Disusun Oleh :
2021/2022
Kata Pengantar
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelasaikan makalah yang berjudul “Pendidikan Pada Zaman Bani Umayyah” dengan
tepat waktu.
Kami mengerti bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Dan ini langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu dengan keterbatasan waktu dan kemampuan kami,
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Tertanda
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirnya
Dinasti Bani Umayyah. Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu
Sufyan. Ia masuk Islam pada hari penaklukan kota Makkah (fathu Al-Makkah) pada
usia 23 tahun. sebagai keturunan Abdu Manaf, Muawiyyah masih memiliki hubungan
kekerabatan dengan Nabi Muhammad Saw.
Nama Dinasti Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah Bin Abd Syams
sebagai keturunan Abdu Manaf. Tujuan pendidikan Islam pada masa Dinasti Bani
Umayyah adalah "menghasilkan sumber daya manusia yang unggul secara seimbang
dalam ilmu agama dan umum, serta mampu menerapkannya bagi kemajuan wilayah
Islam".
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti umayyah?
2. Bagaimana pendidikan islam pada masa dinasti umayah?
3. Bagaimana perkembangan pendidikan pada masa dinasti umayah
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah berdirinya dinasti umayyah
2. Mengetahui pendidikan islam pada masa dinasti umayyah
3. Mengetahui perkembangan pendidikan pada masa dinasti umayyah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah
bin Abdul Syams bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab, la berasal dari salah satu pemimpin
suku Quraisy. Muawiyah dinilai memiliki cukup persyaratan untuk menjadi pemimpin, beliau
berasal dari keluarga bangsawan kaya dan dihormati oleh masyarakatnya. Pada awal
perkembangan Islam, sebagian besar anggota keluarga Dinasti Bani Umayyah menentang
dakwah Nabi Muhammad saw. Namun ketika beliau dan umat Islam berhasil menduduki kota
Mekah pada tahun 8 H/630 M. keluarga Bani Umayyah menyerahdanmenyatakan bersedia
masuk Islam. Sedangkan Muawiyah sendiri telah masuk Islam sebelum peristiwa Fathu
Makkah.
Pada masa Rasulullah, Muawiyah turut serta dalam Perang Hunain. Ia merupakan
salah satu penulis wahyu. Karir politik Muawiyah terus berlanjut pada masa pemerintahan
Khalifah Abu Bakar as-Siddiq. la mendampingi saudaranya Yazid bin Abu Sufyan ke Syam
dan berhasil menaklukkan negeri tersebut ke kekuasaan Islam. Ketika Yazid wafat, Abu
Bakar mempercayakan kepada Muawiyah menjadi gubernur untuk wilayah Syam,
menggantikan Yazid. Keputusan Abu Bakar didukung oleh sahabat Umar dan Usman. Pada
masa pemerintahan Umar, Muawiyah masih dipercaya sebagai gubernur wilayah Syam.
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman ibn Affan (23-35 H/ 644-656 M),
Muawiyah diangkat kembali menjadi gubernur wilayah Syam dengan ibu kota Damaskus. Ia
menguasai wilayah Syam sekitar dua puluh tahun. Hampir seluruh penduduk Syam sangat
setia kepada Muawiyah. Ketika Usman ibn Affan meninggal karena terbunuh pada saat
membaca Al-Qur'an, Muawiyah menuntutKhalifah Ali ibn Abi Thalib yang waktu itu diangat
sebagai khalifah menggantikan Usman, untuk mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam
kasus pembunuhan terhadap Khalifah Usman bin Affan.
Atas dasar tuntutan tersebut, Muawiyah tidak mau mengakui Ali ibn Abi Thalib (35-
10 H/ 656-661 M) sebagai khalifah sampai Ali bisa menemukan dan menghukum pembunuh
Khalifah Usman. Ali menganggap Muawiyah sebagai pemberontak karena tidak mau
mengakui kekhalifahannya, dan atas dasar itulah Ali memerangi Muawiyah, kemudian terjadi
2
perang antara tentara Ali dan Muawiyah, peperangan tersebut disebut sebagai Perang
Siffin. Pada peristiwa Siffin pasukan Ali hampir mendapatkan kemenangan, namun tibatiba
dari pihak Muawiyah mengangkat Al-Qur'an dengan tombak sebagai tanda berdamai. Ide
untuk mengangkat Al-Qur'an sebagai tanda berdamai merupakan siasat dari pengikut schia
Muawiyah yaitu Amr ibn Ash, seorang politisi, dan diplomat alung, Ali sendiri pada mulanya
ragu akan niat baik damal dari pihak Muawiyah yang hampir mengalami kekalahan. Pasukan
Ali terbelah menjadi dua, satu pibak sctuju damai dan di lain pihak menolak. Namun pada
akhirnya ali menerima tawaran damai dengan cara tabkim (arbitrase).
