Anda di halaman 1dari 25

KEJAYAAN PERADABAN ISLAM DI TIMUR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu: Dr. H. Ahmad Sholeh, M.Ag

Disusun Oleh:

Ikrima Faiqotul Himmah (210103210015)

Fazat Arifatul Ulfah (210103210020)

Chairul Bahri Mesgiyanto (210103210026)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
dengan judul “Kejayaan Peradaban Islam di Timur”. Sholawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita dari jaman kegelapan menuju jalan kebaikan, yakni Din Al-
Islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan


selesai dengan baik tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari
berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa apa yang disampaikan masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berterimakasih apabila pembaca
bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
penulisan makalah ini menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga karya yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Robbal „Alamin.

Malang, 24 September 2021

Penyusun

ii
ABSTRAK

Selama masa pemerintahan Khulafaurrasyidin, khalifah dipilih oleh para


pemuka dan tokoh di Madinah, kemudian dilanjutkan dengan bai‟at (sumpah
setia) oleh seluruh pemuka Arab. Tradisi ini diubah oleh pemerintahan Dinasti
Umayyah. Sejak Muawiyah mengambil alih kekuasaan dari Ali, khalifah-khalifah
Umayyah mengestafetkan kekuasaannya dengan cara menunjuk penggantinya dan
para pemuka agama diperintahkan menyatakan sumpah setia di hadapan khalifah.
Pada masa pemerintahan Khulafaurrasyidin, Baitul Mal berfungsi sebagai harta
kekayaan rakyat sehingga setiap orang memiliki hak yang sama terhadap Baitul
Mal. Namun sejak Muawiyah mendirikan Dinasti Umayah, Baitul Mal menjadi
harta kekayaan keluarga khalifah. Perubahan yang dilakukan oleh Dinasti
Umayyah tidak hanya terjadi dalam pengelolaan Baitul Mal, tetapi juga dalam
sistem kekhalifahan dan administrasi pemerintahan lainnya, yang berbeda dengan
sistem kekhalifahan pada masa khulafaurrasyidin sebelumnya.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


ABSTRAK ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Sistem Politik Pada Masa Kekuasaan Bani Umayyah ............................. 3
B. Perkembangan Pengetahuan pada masa Bani Umayah .......................... 11
C. Sistem sosial-budaya pada masa Bani Umayyah ................................... 16
BAB III ................................................................................................................. 18
PENUTUP ........................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah
kekuasaan Bani Umayyah sebagai penerus pemimpin umat islam. Pada
periode Ali dan khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti
keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah dan
kesepakatan bersama. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka
mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para
pembesar yang lainnya. Berbeda dengan pemerintahan khulafaurrasyidin,
bentuk pemerintahan bani Umayyah adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan
bersifat feudal (penguasaan tanah/daerah/wilayah atau turun temurun). Untuk
mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur
kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Dinasti bani Umayyah merupakan kerajaan islam pertama yang didirikan
oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan
cara menolak pembaiatan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia
memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan
strategi politik yang sangat menguntungkan baginya. Terlepas dari persoala
sistem pemerintahan yang diterapkan, sejarah telah mencatat bahwa Dinasti
Umayyah adalah Dinasti Arab pertama yang telah memainkan peran penting
dalam perluasan wilayah, ketinggian peradaban dan menyebarkan agama
islam keseluruh penjuru dunia, khususnya Eropa, sampai akhirnya dinasti ini
menjadi adikuasa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem politik pada masa Bani Umayyah ?
2. Bagaimana Perkembangan Pengetahuan pada masa Bani Umayah?
3. Bagaimana perkembangan sosial budaya pada masa Bani Umayyah?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui sistem politik pada masa Bani Umayyah
2. Mengetahui Perkembangan Pengetahuan pada masa Bani Umayah
3. Mengetahui perkembangan sosial budaya pada masa Bani Umayyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

Bani Umayyah (bahasa Arab: (‫ )بنو أمية‬, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah)
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah khalifah Islam pertama setelah masa
Khulafau Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (beribu kota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba,
Spanyol sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah bin Abdu Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah,
yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadang kala disebut juga dengan
Muawiyah.1

