PENDAHULUAN
2. Dinamika Ekonomi
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat Islam secara luas itu,
menjadikan orang-orang Arab bertempat tinggal di daerah penaklukan dan bahkan
menjadi tuan-tuan tanah. Kepada pemilik tanah diwajibkan oleh Dinasti Umayyah
untuk membayar pajak tanah, namun pajak kepala hanya berlaku kepada
penduduk non Muslim sehingga mengakibatkan banyaknya penduduk yang masuk
Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan negara berkurang, namun demikian
dengan keberhasilan Dinasti Umayyah menaklukkan Imperium Persia beserta
wilayah kepunyaan Imperium Byzantium, sesungguhnya kemakmuran bagi
Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas negara. Kebijakan Dinasti di
bidang ekonomi lainnya adalah menjamin keadaan aman untuk laiu lintas darat
dan laut, lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar
perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian, sedangkan lalu lintas
laut ke arah negeri-negeri belahan untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi,
permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan demikian membuat kota
Basrah dan Aden di teluk Persi menjadi lalu lintas perdagangan dan pelabuhan
dagang yang ramai, karena kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada Islam
yang menuju ke Syiria dan Mesir hampir tak pernah putus. Perkembangan
perdagangan ini telah mendorong meningkatnya kemakmuran Dinasti Umayyah.
Pada masa khalifah Abdul Malik, telah dirintis industri kerajinan tangan
berupa tiraz (semacam bordiran) yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian
khalifah dan para pembesar pemerintahan, format tiraz bertuliskan lafaz "La
Ilaaha Ilia Allah". Guna memperlancar produktifitas pakaian resmi kerajaan,
maka Abdul Malik mendirikan pabrik-pabrik kain, dan setiap pabrik diawasi oleh
Sahib at Tiraz yang bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit, menyelidiki
hasil karya dan membayar gaji mereka.
3. Dinamika Sosial
Seperti yang suda di jelaskan sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah,
bangsa Arab mendapatkan posisi terhormat dalam masyarakat. Pada umumnya,
bangsa Arab merupakan tuan tanah hasil rampasan perang. Adanya dua kelompok
masyarakat yang membangun Daulat Umayyah yakni bangsa Arab dan non-Arab,
berpengaruh positif pada motivasi orang-orang non-Arab untuk memeluk agama
Islam. Kebijakan ini juga berpengaruh pada perkembangan dan perluasan
pemakaian bahasa Arab dengan cepat.
Salah satu permasalahan yang pantas disebutkan pada masa pemerintahan
Bani Umayyah adalah munculnya penolakan para sahabat terhadap sikap
Mua'wiyah yang mengubah sistem sukses khalifah dari pemilihan terbuka menjadi
kerajaan yang mewariskan tahta kepada keturunan raja.
4. Intelektual dan Keagamaan
Di zaman pemerintahan Abdul Malik terdapat banyak bahasa yang digunakan
dalam administrasi, seperti bahasa Persia, Yunani dan Qibti, namun atas usaha
Salih bin Abdur Rahman, sekretaris al Hajjaj, ia mencoba menjadikan bahasa
Arab sebagai bahasa administrasi dan bahasa resmi di seluruh negeri sehingga
perhatian dan upaya penyempurnaan pengetahuan tentang bahasa Arab
mendorong lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi dengan karya tulisnya al Kitab
menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan yaitu
Yunani Iskandariyah. Antiokia, Harran, dan Yunde Sahpur yang semula
dikembangkan oleh imuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster Khalifah
Khalid bir'i Yazid bin Muawiyyah yang seorang orator dan berpikiran tajam
berupaya menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.
Khalifah Walid bin Abdul Malik memberikan perhatian kepada bimarstan,
yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat, perawatan orang sakit dan studi kedok-
teran yang berada di Damaskus, sedangkan khalifah Umar bin Abdul Aziz
menyuruh para ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi, dan
selain itu ia bersahabat dengan ibn Abjar, seorang dokter dan Iskandariah yang
kemudian menjadi dokter pribadinya.[5]
Pengaruh lain dan ilmuwan Kristen itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan
secara sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan dalam pengajaran kepada
sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung
dalam pengembangan ilmu adalah golongan non-Arab dan telaahnya pun sudah
meluas sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi ilmu pengetahuan bidang agama,
bidang sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat. Ilmuwan itu antara lain
Sibawaihi, al Farisi, al Zujaj (ahli nahwu), al Zuhpy, Abu Zubair, Muhammad bin
Muslim bin Idris dan Bukhari Muslim (ahli Hadits) dan Mujahid bin Jabbar (ahli
tafsir).