Dalam peristiwa tahkim, kedua belah pihak setuju mengutus utusan. Pihak Muawiyah
diwakili oleh Amr ibn Ash dan dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asvari. Pada waktu
tahkim masing-masing pihak menyepakati untuk menurunkan jabatan Ali dan Muawiyah.
Amr ibn Ash mempersilahkan Abu Musa sebagai orang yang lebih tua berpidato mewakili
Ali. Setelah selesai berpidato yang salah satu isinya menurunkan Ali sebagai khalifah, maka
giliran Amr ibn Ash berbicara mewakili Muawiyah. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Amr
ibn Ash untuk mengumumkan kepemimpinan Muawiyah, karena Abu Musa telah
menurunkan Ali sebagai khalifah. Dengan Blasat ini, peristiwa fankim lebih menguntungkan
pihak Muawiyah dan menimbulkan kekecewaan bagi pihak Ali, sehingga banyak tentara Ali
yang keluar dari barisan yang dikenal dengan kelompok Khawarij. Kaum Khawarij
menganggap bahwa yang terlibat dalam peristiwa tahkim telah melakukan dosa besar sehinga
semuanya harus bertobat atau dibunuh. Kelompok Khawarij berencana membunuh Ali,
Muawiyah, dan Amr. Namun, hanya kelompok yang diketuai Abdurrahman bin Muljam yang
berhasil membunuh Ali. Sedangkan Muawiyah dan Amr tidak berhasil dibunuh oleh
kelompok Khawarij, karena kedua tokoh tersebut dikawal dengan pengawalan ekstra ketat,
meniru gaya pengawalan kerajaan Romawi.
Kekuasaan Dinasti Bani Umayyah dimulai pada masa berkuasanya Muawiyah bin
Abu Sufyan, tepatnya setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali wafat, orang-orang
Madinah membalat Hasan bin Ali, namun Hasan cenderung mengalah dan menycrahkan
jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Hal ini dilakukan Hasan dengan
tujuan menghindari perang berkepanjangan dan timbulnya banyak fitnah di internal kaum
Muslimin, mulai dari terbunuhnya Usman bin Affan, pertempuran Shiffin, Perang Jamal dan
pengkhianatan orang-orang Khawarij dan Syrah. Hasan setuju menyerahkan jabatan
kekhalifahan kepada Muawiyah dengan syaratsyarat sebagai berikut:
3
1. Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak:
2. Muawiyah harus membayar utang-utangnya (kepada Hasan dan Husain dengan
sejumlah uang dari pajak);
3. Setelah Muawiyah, pemilihan atau pengangkatan khalifah harus diserah kan kembali
kepadanya dan musyawarah kaum muslimin (Jalaluddin as-Suyuthi: 239), Tentang
jumlah jaminan Muawiyah kepada Hasan dan Husain dischutkan sejarawan Philip K.
Hitti, mengutip dari sejarawan klasik ad-Dinawart, at-Thabari, dan al Ya’qubi, bahwa
Muawiyah akan memberi subsidi dan pensiun semur hidup sebesar 5.000.000 dirham
dari perbendaharaan kufah (Philip K. Hitti, 2005: 236)
Perjanjian tersebut terjadi pada tahun 41/661, tahun tersebut disebut juga Am al-
Jamach (tahun persatuan) karena kaum Muslimin bersatu dalam satu kepemimpinan. Segera
setelah menjadi pemimpin, Muawiyah mengambil alih daerah Mesir dari seorang gubernur
yang diangkat Khalifah Ali. kemudian jabatan tersebut diberikan kepada diplomat ulung dan
pendukung setia Muawiyah, Amr ibn Ash. Dengan perjanjian ini, maka telah berdiri awal
pemerintahan Muawiyah dan sekaligus merupakan akhir periode khulafaurrasyidin. Periode
Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa kurang lebih 91 tahun dari 41 H/661 M sampai 132
H/750 M. Pada masa kekuasaan Muawiyah, pemerintahan yang sebelumnya bersifat
demokratis berubah menjadi Monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun). Pemilihan khalifah
tidak lagi berdasarkan musyawarah pemilihan dan suara terbanyak. Muawiyah bermaksud
mencontoh sistem monarchi kekaisaran Persia dan Bizantium, la mengangkat anaknya
bernama Yazid bin Muawiyah (60-64/681-684) sebagai penggantinya.1
Pendidikan islam dimulai pada masa Nabi Muhammad SAW yang berpusat di
Madinah. Namun, ketika masa dinasti Umayyah pendidikan islam mengalami perkembangan.
