Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KAJIAN MATERI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


INTEGRATIF DI MADRASAH

TENTANG
SEJARAH PERADABAN DAN KEBUDAYAAN DINASTI BANI
UMAYYAH

OLEH

KELOMPOK 5
IMAN ASROA. B.S. : 212031006
RINA NOFRIANA : 212032009

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Hj. YANTI MULIA ROZA, S.S., M.A.

SEMESTER 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah umat islam telah di mulai pada masa Nabi Muhammad SAW.
Selama masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul dan
pemimpin tertinggi umat islam, banyak suka dan duka yang telah terjadi
berkaitan dengan beliau dan juga umat islam itu sendiri. Namun dengan
berbagai rintangan dan halangan yang terjadi, akhirnya membuat islam
semakin kuat dan berkembang hingga saat ini.
Setelah masa kepemimpinan Rasulullah SAW berakhir,
kepemimpinan umat islam dilanjutkan oleh 4 orang Khalifah, yakni Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Selama pemerintahan para Khalifah ini juga islam mengalami
perkembangan yang semakin pesat. Hal ini ditandai dengan adanya
pembaruan dan pengembangan dari berbagai sektor. Dengan pesatnya
perkembangan islam pada masa Khulafaur Rasyidin, islam semakin dikenal
dunia luas hingga ke luar Jazirah Arab.
Selanjutnya setelah masa Khulafaur Rasyidin berakhir, kekuasaan
islam mulai dijalankan oleh Dinasti-dinasti (kerajaan-kerajaan) yang muncul
seiring berjalannya waktu. Dimulai dari munculnya Dinasti Bani Umayyah
setelah masa jabatan Ali bin Thalib, Dinasti Bani Abbasiyah, dan kerajaan-
kerajaan lainnya.
Pada makalah ini, penulis akan membahas mengenai Dinasti Bani
Umayyah secara mendalam. Dalam makalah akan dijabar mengenai sejarah
terbentuknya Dinasti Bani Umayyah, Khalifah-khalifah yang memimpin,
serta puncak dan akhir dari Dinasti Bani Umayyah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut.

2
3

1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Dinasti Bani Umayyah?


2. Siapa saja Khalifah yang pernah memerintah di Dinasti Bani Umayyah?
3. Siapa saja Khalifah yang berhasil membawa Dinasti Bani Umayyah pada
Kejayaan?
4. Apa saja bentuk kemajuan islam di masa Dinasti Bani Umayyah?
5. Apa saja faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Bani Umayyah?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat ditetapkan bahwa tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Bani Umayyah
2. Untuk mengetahui Khalifah-Khalifah yang pernah memerintah di Dinasti
Bani Umayyah
3. Untuk mengetahui Khalifah-Khalifah yang berhasil membawa Dinasti
Bani Umayyah pada Kejayaan
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kemajuan islam di masa Dinasti Bani
Umayyah
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti
Bani Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Berdirinya Dinasti Bani Umayyah


1. Latar Belakang Berdirinya Dinasti Bani Umayyah
Awal mula pembentukan Dinasti Bani Umayyah tidak terlepas
dari peristiwa yang teradi pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Peristiwa ini merupakan peperangan yang terjadi antara kaum Ali bin Abi
Thalib dengan kelompok Mu‟awiyah bin Abi Sufyan yang dinamakan
dengan perang shiffin. Peperangan ini hampir dimenangi oleh pihak Ali
bin Abi Thalib.
Menurut Rahmadi (2018:670), perang ini diakhiri dengan tahkim,
tapi ternyata tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan adanya
golongan tiga yaitu Khawarij yang keluar dari barisan Ali. Umat Islam
menjadi terpecah menjadi tiga golongan politik yaitu Muawiyah, Syiah
dan Khawarij. Pada tahun 660 M Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij.
Setelah peristiwa terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka
berakhirlah masa kekhalifahan dan disnilah awal mula berdirinya Dinasti
Bani Umayyah. Harahap (2019:42-46) menjelaskan ada beberapa faktor
yang melatar belakangi berdirinya Dinasti Bani Umayyah, yaitu:
a. Hasan bin Ali bin Abi Thalib Menjadi Khalifah
Setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib di tangan Ibnu Muljim
(salah satu pengikut aliran Khawarij), masyarakat Iraq (Kufah)
langsung membai‟at Hasan bin Ali bin Abi Thalib pada hari itu juga.
Setelah acara bai‟at selesai, Hasan bin Ali berangkat menuju Syam,
sebab penduduk Syam sampai pada detik itu belum menampakkan
ketaatan terhadap pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Beliaupun
bergegas berangkat dengan niat berdamai ke negeri Syam.
Suatu ketika, Mu‟awiyah bin Abi Sufyan mengirimkan surat
kepada Hasan bin Ali. Di akhir surat tersebut Mu‟awiyah bin Abi

4
5

Sufyan memberikan berbagai tawaran Khalifah Hasan. Begitu melihat


surat tersebut „Amr Bin „Ash langsung memberikan komentar yang
bahwa ia menolak sisi surat tersebut dan menawarkan jalan
peperangan terhadap Mu‟awiyah bin Abi Sufyan kepada Hasan bin
Ali.
Menanggapi respon dari pihak Hasan yang diusulkan oleh
„Amr bin Ash, dengan sikap kebijaksanaan Mu‟awiyah bin Abi
Sufyan, ia menjelaskan kepada „Amr Bin „Ash bahwa berperang
sesungguhnya jalan yang tidak mungkin ditempuh kecuali dalam
kondisi terpaksa.
Akhirnya Mu‟awiyah bin Abi Sufyan bertemu dengan Hasan
bin Ali. Pertemuan tersebut membuahkan hasil yang sangat
cemerlang, yaitu Hasan bin Ali dengan tulus dan demi alas an
kemashlahatan kaum muslimin, menyerahkan kursi kekhilafahan
kepada Mu‟awiyah bin Abi Sufyan.
b. Mu’awiyah bin Abi Sufyan Menjadi Khalifah
Dengan dipindahkannya tahta kekhalifahan dari Hasan bin Ali
kepada Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, maka berakhirlah rentetan masa
kekhalifahan setelah Rasulullah SAW dan dimulainya kekuasaan
Dinasti Bani Umayyah.
Fatmawati (2010:183) menjelaskan bahwa Dinasti Bani
Umayyah dinisbahkan kepada Umayyah bin „Abd Syam bin „Abd
Manaf bin bin Qushayy bin Kilab, yang merupakan salah satu
pimpinan Kabilah Qurays di masa Jahiliyah. Pada masa Jahiliyyah,
Kabilah Bani Umayyah sangat menentang dakwah Rasulullah dan
hanya sedikit dari mereka yang menyatakan beriman kepada Islam.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa yang menjadi
pendiri dari Dinasti Bani Umayyah adalah Mu‟awiyah bin Abi Sufyan
itu sendiri. Karir Mu‟awiyah bin Abi Sufyan dalam hal politik sudah
dikenal semenjak ia menjabat sebagai gubernur Syiria pada masa
Umar bin Khattab.
6

Dari penjelasan mengenai faktor yang melatar belakangi


berdirinya Dinasti Bani Umayyah diatas, dapat diketahui bahwa secara
singkat sejarah berdirinya Dinasti Bani Umayyah dipengararuhi jabatan
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang digantikan anaknya, Hasan bin Ali
dan pemindahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu‟awiyah bin
Abi Sufyan.

2. Sistem Pemerintahan Dinasti Bani Umayyah


Berdasarkan penjelasan Harahap (2019:44-45), pemindahan
kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu‟awiyah bin Abi Sufyan
mengakhiri bentuk pemerintahan Khulafaur Rasyidin menjadi kerajaan
atau Kekhalifaan monarchy heredetis (kerajaan turun temurun). Hal ini
mulai berlaku semenjak Mu‟awiyah mewajibkan seluruh rakyat untuk
menyatakan setia terhadap anaknya Yazid bin Mu‟awiyah.
Sistem pemerintahan turun temurun ini dipengaruhi oleh keadaan
di Syiria (wilayah yang dipimpin oleh Mu‟awiyah saat menjadi gubernur
di masa Umar bin Khattab) yang sejatinya merupakan salah satu wilayah
kaki tangan Byzantium.
Harahap (2019:45) juga menjelaskan bahwa kebijakan yang
dideklarasikan oleh Mu‟wiyyah ini menimbulkan pertentangan dan
munculnya gerakan oposisi dikalangan rakyat yang selanjutnya
menyebabkan adanya perselisihan dan peperangan saudara.

