistem monarki di Damaskus?
3. Bagaimana terbentuknya peradaban islam klasik di Andalusia?
4. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kehancuran Bani Ummayah?
1.3 Tujuan
1. Memberikan informasi tentang proses terbentuknya Bani Ummayah
2. Untuk mengetahui tentang yang mendasari dari Bani Ummayah.
3. Memberikan informasi tentang faktor yang mempengaruhi kehancuran Bani
Ummayah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya
unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu:
1. Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M-132 H/750 M).
Dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian
pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara khalifah besar dinasti ini adalah Mu’āwiyyah
bin Abī Sufyān (661-680 M), ‘Abd al-Mālik bin Marwān (685-705 M), AlWālid bin
‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abd al‘Azīz (717-720 M), dan Hishām bin
‘Abd al-Mālik (724-743 M). Pada tahun 750 M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti
‘Abbāsiyyah.
2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755-1031 M).
Kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh ‘Abd al-Rahmān al-Dākhil. Ketika
Spanyol berada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol
mulai memperoleh kemajuan. Terutama pada masa kepemimpinan ‘Abd alRahmān al-
Ausāṭ, pendidikan Islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
desebabkan karena sang khalifah sendiri terkenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia
mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu
pengetahuan di sana menjadi kian semarak.
4
Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya,
Yazid.Perintah Muawiyah ini merupakan bentuk pengukuhan terhadap sistem
pemerintahan yang turun-temurun yang dibangun Muawiyah. Tidak ada lagi suksesi
kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah dalam menentukan seorang pemimpin
baru.Muawiyah telah mengubah model kekuasaan dengan model kerajaan,
kepemimpinan diberikan kepada putra mahkota.
Dalam bukunya yang berjudul “Dinasti Bani Umayyah: Perkembangan Politik,
Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan, dan Kejatuhan Dinasti”,
Mohammad Suhaidi memaparkan, dengan berlakunya sistem (monarki) tersebut,
orang-orang yang berada di luar garis keturunan Muawiyah tidak memiliki ruang dan
kesempatan yang sama untuk naik sebagai pemimpin pemerintahan umat Islam.
Karena, sistem dinasti hanya memberlakukan kekhalifahan dipimpin oleh
keturunannya.
Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan
pola dan cara hidup Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin. Hingga masa
Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa; tinggal di rumah sederhana,
menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebanyakan orang
Muslim lainnya.
Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang mengadopsi tradisi sistem
kerajaan pra-Islam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan masyarakat
karena tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal. Mereka juga hidup
dengan bergelimang kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak.
5
2.3 PERADABAN ISLAM KLASIK DI ANDALUSIA
1. Masuknya Islam di Spanyol
Andalusia adalah nama wilayah kekuasaan Muslim yang terletak di
semenanjung Iberia, yang terletak di barat daya benua Eropa. Kini terpecah menjadi
dua negara: Spanyol dan Portugal. Orang Arab menyebutnya Al-Andalus yang berasal
dari kata Vandal nama salah satu suku bangsa di Eropa (Shiddiqi, 1986), yang
dimaksud dengan Andalusia dalam tulisan ini adalah “Islamic Spain” yaitu seluruh
wilayah di semenanjung Iberia yang pernah dikuasai oleh muslim pada masa jayanya
sejak dari Selat Gibraltar sampai ke pegunungan Pirenien di utara. Oleh karena itu
mencakup pulau Cordova, Malaga, Seville, Saragosa dan Tolledo (Shiddiqi, 1986).
Sebelum Islam masuk, Spanyol dikuasai oleh bangsa Romawi. Pada saat itu bangsa
Romawi dikenal sebagai bangsa adidaya selain Persia.
Sejamencatat bahwa dengan berhasilnya Islam merebut Spanyol, maka kejayaan
dan kemajuan semakin menonjol. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pemasukan
negara dari berbagai sektor, ditambah lagi dengan stabilitas politik yang mantap serta
kemajuan ilmu dan kebudayaan (Zikwan, 2010). Spanyol ditaklukkan oleh pasukan
Islam pada masa Khalifah Al-Walid (705-715 M). Sebelum penaklukan Spanyol,
umat Islam sesungguhnya telah menaklukkan Afrika Utara yang kemudian
menjadikan salah satu wilayahnya sebagai provinsi di bawah kendali Bani Umayyah.