Berdirinya Dinasti Umayyah bermula dari peristiwa Tahkim atau Perang


Shiffin, ini adalah perang saudara antara kubu Muawiyah 1 kontra Ali bin Abi
Thalib, khalifah ke-4 setelah wafatnya Nabi Muhammad. Perang Shiffin terjadi
usai kematian khalifah ketiga, Utsman bin Affan, pada 17 Juni 656, yang
membuka peluang bagi Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad, untuk
memimpin. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat pada 29 Januari 661, kepemimpinan
sempat dilanjutkan oleh Hasan, putra Ali dan cucu Nabi Muhammad, selama
beberapa bulan. Hasan kemudian melepaskan jabatannya. Usai Hasan bin Ali
mundur, Muawiyah I tampil sebagai pemimpin meskipun diwarnai dengan
berbagai polemik di antara umat Islam sendiri. Dari sinilah sejarah Kekhalifahan
Umayyah dimulai.

A. Sistem Politik Pada Masa Kekuasaan Bani Umayyah


1. Konsolidasi Internal
Setelah khalifah Ali meninggal dunia bulan Ramadhan 40 H, penduduk
Kufah mengangkat putranya, Hasan menjadi khalifah mereka walaupun
sebenarnya dia tidak berbakat menjadi khalifah karena lebih suka hidup
bersenang-senang dan kawin dengan banyak wanita. Pernah juga dia
menantang Muawiyah dengan mengirim 12.000 orang pasukan untuk

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah

3
menyerang Muawiyah. Akan tetapi pasukannya kalah dan dia mengajak
Muawiyah berdamai.2
Sementara itu, penduduk Syam pun telah mengangkat Muawiyah
menjadi khalifah mereka semenjak peristiwa tahkim. Berbeda dengan Hasan,
dia didukung oleh tentara-tentara militan yang keperluan finansial mereka
ditanggung Muawiyah, apalagi tanah Syam yang kaya raya mendukung
Muawiyah untuk hal itu.
Nama lengkapnya Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin Umayah bin
Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Ibunya Hindun binti Utbah bin
Rabiah bin Abd al-Syams. Muawiyah dilahirkan di Makkah lima tahun
sebelum kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan masuk Islam bersama
ayahnya Abu Sofyan) saudaranya (Yazid) dan ibunya (Hindun) pada waktu
penaklukan kota Makkah.3
Muawiyah pandai mengambil peluang, pasca terbunuhnya Ali bin Abi
Thalib dan kelompok Syiah membaiat putra Ali bernama Hasan sebagai
khalifah selanjutnya, Muawiyah mendapatkan peluang untuk mengambil alih
kekuasaan kaum muslimin secara penuh. Ia membawa sekitar 40.000 pasukan
tempur ke Kufah yang mana ketika itu masyarakatnya telah membaiat Hasan
bin Ali sebagai khalifah menggantikan ayahnya. Muawiyah kemudian
menantang pihak Hasan untuk berperang untuk mendapatkan kekuasaan.
Namun, Hasan tidak menghendaki adanya peperangan. Hasan memilih jalan
damai dan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah dengan sejumlah
perjanjian. Usaha tersebut berhasil dan Hasan memberikan kursi kekhalifahan
kepada Muawiyah, sehingga secara de facto dan de jure Muawiyah resmi
menjadi khalifah.4
Memasuki masa kekuasaaan muawiyah yang menjadi awal kekuasaam
Bani Umayah, pemerintah yang bersifat demokratis berubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan muawiyah

2
Syamrudin Nasution. Sejarah Peradaban Islam, ( Riau : Pusaka, 2010) hlm 103
3
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, J. 2, c. 2 (Jakarta: Kalam Mulia,
2006), h. 2-3
4
Nurus Syarifah, “Kepentingan Politik Pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan:
Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus”, Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, Vol. 6
, No. 1, 2021, hlm. 84

4
diperoleh melalui kekerasan, deplomasi dan tipu daya, tidak dengan
pemilihan atau suara terbayak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun
dimulai Ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan
setia terhadap anaknya, Yazid.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti
bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak menaati isi
perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan
bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan
kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali
dan berkelanjutan
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak
mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada
gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil
sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu,
Syi'ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan
kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali.
Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan
Syi'ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid.
Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak
seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan
Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.5
Perlawanan orang-orang Syi'ah tidak padam dengan terbunuhnya
Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih, dan tersebar
luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi'ah terjadi. Yang
termashur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun
685-687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali,
yaitu umat pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas

5
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam.(Depok : Rajawali Pers, 1993) hlm.45

5
dua. Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya,
gerakan Abdullah ibn Zubair. Namun, ibn Zubair juga tidak berhasil
menghentikan gerakan Syi'ah.
Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah
dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan
dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh.
Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua pasukan bertemu dan
pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid
wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah
ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd Al-Malik.
Tentara Bani Umayyah dipimpin Al-Hajjaj berangkat menuju Thaif,
kemudian ke Madinah, dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah.
Ka'bah diserbu. Keluarga Zubair dan sahabatnya melarikan diri, sementara
ibn Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya
terbunuh pada tahun 73 H/692 M.6

Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan


kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan
memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan
dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di
wilayah Timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah
Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.

Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa


pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Al-Aziz (717- 720 M). Ketika
dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan
meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada
menambah perluasannya,7 Ini berarti bahwa prioritas utama adalah
pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat,
dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi'ah. Dia juga
memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai

6
Badri Yatim,op.cit., hlm.46
7
Ahmad Amin, Islam dari Masa Ke Masa ( Bandung:CV Rusyda,1987. Cetakan
pertama),hlm.87

6
dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali
disejajarkan dengan Muslim Arab.

Sepeninggal Umar ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada


di bawah khalifah Yazid ibn Abd Al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu
ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan
kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman
dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar
belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi
terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut
hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd Al-Malik
(724-743 M). Bahkan, di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang
menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu
berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan
merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya,
kekuatan baru ini mampu menggulingkan dinasti Umayyah dan
menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn
Abd Al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi,
karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisyam ibn Abd Al-Malik, khalifah-khalifah Bani


Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini
makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, daulat
Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-
Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah,
melarikan diri ke horana faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah
mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.8
2. Ekspansi Wilayah
Kekuasaan bani umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota
negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia
berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khilafah-Khilafah besar dinasti
Umayyag ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan ( 661-680M). Abd Al-Malik

8
Badri Yatim,op.cit., hlm.48

7
Ibn Marwan (685-705M), Al Walid Ibn Abdul Malik ( 705-715M), Umar ibn
Abd Al-Aziz ( 717 -720 M) dan Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M)9
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan
kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunesia dapat ditaklukkan. Di
sebelah timur, Muawiyah dapat menguasiai Khurusan sampai ke Sungai Oxus
dan Afghanistan samapai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-
serangan ke ibu kota Bizantium, konstantinopel. Ekspansi ke Timur yang
dilakukan muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd Al -Mali. Dia
mengirim tentara menyebrangi Sungai Oxus dan dapat Berhasil
menundukkan Balkh. Bukhara. Khawariz, Farghaba, dan Sumarkad.
Tentaramya bahkan sampai ke india dan dapat mengusai Balukhistan, sind
dan daerah Punjab sampai ke Maltan.10
Ekspansi ke Barat secara besar- besaran dilanjutkan di zaman AL-
Walod Ibn Abdul Malik, Masa Pemerintahan Walid adalah Masa
Ketentraman, Kemakmuran, dan Ketertiban. Umat Islam Merasa hidup
Bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahun itu
tercatat suatu ekspedisi meltier dari Afrika Utra menuju wilayah Barat Daya,
benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah Aljazair dan Marokko dapat
dotundukkna, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan Pasukannya
menyebrangi selat memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa, dan
mendarat si suatu tempat yang sekarang dikenal dengan dengan nama
Gibaltra ( Jabal Tariq). Tentara Spanyol dikalahkan. Dengan demikian
spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova,
dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti
Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan Ibu kota Spanyol yang baru setelah
jatuhnya kordova. PasukanIslam memperoleh kemenangan dengan mudah
karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita
akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Al-Aziz, serangan
dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin
oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi, la mulai dengan menyerang

9
Badri Yatim,op.cit., hlm.43
10
Harun Nasution,Islama DItinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1 ( Jakarta: UI Pers, 1985, cetakan
kelima0, , hlm 61

8
Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencobamenyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luarkota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan
tentaranya mundur kembalike Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di
atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam
pada zaman Bani Umayyah ini.11
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur
maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul
sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria,
Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan,
daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia
Tengah.12
3. Kebijakan Politik
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak
berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas
pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta
peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang
hakim (gadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah
seorang spesialis dibidangnya, Abd Al-Malik mengubah mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi dministrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan Khalifah Abd Al- Malik diikuti oleh putranya Al Walid ibn Abd
Al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan
melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti panti untuk orang cacat
Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh
negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang

11
Badri Yatim,op.cit., hlm.44
12
Harun Nasution,op.cit., hlm.62

9
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik pabrik, gedung-
gedung pemerintahan, dan masjid masjid yang megah.13
Dalam sistem pemerintahan Bani Umayyah, terdapat perbedaan
pemerintahan antara masa bani umayyah dengan masa khalifaurrasidin,
mengutip Fazlur Rahman dalam bukunya Abdul Karim menuliskan beberapa
poin perbedaan corak kepemimpinan Khulafa al-Rashidun dengan khalifah-
khalifah Bani Umayyah (kecuali Khalifah Umar II) sebagai berikut14 :
a. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun sistem pemerintahan dijalankan secara
demokratis dengan pertimbangan hukum yang didasari atas landasan
alQur‟an, hadis, dan ijmak, sedangkan pada masa Dinasti Umayyah
perintah khalifah adalah segala-galanya dan harus dipatuhi.
b. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, khalifah menganggap sebagai pelayan
masyarakat, sedangkan para khalifah Dinasti Umayyah menganggap diri
mereka sebagai penguasa
c. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, pemimpin mampu bertahan karena
dukungan rakyat, sedangkan masa Dinasti Umayyah dapat bertahan karena
kekuatan.
d. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun tidak ada satu suku yang berkuasa terus
menerus, sedangkan pada Dinasti Umayyah hanya suku tertentu (yaitu
Bani Umayyah) yang mendominasi masa kekhalifahan.
e. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun hak berbicara dijamin dan rakyat dapat
langsung menghadap khalifah, sedang setelahnya hak bicara ditekan dan
jika ingin bertemu khalifah harus melewati perantara yang disebut hajib.
f. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun sistem demokrasi berjalan baik, sedang
pada masa Umayyah suara rakyat tidak dihiraukan.
g. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, pemimpin tidak memiliki hak terhadap
bait al-mal, sedangkan pada masa Dinasti Umayyah bait al-mâl menjadi
milik khalifah sendiri
h. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, pengaruh jahiliyah berkurang,
sementara pada Dinasti Umayyah bertambah.

13
Badri Yatim,op.cit., hlm.45
14
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka book,
2007, hlm 141-142.

10
i. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, khalifah hidup sederhana dan dianggap
orang biasa. Sebaliknya, para khalifah era Dinasti Umayyah hidup dengan
serba mewah.
j. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, khalifah merangkap ahli hukum,
agama, dan sangat menghargai alim ulama. Sebaliknya, pada zaman
Umayyah para ulama diistirahatkan dari dunia politik
k. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, gerak-gerik khalifah tentang urusan
agama dibatasi oleh syariat, sedangkan pada masa Umayyah khalifah
berkuasa penuh dan memerintah tanpa batas.
l. Pada masa al-Khulafa al-Rashidun, Majlis Syura di atas khalifah dan
keluarga, sedang di masa Umayyah anggota syura diangkat dari dan oleh
keluarga serta kaum kerabat khalifah.
B. Perkembangan Pengetahuan pada masa Bani Umayah

Sebelumnya bangsa arab tidak dikenal dengan bangsa yang mempunyai


budaya intelektualitas yang tinggi, namun mereka mencatat dalam sejarah bahwa
mereka sebenarnya haus akan ilmu dan belajar ilmu pengetahuan dengan cepat
dari wilayah-wilayah taklukkan mereka.

Terlebih lagi, khilafah Umayyah membuat kebijakan untuk


mengembangkan masyarakat terdidik (intelektual) dengan membuka
perpustakaan dan lembaga pendidikan sehingga memacu perkembangan ilmu
pengetahuan baik di kalangan kerajaan maupun masyarakat luas.15
Perkembangan intelektual di masa pemerintahan Bani Umayyah yang terjadi
dengan pesat diibaratkan sebagai penaburan benih pengetahuan dalam sejarah
Islam yang nantinya akan dipanen besar-besaran pada masa pemerintahan bani
abbassiyah dan terus berlanjut hingga saat ini.16
Perkembangan intelektualitas tersebut tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama, namun meliputi juga ilmu pengetahuan umum seperti
filsafat, sains, bahasa dan sastra, musik dan kesenian, serta asitektur. Pada saat

15
Khoiro Ummatin, “Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Ummayyah”, dalam Jurnal
Dakwah, Vol. XIII, No. 2 Tahun 2012, h. 221
16
A. Sewang, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Parepare, 2017, h. 172

