Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

i.PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
iii.PEMBAHASAN
1. Berdirinya Bani Umayyah
2. Para Khalifah Bani Umayyah
3. Sistem Politik Kenegaraan Bani Umayyah
4. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah
a. Perluasan Wilayah
b . Bidang Pemerintahan.
c. Bidang Politik Kenegaraan
d. Bidang Kemiliteran
e. Bidang Ekonomi
f. Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
g. Bidang Pengembangan Bahasa Arab
5. Masa Kemunduran dan Keruntuhan Bani Umayyah
B. Konsep-Konsep Pemikiran Islam Masa Bani Umayyah
a) Kebebasan Individu
b) Hak Terhadap Harta
c) Ketidaksamaan Ekonomi Dalam Batas Wajar
d) Kesamaan Sosial
e) Jaminan Sosial
f) Distribusi Kekayaan Secara Meluas
g) Larangan Menumpuk Kekayaan
h) Larangan Terhadap Perilaku Anti Sosial
i) Kesejahteraan Individu dan Masyarakat
2. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Hukum Islam
a. Imam Hanafi (699-767M)
b. Imam Malik (713-795M)
c. Imam Syafi’i (767-820M)
d. Imam Hambali (780-855M)
3. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Pendidikan
iii.PENUTUP
PERADABAN ISLAM
PADA MASA BANI UMAYYAH

i.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika dilihat dari perspektif sejarah peradaban Islam, pemerintahan Bani
Umaiyyah yang berkuasa selama hampir satu abad ini telah mengukir sejarah baru
dalam pemerintahan Islam. Sejarah baru tersebut melahirkan peradaban dan juga
konsep-konsep pemikiran serta sistem pemerintahan yang mana pada
kekhalifahan Bani Umayyah inilah lahir sistem pemerintahan monarki atau
kerajaan turun temurun.
Walaupun sistem pemerintahan yang diterapkan sangat berbeda dari sistem
pemerintahan Islam sebelumnya, namun Bani Umayyah mampu mencapai masa
keemasan kejayaan pemerintahan Islam.
Melihat pentingnya pembelajaran mengenai peradaban di masa
pemerintahan Bani Umaiyyah, maka pada makalah kali ini penulis akan
menguraikan penjelasan mengenai konsep pemikiran dan peradaban pada masa
kepemimpinan Bani Umayyah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjalanan sejarah peradaban Islam pada masa daulah Bani
Umayyah? (berdirinya, para khalifah-khalifah, sistem politik kenegaraan,
kemajuan-kemajuan, dan keruntuhan Bani Umayyah).
2. Apa saja konsep-konsep pemikiran Islam yang lahir pada masa Bani
Umayyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang perjalanan sejarah peradaban Islam pada masa
daulah Bani Umayyah mengenai berdirinya, para khalifah-khalifah, sistem
politik kenegaraan, kemajuan-kemajuan, hingga keruntuhan Bani Umayyah.
2. Untuk mengetahui konsep-konsep pemikiran Islam yang lahir pada masa
Bani Umayyah.

ii.PEMBAHASAN
A. Sejarah Peradaban Islam Masa Daulah Bani Umayyah
1. Berdirinya Bani Umayyah
Setelah masa pemerintahan Khulafaurrasyidin berakhir, pemerintahan Islam
dilanjutkan oleh Bani Umayyah. Bani Umayyah didirikan oleh seorang sahabat
dari suku Quraisy bernama Mu‟awwiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M
hingga tahun 132 H/750 M melalui peristiwa tahkim.1 Nama dinasti ini
dinisbahkan kepada Umayyah bin „Abd Asy-Syams, yaitu kakek buyut dari
khalifah pertama bani Umayyah, Mu‟awwiyah bin Abu Sufyan.
Muawiyah adalah seorang penguasa yang ahli dan menguasai masalah
politik, ahli siasat, cerdik, kuat dan memiliki planning yang bagus dalam urusan
pemerintahan. Maka bukan sesuatu yang mengherankan jika dia dapat menjadi
gubernur selama 22 tahun, yaitu pada masa khalifah Umar dan Utsman tahun 13-
35 H.2
Dalam peristiwa tahkim itu, khalifah Ali telah tertipu oleh siasat Muawiyah
yang pada akhirnya ia mengalami kekalahan dalam segi politis. Sehingga