B. Khalifah Dinasti Bani Umayyah


Menurut Rachman (2018:89), Muawiyah tampil sebagai penguasa
pertama yang mengubah sistem pemerintahan dalam Islam, dari sistem
pemerintahan yang bersifat demokrasi mufakat kepada pemerintahan monarki
absolut.
Fatmawati (2010:185-193) menjelaskan bahwa, Dinasti Bani
Umayyah berkuasa selama 90 tahun, yakni dari tahun 41 H/ 661 M sampai
7

tahun 132 H/ 750 M. Selama masa itu, tercatat 14 orang yang menjadi
khalifah, yakni:
1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H / 661-680 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdul Rahman Mu‟Awiyah bin Abi
Sufyan Shakar bin Harb bin Umayyah bin „Abd Syam bin „Abd Manaf
bin Qushayy. Ia lahir di Mekkah tahun 20 sebelum hijrah, dan baru
memeluk islam pada waktu Fathul Makkah. Setelah masuk islam, ia
bergabung dengan pasukan kaum muslimin untuk memerangi mush-
musuh islam. Perang pertama yang diikutiya adalah perang Hawazin
(Hunayn) pada bulan Ramadhan – Syawal 8 H.
Pada masa Umar bin Khattab, ia dipercayakan menjadi Gubernur
Syiria. Selama menjadi gubernur, ia sangat aktif dalam memperluas
wilayah kekuasaan islam.
Mu‟awiyah menjabat menjadi khalifah pertama Dinasti Bani
Umayyah selama 20 tahun sekaligus sebagai pendiri Dinasti Bani
Umayyah. Beliau wafat pada bulan Rajab tahun 60 H/ Mei 680 M.

2. Yazid bin Mu’awiyah (60-64 H / 680-683 M)


Nama lengkapnya adalah Yazid bin Mu‟awiyah bin Abi Sufyan. Ia
dilahirkan pada tahun 27 H/ 647 M). Pada masa kekhalifahan ayahnya,
beliau menjadi seorang pangglima yang cukup penting. Pada tahun 668
M, Khalifah Muawiyah mengirimkan pasukan dibawah pimpinan Yazid
bin Mu‟awiyah bin Abi Sufyan untuk melawan kekaisaran Byzantium.
Yazid bin Mu‟awiyah menjadi khalifah menggantikan ayahnya,
Mu‟awiyah bin Abi Sufyan. Pengangkatan Yazid sebagai khalifah diikuti
oleh penolakan dari kaum Syiah yang telah membaiat Husain bin Ali di
Kufah sebagai khalifah sepeninggal Muawiyah. Penolakan tersebut,
mengakibatkan peperangan di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya
Husain bin Ali.
Selain itu Yazid juga menghadapi pemberontakan di Makkah dan
Madinah dengan keras. Kaum Anshar di Madinah mengangkat Abdullah
8

bin Hanzalah dan kaum Qurays di mengangkat Abdullah bin Muti‟, dan
penduduk Makkah mengangkat Abdullah bin Zubair sebagai pemimpin
tanpa pengakuan terhadap kepemimpinan Yazid.
Yazid bin Mu‟awiyah menjabat sebagai khalifah selama 4 tahun
menggnatikan ayahnya. Ia wafat pada Rabi‟ul Awwal tahun 64 H/
November 683 M.

3. Muawiyah bin Yazid (64 H / 684 M) – Mu’awiyah II


Nama lengkapnya Abu Layla Mu‟awiyah bin Yazid bin
Mu‟awiyah bin Abi Sufyan dan lebih dikenal dengan nama Mu‟awiyah II.
Ia menjabat sebagai khalifah Dinasti Bani Umayyah menggantikan posisi
ayahnya setelah Yazid bin Mu‟awiyah wafat. Ia adalah seorang yang alim
dan shaleh.
Selama menjadi khalifah, ia sering menderita sakit yang akhirnya
menyebabkan ia wafat. Mu‟awiyah II menjabat dalam watu yang sangat
singkat. Ada yang mengatakan bahwa masa jabatannya hanya sekitar 40
hari ada pula yang mengatakan dia menjadi Khalifah selama 2 bulan. Ada
yang mengatakan juga 3 bulan dan ada juga 6 bulan. Dengan wafatnya
Muawiyah bin Yazid maka habislah keturunan Muawiyah.

4. Marwan bin Al Hakam (64-65 H / 684-685 M)


Nama lengkapnya Abu Abdul Malik Marwan bin Al Hakam bin
Abi Al „Ash bin Umayyah bin „Abd Syam bin „Abd Manaf bin Qushay. Ia
lahir saat Rasulullah SAW masih hidup, sehingga sebagian ulama
menggolongkannya sebagai bagian dari para sahabat.
Setelah terputusnya keturunan Muawiyyah pada masa Mu‟awiyah
II, maka kursi kekuasaan Dinasti Bani Umayyah beralih ke garis
keturunan Marwan yang masih merupakan keluarga besar Bani Umayyah.
Keluarga besar Umayyah mengangkat Marwan bin Al Hakam sebagai
Khalifah karena mereka menganggap Marwan bin Hakam adalah orang
9

yang tepat untuk mengendalikan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah karena


pengalaman yang dimilikinya.
Pada Masa Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan, Marwan bin Al
Hakam diangkat menjadi gubernur di Madinah. Pada masa inilah,
Marwan diserahi jabatan gubernur untuk wilayah Hijaz yang
berkedudukan di Madinah. Namun, saat pemerintahan Yazid, penduduk
Madinah menyatakan dukungan kepada Abdullah bin Zubair, yang
akhirnya menyebabkan Marwan melarikan diri ke Damaskus.
Setelah kekuasaan dari keturunan Mu‟awiyah berakhir, ia diangkat
menjadi Khalifah Dinasti Bani Umayyah pada Zulqaidah 24 H/ Juli 684
M. Ia menjabat selama kurang dari setahun dikarenakan usianya yang
sudah cukup tua. Karena faktor usia inilah ia membai‟at dua orang
putranya, yakni Abdul Malik sebagai penggantinya dan Abdul Aziz
sebagai pengganti Abdul Malik kelak.
Marwan bin Al Hakam awafat pada usia 63 tahun pada bulan
Ramadhan 65 H/ April 685 M.

5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)


Nama lengkapnya Abu Al Walid Abdul Malik bin Marwan. Ia
lahir di Madinah pada 25 H dan masih kanak-kanak saat terbunuhnya
Khalifah Utsman bin Affan. Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang rajin
menuntut ilmu yang menyebabkan ia menjadi salah satu ahli Fiqh, „Abid
dan Qariy dalam usia yang tergolong muda. Bahkan ia dipandang setara
dengan ahli Fiqh di Madinah seperti Sa‟id bin Al Musayyab dan „Urwah
bin Al Zubayr.
Pada usia 16 tahun, Abdul Malik diangkat menjadi Amir di
Madinah. Ketika masa jabatan ayahnya, Marwan bin Al Hakam, Abdul
Malik dibai‟at menjadi Khalifah untuk menggantikan ayahnya kelak dan
membai‟at adiknya, Abdul Aziz untuk menggantikannya kelak. Namun,
Abdul Aziz telah wafat sebelum sempat menggantikannya sebagai
Khalifah Dinasti Bani Umayyah. Oleh karena itu, ia membai‟at putranya,
10

Al Walid sebagai Khalifah penggantinya dan Sulayman sebagai pengganti


Al Walid kelak.
Abdul Malik wafat dalam usia 61 tahun di Dimasyq pada
Syawwal 86 H/ Oktober 705 M.