11
itu Mekah dan Madinah menjadi pusat berkembangnya musik, lagu dan puisi.
sedangkan Kufah dan Basrah menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam.
1. Ilmu agama
Diantara Ilmu pengetahuan agama yang mulai berkembang pada
pemerintahan dinasti Umayyah adalah:

a. Ilmu Tafsir
Kebutuhan akan ilmu tafsir mulai dirasakan ketika wilayah Islam
telah semakin meluas dan banyak orang non-arab yang memeluk Islam,
berbeda halnya dengan masa awal Islam dimana pemeluk Islam masih
dari kalangan orang-orang arab sehingga mereka mampu mengerti apa
yang dimaksud dari setiap ayat al-Qur‟an. Beberapa sahabat
menafsirkan al-Qur‟an sesuai dengan apa yang mereka dengar dari
Nabi, diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Mas‟ud, Ubay bin Ka‟ab yang juga dipandang sebagai
pendiri Ilmu tafsir.
Bentuk tafsir al-Qur‟an pada awal Islam dikenal dengan tafsir bi
al-ma‟tsur yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an didasarkan pada apa
yang mereka dengar dari Nabi dan sahabat-sahabat senior. Tafsir bi al-
ma‟tsur juga dikenal dengan sebutan tafsir bi alriwayah, yaitu
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an didasarkan pada riwayat.

b. Ilmu Hadits
Pembukuan hadits pertama kali dilakukan pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin abd al-Aziz di awal abad kedua
hijriah. Hadits pada awalnya hanya dipelihara oleh hafalan para sahabt
dan tidak ditulis seperti al-Qur‟an karena khawatir akan bercampur baur
dengan al-Qur‟an.
Pada masa daulah Abbasiyah, pembukuan Hadits mengalami
perkembangan pesat. Muncul tokoh-tokoh Muhadditsin terkemuka dan
terkenal sampai saat ini yaitu Imam Malik, Al-Bukhari, Muslim, Abu
Daud, al-Turmudzi, al-Nasa‟i, dan Ibn Majah.
c. Ilmu Fiqih

12
Pada masa awal Islam belum ada istilah ilmu Fiqih karena umat
cukup menghadap nabi jika mereka menjumpai suatu masalah dan nabi
akan menyelesaikannya, kemudian ilmu Fiqih muncul seiring dengan
semakin luasnya wilayah islam dan bertambah banyaknya
permasalahan yang dijumpai umat sehingga mau tidak mau kaum
muslimin harus menggali hukum-hukum dari ayat-ayat al-Qur‟an dan
Hadits dengan berijtihad untuk mendapatkan hukumnya.
perkembangan ilmu Fiqih semakin berkembang pesat sampai
masa dinasti abbasiyyah melahirkan para mujtahid termasyhur hingga
saat ini, mereka adalah Imam Abi Hanifah (w. 150 H /767 M), Imam
Malik (w. 179 H / 795 M), Imam Muhammad bin Idris al-Syafi‟i (w.
204 H / 820 M) dan Imam Ahmad bin Hambal (w. 231 H / 855 M).
d. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam membahas tentang masalah keimanan dengan
mempergunakan argumen-arumen filosofis. Awal kemunculan ilmu
Kalam dalam Islam dipengaruhi oleh bangsa non-Arab yang senantiasa
mempertanyakan dasar-dasar keimanan dengan mempergunakan
argumen-argumen akal atau filosofis.
Di antara tokoh-tokoh ulama ilmu kalam adalah: Washil bin
Atha‟, Abu Huzail Al-Jubba‟i, dan Al-Nazham dari kelompok
Mu‟tazilah, Hasan Basri, Abu Hasan al-Asy‟ari, al-Maturidy, dan
Hujjah al-Islam Imam Ghazali dari kelompok Sunni.
e. Ilmu Tasawuf
Ilmu ini muncul berawal dari ajaran Zuhd, yaitu ajaran yang
menekuni ibadah dan menjauhkan diri dari kesenangan hidup duniawi.
Kemelut yang terjadi pada saat itu mendorong sebagian orang
meninggalkan kehidupan duniawi dan menekuni ibadah yang kemudian
mereka dikenal dengan kaum sufi.
Dalam membersihkan jiwa sehingga berada dekat dengan Tuhan
mereka tempuh melalui tahap-tahap yang disebut dengan maqamat,
seperti al-Taubah, al-Zuhd, al-Shabar, al-Tawakkal dan al-Ridha.
Pelopor ajaran ini adalah Hasan Basri. Diantara tokoh-tokohnya yang

13
terkenal dalam ilmu tasawuf ini adalah Hasan Basri, Rabi‟ah al-
Adawiyah, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj, Al-Misri, Ibn al-Arabi,
dan Jalaluddin al-Rumi.