Maka tidak heran jika Afrika Utara dijadikan sebagai tolak ukur untuk menguasai
wilayah Andalusia.
2.Perkembangan Peradaban Islam di Spanyol
Sejak Pertama kali Islam berkembang di Spanyol hingga masa jatuhnya,
Islam memainkan peran yang sangat besar. Islam di Spanyol telah berkuasa selama
tujuh setengah abad, sejarah panjang Islam di Spanyol tersebut dibagi dalam enam
periode (Amin, 2014), yaitu
6
1. Periode Pertama (711-755 M)
Romantika Sejarah Kejayaan Islam di Spanyol, MUKADIMAH, 3(1), 7-18
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat
oleh Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai sempurna, berbagai gangguan masih terjadi baik yang
datang dari luar maupun dari dalam. Gangguan yang datang dari dalam yaitu berupa
perselisihan diantara elit penguasa. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan
antar khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan, di
mana masing-masing pihak saling klaim bahwa mereka-lah yang menguasai Spanyol.
Adapun gangguan yang datang dari luar yaitu datangnya dari sisa-sisa musuh Islam di
Spanyol yang tinggal di daerah pegunungan. Periode para wali ini berakhir setelah
datangnya ‘Abd Al- Rahman Al-Dahil ke Spanyol pada tahun 755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini Spanyol di bawah pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.
Amir (panglima atau gubernur) yang pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki
Spanyol, tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dahil (yang masuk ke Spanyol).
‘Abd AlRahman Al-Dahil adalah keturunan dari Bani Umayyah yang berhasil lolos
dari kejaran Bani Abbasiyah ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani
Umayyah di Spanyol. Pada periode ini, umat Islam mulai memperoleh kemajuan, baik
dalam bidang politik atau pun peradaban. ‘Abd Al- Rahman Al-Dahil mendirikan
masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan ‘Abd Al- Rahman III yang
bergelar“AnNasir”. Pada periode umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan
dan kejayaan menyaingi daulah Abbasiyah di Baghdad. ‘Abd Al- Rahman
mendirikan Universitas Cordova, perpustakaannya memiliki ratusan buku. Pada masa
ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi.
7
4.Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada masa ini Spanyol sudah terpecah-pecah menjadi beberapa negara kecil
yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada periode ini Spanyol
terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan
atau Al-mulukut Tawaif yang berpusat di suatu kota seperti sevilla, Cordoba, Taledo
dan sebagainya.
5.Periode Kelima (1086-1248 M)
Periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara,
tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yakni kekuasaan Dinasti Murabitun
(1086- 1143 M) dan Dinasti Muwahiddun (1146-1235 M). Dalam perkembangan
selanjutnya, pada periode ini kekuasaan Islam Spanyol dipimpin oleh penguasa-
penguasa yang lemah sehingga mengakibatkan beberapa wilayah Islam dapat dikuasai
oleh kaum Kristen.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya berkuasa di Granada di bawah Dinasti Ahmar (1232-
1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman ‘AbdurrahmanAn-
Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Ke
kuasaan Islam yang merupakan pertahanan yang terakhir di Spanyol ini
berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
8
2.4 KEMUNDURAN DAN FAKTOR KEHANCURAN PERADAN ISLAM DI
SPANYOL
Dalam masa kekuasaan Islam di Spanyol yang begitu lama tentu memberikan
catatan besar dalam mengembangkan dan memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi peradaban dunia. Namun, sejarah panjang yang telah diukir kaum
muslim menuai kemunduran dan kehancuran. Adapun menurut Badri Yatim,
Kemunduran dan kehancuran disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
A. Konflik Islam dengan Kristen
Keadaan ini berawal dari kurang maksimalnya para penguasa muslim di
Andalusia dalam melakukan proses Islamisasi. Hal ini mulai terlihat ketika masa
kekuasaan setelah al-Hakam II yang dinilai tidak secakap dari khalifah sebelumnya.
Bagi para penguasa, hanya mewajibkan membayar upeti saja, Mereka membiarkan
umat Kristen menganut agamanya dan menjalankan hukum adat dan tradisi kristen,
asaltidakada perlawanan. Namun, kehadiran Arab Islam tetap dianggap sebagai penja
jah sehingga malah memperkuat nasionalisme masyarakat Spanyol Kristen. Hal ini
menjadi salah satu penyebab kehidupan negara Islam di Andalusia tidak pernah
berhetidari pertentangan antara Islam dan Kristen. Akhirnya pada abad ke-
11, umat Islam Andalusia mengalami kemunduran, sedang umat Kristen memperoleh
kemajuan pesat dalam bidang IPTEK dan strategi perang.
B. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Orang Arab tidak pernah menerima orang pribumi Spanyol, paling tidak hingga
abad ke-10 M (Al-Mathawi, 1982), orang Arab mempunyai istilah ’ibad dan
muwalladun kepada orang-orang Andalusia, suatu ungkapan yang sangat
merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang sering
melakukan perlawanan Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-
ekonomi negeri tersebut.
9
C. Kesulitan Ekonomi dalam Catatan Sejarah
Pada paruh kedua masa Islam di Andalusia, para penguasa begitu
aktif mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga
mengabaikan pengembangan perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi
yang berpengaruh bagi perkembangan politik dan militer. Kenyataan ini diperparah
lagi dengan datangnya musim paceklik dan membuat para petani tidak bisa
membayar pajak . Selain itu, penggunaan keuangan negara tidak terkendali oleh para
penguasa muslim.
D. Tidak jelasnya system kekuasaan
Kekuasaan merupakan hal yang menjadi perebutan diantara ahli waris. Karena
inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Al-mulukut Tawaif muncul.
E. Keterpencilan
Spanyol Islam seperti negeri terpencil dari dunia Islam yang lain dan selalu
berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Oleh karena itu,
tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana
10
Ekspansi kekuasaan meluas meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina,
Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Purkmenia,
Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.
Serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel juga terus
dilakukan dengan mengerahkan Angkatan lautnya yang hebat, pada masa Abdul
Malik perluasan wilayah mencapai Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana,
Samarkand, India, Balukhistan, Sind, Punjab sampai ke Maltan.
2. Pembenahan Administrasi Pemerintahan
Bani Umayyah membagi wilayah administrasi pemerintahan menjadi beberapa
provinsi, (1) Suriah – Palestina; (2) Kufah, termasuk Irak; (3) Bashrah, yang meliputi
Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Nejed dan Yamamah; (4) Armenia; (5)
Hijaz; (6) Karman dan wilayah di perbatasan India; (7) Mesir; (8) Afrika kecil; (9)
Yaman dan Arab Selatan. Secara bertahap beberapa provinsi digabung, sehingga
tersisa lima provinsi yang masing-masing diperintah oleh seorang wakil khalifah.
Pemerintah memiliki tiga tugas utama yang meliputi pengaturan administrasi
publik, pengumpulan pajak, dan pengaturan urusan-urusan keagamaan. Sumber utama
pendapatan negara adalah pajak dan zakat, Muawiyah mengambil kebijakan untuk
menarik pajak 2,5 persen, dari pendapatan tahunan orang Islam, nilainya sama dengan
pajak penghasilan di negara modern saat ini.
Untuk Administrasi negara, Bani Umayyah mendirikan diwan, sebagai tempat
untuk menyalin putusan atau peraturan dalam satu register. Diwan yang didirikan
terbatas pada empat diwan penting, Diwan Pajak, Diwan Persuratan, Diwan
Penerimaan, dan Diwan Stempel.Karena wilayah kekuasaannya yang sangat luas,
Bani Umayyah membuat sebuah badan pelayanan persuratan dan korespondensi yang
disebut Barid, yang pada masa sekarang dikenal dengan kantor pos. Dan mata uang
dicetak pertama kali pada masa pemerintahan Abdul Malik
11
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Bangsa Arab sebelumnya tidak memiliki budaya intelektualitas yang tinggi,
namun sejarah membuktikan, mereka haus akan ilmu dan cepat belajar dari daerah-
daerah yang mereka taklukkan. Ilmu pengetahuan segera mengalami kemajuan yang
begitu pesat, Khilafah Bani Umayyah telah menabur benihbenih pengetahuan yang
kelak pohonnya berbuah begitu lebat pada masa dinasti Abbasiyah.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum seperti ilmu kedokteran,
ilmu pasti, filsafat, astoronomi, geografi, sejarah, bahasa dan sebagainya. Dua kota
Hijaz, Mekah dan Madinah, menjadi tempat berkembangnya musik, lagu dan puisi.