6. Al Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)


Nama lengkapnya Abu Al Abbas Al Walid bin Abdul Malik bin
Marwan. Ia lahir pada 50 H/ 670 M. Sejak kecil ia juga seorang yang rajin
menuntut ilmu dan juga merupakan seorang „Abid dan Qariy, sehingga
pada bulan Ramadhan ia berulang kali Khatam Al-Qur‟an.
Al Walid di bai‟at menjadi Khalifah pada 85 H setalah penguburan
ayahnya, Abdul Malik. Pada masa pemerintahannya, ia banyak
melakukan usaha-usaha yang membuat islam semakin berkembang dan
namanya semakin dikenal dan dikenang oleh umat islam.
Al Walid wafat dalam usia 46 tahun pada Jumadil Akhir 96 H/
Februari 715 M di Dimasyq.

7. Sulayman bin Abdul Malik (96-99 H / 715-717 M)


Nama lengkapnya Abu Ayyub Sulayman bin Abdul Malik bin
Marwan. Ia dilahirkan di Madinah pada 56 H/ 675 M. ia sebelumnya telah
di bai‟at oleh ayahnya, Abdul Malik untuk menjadi Khalifah
menggantikan kakaknya setelah kakaknya, Al Walid wafat.
Ketika menjabat menjadi Khalifah Dinasti Bani Umayyah, ia jatuh
sakit dan merasa ajalnya sudah dekat. Ia menuliskan surat wasiat yang
isinya menyatakan bahwa jabatan kekhalifahannya akan dilanjutkan oleh
sepupunya, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan dan membai‟at saudaranya
Yazid bin Abdul Malik sebagai pengganti Umar bin Abdul Aziz kelak.
Sulayman bin Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah selama
kurang lebih 2 tahun 8 bulan. Ia wafat pada usia 43 tahun di daerah
Qinsirin pada Safar 99 H/ September 717 M.
11

8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Hafash Umar bin Abdul Aziz bin
Marwan. Umar dilahirkan pada 63 H/ 683 M. Ibunya bernama Ummu
„Ashim Layla binti „Ashim bin Umar bin Khattab. Ketika ayahnya, Abdul
Aziz diangkat menjadi Gubernur Mesir tahun 65 H/ 685 M, ayahnya
berniat membawanya ke Mesir untuk ikut bersamanya. Namun, Umar
meminta untuk dikirim ke Madinah agar dia bisa belajar dari para ulama
di sana.
Setelah ayahnya wafat, Umar mendapatkan banyak harta warisan
sehingga dia hidup dalam limpahan harta dan kemewahan. Namun hal ini
tidak menyebabkannya menjadi seorang yang kikir dan suka berfoya-
foya.
Pada saat kekhalifahan Al Walid, Umar bin Abdul Aziz yang
berusia 23 tahun diangkat menjadi Gubernur Madinah yang saat itu
wilayahnya mencakup Makkah, Madinah dan Tha‟if. Ia menjabat hingga
93 H/ 711 M.
Setelah berhenti dari jabatannya sebagai Gubernur Madinah, ia
menetap di Dimasyq sampai akhirnya menjalankan wasiat dari Sulayman
bin Abdul Malik untuk menjadi Khalifah pada Dinasti Bani Umayyah.
Selama menjadi Khalifah, ia mencapai banyak prestasi yang dapat
mengembangkan dan memakmurkan islam.
Umar bin Abdul Aziz di wilayah Sam‟an, Humsh dalam usia 39
tahun pada Rajab 101H/ Januari 720 M.

9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H / 720-724 M) – Yazid II


Nama lengkapnya Abu Khalid Yazid bin Abdul Malik din
Marwan. Yazid bin Abdul Malik lahir pada 82 H/ 801 M. Ia dibai‟at
menjadi Khalifah menggantikan Umar bin Abdul Aziz oleh saudaranya,
Sulayman bin Abdul Malik yang berwasiat menjelang kematiannya.
Ia mewarisi Dinasti Bani Umayyah dalam keadaan aman dan
tenteram. Pada masa awal pemerintahannya, Yazid melanjutkan kebijakan
12

yang telah ditetapkan oleh Khalifah sebelumnya, Umar bin Abdul Aziz.
Namun hal tersebut menjadi berubah setelah banyak penasihat yang tidak
setuju dengan kebijakan positif yang ada pada masa Umar bin Abdul
Aziz.
Berbeda dengan Umar bin Abdul Aziz yang meninggalkan
kehidupan yang mewah, Yazid terkenal suka hidup bermewah-mewahan.
Dia sangat mencintai seorang dayang yang bernama Hubabah. Ketika
Hubabah meninggal karena tercekik makanan, Yazid melarang orang
untuk menguburkan jenazahnya. Ia lebih memilih untuk menjaga agar
jenazah tetap bisa bersamanya agar dapat diratapinya setiap saat sampai
akhirnya jenazah tersebut membusuk. Tidak lama kemudian, Yazid
menderita sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Sebelum Yazid meninggal, dalam masa sakitnya ia sempat
menunjuk saudaranya Hisyam bin Abdul Malik untuk menggantikannya
sebagai Khalifah. Yazid meninggal pada Sya‟ban 105 H/ 724 M.

10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H / 724-743 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Al Walid Hisyam bin Abdul Malik
bin Marwan. Ia dilahiran pada 61 H/ 680 M. Ia di bai‟at menjadi Khalifah
oleh Yazid untuk menggantikannya.
Ia terkenal sebagai Khalifah yang cukup cakap dan ahli dalam
strategi militer. Namun pada masa pemerintahannya, keadaan Dinasti
Bani Umayyah sudah cukup kacau karena munculnya kekuatan oposisi
dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali yang
mengancam keberadaan DInasti Bani Umayyah.
Kekuatan dari oposisi kalangan bani Hasyim ini nantinya akan
menjadi cikal bakal berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah setelah runtuhnya
Dinasti Bani Umayyah di Damaskus.
Setelah menjadi Khalifah hamper selama 20 tahun, Hisyam
akhrinya wafat di Rashafah pada Rabi‟ul Akhir 125 H/ Februari 743 M.
13

11. Al Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126 H / 743-744 M) – Al


Walid II
Nama lengkapnya adalah Abu Al Abbas Al Walid bin Yazid bin
Abdul Malik bin Marwan. Ia dilahirkan pada 90 H/ 708 M. Ia di bai‟at
menjadi Khaliah menggantikan Hisyam sesuai dengan petunjuk ayahnya,
Yazid bin Abdul Malik.
Pada masa pemerintahannya, keberadaan dan kekuasaan Dinasti
Bani Umayyah semakin merosot dan berkurang. Ia dikenal sebagai
Khalifah yang sangat bertolak belakang dengan kakeknya, Abdul Malik
dan ayahnya Yazid bin Abdul Malik. Ia juga suka melanggar norma-
norma agama dan sering melakukan hal-hal yang sangat melanggar
syariat agama.
Dikarenakan sikap dan perilaku Al Walid inilah banyak rakyat dan
para pemuka dari keluarganya sendiri membenci dan mengecam sikapnya.
Hingga pada akhirnya Al Walid mati terbunuh oleh orang-orang yang
mengecam tindakannya selama menjadi Khalifah.
Al Walid menjabat selama 1 tahun 2 bulan dan meninggal dalam
usia 40 pada Jumadil Akhir 126 H/ April 744 M.

12. Yazid bin Al Walid bin Abdul Malik (126 H / 744 M) – Yazid III
Nama lengkapnya adalah Abu Khalid Yazid bin Al Walid bin
Abdul Malik bin Marwan. Tidak berbeda dengan Al Walid bin Yazid bin
Abdul Malik, dalam masa jabatannya ia juga melakukan hal-hal yang
melanggar norma agama dan dikenal sebagai Khalifah yang suka
mengurangi gaji pegawai pemerintahan dan tentaranya.
Yazid diangkat menjadi Khalifah tanpa adanya suara bulat dari
keluarga Bani Umayyah. Dan selama masa pemerintahannya yang
singkat, Dinasti Bani Umayyah semakin mengalami kemunduran.
Ia menjabat hanya dalam jangka waktu beberapa bulan dan
akhirnya jatuh sakit. Oleh karena itu, ia menunjuk saudarnya, Ibrahim bin
14

Al Walid sebagai penggantinya dan menunjuk Abdul Aziz bin Al Hajaj


bin Abdul Mali sebagai pengganti Ibrahim kelak.
Ia meninggal dalam usia 40 tahun pada 126 H/ 744 M setelah
menjabat selama kurang lebih 16 bulan.