Mengingat umayyah banyak melakukan ekspansi, sehingga negara islam bertambah luas
dengan pesatnya. Negara islam telah meliputi seluruh Syiria, Irak, Persia, Samarkand, Mesir,
Maroko dan Spanyol. Ekspansi yang dilakukan untuk memperluas negara islam tidaklah
1
Imam Subchi, Pendidikan Agama Islam Sejarah Kebudayaan Islam Madarasah Aliyah Kelas XI, (semarang: PT.
Karya Toha Putra, 2015), hlm 5-8.
4
dengan cara meroboh dan menghancurkan, perluasan ini bahkan diikuti oleh para
ulama dan guru-guru agama yang ikut bersama-sama dengan tentara islam.2
Pada masa dinasti umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi yang artinya
pendidikan tidak hanya berpusat di ibu kota negara saja, tetapi sudah dikembangkan secara
otonom di daerah yang telah dikuasai seiring ekspansi territorial. Secara esensial, pendidikan
islam pada masa dinasti umayyah ini hampir sama dengan pendidikan islam pada masa
khulafaur rasyidin. Hanya saja perhatian para raja di bidang pendidikan agaknya kurang
memperlihatkan perkembangan yang maksimal, sehingga pendidikan berjalan tidak teratur
oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama memiliki pengetahuan yang mendalam.3
Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan islam, tetapi tidak
hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada
kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat islam. Di lembaga kuttab biasanya diajarkan
membaca dan menulis disamping Al-Qur’an. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan aradh.4
Kurikulum pendidikan tinggi bervariasi tergantung pada syaikh yang mengajar. Para
murid tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak
mewajibkan kepada murid untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah ke halaqah lain,
bahkan dari satu kota ke kota lain. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi menjadi dua
jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-
ulum al-aqliyah). Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa
2
Mahmud Yunus, “Sejarah pendidikan islam dari zaman nabi saw khalifah rasyidin, bani umayyah dan
abasiyah sampai zaman mamluks dan usmaniyah”. (Jakarta:PT Hidakarya Agung, 1990), hlm 33.
3
Suwendi, “Sejarah dan pemikiran pendidikan islam”. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 15.
4
Hasan Langgulung, “Asas-asas pendidikan islam”. (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992), hlm 113.
5
karena diberikan kepada orang banyak yang tujuannya adalah untuk mengajarkan
mereka mengenai Al-Qur’an dan agama.5
a. Ilmu agama diantara materinya adalah : Al qur’an. Hadist dan Fikih. Sejarah mencatat ,
bahwa pada masa khalifah Umar ibn Abd. Al-aziz (9-10H) dilakukan proses pembukuan
hadist , sehingga studi hadist mengalami perkembangan pesat
b. Ilmu sejarah dan geografi , yaitu segala ilmu yang membahas tentang sejarah hidup,
kisah dan riwayat .
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu ,
shorof dan lain lain
d. Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bahasa asing, seperti ilmu
mantik, ilmu kimia , astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan hal
tersebut serta ilmu kedokteran.
Kurikulum pelajaran ini selanjutnya diatur secara lebih khusus pada etiap lembaga
pendidikan . Untuk pendidikan di istana misalnya diajarkan tentangAl-qur’an ,Al Hadist Syair
Syair yang terhormat , riwayat para hukuma (filsuf) , membaca, menulis , berhitung , dan
ilmu-ilmu umum lainya. 6
5
Fazlur Rahman, “Islam”. (Bandung: Penerbit Pustaka, 1994), hlm 264.
6
Abuddin Nata “Sejarah Pendidikan Islam “. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2011),hlm134-135
7
Abuddin Nata “Sejarah Pendidikan Islam “. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2011),hlm 137
6
Masjid, semenjak berdirinya pendidikan pada masa Nabi saw, masjid telah menjadi
pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang
menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.
