Anda di halaman 1dari 15

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN

DINASTI UMMAYAH
A. Sejarah Peradaban Islam Masa Daulah Bani Umayyah

1. Berdirinya Bani Umayyah

Setelah masa pemerintahan Khulafaurrasyidin berakhir, pemerintahan Islam dilanjutkan oleh


Bani Umayyah. Bani Umayyah didirikan oleh seorang sahabat dari suku Quraisy bernama
Mu‟awwiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M hingga tahun 132 H/750 M melalui
peristiwa tahkim. 1 Nama dinasti ini dinisbahkan kepada Umayyah bin „Abd Asy-Syams, yaitu
kakek buyut dari khalifah pertama bani Umayyah, Mu‟awwiyah bin Abu Sufyan.

Muawiyah adalah seorang penguasa yang ahli dan menguasai masalah politik, ahli siasat,
cerdik, kuat dan memiliki planning yang bagus dalam urusan pemerintahan. Maka bukan sesuatu
yang mengherankan jika dia dapat menjadi gubernur selama 22 tahun, yaitu pada masa khalifah
Umar dan Utsman tahun 13- 35 H.

Dalam peristiwa tahkim itu, khalifah Ali telah tertipu oleh siasat Muawiyah yang pada
akhirnya ia mengalami kekalahan dalam segi politis. Sehingga Mu‟awwiyah berhasil mendapat
kesempatan untuk menobatkan dirinya sebagai sebagai khalifah sekaligus raja.

Muawiyah sebagai pendiri dinasti Bani Umayyah pada awalnya dipandang negatif oleh
sebagian besar sejarawan. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam
perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyah juga
dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan dalam Islam, karena
dialah yang memulai mengubah sistem kepemimpinan negara menjadi monarki atau kekuasaan
raja yang diwariskan turun-temurun.

Kesuksesan kepemimpinan Bani Umayyah dengan sistem turun temurun dimulai ketika
Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid
bin Muawiyah. Muawiyah bermaksud mencontoh sistem kepemimpinan monarki di Persia dan
Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan penafsiran
baru dari kata tersebut untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah"
dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.

Dinasti Umayah dibedakan menjadi dua, yaitu:

A. Bani Umayah yang didirikan oleh Mu‟awiyah bin Abu Sufyan yang berpusat di kota
Damaskus, Syiria. Fase ini berlangsung sekitar hampir 1 abad, yaitu sekitar 90 tahun, dan
mengubah sistem pemerintahan dari khilafah menjadi monarki atau kerajaan.
B. Bani Umayah di Andalusia (Spanyol) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan
Umayyah yang dipimpin oleh Gubernur pada zaman Walid bin Abdul Malik, kemudian
diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah
berhasil menaklukan Bani Umayah di Damaskus.
2. Para Khalifah Bani Umayyah

Masa kekuasaan Bani Umayyah yang hampir mencapai satu abad, tepatnya 90 tahun ini telah
dipimpin sebanyak 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama menjabat adalah Mua‟wwiyah bin
Abu Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Adapun urutan
khalifah-khalifah yang menjabat pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

a. Mu‟awiyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M)


b. Yazid I bin Mu‟awiyah (60-64H/679-683M)
c. Mu‟awiyah II bin Yazid (64H/683M)
d. Marwan I bin Hakam (64-65H/683-684M)
e. Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M)
f. Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
g. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)
h. Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)
i. Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
j. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742)
k. Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M)
l. Yazid bin Walid bin Malik (126H/743M)
m. Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H/743-744M)
n. Marwan II bin Muhammad (127-132H/744-750M

3. Sistem Politik Kenegaraan Bani Umayyah

Sistem politik kenegaraan yang diterapkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah merupakan
perpaduan antara sistem Islam dengan sistem BizantiumPersia. Perpaduan ini ternyata membawa
kemajuan bagi Islam yang mana hal tersebut merupakan sebuah prestasi yang mampu dicapai
oleh Bani Umayyah, dan dapat juga dikatakan Bani Umayyah ini mampu menanamkan dan
memadukan Chauvimisme dan militerisme dalam aspek pemerintahan. Kecakapannya dalam
bidang politik dan militer sangat luar biasa, militer dan tentara bani Umayyah dikenal sebagai
tentara yang paling disiplin dalam sejarah peperangan Islam.