13. Ibrahim bin Al Walid (126-127 H / 744 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Al Walid bin
Abdul Malik bin Marwan. Ia diangkat menjadi Khalifah menggantikan
Yazid bin Al Walid. Namun, kekuasaannya sebagai Khalifah tidaklah
lama, hanya selama 3 bulan.
Selama jabatannya, Dinasti Bani Umayyah mendapat serangan dari
Marwan bin Muhammad, Gubernur Armenia yang menuntut balas atas
kematian Al Walid bin Yazid. Untuk menghadapi serangan tersebut,
Ibrahim 120.000 tentara yang dikomandoi ileh Sulayman bin Hisyam.
Namun, kekalahan Ibrahim sudah di depan mata sehingga menyebabkan
Ibrahim melarikan diri dari Dimasyq dan tidak diketahui keberadaanya
hingga akhir hayatnya

14. Marwan bin Muhammad (127-132 H / 744-750 M) – Marwan II


Nama lengkapnya adalah Abu Abdul Malik Marwan bin
Muhammad bin Marwan bin Al Hakam. Ia merupakah cucu dari Khalifah
keempat Dinasti Bani Umayyah, Marwan bin Al Hakam.
Marwan bin Muhammad diangkat menjadi Khalifah Dinasti Bani
Umayyah, menggantikan Ibrahim yang kabur setelah penyerangan dari
pihaknya Marwan bin Muhammad itu sendiri. Penyerangan ini
dilandaskan pada tuntutan atas kematian Al Walid bin Yazid.
Pada masa pemerintahannya, penyerangan dari gerakan opposisi
kalangan Bani Hasyim semakin gencar dan meningkat. Hingga akhirnya
Dinasti Bani Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Marwan bin
Muhammad dan dilanjutkan oleh Dinasti Bani Abbasiyah yang dipimpin
oleh Abu Abbas Ash-Shaffah.
15

Diantara 14 orang Khalifah yang pernah memimpin Dinasti Bani


Umayyah di Damaskus, ada beberapa Khalifah yang berhasil membawakan
masa kejayaan pada Dinasti Bani Umayyah. Menurut Sewang (2017:164),
dari empat belas khalifah Dinasti Bani Umayyah, dengan berbagai tipikal
kepemimpinan masing-masing khalifah, telah berhasil mengantarkan Islam
mencapai puncak peradabannya. Namun ada beberapa khalifah yang memiliki
peran cukup besar dalam catatan para ahli sejarah, yakni:
1. Mu‟awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H / 661-680 M)
2. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)
3. Al Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)
4. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)
Sedangkan menurut Kementerian Agama RI (2015:15), dari 14
khalifah yang memerintah Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus
selama 92 tahun, diantaranya ada 4 khalifah yang terkenal karena pretasi
dalam pemerintahannya masing-masing, yaitu:
1. Mu‟awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H / 661-680 M)
2. Marwan bin Al Hakam (64-65 H / 684-685 M)
3. Al Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)
4. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)
Berdasarkan beberapa referensi di atas, dapat kita simpulkan bahwa
ada sekitar 6 orang Khalifah yang berjaya mengembangkan Islam pada masa
Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus selama 92 tahun. Prestasi
mereka dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H / 661-680 M)
Sewang (2017:162-163) menjelaskan bahwa Mu‟awiyah bin Abi
Sufyan adalah pendiri Dinasti Bani Umayyah yang dikenal cerdas dan
cerdik, politisi ulung, dan negarawan yang mampu membangun
peradaban besar melalui politik kekuasaannya. Walaupun ia dan
keluarganya termasuk orang yang terakhir memeluk Islam, yaitu pada
peristiwa penaklukan Mekkah, tapi secara politis Nabi sangat menghargai
dan menghormati mereka. Bahkan pada saat Fathul Makah, rumah Abi
16

Sufyan salah satu dari 3 tempat aman di Makkah kala itu. Dua lainnya
adalah rumah mereka sendiri dengan menutup pintu dan jendela rumah
serta Masjidil Haram.
Mu‟awiyah pernah dipercaya sebagai sekretaris Nabi untuk
penulisan wahyu Al-Qur‟an. Sejak Muawiyah menjabat sebagai khalifah,
permasalahan negara menjadi stabil, keamanan dalam negeri terkendali,
ekspansi wilayah sebagai usaha untuk memperluas wilayah Islam
dibawah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah kembali berlanjut setelah
terhenti seblumnya karena ada beberapa konflik internal dan eksternal.
Salah satu ekspansinya yang paling spektakuler adalah keberhasilannya
menaklukkan Afrika Utara seluruhnya. Kemudian ia juga berhasil
melebarkan ekspansinya ke arah timur hingga Khurasan, Sijistan dan
negeri-negeri di seberang sungai Jaihun.
Menurut Kementerian Agama RI (2015:15-16), ada beberapa
kebijakan besar dari Mu‟awiyah bin Abi Sufyan yang membawanya
menuju kesuksesan dalam mendirikan dan mengembang Dinasti Bani
Umayyah pada saat itu, diantaranya:
a. Membentuk Departemen dan Kedutaan yang belum dibentuk oleh
khalifah sebelumnya. Fungsi dari departemen ini adalah menyiapkan
beberapa sahabat untuk diutus ke berbagai wilayah di dunia dalam
rangka memperkenalkan Islam ke penjuru dunia.
b. Muawiyah juga membeli beberapa tenaga profesional di bidang
administrasi keuangan dan tata usaha Negara dari daerah Kekaisaran
Byzantium dan mempekerjakan mereka dalam pemerintahan Dinasti
Bani Umayyah.
c. Memperluas kekuasaan atau mengembangkan wilayah di 3 daerah
yang sangat subur dan strategis yaitu Afrika Utara, India dan
Byzantium.
Rachman (2018:89-90) juga menjelaskan bahwa ada beberapa
kebijakan lain yang ditetapkan dan diterapkan oleh Khalifah Mu‟awiyah
bin Abi Sufyan, yaitu:
17

a. Mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi monarchi


heridetis (system pemerintahan secara turun temurun), sistem
pemerintahan ini diadopsi dari Persia dan Bizantium. Langkah awal
yang diambil dalam menggunakan sistem pemerintahan ini adalah
dengan cara mengangkat putranya sebagai putra mahkota.
b. Memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
c. Menarik pasukan pengepung Konstantinopel.
d. Mendirikan departemen Pencatatan (Diwanul Khatam).
e. Mendirikan pelayanan pos (Diwanul Barid)
f. Memisahkan urusan keuangan dari urusan pemerintahan dengan
mengangkat seorang pejabat khusus yang diberi gelar sahibul kharaj.
g. Mendirikan Kantor Cap (Pencetakan mata uang).