2. Ilmu umum
a. Filsafat
Islam di Spanyol berperan besar dalam menjembatani ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M
selama pemerintahan Khalifah Muhammad ibn Abd ar-Rahman.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah
Abu Bakr Muhammad ibn as-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn
Bajjah. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail.
b. Sains
Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika,
astronomi, kimia, botani, zoologi, geologi, farmasi, juga berkembang
dengan baik. Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian
barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubayr dari Valencia
menulis tentang negara-negara muslim Mediterania dan Sicilia. Ibn
Batuthah dari Tangier penjelajah dunia sampai Samudera Pasai dan
Cina. Ibn Khatib menyusun riwayat Granada. Sedangkan Ibn Khaldun
dari Tunisia perumus filsafat sejarah.
c. Bahasa dan Sastra
Pada masa Islam di Spanyol banyak para ahli yang mahir dalam
bahasa Arab, baik ketrampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka
itu antara lain Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang nazhamAlfiyyah, Ibn
Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn „Ushfur, dan
Abu Hayyan al-Gharnathi.
Karya-karya sastra juga banyak bermunculan, seperti al-„Iqd al-
Farid karya Ibn Abd Rabbih,Kitab adz-Dzakirah fii Mahaasin Ahl al-
Jaziirah karya Ibn Bassam, Kitab al-Qalaaid karya al-Fath ibn Khaqan
dan masih banyak yang lainnya.

14
d. Musik dan Kesenian
Musik dan seni banyak memperoleh apresiasi dari para penguasa
istana. Tokohnya antara lain al-Hasan ibn Nafi‟ yang mendapat gelar
Zaryab.
e. Arsitektur
Di masa daulah Umaiyah banyak kota-kota baru dibangun dan
kota-kota lama diperbaharui dengan pembangunan berbagai gedung
dengan gaya perpaduan Persia, Romawi dan Arab, tapi dijiwai
semangat Islam.17
Dalam perkembangannya, menurut Langulung18 pendidikan Islam
pada masa Bani Umayyah memiliki corak sebagai berikut:
a. Bersifat Arab;
b. Berusaha Meneguhkan Dasar-Dasar Agama Islam yang Baru Muncul;
c. Prioritas pada Ilmu-Ilmu Naqliyah dan Bahasa;
d. Menunjukan Perhatian pada Bahan Tertulis sebagai Media Komunikasi;
e. Menggunakan Kuttab dan Masjid.

Lebih jauh lagi, perkembangan bidang pendidikan pada masa Bani


Umayyah masih meneruskan tradisi pendidikan awal Islam yang kemudian akan
berkembang pada masa Bani Abbasiyah kelak dengan berdirinya perpustakaan
yang juga kurang lebih berfungsi sebagai universitas dan akademi keilmuan.
Lembaga pendidikan pada masa bani umayyah terdiri dari dua tingkat yang
yaitu:19
 Maktab/Kuttab dan Masjid sebagai lembaga pendidikan terendah, tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat
para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan
bahasa.

17
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau,
2013, h.121-128
18
Muchlis, Perkembangan Pendidikan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H / 661-750 M),
dalam Tsaqofah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni
2020, h.45-49
19
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan: Perdana publishing, 2016, h. 95

