Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Umayyah

Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi
Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy
pada zaman jahiliah. Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka
tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad
berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap
kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah.
Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik di kalangan
umat Islam, puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib
oleh Ibnu Muljam.
Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Irak mengangkat al-
Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Muawiyah
sebagai gubernur provinsi Suriah juga menobatkan dirinya sebagai Khalifah.
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Muawiyah bin Abi Sufyan
bertambah kuat, maka Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada
Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah
putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi
Muhammad saw. Muawiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk
Islam pada saat terjadi penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya
sebagai sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya yang
perempuan yang bernama Umi Habibah.
Karier politik Muawiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar
Ibn Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk,
Muawiyah diangkat. menjadi kepala di sebuah kota di Syria. Karena
keberhasilan kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi
gubernur Syria oleh khalifah Umar. Muawiyah selama menjabat sebagai
gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai
perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine. Pada masa pemerintahan khalifah Ali
Ibn Abu Thalib, Muawiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk
mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria. Sejak saat itu
Muawiyah mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti
Umayyah.

B. Bentuk Pemerintahan Dinasti Bani Umayyah


Setelah Muawiyah memindahkan pusat pemerintahan dari kota Madinah
ke Damaskus, maka pemerintahan Muawiyah berubah bentuk dari Theo-
Demokrasi menjadi monarki (kerajaan/dinasti) hal ini berlaku semenjak ia
mengangkat putranya Yazid sebagai putra mahkota. Kebajikan yang dilakukan
oleh Muawiyah ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah
kerajaan Bizantium yang sudah lama dikuasai oleh Muawiyah, semenjak dia
diangkat menjadi Gubernur oleh Umur Ibn Khatab di Suriah.
Setelah Muawiyah meninggal dunia orang-orang keturunan Umayyah
mengangkat Yazid bin Muawiyah menjadi Khalifah sebagai pengganti
ayahnya. semenjak itu sistim pemerintahan Bani Umayyah memakai sistim
turun-temurun sampai kepada Khalifah Marwan bin Muhammad. Marwan bin
Muhammad tewas dalam pertempuran melawan pasukan Abdul Abbas As-
Safah dari Bani Abas pada tahun 750 M. dengan demikian berakhir Dinasti
Bani Umayyah dan diganti oleh Dinasti Bani Abbas setelah memerintah lebih
kurang 90 tahun.
Atas perubahan bentuk pemerintahan dari demokrasi ke monarki,
menimbulkan pertentangan dua tokoh, yakni Husen bin Ali dengan Abdullah
bin Zuber sehingga membuat Husen dan Abdullah meninggalkan kota
Madinah. Adapun khalifah-khalifah terbesar Bani Umayyah adalah Muawiyah
bin Abi Sofyan (661-680 M), Abd Al-Malik bin Marwan (685-750 M), Al-Walid
bin Abdul Malik (705-715), Umar bin Abdul Azis (717-720 M), Hasyim bin
Abdul Malik (720-743 M), puncak kejayaan Dinasti Bani Umayyah terjadi pada
masa Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), setelah itu merupakan masa
keruntuhannya.