2. Marwan bin Al Hakam (64-65 H / 684-685 M)


Menurut Rachman (2018:90), pada masa Kekhalifahan Utsman bin
Affan, Marwan bin Al Hakam dikenal sebagai seorang pemegang stempel
khalifah. Pada masa pemerintahan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, ia
amanahkan sebagai gubernur di Madinah. Selain itu, ia juga sempat
menjadi penasihat pada masa pemerintahan Yazid bin Mu‟awiyah di
Damaskus.
Kementerian Agama RI (2015:16) menjelaskan bahwa Khalifah
Marwan bin Hakam adalah seorang yang bijaksana, berpikiran tajam,
fasih berbicara dan berani. Beliau ahli pembacaan Al-Quran dan banyak
meriwayatkan hadis dari para sahabat Rasullah yang terkenal terutama
dari Umar bin khatab dan Usman bin Affan. Beliau juga terkenal dan
berjasa dalam menertibkan alat-alat takaran dan timbangan.
Marwan adalah Khalifah yang berani memberantas para
pemberontak dengan cara yang keras dan tegas. Dengan kebijakan
tersebut menyebabkan pemerintahan pada masa khalifah Marwan menjadi
kondusif dan program khalifah dapat berjalan dengan lancar.
18

3. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)


Dalam buku karangan Sewang (2017:163-165), dijelaskan bahwa
Abdul Malik adalah sosok yang dikenal zuhud, faqih dan dianggap
sebagai ulama di Madinah. Ia memulai karir politiknya sebagai pemimpin
pada usia 16 tahun sebagai gubernur di Madinah, dan dinobatkan sebagai
Khalifah Dinasti Bani Umayyah pada usia 39 tahun pada 65 H/ 685 M.
Sejak awal diangkat sebagai khalifah, dan selama 10 tahun pertama
kekhalifahannya, Abdul Malik banyak menghadapi hambatan karena
bangsa Arab terpecah menjadi beberapa kelompok dan banyak terjadi
pemberontakan. Abdul Malik bekerja keras untuk memadamkan api
pemberontakan yang mengganggu stabilitas politik kekuasaannya. Abdul
Malik dibantu oleh panglima perang yang hebat, di sebelah Timur di
bawah komando al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi, dan Musa bin Nushayr
memegang kendali di sebelah Barat.
Abdul Malik berhasil menundukkan kekuasaan Abdullah bin
Zubair yang menyandang gelar sebagai khalifah selama sembilan tahun di
wilayah Hijaz, kemudian berhasil meredakan pemberontakan di Bashrah
dan Kufah, serta di seluruh wilayah kekuasaannya yang luas, meliputi
wilayah Irak dan Persia.
Selain berhasil menciptakan stabilitas politik dan keamanan dalam
negeri, Abdul Malik juga mengikuti jejak pendahulunya yang hebat,
Muawiyah, melakukan ekspansi wilayah dan kekuasaan dengan
menyerang Romawi untuk merebut Asia kecil dan Armenia, pada saat
yang sama ia juga mengirim 40 ribu pasukan berkuda untuk menaklukkan
Afrika Utara.
Pada masa pemerintahannya, Abdul Malik juga berperan besar
mewariskan khazanah peradaban dan kemajuan Islam, pada masanya
dibentuk Mahkamah tinggi untuk mengadili para pejabat yang
menyeleweng atau bertindak semena-mena terhadap rakyat, mengganti
bahasa resmi negara dengan bahasa Arab, memperkuat sistem kemiliteran
dengan membangun pabrik senjata dan kapal perang di Tunisia, dan ia
19

juga menjadi khalifah pertama yang membuat mata uang sendiri. Ia juga
membangun Masjid Umar atau Qubbatus Shakra‟ di Yerussalem, dan
memperluas Masjidil Haram serta membangun kembali Masjidil Aqsha.
Kementerian Agama RI (2014:145) juga menjelaskan Abdul Malik
bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, Dinasti bani Umayyah dapat
mencapai puncak kejayaannya. Ia meninggal pada tahun 705 M dalam
usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-karya terbesar di dalam
sejarah Islam.
Menurut Rachman (2018:91) ada beberapa kebijakan yang diambil
oleh Abdul Malik selama masa kepemimpinannya:
a. Menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi
di seluruh wilayah bani Umayyah. Arabisasi yang dilakukannya
meliputi Arabisasi kantor perpajakan dan kantor keuangan.
b. Mencetak mata uang secara teratur.
c. Pengangkatan gubernur dari kalangan Bani Umayyah saja yakni
kawan-kawan, kerabat-kerabat dan keturunannya. Bagi para gubernur
tersebut tidak diberikan kekuasaan secara mutlak.
d. Guna memperlancar pemerintahannya ia mendirikan kantor-kantor
pos dan membuka jalan-jalan guna kelancaran dalam pengiriman
surat.
e. Membangun beberapa gedung, masjid dan saluran air
f. Bersama dengan al-Hajjaj ia mnyempurnakan tulisan mushaf al-Quran
dengan titik pada huruf-huruf tertentu.

4. Al Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)


Rachman (2018:91) menjelaskan bahwa pada masa kekuasaan Al
Walid bin Abdul Malik wilayah kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol
dibawah kepemimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika Afrika Utara
20

dipegang oleh gubernur Musa bin Nusair. Karena kekayaan yang


melimpah ruah maka ia menyempurnakan pembangunan gedung-gedung,
pabrik-pabrik, dan jalan-jalan dengan sumur. Ia membangun masjid Al
Amawi yang terkenal hingga sekarang di Damaskus, membangun masjid
al-Aqsha di Yerussalem, serta memperluas masjid Nabawi di Madinah.
Ia juga melakukan penyantunan kepada para yatim piatu, fakir
miskin, dan penderita cacat. Ia membangun rumah sakit bagi penderita
kusta di Damaskus.

5. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)


Menurut Rachman (2018:92), Umar bin Abdul Aziz disebut-sebut
sebagai khalifah ketiga yang besar dalam dinasti Bani Umayyah. Ia
seorang yang takwa dan bersih serta adil. Ia banyak menghabiskan
waktunya di Madinah dikota dimana ia menjadi gubernur pada masa Al
Walid, untuk mendalami ilmu agama Islam, khususnya hadits.
Sebelumnya ia merupakan pejabat yang kaya akan ilmu dan harta namun
ketika menjadi khalifah ia berubah menjadi orang yang zahid, sederhana,
bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya. Ia bahkan
mengembalikan sebagian besar hartanya berupa tanah dan perhiasan
istrinya ke baitul mal.
Kementerian Agama RI (2015:17) menjelaskan bahwa, ada
beberapa keistimewaan dari khalifah Umar bin Abdul Aziz dibandingkan
dengan khalifah-khalifah lainnya:
a. Jabatan khalifah yang akan dipangkunya ditawarkan lebih dahulu
kepada rakyat, akan tetapi mayoritas masyarakat lebih memilih Umar
bin Abdul Aziz.
b. Beliau lebih mementingkan agama dari pada politik
c. Mementingkan persatuan umat Islam dari pada golongan
d. Penyiaran Islam dilakukan atau disiarkan dengan cara damai
e. Adil terhadap semua pihak
f. Sopan dan santun dalam bertutur
21

g. Mementingkan kebutuhan umum dari pada kebutuhan pribadi


h. Membuka forum untuk masyarakat luas, bertanya tentang hal agama,
hukum dan persoalan sosial lainnya
i. Masa pemerintahannya yang singkat 3 tahun, akan tetapi mampu
mengangkat status sosial dan derajat masyarakat menjadi makmur
sehingga sulit mencari orang miskin untuk mengeluarkan zakat pada
saat itu.
j. Memberi instruksi kepada gubernur Madinah agar mengumumkan
kepada masyarakat Islam Madinah supaya segera mengumpulkan
dan menyeleksi hadis.
Rachman (2018:92) menjabarkan beberapa kebijakan yang terkenal
selama masa kepemimpinannya Umar bin Abdul Aziz.
a. Secara resmi ia memerintahkan mengumpulkan hadits;
b. Ia mengadakan perdamaian antara Amamiyah, Syi‟ah dan Khawarij;
c. Menaikkan gaji para gubernurnya;
d. Memeratakan kemakmuran dengan memberikan santunan kepada
fakir miskin;
e. Memperbarui dinas pos;
f. Menyamakan kedudukan orang non Arab yang dinomorduakan
dengan orang-orang Arab, sehingga mengembalikannya kepada
kesatuan muslim yang universal. Ia mengurangi pajak dan
menghentikan pemabayaran jizyah bagi orang Islam yang baru.
Menurut Sewang (2017:166-169), kebijakan Umar bin Abdul Aziz
dikelompokan ke dalam beberapa bidang, yakni:
a. Bidang Fiskal
Dalam bidang fiskal, Umar bin Abdul Aziz memangkas pajak
dari orang Nasrani, tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan
pajak dari para muallaf. Kebijakannya ini mendongkrak simpati dari
kalangan non Muslim untuk berbondong-bondong memeluk agama
Islam.
22