5. Tali Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)
Ekspansi Islam yang berlangsung dari pertengahan abad ke tujuh sampai
permulaan abad ke delapan, salah satu hasilnya ialah terintegrasinya daerah-
daerah yang ditaklukkan itu dalam suatu kesatuan sosial politik yang disebut
Dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam itu merupakan suatu kawasan ekonomi
yang terpadu dalam suatu jaringan pasaran bersama. Wilayah inti meliputi daerah-
dearah bekas kerajaan Persia, Imperium Bizantium di Suria dan Mesir serta
daerah-daerah Barbar di Mediterinian (Afrika Utara dan Spanyol) itu, merupakan
salah satu jaringan penting dari rute utama perdagangan Internasional yang
terbentang antara China dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam dengan Asia
Tengah.
6. Kedudukan Amir al-Mu’minin
Pada masa ini Amir al-Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam
bidang temporal sedangkan urusan keagamaan di urus oleh para ulama. Berbeda
dengan Khulafa al-Rasydun yang menguasai keduanya. Pada masa ini khalifah
diangkat secara turun-temurun dari keluarga Umayyah.
7. Sistem Fiskal
Sumber uang masuk pada Dinasti Bani Umayyah, pada umumnya seperti di
zaman permulaan Islam. Walaupun demikian ada beberapa tambahan seperti al-
Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara dan terdapat
pajak-pajak istimewa. Adapun saluran uang keluarnya sama seperti permulaan
Islam, seperti gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha negara,
pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan, ongkos
bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang, perlengkapan perang, serta
hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para Ulama.
Pada masa Umayyah dicetak mata uang Muslimin secara teratur dan
pembayaran dengan mata uang ini, walaupun pada masa Umar bin Khattab sudah
dicetak mata uang kaum Muslimin namun belum begitu teratur seperti pada
khalifah Abdul Malik bin Marwan.
8. Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) Umar bin Abdul Aziz
Interregnum ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mana
pada perintahan yang dulunya kejam, menekan rakyat dan sebagainya, menjadi
kepada masa yang damai, lemah, lembut dan makmur. Dengan kebijaksanaannya
ini banyak orang yang masuk Islam, dan mengadakan dialog dengan orang Syi’ah
dan Khawarij sehingga mereka puas dan tidak mengganggu lagi. Namun,
kedamaian dan kemakmuran ini dimanfaatkan oleh Bani Hasyim untuk
membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini terdiri dari orang-orang Syi’ah dan
keluarga Abbas. Gerakan inilah yang berhasil menumbangkan Bani Umayyah
nantinya.
9. Sistem Peradilan
Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu pertama, qadhi
memutuskan perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua, kehakiman
belum terpengaruh dengan politik.
10. Pembangunan Peradaban, Intelektual, bahasa dan sastera Arab
Masa Bani Umayyah ini merupakan peletak dasar pembangunan peradaban
Islam yang nanti pada masa Bani Abbas merupakan puncak dari peradaban Islam.
Pada masa ini ilmu Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan yang saling
menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadits. Dan terjadi pengumpulan hadits pada
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dikumpulkan oleh ‘Ashim al-Anshari.
Muncul juga ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) sehingga Sibawaihi menyusun al-
kitab untuk memperlajari tata bahasa Arab.
Khalifah Mu’awiyah memerinthkan karya-karya bangsa Yunani yang
mengandung berbagai macam Ilmu. Dengan demikian umat Islam pada masa ini
mulai mengenal ilmu kedokteran, ilmu Kalam, seni bangunan (architecture) dan
sebagainya. Diantara peninggalan seni bangunan yang terkenal sampai sekarang
adalah Qubbah al-Sakhr (Dome of the Rock) yang didirikan di Yerussalem pada
91 H pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik.
11. Sistem Militer
Pada masa Dinasti Bani Umayyah orang masuk tentara kebanyakan dengan
dipaksa atau setengah dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan
semacam undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.
Politik ketentaraan dari Bani Umayyah, yaitu politik Arab, di mana anggota
tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Maka dari itu
mereka terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbari untuk menjadi tentara
karena wilayah mereka yang luas meliputi Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain.
IV. PENUTUP
Demikian makalh ini kami susun. Penulis menyadari dalam makalah ini masih
banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dan kontruktif sangat di harapkan demi kesempurnaan
karya ilmiah selanjutnya. Semoga makalh ini dapat di jadikan sumber referensi
dan bermanfaat bagi pembaca yang budiman, Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Pustaka Setia:
Bandung, 2013), hlm. 127.
[2] A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1975)
hlm.151.
[3] Philip.K.Hitti, Dunia Arab, terj. Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P
Sihombing (Bandung Sumur Bandung.tth) hlm.85
[4] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press,
1978), jilid 1, hlm.61.
[5] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta, Prenada Media, 2010),
h.40
[6] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (cet ke-5, Bandung: Salamadani,
2012), hlm. 64-65
[7] Jousouf Souyb, Sejarah Umayyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h.236
[8]A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Jakarta: Widjaya, 1951), h.99
[9] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.
118-136.