Badi’ah, lembaga pendidikan yang muncul seiring dengan kebijakan pemerintah
Bani Umayyah untuk melakukan program Arabisasi yang digagas oleh khalifah
Abdul Malik ibn Marwan. Akibat Arabisasi ini maka muncullah ilmu qawaid dan
cabang ilmu lainnya yang mempelajari bahasa arab. Melalui Badi’ah ini, maka
bahasa arab dapat sampai ke Irak, Syiria, Mesir, Lebanon, Tunisia, Al-jazair,
Maroko, Yaman, Emirat Arab dan sekitarnya.
Shuffah, adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya
tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka
tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal alquran
secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari nabi.
Halaqah, yang artinya Lingkaran. Yaitu proses belajar mengajar di sini dilaksanakan
di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai
menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas pemikiran
orang lain. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan dan mendiskusikan
ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
Khan, sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar ilmu
hukum islam. Khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.8
3. Metode-metode pendidikan islam pada masa dinasti umayyah
Metode pengajaran yang digunakan dapat dikelompokan menjadi empat macam:
a. Metode lisan, metode lisan dapat berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan diskusi. Dikte
adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena
dengan ini peserta didik mempunyai catatan yang akan membantunya ketika ia lupa.
Ceramah adalah guru menjelaskan isi suatu buku dengan hafalan, sedangkan peserta
didik mendengarkannya. Qira’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca.
b. Metode menghafal, yaitu metode yang peserta didik harus membaca secara berulang-
ulang pelajarannya hingga pelajaran tersebut dihafalnya. Sehingga dalam proses
selanjutnya peserta didik harus menunjukan pelajaran yang telah dihafalkannya.
c. Metode tulisan, metode ini dapat dikatakan sebagai pengkopian buku-buku ulama.
Dalam pengkopian terjadi proses intektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu
8
Iskandar, “Sejarah pendidikan islam”. (Bandung:PT Remaja Rosdaka, 2014), hlm 40.
7
peserta didik semakin tinggi, karena dalam pengkopian tidak semata-mata menulis
saja akan tetapi menelaah terhadap buku tersebut.
d. Rihlah, yaitu metode mencari hadis yang tersebar ke seluruh daerah pada masa Umar
bin Abdul Aziz karena mulai ada orang-orang menyelewengkan makna hadis9.
e. Dialog,Metode ini dipergunakan ketika berkomunikasi untuk membahas dan
menyelesaikan berbagai permasalahan dalam ilmu pengetahuan.
f. Diskusi , Diskusi mengenai topik pembelajaran merupakan metode yang khas pada
masa dinasti ini.10
Usaha yang tidak kalah pentingnya pada masa dinasti umayyah ini dimulainya
penterjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke Bahasa Arab, seperti yang dilakukan khalid ibn
9
Hasan Langgulung, “Asas-asas Pendidikan Islam”. (Jakarta:Pustaka Al-Husna,1992), hlm 115.
10
Abdul Kodir, “Sejarah Pendidikan Islam, Dari Masa Rasulullah hingga Reformasi di Indonesia”(Bandung: CV
Pustaka Setia,2015),hlm 87.
11
Badri Yatim.”Sejarah Peradaban Islam”(Jakarta:Rajawali Press, 2010), hlm 103.
8
yazid ia memerintahkan beberapa sarjana Yunani da Qibti ke dalam Bahasa Arab tentang ilmu
kimia, kedokteran dan ilmu falaq.12
9
d. Madrasah Hasan Al-Bashri
Madrasah Hasan Al-Bashri menjadi lebih bermakna dalam sejarah peradaban karena
perdebatan antara beliau dengan Washil ibn Atha tentang kedudukan pelaku dosa besar.
Suatu ketika Hasan Al-Bashri ditanya oleh seseorang dengan berkata: “ ya tuan, kahwarij
berpendapat bahwa pelaku dosa besar telah melakukan pelanggaran yang membuat yang
bersangkutan keluar agama (kafir/murtad); sedangkan murji’ah berpendapat bahwa pelaku
dosa besar tidaklah kafir karena amal bukan sendi atau rukun iman; bagaimana menurut
tuan?” Hasan Al-Bashri berdiam sejenak untuk memberikan jawaban. Ketika Hasan Al-
Bashri bersiap-siap untuk memberikan jawaban, tiba-tiba Washil bin Atha (muridnya)
menjawab: “menurutku ia bukan mukmin dan juga bukan kafir, tatapi berada diantara posisi
mukmin dan kafir”. Setelah itu, Washil keluar dari Hasan Al-Bashri dan membangun
pendapatnya sendiri yang merupakan sintesis dari aliran kalam yang sudah ada sebelumnya.