b. Bidang Infrastruktur dan Pelayanan Publik


Dalam bidang infrastruktur dan pelayan publik, ia fokus dalam
pembenahan kondisi dalam negeri, ia membangun dan memperbaiki
berbagai fasilitas dan pelayanan publik, mengembangkan sektor
pertanian melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi, memperbaiki
jalan dan infrastrukur, ia juga membangun penginapan untuk
memuliakan para tamu dan musafir yang singgah di Damaskus, sarana
ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah, masyarakat yang
sakit disedikan pengobatan gratis, pelayanan di dinas pos diperbaiki
sehingga aktivitas korespondensi dan informasi berlangsung lancar.
c. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Umar mendorong rakyatnya untuk
memiliki semangat wirausaha, sehingga pertumbuhan ekonomi sangat
pesat, devisa negara meningkat dari pendapatan zakat, pajak dan
jizyah, ia lalu mengelola dan mendistribusikannya secara efektif dan
efisien. Dalam mendistribusikan zakat, Umar tidak hanya berusaha
menghilangkan kemiskinan rakyatnya, melainkan juga dijadikan
upaya stimulan bagi pertumbungan ekonomi di tingkat makro. Saat
itu, jumlah muzakki terus meningkat, sedangkan penerima zakat terus
berkurang bahkan habis sama sekali. Dana zakat juga dialokasikan
untuk masyarakat yang terlilit hutang, sehingga tidak ada lagi yang
memiliki tanggungan hutang, dana zakat tersebut juga digunakan
untuk membantu pasangan yang ingin menikah, sehingga mereka
tidak mengeluarkan dana sepeserpun untuk biaya nikah. Meski begitu,
uang di kas negara tetap saja surplus. Inilah bukti keberhasilan Umar
mengelola negara dan membangun ekonomi Umat Islam. Ia telah
sukses mengubah teori jadi kenyataan dan mempertemukan keadilan
dengan kemakmuran.
Sedangkan Fatmawati (2017:70) Umar bin Abd Aziz adalah
seorang pemimpin yang shaleh, zuhud, wara‟ tetapi berjihad. Hal itu dapat
dibuktikan dengan:
23

a. Tidak berambisi mengejar pangkat dan kedudukan.


b. Sederhana dalam memakai kenderaan.
c. Sederhana dalam berpakaian dan makanan.
d. Sangat teliti terhadap apa-apa yang dimakan, diminum dan yang akan
dipakainya.
e. Tidak menerima hadiah.
Fatmawati (2017:70-76) menjelaskan ada beberapa karakter Umar
bin Abdul Aziz, yaitu sebagai berikut.
a. Karakter Umar Bin Abdul Aziz Sebagai Pemimpin Umat Islam
yang Berkaitan dengan Masalah Agama
1) Masalah pengkodifikasian hadis.
Pengkodifikasian hadis dilakukan secara resmi pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, beliau mengirim semacam
instruksi kepada seluruh gubernur untuk mengumpulkan hadis di
daerah mereka masing-masing.
2) Selalu memikirkan kehidupan di akhirat.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz selalu teringat hari
perhitungan yang berada di pelupuk matanya. Dalam suatu riwayat
diceritakan bahwa ketika seseorang keheran-heranan karena Umar
tidak punya uang untuk membeli anggur, ia berkata “ini lebih
ringan bagi kita dari pada belenggu di Jahannam besok”.
3) Dalam melaksanakan ibadah shalat.
Umar bin Abd Aziz senantiasa disiplin dalam mendirikan
shalat itu yang dibangunnya seindah-indahnya dengan segala
kekhidmatan dan kekhusu‟an sesuai dengan caranya Rasulullah
menunaikan shalatnya. Karena pentingnya shalat itu dalam
membentuk kepribadian dan karakter manusia, maka Umar bin
Abdul Aziz memerintahkan kepada para pejabat dan gubernurnya
di seluruh daerah kekuasaan agar supaya memperhatikan shalat
secara benar-benar agar jangan sampai tersia-sia.
4) Berkomunikasi dengan ulama
24

Sebagai seorang negarawan yang sadar betapa besar


pengaruhnya para alim ulama dalam masyarakat, Umar bin Abd
Aziz tidak mau menjauhi para ulama. Beliau sering berkomunikasi
dengan mereka sambil meminta fatwa-fatwa yang berharga untuk
dijadikan pedoman dalam menjalankan pemerintahan.
5) Istiqomah
Umar bin Abdul Aziz adalah muslim yang kokoh
keyakinannya. Ia menempuh kebijakan baru untuk menyebarkan
dakwah Islam ke Khurasan dan Asia Tengah.
b. Karakter Umar Bin Abdul Aziz Sebagai Pemimpin Umat Islam
yang Berkaitan dengan Masalah Ekonomi
1) Pajak
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan supaya
menghentikan pemungutan pajak dari kaum Nasrani yang baru
masuk agama Islam, dengan begitu berbondong-bondonglah kaum
Nasrani memasuk agama Islam.
2) Kesejahteraan masyarakat Islam
Keadaan perekonomian di masa Umar bin Abd Aziz telah
naik ke taraf yang menakjubkan. Kemiskinan, kemelaratan telah
dapat diatasi pada masa pemerintahan khalifah ini, boleh
dikatakan bahwa mereka yang ingin mengeluarkan zakat sukar
mendapatkan orang yang berhak menerimanya.
c. Karakter Umar Bin Abdul Aziz Sebagai Pemimpin Umat Islam
yang Berkaitan dengan Masalah Sosial Kemasyarakatan
1) Menyamaratakan status sosial
Umar adalah seorang yang penuh dengan idealisme. Ia
bermaksud menghilangkan jurang pemisah antara penguasa dan
rakyatnya, untuk tujuan ini Umar memberikan kelompok Mawali
hak-hak mereka yang sepadan dengan warga negara lainnya.
2) Menghentikan tradisi mencaci Ali Bin Abi Thalib dalam membaca
khutbah
25

Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, ia memerintahkan


untuk menghentikan pengutukan Ali di atas mimbar-mimbar
Jum‟at dan diganti dengan menyetir firman Allah Surat An-Nahl
ayat 90 dan pada akhir khutbah yang biasanya untuk mengutuk Ali
diganti dengan membaca Surat Hasyar ayat 10.
3) Memadamkan sengketa antar suku Arab
Untuk mengatasi sengketa ini ia mencoba mengirimkan
surat kepada gubernurnya Dhahak ibnu Abdirrahman yang intinya
adalah bahwa ia mengajak para perusuh yang telah membuat
kekacauan dimana-mana supaya mengingat nikmat Allah kepada
bangsa Arab semula merupakan suatu bangsa yang sesat, miskin,
melarat dan hidup dalam persengketaan terus menerus.
4) Meredam kaum Khawarij yang anarkis, militan dan redikal.
Dengan pendekatan pribadi, khalifah menggunakan cara
yang bijaksana yaitu dengan cara berdialog dan diskusi secara
langsung dan terbuka disertai dengan daya tarik pribadi seorang
kepala negara yang bergaya hidup sangat sederhana. Akhirnya
membuat keyakinan kaum Khawarij pada saat itu, bahwa Negara
Islam sekarang telah dipimpin oleh seorang khalifah yang benar-
benar adil dan bertekad untuk melaksanakan hukum Allah di
buminya.