Dengan demikian politik dan strategi yang diterapkan oleh pendiri Bani Umayyah memberikan
masukan yang besar dalam penguasaan wilayah-wilayah baru.

Yang menjadi catatan sejarah adalah sistem pemerintahan yang berubah dari sistem “Bai‟at–
Formatur” menjadi bentuk kerajaan. Kemudian dari sisi kekuasaan khalifah pemerintahan Bani
Umayyah ini sedikit berbeda dengan masa Khulaurrasyidin dimana terjadi pemisahan antara
urusan keagamaan dengan pemerintahan. Hal ini dapat dipahami karena Mu‟awiyah sebagai
penguasa pertama negara bukanlah seorang yang ahli dalam soal-soal keagamaan, sehingga
masalah yang berhubungan dengan keagamaan diserahkan kepada para ulama. Oleh karena itu
diangkatlah qodhi atau hakim. Pada umumnya para qodhi tersebut menghukum sesuai dengan
ijtihadnya yang bersandarkan kepada Al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber utama. Dengan sistem
tersebut seorang pemimpin dapat lebih konsentrasi terhadap pemerintahan dan politik, karena
yang khusus menjalankan masalah keagamaan secara praktis yakni para qodhi.

4. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah

Selama hampir satu abad memerintah, Bani Umayyah telah banyak mencapai kemajuan-
kemajuan oleh khalifah-khalifah yang berkuasa pada waktu itu, di antaranya adalah:

a. Perluasan wilayah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana usaha
perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti sejak zaman kedua khulafaurrasyidin
terakhir menjadi fokus perhatiannya. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun berkuasa,
banyak negeri di empat penjuru mata angin beramairamai masuk ke dalam kekuasaan
Islam, yang mana meliputi wilayah Spanyol, seluruh wilayah Jazirah Arab, Syiria,
Palestina, Afrika Utara, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan
negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztari yang
termasuk Soviet Rusia.

b. Bidang pemerintahan
Dalam hal administrasi pemerintahan, Bani Umayyah membentuk beberapa Diwan
(depertemen) yang terdiri dari:
1. Diwan Rasail, bertugas mengurus surat-surat negara. Diwan ini terbagi dua macam,
yaitu sekretariat negara pusat dan sekretariat provinsi.
2. Diwan al-Kharaj, bertugas mengurus pajak. Diwan ini dibentuk di setiap provinsi
yang dikepalai oleh Shahib al-Kharaj.
3. Diwan al-Barid, merupakan badan intelijen yang bertugas sebagai penyampai rahasia
daerah kepada pemerintahan pusat.
4. Diwan al-Khatam, Mu‟awiyah merupakan orang pertama yang mendirikan Diwan
Khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap peraturan yang dikeluarkan
khalifah harus disalin dalam suatu register, kemudian yang asli harus disegel dan
dikirim ke alamat yang dituju.
5. Diwan Musghilat, bertugas untuk menangani berbagai kepentingan umum.

c. Bidang politik kenegaraan


Peristiwa penting yang menjadi kemajuan dalam bidang politik kenegaraan pada masa
pemerintahan Bani Umayyah adalah peristiwa ‘Amul Jama’ah atau tahun persatuan umat
Islam. Peristiwa „amul jama’ah adalah bersatunya umat Islam kepada kekuasaan
Mu‟awwiyah. Ini merupakan pembuka jalan untuk menyusun kekuasaan baru umat Islam
setelah terjadi perpecahan antara Ali dan Mu‟awiyah. Pada saat inilah Mu‟awiyah
dipercaya umat Islam secara mayoritas untuk menyebarkan Islam ke penjuru dunia.
Dengan peristiwa ini juga, maka Mu‟awiyah berhasil mengkosolidasikan situasi dalam
negeri dan setelah berhasil di dalam negeri, maka segeraa mengadakan ekspansi dan
perluasan wilayah.

d. Bidang kemiliteran
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, dibentuk organisasi militer yang terdiri dari
angkatan laut (al-bahriyah) dan angkatan kepolisian (as-syurtah).
e. Bidang ekonomi
Perekonomian merupakan salah satu unsur terpenting dalam memperlancar proses
pembangunan suatu negara. Sebab apabila suatu negara mengalami kemerosotan
ekonomi, maka akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan yang akan
dilakukan.

Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan bidang perdagangan dan ekonomi
dan teraturnya pengelolaan pendapatan negara yang didukung oleh keamanan dan
ketertiban yang terjamin telah membawa masyarakatnya pada tingkat kemakmuran.
Realisasinya dapat dilihat dari hasil penerimaaan pajak di wilayah Syam saja tercatat
1.730.000 dinar emas dalam setahun.

Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga terlihat pada masa pemerintahan Umar bin
Abdul Aziz. Kemiskinan dan kemelaratan telah dapat diatasi pada masa pemerintahan
khalifah ini. Kebijakan yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz dalam implikasinya
dengan perekonomian yaitu membuat aturanaturan mengenai takaran dan timbangan,
dengan tujuan agar dapat membasmi pemalsuan dan kecurangan dalam pemakaian alat-
alat tersebut.

f. Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan


Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan), terdapat beberapa kemajuan yang diraih pada
masa Bani Umayyah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, diantaranya
sebagai berikut:

1) Pengembangan bahasa Arab.


2) Marbad sebagai kota pusat kegiatan ilmu.
3) Ilmu qira‟at.
4) Ilmu tafsir.
5) Ilmu hadist.
6) Ilmu fiqh.
7) Ilmu nahwu.
8) Ilmu tarikh.
9) Usaha penerjemahan.

Diantara ilmu pengetahuan lain selain ilmu keagamaan juga dikembangkan seperti
ilmu pengobatan, ilmu hisab dan sebagainya. Mereka mengkhususkan
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa Latin yang berkembang dari Yunani
diterjemahkan ke bahasa Arab.

g. Bidang Pengembangan Bahasa Arab

Khalifah Bani Umayyah berupaya meneruskan tradisi menjaga kemurnian bahasa Arab
sebagaimana yang telah dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Pada masa tersebut,
tepatnya ketika pemerintahan khalifah Abdul Malik, dinyatakan dengan tegas bahwa bahasa
resmi kerajaan adalah bahasa Arab. Dengan demikian bahasa-bahasa lain yang mendominasi
di wilayah kekuasaan semakin tergantikan oleh bahasa Arab.

Selain penetapan kebijakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan, juga dilakukan
beberapa kebijakan-kebijakan lain yang bertujuan untuk mengembangkan bahasa Arab pada
masa pemerintahan Bani Umayyah, diantaranya:

1. Menggantian mata uang yang sebelumnya memakai bahasa Persia dan Bizantium dengan
mata uang baru yang berisi tulisan-tulisan berbahasa Arab.
2. Penyempurnaan konten bahasa Arab yang mencakup penambahan titik-titik pada huruf
Arab dan perumusan tanda vokal dhommah, fathah , dan kasroh agar memudahkan bagi
orang-orang nonArab untuk membaca tulisan berbahasa Arab. Selain itu juga pada aspek
kosakata, sehingga muncul istilah-istilah berbahasa Arab yang cukup memadai yang bisa
digunakan dalam bidang hukum, tata negara, retorika, tata bahasa, dan lain sebagainya.
Namun sayangnya belum merambah pada bidang kedokteran, filsafat, dan ilmu sains.

Selain menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan sebagai bentuk upaya
mengembangkan bahasa Arab, sya‟ir berbahasa Arab pada masa kekhalifahan Bani
Umayyah juga ikut berkembang, hal ini disebabkan banyaknya muncul aliran dan
fanatisme terhadap kelompok masing-masing sehingga bermunculan sya‟ir yang memuji
kelompoknya sendiri dan sya‟ir yang mencela lawannya. Juga penguasa memberi
dukungan untuk menyelenggarakan lomba membaca puisi berbahasa Arab dengan
penghargaan yang menjanjikan. Berangkat dari itu, maka mulailah terbentuk dasar-dasar
kaidah ilmu balaghah yang sejak masa Jahiliyah dan permulaan Islam sudah nampak
kecintaan dan perhatian masyarakat Arab terhadap ilmu balaghah.
5.Masa Kemunduran dan Keruntuhan Bani Umayyah

Pada masa-masa awal kekuasaan, Bani Umayyah mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan-
kemajuan banyak diraih pada masa pemerintahan Muawiyah sampai kepada Hisyam. Sedangkan
pada tahun berikutnya sudah mengalami kemunduran dan hingga akhirnya kekuasaan Bani
Umayyah runtuh disebabkan oleh berbagai faktor.