15
 Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya,
pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli
dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah
ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di
rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa
berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil
ulama ahli ke sana.
C. Sistem sosial-budaya pada masa Bani Umayyah
Muawiyah sebagai khalifah pertama Dinasti Umayyah dipandang
berhasil menciptakan budaya baru dalam sistem pemerintahan negara dan
kehidupan beragama. Budaya baru yang diperkenalkan dalam pemerintahan
Muawiyah antara lain: Membangun dinas pos termasuk penyediaan kuda dan
perlengkapannya; Mengangkat qadi atau hakim sebagai profesi; Memerintahkan
prajurit-prajuritnya untuk mengangkat senjata tembok bila mereka berada di
hadapannya; Membuat “anjung” di dalam masjid tempatnya sembahyang, untuk
menjaga keamanan dirinya dari serangan musuh-musuhnya ketika ia sedang
sembahyang. Kemudian diteruskan oleh Khalifah Abdul Malik dengan mencetak
mata uang sendiri yang menggunakan tulisan Arab sebagai pengganti uang
Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan dibenahi yaitu bahasa Arab
ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.
Pada masa Dinasti Umayyah ini mulai dikenal dengan stratifikasi sosial.
Menurut Philip Hitti rakyat dari seluruh imperium Arab terbagi ke dalam empat
macam golongan. Golongan pertama adalah golongan tertinggi terdiri atas kaum
Muslimin yang memegang kekuasaan, dikepalai oleh anggota-anggota istana dan
kaum ningrat dari para penakhluk Arab. Golongan kedua adalah golongan
golongan neomuslim (kaum muslim baru), yang dengan keyakinan sendiri atau
terpaksa memeluk islam dan secara teori memiliki hak-hak penuh dari
kewargaan islam. Golongan ketiga adalah anggota mazhab-mazhab, pemeluk
agama-agama yang umum atau yang disebut dengan zimmi, yaitu kaum kristen,
yahudi dan saba yang mengikat perjanjian dengan kaum muslim. Mereka
memiliki kemerdekaan beragama dengan jalan membayar pajak tanah atau uang-
kepala. Golongan keempat adalah golongan budak-budak. Meskipun perlakuan

16
terhadap para budak telah diperbaiki, tetapi dalam praktiknya mereka tetap
menjadi penduduk kelas rendah.
Selama masa kekhalifahan Dinasti Umayyah ini, kondisi sosial dalam
keadaan adil dan damai, meskipun sistem pemerintahan berjalan tidak
demokratis. Kendatipun bangsa Arab-Islam berkuasa di seluruh imperium,
kehidupan muslim non-arab tidak mengalami kesulitan. Mereka hidup damai
dan bersahabat dengan baik. Mereka menikmati kewajiban dan hak yang sama
dalam kehidupan negara. Para khalifah melindungi gereja, katedral, candi,
sinagog, dan tempat-tempat suci lainnya, bahkan semua tempat peribadatan yang
rusak dibangun kembali dengan dana yang dikeluarkan dari kas negara.
Di samping kebebasan beragama, orang bukan islam juga menikmati
kebebasan peradilan, hakim dan hukum. Mereka dibebaskan menggunakan
yurisdiksi mereka sebagaimana diatur oleh pimpinan agama mereka sendiri. Di
bawah kekhalifahan Dinasti Umayyah, Damaskus menjadi salah satu kota yang
cantik di dunia dan menjadi pusat budaya serta pusat kerajaan islam. Khalifah
menghiasinya dengan bangunan-bangunan megah, air mancur, dan rumah-rumah
yang menyenangkan. Di samping melaksanakan fungsi keagamaan, para
khalifah juga melaksanakan kekuasaan mahkamah tinggi. Para penguasa
mendengarkan keluhan rakyatnya, baik secara pribadi maupun secara umum.
Di bawah penguasa Yazid I, penggunaan anggur menjadi sebuah tradisi.
Penggunaan anggur yang terlalu banyak membuat Yazid I memperoleh gelar
Yazid Al-Khumur. Dia biasa minum setiap hari, sementara Khalifah Walid I
memuaskan dirinya dengan minum anggur setiap dua hari sekali, Hisyam minum
anggur, sekali dalam satu minggu, dan Abdul Malik minum anggur satu kali
dalam satu bulan. Yazid dan Walid dikenal sebagai peminum berat. Pesta
anggur biasanya dilakukan bersamaan dengan pesta musik. Permainan dadu dan
kartu juga dipraktikkan di dalam kerajaan. Balapan kuda sangat populer di
bawah kekuasaan Dinasti Umayyah. Musik dikembangkan dan sejumlah uang
diberikan kepada para pemusik dan penyanyi.
Kebiasaan memingit wanita juga mulai masuk ke dalam budaya Arab,
terutama sejak pemerintahan Walid II. Kaum wanita juga memperoleh tempat
yang terhormat pada masa ini. mereka dapat menikmati kebebasan di tengah