C. Masa Kejayaan Dinasti Bani Umayyah


Rahmadi (2018:674) menjelaskan mengenai banyaknya kemajuan
yang diperoleh pada masa Dinasti Bani Umayyah dalam bidang administrasi
misalnya, telah terbentuk berbagai lembaga administrasi pemerintahan yang
mendukung pemimpin dinasti Umayyah. Banyaknya terjadi kebijaksanaan
yang dilakukan pada masa ini, diantaranya:
1. Pemisahan kekuasaan
2. Pembagian wilayah
3. Bidang administrasi pemerintahan
26

4. Organisasi keuangan
5. Organisasi keteraturan
6. Organisasi kehakiman
7. Sosial dan budaya
8. Bidang seni dan sastra
9. Bidang seni Rupa
10. Bidang Arsitektur
Di samping melakukan ekspansi territorial, pemerintah Dinasti Bani
Umayyah menaruh perhatian yang dalam di bidang pendidikan. Memberikan
dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana
dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para
ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta
mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa ini ialah Ilmu agama, Ilmu sejarah dan geografi, Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, Bidang Filsafat.
Syauqi (2016:41-44) ada beberapa kemajuan pada masa Bani
Umayyah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai
berikut:
1. Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai
daulah (negara), kemudian dikuatkan dan dikembangkan bahasa Arab
dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya itu dilakukan dengan menjadikan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan
pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus
menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa
Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka dan di
Persia.
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat
kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan
kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dan Damaskus. Di kota
27

Marbad inilah berkumpulnya para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan


cendekiawan lainnya, sehingga kota mi diberi gelar ukadz-nya Islam.
3. Ilmu Qira‟at
Ilmu qira‟at adalah ilmu seni baca al-qur‟an. Ilmu qira‟at
merupakar ilmu syariat tertua, yang telah dibina sejak zaman khulafaur
rasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga
menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para
ahli qira‟at ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim
bin Abi Nujud (w. 127 H).
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-qu‟ran sebagai kitab suci diperlukan
interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan
Al-qur‟an di kalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu
tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahid (w.104 H).
5. Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al-qur‟an,
ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-
ucapan Nabi yang disebut hadis. Oleh karena itu, timbul usaha untuk
mengumpulkan hadis, menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya
menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis. Di
antara para ahli hadis yang termasyhur pada masa Dinasti Umayyah
adalah A1-Auzai Abdurrahman bin Amru (w.159 H), Hasan Basri (w.11O
H), Ibnu Abu Malikah (119 H), dan Asya‟bi Abu Amru Amir bin
Syurahbil (w.104 H).
6. Ilmu Fiqh
Al-qur‟an adalah dasar fiqh Islam, dan pada zaman ini ilmu fiqh
telah menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di antara ahli
fiqh yang terkenal adajah Sa‟ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman,
Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
7. Ilmu Nahwu
28

Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang


secara luas, khususnya ke wilayah di luar Arab, maka ilmu nahwu sangat
diperlukan. Hal tersebut disebabkan oleh bertambahnya orang-orang
Ajam (nonArab) yang masuk Islam, sehingga keberadaan bahasa Arab
sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dibukukanlah ilmu nahwu dan
berkembanglah satu cabang ilnui yang penting untuk mempelajari
berbagai ilmu agama Islam.
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Jughrafi dan tarikh pada masa Dinasti Umayyah telah berkembang
menjadi ilmu tersendiri. Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik
sejarah umum maupun sejarah Islam pada khususnya. Adanya
pengembangan dakwah Islam ke daerahdaerah baru yang luas dan jauh
menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu bumi atau
geografi), demikian pula ilmu tarikh. Ilmu jughrafi dan ilmu tarikh lahir
pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkembang menjadi suatu ilmu
yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.
9. Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa
Dinasti Umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu
pengetahuan dan bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Dengan
demikian, jelaslah bahwa gerakan penerjemahari telah dimulai pada
zaman mi, hanya barn berkembang secara pesat pada zaman Dinasti
Abbasiyah. Adapun yang mulamula melakukan usaha penerjemahan yaitu
Khalid bin Yazid, seorang pangeran yang sangat cerdas dan ambisius.
Ketika gagal memperoleh kursi kekhalifahan, ia menumpahkannya dalam
ilrnu pengetahuan, antara lain mengusahakan penerjemahan bukubuku
ilmu pengetahuan dan bahasa lain ke dalam bahasa Arab.
Didatangkannyalah ke Damaskus para ahli ilmu pengetahuan yang
melakukan penerjemahan dan berbagai bahasa. Maka diterjemahkan
buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi,ilmu falak, ilmu fisika,
29

kedokteran, dan lain-lain. Khalid sendiri adalah ahli dalam ilmu


astronomi.
Anwar (2015:55-56) hal-hal yang telah dilakukan oleh seluruh
khalifah yang berkuasa pada waktu itu, di antaranya adalah:
1. Pemisahan Kekuasaan
Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (Spiritual power)
dengan kekuasaan politik (temporal power). Muawiyah bukanlah seorang
yang ahli dalam soal-soal keagamaan, maka masalah keagamaan
diserahkan kepada para ulama.
2. Pembagian Wilayah
Pada masa khalifah Umar ibn Khattab terdapat 8 provinsi, maka
pada masa Dinasti Umayyah menjadi 10 provinsi dan tiap-tiap provinsi
dikepalai oleh seorang gubernur yang bertanggung jawab langsung
kepada Khalifah. Gubernur berhak menunjuk wakilnya di daerah yang
lebih kecil dan mereka dinamakan „amil.
3. Bidang Administrasi Pemerintahan
Dinasti umayyah membentuk beberapa Departemen yaitu:
a. Diwan al Rasail, semacam sekretaris jendral yang berfungsi untuk
mengurus surat-surat negara yang ditujukan kepada para gubernur
atau menerima surat-surat dari mereka
b. Diwan al Kharraj, yang berfungsi untuk mengurus masalah pajak
c. Diwan al Barid, yang berfungsi sebagai penyampai berita-berita
rahasia daerah kepada pemerintah pusat
d. Diwan al Khatam, yang berfungsi untuk mencatat atau menyalin
peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah
e. Diwan Musghilat, yang berfungsi untuk menangani berbagai
kepentingan umum.
4. Organisasi Keuangan
Percetakan uang dilakukan pada masa khalifah Abdul Malik ibn
Marwan, Walaupun pengelolaan asset dari pajak tetap di Baitul Mal
5. Organisasi Ketentaraan
30

Pada masa ini keluar kebijakan yang agak memaksa untuk menjadi
tentara yaitu dengan adanya undang-undang wajib militer yang
dinamakan „Nidhomul Tajnidil Ijbary”
6. Organisasi Kehakiman
Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas yaitu:
Seorang qadhi atau hakim memutuskan perkara dangan ijtihad,
Kehakiman belum terpengaruh dengan politik.
7. Bidang Sosial Budaya
Pada masa ini orang-orang Arab memandang dirinya lebih mulia
dari segala bangsa bukan Arab, bahkan mereka memberi gelar dengan “Al
Hamra”.
8. Bidang Seni dan Sastra
Ketika Walid ibn Abdul Malik berkuasa terjadi penyeragaman
bahasa, yaitu semua administrasi negara harus memakai bahasa Arab.
9. Bidang Seni Rupa
Seni ukir dan pahat yang sangat berkembang pada masa itu dan
kaligerafi sebagai motifnya.
10. Bidang Arsitektur
Telah dibangunnya Kubah al Sakhrah di Baitul Maqdia yang
dibangun oleh khalifah Abdul Malik ibn Marwan

D. Masa Kemunduran Dinasti Bani Umayyah


Menurut Zainudin (2015:32-33), Dinasti Bani Umayyah mengalami
masa kemunduran yang ditandai dengan melemahnya sistem politik dan
kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini.
Diantaranya adalah masalah politik, ekonomi, dan sebagainya.
Syauqi, Dkk (2016: 44-45) juga menjelaskan bahwa pada masa
kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani
Qais) dan Arab Selatan (Bani Kaib) yang sudah ada sejak zaman sebelum
Islam semakin runcing. Perselisihan mi mengakibatkan para penguasa Bani
Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di
31

samping itu, sebagian besar golongan timur lamanya merasa tidak puas
karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan
keangkuhan Bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh
sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khaliffah tidak
sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena
perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin
Abbas Al-Muthalib. Gerakan mi mendapat dukungan penuh dan Bani Hasyim
dan golongan Syi‟ah. Dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintah Bani Umayyah.
Pada tahun 750 M, Dinasti Bani Umayyah digulingkan Bani
Abbasiyah yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin
Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir,
ditangkap dan dibunuh di sana. Pada akhirnya Dinasti Bani Umayyah runtuh
dan keruntuhannya menjadi pelajaran bagi kaum muslimin. Barangkali di
antara sebab-sebabnya yang terpenting ialah dampak pembunuhan yang
dilakukan oleh Yazid ibn Muawiyyah terhadap Al Husein, cucu Rasulullah.
Anwar (2015:65) menjelaskan ada beberapa faktor penyebab
kemunduran dinasti umayyah adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan. Pengaturannya tidak
jelas sehingga menyebabkan persaingan yang tidak sehat di lingkungan
keluarga kerajaan
2. Adanya gerakan oposisi dari pendukung Ali dan Khawarij baik yang
dilakukan secara terbuka maupun secara tertutup. Hal ini banyak
menyedot perhatian pemerintah ketika itu
3. Timbulnya permasalahan sosial yang menyebabkan orang non Arab dan
suku Arabia Utara sehingga Dinasti Umayyah kesulitan untuk
menggalang persatuan dan kesatuan;
32