Adapun beberapa faktor penyebab kemunduran dinasti umayyah adalah:

a. Adanya gerakan oposisi dari pendukung Ali dan Khawarij baik yang dilakukan secara terbuka
maupun tertutup. Hal ini banyak mencuri perhatian pemerintah ketika itu.

b. Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturan sistem penggantian khalifah yang
tidak jelas menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga
istana.

c. Terjadinya pertentangan etnis antara suku Arabia utara (Bani Qays) dan Arabia selatan (Bani
Kalb) yang sudah sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan
para penguasa Bani Umayyah sulit menggalang persatuan dan kesatuan. Di pihak lain, sebagian
besar golongan Mawalli (Non Arab) terutama di Irak dan bagian timur lainnya merasa tidak puas
karena status Mawalli itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan
bangsa Arab yang diperilhatkan pada masa Bani Umayyah.

d. Kelemahan dan ketidakmampuan beberapa Khalifah Bani Umayyah dalam memimpin


pemerintahan, kemudian ditambah lagi dengan pola hidup yang mewah, boros, mabuk-mabukan
dan perilaku yang tidak mencerminkan seorang pemimpin. Sehingga golongan tokoh agama
sangat kecewa karena perhatian penguasa terhadap agama sangat kurang.

e. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan


baru yang dipelopori oleh keturunan al-‟Abbas bin „Abdul Mutalib. Gerakan ini mendapat
dukungan dari Bani Hasyim, golongan Syi‟ah, dan kaum Mawalli yang sangat kecewa dengan
sistem pemerintahan Bani Umayyah.

B. Konsep-Konsep Pemikiran Islam Masa Bani Umayyah

1. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Ekonomi Islam

Kontribusi kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu menonjol.
Namun terdapat beberapa sumbangsih pemikiran mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam,
diantaranya adalah perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi saham, murabahah,
muzara‟ah serta kehadiran kitab alKharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf (hidup pada masa
pemerintahan khalifah Hasyim) memuat pembahasan tentang kebijakan ekonomi dipandang
sebagai sumbangan pemikiran ekonomi yang cukup berharga.

Selain itu, terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar ekonomi sistem ekonomi Islam yang
muncul pada masa Bani Umayyah, diantaranya:

a. Kebebasan Individu
Setiap individu memiliki hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat
suatu keputusan yang dianggap perlu dalam berekonomi. Tanpa kebebasan tersebut,
orang muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam
menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
b. Hak Terhadap Harta
Bani Umayyah mengakui hak-hak individu untuk memiliki harta, tetapi memberi batasan
tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.
c. Ketidaksamaan Ekonomi Dalam Batas Wajar
Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi antara setiap orang berbeda,
namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam batas-batas yang wajar dan adil.
d. Kesamaan Sosial
Bani Umayyah mengatur agar setiap sumber-sumber kekayaan negara dapat dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya golongan masyarakat tertentu saja. Selain
itu juga menetapkan bahwa setiap individu dalam suatu negara mempunyai kesempatan
yang sama untuk berusaha dan mendapatkan pekerjaan atau menjalankan kegiatan
ekonomi.
e. Jaminan Sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam dan setiap
warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Tugas
dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara adalah menjamin setiap warga negaranya
dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip “hak untuk hidup”
f. Distribusi Kekayaan Secara Meluas
Bani Umayyah melarang menumpuk kekayaan pada sekelompok orang tertentu dan
menganjurkan untuk mendistribusikan kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.
g. Larangan Menumpuk Kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara
berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang
tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam Negara
h. Larangan Terhadap Perilaku Anti Sosial
Sistem ekonomi Islsm melarang semua praktek yang merusak dan anti sosial yang
terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar
gelap.
i. Kesejahteraan Individu dan Masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling
melengkapi satu dengan yang lain, bukan saling bersaing dan bertentangan antar mereka.

2. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Hukum Islam


Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, banyak muncul perkembanganperkembangan
pada pemikiran hukum Islam, sehingga banyak melahirkan tokohtokoh „ulama madzhab
yang berkembang hingga saat ini yang digunakan sebagai rujukan dalam hukum Islam.

Madzhab berdiri dan berkembang tidak lepas dari imam besar mereka yang menjadi
rujukan pemikiran. Adapun beberapa tokoh madzhab yang mu‟tabar di kalangan sunni
ada empat, diantaranya:
a. Imam Hanafi (699-767M)
Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80H/699M di Kufah, Irak dan meninggal
tepatnya 18 tahun setelah Bani Abbasiyah berkuasa. Ia memiliki kekuatan nalar yang
luar biasa dan merumuskan sebuah pemikiran yang disebut “istihsan”.

Secara istilah, istihsan adalah beralih dari penggunaan suatu dalil dari qiyas jali ke
qiyas khafi, atau dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas yang lebih kuat
daripadanya. Dalam definisi lain, istihsan bisa juga diartikan meninggalkan suatu
hukum yang telah ditetapkan oleh syara‟ dan kemudian menetapkan hukum lain
karena ada dalil yang lebih cocok dan lebih kuat sesuai dengan pemahaman mujtahid.

Dengan demikian, istihsan tidak berdiri sendiri, tetapi tetap berlandaskan pada dalil-
dalil syara‟ dan tidak berdasarkan hawa nafsu.
b. Imam Malik (713-795M)
Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdillah Malik bin Anas As Syabahi Al
Arabi bin Malik bin Abu „Amir bin Harits. Imam Malik lahir pada tahun 95M/713H
di Madinah. Beliau seorang yang ahli hukum yang besar.

Beberapa hal yang menarik yang dapat diamati dari pemikiran dan dasardasar mazhab
Maliki dalam melakukan ijtihad adalah:
1) Imam Malik mendahulukan orang-orang Madinah sebelum beliau
melakukan pemikiran ijihadnya dengan ra’yu dan qiyas. Bagi Imam
Malik, perbuatan orang-orang Madinah dianggap memiliki kehujjahan
yang sejajar dengan Sunnah Nabi, bahkan Sunnah Mutawatirah. Ia
beranggapan pewarisan tradisi orang Madinah dilakukan secara
massal dari generasi ke generasi sehingga menutup kemungkinan
terjadinya penyelewengan dari sunnah.
2) Imam Malik menganggap dan menggunakan qaul sahabat sebagai
dalil syar‟i yang harus didahulukan penggunaannya daripada qiyas.

3) Kecenderungan yang kuat dalam penggunaan al-maşlahah mursalah.


Metodologi ini pada awalnya merupakan khas pemikiran Imam Malik
yang diduga kuat merupakan pengaruh dari pemikiran tokoh fikih
sahabat, seperti Umar bin Khattab. Metode ini kemudian mendapat
legitimasi dari semua mazhab sesudahnya meskipun dengan sebutan
yang berbeda. Dalam teori ini dapat diketahui bahwa Imam Malik disatu sisi
sangat kuat dan populer dengan penggunaan hadist, ia juga tetap menggunakan
rasio.

4) Imam Malik sangat toleran terhadap penggunaan hadits ahad. Ini merupakan
salah satu indikator bahwa tradisi orang Madinah dalam bentuk hadits ahad bagi
Imam Malik merupakan Hujjah.

c. Imam Syafi’i (767-820M)


Nama Lengkap Imam Syafi‟i yaitu Muhammad bin Idris al-Syafi‟i. Dilahirkan di
kota Ghaza, Palestina pada tahun 150H/767M. Beliau merupakan seorang murid
Imam Malik.

Imam Syafi‟i adalah seorang ulama mujtahid yang telah menciptakan karya besar
dalam dunia Islam, beliau seorang penyusun pertama ushul fiqh sebagai satu disiplin
ilmu yang dapat dijadikan pedoman oleh para peminat kajian hukum Islam dan
mampu memformulasikan pemikiran hukum al-ra’y dan hadits.