17
masyarakat. Mereka juga amat berminat terhadap pendidikan dan bidang sastra.
Sejak pemerintahan Dinasti Umayyah juga mulai berkembang penggunaan
serbet, sendok, dan garpu. Makanan disajikan dengan model dan pola makan di
Barat.20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdirinya Dinasti Umayyah bermula dari peristiwa Tahkim atau
Perang Shiffin. ini adalah perang saudara antara kubu Muawiyah 1 kontra Ali
bin Abi Thalib, khalifah ke-4 setelah wafatnya Nabi Muhammad. Perang
Shiffin terjadi usai kematian khalifah ketiga, Utsman bin Affan, pada 17 Juni
656, yang membuka peluang bagi Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi
Muhammad, untuk memimpin. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat pada 29
Januari 661, kepemimpinan sempat dilanjutkan oleh Hasan, putra Ali dan
cucu Nabi Muhammad, selama beberapa bulan. Hasan kemudian melepaskan
jabatannya. Usai Hasan bin Ali mundur, Muawiyah I tampil sebagai
pemimpin meskipun diwarnai dengan berbagai polemik di antara umat Islam
sendiri.
Memasuki masa kekuasaaan muawiyah yang menjadi awal
kekuasaam Bani Umayah, pemerintah yang bersifat demokratis berubah
menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan muawiyah
diperoleh melalui kekerasan, deplomasi dan tipu daya, tidak dengan
pemilihan atau suara terbayak.
Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (gadhi) mulai berkembang

20
Fadlil Munawwar Manshur, Pertumbuhan dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa
Dinasti Umayyah. Jurnal Humaniora, Vol. 15, No. 2 Tahun 2003, hlm. 178.

18
menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya, Abd
Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-
daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada
tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd Al-
Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
dministrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd Al- Malik diikuti
oleh putranya Al Walid ibn Abd Al-Malik (705-715 M) seorang yang
berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia
membangun panti panti untuk orang cacat Semua personel yang terlibat
dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga
membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan
daerah lainnya, pabrik pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan masjid
masjid yang megah.

Perkembangan intelektual di masa pemerintahan Bani Umayyah yang


terjadi dengan pesat diibaratkan sebagai penaburan benih pengetahuan dalam
sejarah Islam. Perkembangan intelektualitas tersebut tidak hanya meliputi
ilmu pengetahuan agama, namun meliputi juga ilmu pengetahuan umum
seperti filsafat, sains, bahasa dan sastra, musik dan kesenian, serta asitektur.

Selama masa kekhalifahan Dinasti Umayyah ini, kondisi sosial dalam


keadaan adil dan damai, meskipun sistem pemerintahan berjalan tidak
demokratis. Kendatipun bangsa Arab-Islam berkuasa di seluruh imperium,
kehidupan muslim non-arab tidak mengalami kesulitan. Mereka hidup damai
dan bersahabat dengan baik. Mereka menikmati kewajiban dan hak yang
sama dalam kehidupan negara. Para khalifah melindungi gereja, katedral,
candi, sinagog, dan tempat-tempat suci lainnya, bahkan semua tempat
peribadatan yang rusak dibangun kembali dengan dana yang dikeluarkan dari
kas negara.

B. Saran
Saran penulis adalah sebagai umat muslim haruslah memahami dan
mengetahui perjalanan sejarah peradaban islam dari waktu ke waktu. Karena

19
dalam sejarah ini pastinya terdapat banyak ilmu yang dapat diambil
hikmahnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad, Islam dari Masa ke Masa. Bandung: CV Rusyda. 1987.

Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.2006

https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah

Karim, M., Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka book.
2007.

Manshur, Fadlil Munawwar. Pertumbuhan dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa
Dinasti Umayyah. Jurnal Humaniora, Vol. 15, No. 2 Tahun 2003

Muchlis. Perkembangan Pendidikan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H / 661-750 M). dalam
Tsaqofah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, Vol. 5, No. 1, Januari-
Juni 2020.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI Pers. 1985.

Nasution, Syamrudin. Sejarah Peradaban Islam. Riau: Pusaka. 2010.

Nasution,Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau. 2013.

Sewang, A. Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Parepare. 2017.

Syarifah, Nurus. “Kepentingan Politik Pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan:


Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus”. Jurnal Pemerintahan dan Politik
Islam. Vol. 6 , No. 1, 2021.

Ummatin, Khoiro. “Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Ummayyah”. dalam Jurnal
Dakwah, Vol. XIII, No. 2 Tahun 2012.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Depok: Rajawali Pers. 2018.

Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana publishing. 2016.

21

Anda mungkin juga menyukai