C. Peradaban pada Masa Dinasti Bani Umayyah


1. Sistem Politik dan Perluasan Wilayah
Di jaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur,
Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan
ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan
Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia
menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara,
Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk di kawasan ini
kaum Paganisme. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun
41 H / 661 M. pada tahun 43 H / 663 M mereka mampu menaklukkan Salistan
dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45 H / 665 M.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di jaman Al-Walid Ibn
Abd Abdul Malik (705 M – 714 M). Masa pemerintahan Walid adalah masa
ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup
bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahannya. Dia memulai
kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini
dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun
Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, di samping itu juga
melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas,
penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua
Eropa yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditaklukkan,
Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan Islam dengan pasukannya menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat di
suatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran
ekspansi.
2. Sistem Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah
terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
 Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap
pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem
pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
 Dalam bidang industri pembuatan khususnya kerajinan tangan telah
menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
3. Sistem Sosial (Arab Malawi)
Masyarakat dunia Islam begitu luas terdiri dari pelbagai kelompok etnis,
Arab, Persia, Rusiah, Kopti, Barbar, Vandal, Gothik, Turki dan lain-lain. Orang-
orang Arab, meskipun merupakan unsur minoritas di daerah-daerah yang
ditaklukkan, tetapi mereka memegang peranan penting dalam politik dan
sosial. Orang Arab menganggap bahwa mereka lebih mulia dari kaum
muslimin bukan Arab sendiri. Kaum muslimin bukan Arab (non-Arab) digelar
dengan nama Al-Muali (asal mula Muwali), yaitu budak-budak tawanan
perang yang telah dimerdekakan. Kemudian disebutnya Muali semua orang
Islam yang bukan Arab.
Bahkan mereka menggelarkan “Mawali” dengan Al-Hamra (Si Merah).
Orang-orang Arab memandang dirinya “Sayid” (tuan) atas bangsa bukan Arab,
seakan-akan mereka dijadikan tuan untuk memerintah. Oleh karena itu, orang-
orang Arab dalam zaman ini hanya bekerja dalam bidang politik dan
pemerintahan melulu, sedangkan bidang usaha-usaha lain diserahkan kepada
“Mawali” seperti pertukangan dan kerajinan. Mawali ini membayar pajak jiwa
(Jizyah) sama dengan orang non-Islam yang tinggal diwilayah Islam.
Akibat dari politik kasta yang dijalankan Dinasti Umayyah ini, maka
banyaklah kaum Muwali yang bersikap membantu gerakan Bani Hasyim
turunan Alawiyah, bahkan juga memihak kaum Khawarij. Akhirnya kaum
Mawali menjadi berani untuk menentang kesombongan Arab dengan
kesombongan pula, dengan dalil Al-Qur’an dan Hadist, bahwa tidak ada
kelebihan orang arab atas orang ajam (Mawali) kecuali dengan bertakwa. Di
kalangan kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan
Asy-Syu’ubiyah yang bertujuan melawan paham yang membedakan derajat
kaum Muslimin yang sebetulnya mereka adalah bersaudara.
4. Sistim Fiskal (Keuangan)
Ada beberapa tambahan sumber uang pada zaman Dinasti Umayyah,
seperti al-Dharaaib, kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara. Kepada
penduduk dari negeri-negeri yang baru dilakukan, terutama yang baru masuk
Islam ditetapkan pajak-pajak istimewa. Saluran uang keluar, pada masa Daulah
Bani Umayyah pada umumnya seperti permulaan Islam. Yaitu untuk:
 Gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha negara.
 Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan.
 Ongkos bagi orang-orang tawanan perang.
 Perlengkapan perang.
 Hadiah-hadiah kepada para pujangga.
 Pada masa Umayyah, Khalifah Abddul Malik mencetak mata uang kaum
muslimin secara teratur. Pembayaran diatur dengan menggunakan mata
uang ini, walaupun pada masa Khalifah Umar Bin Khatab sudah dicetak mata
uang, namun belum begitu teratur.
5. Sistem Peradilan
Pada masa dinasti Bani Umayyah ini pengadilan dipisahkan dengan
kekuasaan politik. Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khasnya,
yaitu:
 Bahwa seorang Qadhi (Hakim) memutuskan perkara dengan ijtihadnya,
karena pada masa itu belum ada “Mazhab Yang Empat” ataupun mazhab-
mazhab lainnya. Pada masa ini para Qadhi menggali hukum sendiri dari Al-
Qur’an dan Sunah dengan berijtihad.
 Kehakiman belum terpengaruh dengan politik. Karena para Qadhi bebas
merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh pada kehendak orang besar
yang berkuasa. Mereka bebas bertindak, dan keputusan mereka berlaku atas
penguasa dan petugas pajak.

D. Pembangunan pada Masa Dinasti Bani Umayyah


Pada masa Bani Umayyah ini merupakan peletak dasar pembangunan
peradaban Islam yang nanti pada masa Bani Abas merupakan puncak dari
peradaban Islam. Pada masa Bani Umayyah Ilmu Naqliyah mulai berkembang.
Perkembangan yang lebih menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadist.
Khalifah Umar Bin Abdul Azis sangat menaruh perhatian yang besar kepada
pengumpulan Hadist. Pengumpulan hadist dilaksanakan oleh ‘Asim al-Anshari.
Pada masa ini munjul ahli-ahli hadist seperti Abu bakar Muhammad bin
Muslim bin Abdillah al-Zuhri dan Hasan Basri. Di samping itu muncul pula ilmu
tata bahasa Arab (Nahwu), Sibaweih menyusun al-Kitab untuk mempelajari
bahasa Arab bagi orang yang tidak mengerti bahasa Arab.
Ilmu Aqliyah pada masa ini mulai dikenalkan. Khalifah Muawiyah
memerintahkan supaya diterjemahkan karya-karya bangsa Grek (Ynani) yang
mengandung bermacam-macam ilmu. Dengan demikian orang Islam pada
masa ini mulai mengetahui ilmu kedokteran, ilmu Kalam, Seni bangun dan
sebagainya. Ilmu Aqliyah pada masa ini baru bertingkat permulaan dan
pengenalan. Tingkat perkembangan adalah pada masa khalifah Abdul Malik.
Dinasti Umayyah telah mampu membentuk peradaban yang kontemporer
dimasanya, baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi dan teknologi.

E. Masa Keemasan Dinasti Bani Umayyah


Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai
pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya
Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin
Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang
pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal,
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta pengkhianatan dari orang-orang Khawarij
dan Syi’ah.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukkan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah
timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai
melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada
masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad,
Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui
pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia
mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar
kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut
Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah
ini.

F. Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah


Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan
oleh Yazid bin Abdul-Malik. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam
ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan
latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan
konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul Malik cenderung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus
berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-
Malik. Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari
menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu
berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali.
Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah
yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini
semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M,
Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bagian
dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah
terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun
kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Namun, salah satu
penerus Bani Umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-dakhil dapat
meloloskan diri pada tahun 755 M.
Ia dapat lolos dari kejaran pasukan bani Abbasiyah dan masuk ke
Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat Islam di sana masih setia
dengan Bani Umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan
mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di
Cordoba. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan
Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah,
dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

Anda mungkin juga menyukai