Landasan hukum Imam Syafi‟i berakar dari karyanya langsung seperti alRisalah dan
al-Umm, dan ditambah lagi dari murid-muridnya. Mereka ini yang menjadi
penyambung lidah Imam Syafi‟i kemudian terbentuklah madzhab Syafi‟i.

Di masa tabi‟in sudah terjadi perselisihan antara fuqaha al-ra’y dan fuqaha al-hadist.
Namun di masa tabi‟-tabi‟in dan masa mujtahid lubang perselisihan semakin
bertambah besar. Yang menjadi pokok persoalan bukanlah tentang persoalan sunnah
sebagai hujjah, namun dalam mempergunakan al-ra’y dan memecahkan masalah di
bawah kekuasaan al-ra’y.

Maka dengan kelebihan Imam Syafi‟i, beliau tampil yang mana berhasil
memformulasikan pemikiran hukum aliran al-ra’y versi Imam Malik yang
berlandaskan kenyataan sunnah, fatwa sahabat, dan ulama Madinah dengan
pemikiran hukum aliran al-ra’y versi Imam Abu Hanifah yang berlandaskan
pemikiran bebas dan praktis dengan terobosan qiyas, istihsan, dan „urf.
d. Imam Hambali (780-855M)
Nama lengkap Imam Hambali yaitu Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal. Dilahirkan di
kota Baghdad pada tahun 164H/780M. Reputasinya sebagai ahli hadist dan teologi
lebih besar daripada sebagai ahli hukum.

Pemikiran Islam oleh Imam Ahmad bin Hambal yaitu beliau membolehkan ijma‟ dan
qiyas namun dengan amat terbatas. Beliau sama sekali tidak menerima pemikiran
manusia sebagai sumber hukum, hanya Al-Qur‟an dan sunnahlah yang memiliki
wewenang sebagai sumber hukum. Diantara fatwa yang menujukkan kehati-hatian
beliau adalah bahwa beliau mengatakan tidak pernah makan buah semangka karena
tidak menjumpai teladan Nabi dalam masalah ini.

3. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Pendidikan


Sistem pendidikan yang berjalan pada masa dinasti Bani Umayyah merupakan kelanjutan
dari pengajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. dan khulafaurrasyidin.
Kemudian dinasti Bani Umayyah meneruskan pendidikan tersebut sekaligus meluaskan
jangkauan wilayah pengajaran.

Adapun corak sistem pendidikan pada masa Bani Umayyah yang dikutip dari Hasan
Langgulung yaitu:
a. Bersifat Arab dan Islam tulen
b. Menempatkan pendidikan dan penempatan birokrasi lainnya, yang
sebagai ditempati oleh orang-orang non-Muslim dan non-Arab.
c. Berusaha meneguhkan dasar-dasar agama Islam yang baru muncul
d. Prioritas pada ilmu naqliyah dan bahasa.
e. Menunjukan bahan tertulis pada bahasa tertulis sebagai bahan media
komunikasi.

Dalam catatan sejarah, dinasti Umayyah telah melakukan beberapa gerakan


pada bidang pendidikan, seperti memberikan kurikulum pada setiap bidang ilmu,
diantaranya:
a. Ilmu agama: Al-Qur‟an, Hadist, dan fiqih.
b. Ilmu sejarah dan geografi.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, segala ilmu yang mempelajari bahasa,
termasuk di dalamnya usaha menerjemahkan buku-buku berbahasa asing
ke dalam bahasa Arab.
e. Ilmu filsafat
Dalam usaha pengembangan pendidikan, pemerintah dinasti Bani Umayyah juga
menggunakan beberapa lembaga aga penyelenggaraan pendidikan mampu terlaksana
dengan baik. Diantara lembaga-lembaga yang digunakan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah yaitu:
a. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis.
b. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan
terutama yang bersifat keagamaan.
c. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan
murni.
d. Pendidikan Perpustakaan.
e. Majelis Sastra, yaitu suatu lembaga khusus yang diadakan oleh khalifah
untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan.
f. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan studi kedokteran.
g. Madrasah Mekkah.
h. Madrasah Madinah.
i. Madrasah Basrah.
j. Madrasah Kufah.
k. Madrasah Damsyik (Syam).
l. Madrasah Fistat (Mesir).
.

Anda mungkin juga menyukai