Gagasan utamanya adalah “Al Manzilah Bain Almanzilatain”, dan gelarnya adalah Syaikh
Al-Mu’tazilat Wa Qidimuha.
e. Gerakan Ijtihad
Dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa sahabat dan
seterusnya, dan karena adanya interaksi dengan budaya-budaya bangsa lain, pola kehidupan
masyarakat muslim banyak terjadi perubahan dan banyak menimbulkan permasalahan-
permasalahan baru. Permasalahan-permasalahan baru tersebut mendorong para sahabat untuk
menetapkan ketentuan hukum yang sifatnya baru pula. Sebenarnya secara umum Nabi
Muhammad saw, telah memberikan pedoman bagaimana cara memberikan keputusan hukum
terhadap masalah-masalah baru yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.14
Petunjuk Nabi Muhammad saw dalam memberikan keputusan hukum tersebut adalah
pertama-tama hendaknya dicari ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an, jika tidak ada dicari
dalam sunnah atau hadits, dan jika tidak terdapat dalam keduanya maka gunakan akal pikiran
(ijtihad) untuk memberikan ketentuan hukum. Namun demikian, ternyata dalam prakteknya
mereka mengalami kesulitan, karena pada umumnya ayat-ayat al-Qur’an hanya memberikan
petunjuk-petunjuk yang bersifat umum mereka mengalami kesulitan, karena pada umumnya
ayat-ayat al-Qur’an hanya memberikan petunjuk-petunjuk yang bersifat umum.15
14
Samsul Nizar “Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai
Indonesia”.(Jakarta : Kencana,2004),hlm. 41-42
15
Mahmud Yunus “Sejarah Pendidikan Islam”.(Jakarta : Hida Karya Agung ,1989), hlm 34-39
10
Penjelasan yang rinci terdapat dalam hadits Rasulullah. Sedangkan hadits Rasulullah
tentunya tidak semua sahabat mengetahuinya secara lengkap. Kesulitan tersebut menjadi lebih
nampak jika suatu perkara terjadi pada daerah yang jauh dari sahabat atau tabi’in yang
menanganinya tidak mengetahui hadits yang sesuai. Bagaimana penggunaan ra’yu atau ijtihad
tentunya hal ini akan sangat tergantung kepada kemampuan sahabat atau tabi’in atau petugas
yang bersangkutan. Dengan demikian dimungkinkan akan timbul berbagai macam keputusan
hukum yang berbeda dengan masalah yang sama16
BAB III
PENUTUP
16
Saipul Anwar “Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayah”.(Dalam PDF Karya Ilmiah)
11
A. Kesimpulan
Kekuasaan Dinasti Bani Umayyah dimulai pada masa berkuasanya Muawiyah bin
Abu Sufyan, tepatnya setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali wafat, orang-orang
Madinah membalat Hasan bin Ali, namun Hasan cenderung mengalah dan menycrahkan
jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan
Pendidikan islam dimulai pada masa Nabi Muhammad SAW yang berpusat di
Madinah. Namun, ketika masa dinasti Umayyah pendidikan islam mengalami perkembangan.
Pada masa dinasti umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi yang artinya pendidikan tidak
hanya berpusat di ibu kota negara saja, tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah
yang telah dikuasai seiring ekspansi territorial. Secara esensial, pendidikan islam pada masa
dinasti umayyah ini hampir sama dengan pendidikan islam pada masa khulafaur rasyidin,
namun pendidikan kurang dikembangkan oleh rajasehingga kurang maksimal , hanya tokoh
yang memiliki pengetahuan dan ulama yang mengembangkan pendidikan.
D. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Kami yakin masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun penataan Bahasa dalam makalah ini, untuk itu kami meminta kritik dan
saran dari berbagai pihak. Semogga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah
wawasan baik dari penyusun maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Saipul “Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayah”.(Dalam PDF Karya Ilmiah)
12
Iskandar, 2014. “Sejarah pendidikan islam”. Bandung: PT Remaja Rosdaka.
Suwendi.2004. Sejarah dan pemikiran pendidikan islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mahmud.1990.Sejarah pendidikan islam dari zaman nabi saw khalifah rasyidin, bani
umayyah dan abasiyah sampai zaman mamluks dan usmaniyah.Jakarta:PT Hidakarya Agung.
13