Sementara Kufah dan Bashrah berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di
dunia Islam.
4. Kemiliteran, Pertahanan dan keamanan
Berbeda pada masa-masa sebelumnya dimana prajurit-prajurit perang direkrut
atas dasar teologis dan loyalitas yang tinggi, pada masa Umayyah kemiliteran dibuat
secara profesional, para tentaranya diberikan gaji dan penghidupan yang layak.
Selain berhasil membentuk kekuatan angkatan perang, salah satu perkembangan
pada Dinasti Bani Umayyah adalah dibuatnya pabrik kapal laut. Untuk pertahanan
dan keamanan dalam negeri dibentuk departemen kepolisian.
5. Peradilan
Sebagaimana saat kekhalifahan sebelumnya, para hakim yang diangkat pada
masa Bani Umayyah adalah orang-orang pilihan yang sangat taat kepada Allah SWT
dan adil dalam menetapkan keputusan. Keputusan-keputusan hakim sudah mulai
dicatat. Peradilan dibagi menjadi tiga tingkatan, AlQadha, peradilan yang
menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan agama, Al-Hisbah, yang mengurus
masalah-masalah pidana, dan AlMazhalim, lembaga tertinggi yang mengadili para
pejabat tinggi dan hakimhakim, pada masa sekarang fungsinya seperti Mahkamah
Agung.
12
6. Perkembangan Arsitektur
Sebagai ikon dan simbol teologis keislaman, seni arsitektur dan bangunan yang
paling utama dan representatif dalam sebuah peradaban Islam adalah rumah ibadah
(masjid). Masjid yang secara harfiahnya adalah tempat sujud atau pusat ritual ibadah
mengalami perkembangan makna dan fungsi, masjid berperan seperti sebuah ruang
pertemuan besar, sebagai forum politik, dan ruang pendidikan.
Masjid Umayyah yang berdiri megah merupakan salah satu bangungan yang
paling impresif di dunia Islam, bahkan dianggap sebagai salah satu keajaiban dunia.
Selain masjid Umayyah yang menjadi ikon di Damaskus, di Aleppo juga dibangun
masjid Jami’ Bani Umayyah al-Kabir dan masjid Ar-Rahman, dengan arsitektur dan
desain yang sangat megah.Selain rumah ibadah, arsitektur dan bangunan yang megah
pada Dinasti Bani Umayyah adalah dibangunnya istana-istana oleh para putra
mahkkota keluarga khalifah, istana raja Qashra al-Khadra yang terletak di ibu kota,
alQubbah al-Khadra, tempat kediamannya al-Hajjaj, istana al-Muwaqqar yang
dibangun oleh Yazid, dan al-Walid juga mendirikan istana bernama alMusyatta.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari paparan makalah tentang sejarah peradaban Islam pada masa Bani
Ummayyah di Timur ini, dapat diambil beberapa natijah sebagai berikut :
1. Peradaban Islam dibangun di atas pondasi tauhid, yang telah dirintis oleh Nabi
Muhammad sebagai pelopor yang mendobrak peradaban manusia menjadi
sebuah ummah ( masyarakat, bangsa) yang baru.
2. Politik dan kekuasaan dalam membangun peradaban harus sesuai dengan tujuan
Tuhan dalam menempatkan manusia di bumi sebagai khalifah (pemimpin,
penguasa, pengelola) bumi untuk mewujudkan peradaban yang berorientasi dan
bervisi surga.
3. Terlepas dari konflik yang terjadi pada masanya, Bani Umayyah telah berhasil
meletakkan sebuah periodisasi Islam yang baru dalam peradaban dunia,
memberikan pengaruh sangat besar pada wilayah-wilayah yang dikuasaianya,
baik pengaruh peradaban secara fisik maupun secara budaya, sosial dan agama.
Black, Anthony. The History of Islamic Political Thought – from the Prophet to the
Present, Terj. Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati, Pemikiran Politik Islam
dari Masa Nabi Hingga Kini, Jakarta: Serambi, 2006.
Khalil, Shawqi Abu. Athlas Al-Hadits Al-Nabawi, Terj. Muhammad Sani dan Dedi
Januarsyah, Atlas Hadits, Jakarta, Al Mahira, 2008 , Cet. kedua.
Najeebabadi, Akbar Shah. The History of Islam, Riyadh: Darussalam, 2001, Vol.
II.
15