4. Sikap hidup mewah di kalangan keluarga istana dan perhatian terhadap


masalah keagamaan sudah berkurang;
5. Adanya kekuatan baru yang digalang oleh keturunan al Abbas ibn Abd al
Muthalib sehingga menyebabkan keruntuhan kekuasaan Dinasti
Umayyah. Gerakan ini didukung penuh Bani Hasyim dan golongan Syiah
serta kaum Mawali yang di nomor duakan ketika pemerintahan Bani
Umayyah.
Sedangkan menurut Harahap (2019:55-57), dijelaskan bahwa sebab-
sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolut. Khalifah tidak mengenal
kompromi. Menentang khalifah berarti mati.
2. Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya
dikalangan istana, menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka,
disamping mengganggu keuangan Negara.
3. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan
khalifah. Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan diantara para calon
khalifah.
4. Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan
hingga akhir pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para
pemberontak menghabiskan daya dan dana yang tidak sedikit, sehingga
kekuatan Bani Umayyah mengendur.
5. Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan
(Arab Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani
Umayyah mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan
persatuan serta keutuhan Negara.
6. Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para
penguasa Bani Umayyah, karena tidak didasari dengan syari‟at Islam.
Harahap (2019:55-57) juga menjelaskan bahwa secara garis besar
dapat disimpulkan kemunduran Dinasti Umayyah terbagi menjadi dua faktor,
yaitu:
1. Faktor Internal
33

Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap


keruntuhan Dinasti Umayyah adalah karena kekuasaan wilayah yang
sangat luas tidak dibarengi dengan komunikasi yang baik, sehingga
menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera
diketahui oleh pusat. Selanjutnya mengenai lemahnya para khalifah yang
memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya beberapa saja
khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas
negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di
istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras, dan
sebagainya. Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik
antar golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan
mengendalikan negara.
2. Faktor Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti
Bani Umayyah berasal dari Bani Abbas. Mereka melancarkan
permusuhan dengan Dinasti Bani Umayyah. Gerakan yang dilancarkan
untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada
tahun 446 M mereka memproklamasikan berdirinya pemerintah
Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama
Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pemimpin gerakan diambil alih
oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas Ash Saffah yang berangkat
bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah. Kedudukan kerajaan
Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifahkhalifah Umayyah
tersebut dijatuhkan terlebih dahulu.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masa
kemunduran bani umayyah disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
ialah karena adanya pergantian khalifah, Adanya gerakan oposisi dari
pendukung Ali dan Khawarij baik yang dilakukan secara terbuka maupun
secara tertutup. Hal ini banyak menyedot perhatian pemerintah ketika itu,
Timbulnya permasalahan sosial yang menyebabkan orang non Arab dan
suku Arabia Utara sehingga Dinasti Umayyah kesulitan untuk
34

menggalang persatuan dan kesatuan,sikap hidup mewah di kalangan


keluarga istana dan perhatian terhadap masalah keagamaan sudah
berkurang, dan Adanya kekuatan baru.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang ada pada makalah dan rumusan masalah


yang telah di susun sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
A. Sejarah berdirinya Dinasti Bani Umayyah dimulai setelah terjadinya perang
Shiffin yang menghasilkan 3 kelompok, yaitu Ali bin Abi Thalib, Mu‟awiyah
bin Abi Sufyan dan golongan Khawarij. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat,
Mu‟awiyah bersama dengan Kabilah Bani Umayyah mulai mendirikan
kerajaan yang bernama Dinasti Bani Umayyah. Kerajaan ini memimpin
selama kurang lebih 92 tahun.
B. Ada sebanyak 14 orang Khalifah yang pernah memimpin Dinasti Bani
Umayyah, yakni:
1. Mu‟awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H / 661-680 M)
2. Yazid bin Mu‟awiyah (60-64 H / 680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (64 H / 684 M) – Mu‟awiyah II
4. Marwan bin Al Hakam (64-65 H / 684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)
6. Al Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)
7. Sulayman bin Abdul Malik (96-99 H / 715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H / 720-724 M) – Yazid II
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H / 724-743 M)
11. Al Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126 H / 743-744 M) – Al
Walid II
12. Yazid bin Al Walid bin Abdul Malik (126 H / 744 M) – Yazid III
13. Ibrahim bin Al Walid (126-127 H / 744 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H / 744-750 M) – Marwan II
C. Diantara 14 orang Khalifah yang pernah memimpin Dinasti Bani Umayyah,
ada beberapa orang yang berhasil membawa Dinasti Bani Umayyah menuju
kejayaan, yakni:

35
36

1. Mu‟awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H / 661-680 M)


2. Marwan bin Al Hakam (64-65 H / 684-685 M)
3. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)
4. Al Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)
5. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)
D. Ada beberapa bentuk kemajuan yang dicapai Dinasti Bani Umayyah yaitu:
1. Pemisahan Kekuasaan
2. Pembagian Wilayah
3. Bidang Administrasi Pemerintahan
Dinasti umayyah membentuk beberapa Departemen yaitu:
a. Diwan al Rasail
b. Diwan al Kharraj
c. Diwan al Barid
d. Diwan al Khatam
e. Diwan Musghilat
4. Organisasi Keuangan
5. Organisasi Ketentaraan
6. Organisasi Kehakiman
7. Bidang Sosial Budaya
8. Bidang Seni dan Sastra
9. Bidang Seni Rupa
10. Bidang Arsitektur
E. Selain adanya kemajuan yang terjadi di Dinasti Bani Umayyah, ada beberapa
hal yang juga dapat menjadi penyebab hancurnya Dinasti Bani Umayyah,
yaitu sebaga berikut.
1. Faktor Internal
a. Komunikasi yang kurang baik
b. Lemahnya para khalifah yang memimpin
c. Beberapa Khalifah menyukai kehidupan yang mewah dan berfoya-
foya
d. Kebiasaan meminum minuman keras
37

e. dll
2. Faktor Eksternal
a. Adanya intervensi dari pihak oposisi
b. Adanya serangan dari Bani Umayyah
c. dll
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, Ahmad Masrul. 2015. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam


pada Masa Bani Ummayah. Jurnal Tarbiya. 1(1). 47-76.

Fatmawati. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Batusangkar: Stain Batusangkar


Press.

__________. 2017. Internalisasi Karakter „Umar Ibn „Abd Al „Aziz Sebagai


Pemimpin Umat Islam dan Pengaruhnya pada Pemerintahan Dawlah Bani
Umayyah Suatu Tinjauan Sejarah Islam. Jurnal El Hakam. 2(1). 61-76.

Harahap, Muhammad Sapii. 2019. Sejarah Dinasti Bani Umaiyyah dan


Pendidikan Islam. Jurnal Waraqat. 4(2). 40-60.

Kementerian Agama RI. 2014. Buku SIswa Sejarah Kebudayaan Islam Kelas VII.
Jakarta: Kementerian Agama RI.

__________. 2015. Buku SIswa Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI. Jakarta:
Kementerian Agama RI.

Rachman, Taufik. 2018. Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk,
Kejayaan dan Kemunduran). Juspi: Jurnal Seajarah Peradaban Islam. 2(1).
86-98.

Rahmadi, Fuji. 2018. Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya). Al-
Hadi. 3(2). 669-676.

Sewang, Anwar. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Pare Pare: Stain Pare Pare.

Syauqi, Abrari, dkk. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Aswaja


Pressindo.

Zainudin, Ely. 2015. Perkembangan Islam pada Masa Bani Umayyah. Jurnal
Intelegensia. 3(2). 28-35.

Anda mungkin juga menyukai