1
Tahkim adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu perkara dengan
mempercayakan kepada suatu perwakilan, yaitu seorang yang dipercayai dari kedua belah pihak
yang bersengketa. Lihat Mohamad Fajar Setiyawan, Sumardi, Kayan Swastika, “The Emergence
of Shia, Khawarij and Sunni Groups in Islam at The Time The Caliphate of Sayyidina Ali bin Abi
Thalib of The Year 35-41 H / 656-661 AD in The Arabian Peninsula,” Jurnal Historica, Vol. 4,
No. 1, 2020, h. 88.
2
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau,
2013), h. 104.
Mu‟awwiyah berhasil mendapat kesempatan untuk menobatkan dirinya sebagai
sebagai khalifah sekaligus raja.3
Muawiyah sebagai pendiri dinasti Bani Umayyah pada awalnya dipandang
negatif oleh sebagian besar sejarawan. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas
kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang.
Lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip
demokrasi yang diajarkan dalam Islam, karena dialah yang memulai mengubah
sistem kepemimpinan negara menjadi monarki atau kekuasaan raja yang
diwariskan turun-temurun.4
Kesuksesan kepemimpinan Bani Umayyah dengan sistem turun temurun
dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bermaksud mencontoh
sistem kepemimpinan monarki di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap
menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan penafsiran baru dari kata
tersebut untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah"
dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.5
Dinasti Umayah dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Bani Umayah yang didirikan oleh Mu‟awiyah bin Abu Sufyan yang
berpusat di kota Damaskus, Syiria. Fase ini berlangsung sekitar hampir 1
abad, yaitu sekitar 90 tahun, dan mengubah sistem pemerintahan dari
khilafah menjadi monarki atau kerajaan.
b. Bani Umayah di Andalusia (Spanyol) yang pada awalnya merupakan
wilayah taklukan Umayyah yang dipimpin oleh Gubernur pada zaman
Walid bin Abdul Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah
dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah berhasil menaklukan Bani
Umayah di Damaskus.6

3
Taufik Rachman, "Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan, dan
Kemunduran)", Jurnal Juspi: Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol. 2, No. 1, 2018, h. 86-87.
4
Abrari Syauqi, Ahmad Kastalani, dkk, Sejarah Peradaban Islam (Yoyakarta: Aswaja
Pressindo, 2016), h. 34.
5
Sulthon Mas‟ud, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h.
83.
6
Taufik Rachman, “Bani Umayyah ", h. 87.
2. Para Khalifah Bani Umayyah
Masa kekuasaan Bani Umayyah yang hampir mencapai satu abad, tepatnya
90 tahun ini telah dipimpin sebanyak 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama
menjabat adalah Mua‟wwiyah bin Abu Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir
adalah Marwan bin Muhammad. Adapun urutan khalifah-khalifah yang menjabat
pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah sebagai berikut:7
a. Mu‟awiyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M)
b. Yazid I bin Mu‟awiyah (60-64H/679-683M)
c. Mu‟awiyah II bin Yazid (64H/683M)
d. Marwan I bin Hakam (64-65H/683-684M)
e. Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M)
f. Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
g. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)
h. Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)
i. Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
j. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742)
k. Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M)
l. Yazid bin Walid bin Malik (126H/743M)
m. Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H/743-744M)
n. Marwan II bin Muhammad (127-132H/744-750M)
3. Sistem Politik Kenegaraan Bani Umayyah
Sistem politik kenegaraan yang diterapkan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah merupakan perpaduan antara sistem Islam dengan sistem Bizantium-
Persia. Perpaduan ini ternyata membawa kemajuan bagi Islam yang mana hal
tersebut merupakan sebuah prestasi yang mampu dicapai oleh Bani Umayyah, dan
dapat juga dikatakan Bani Umayyah ini mampu menanamkan dan memadukan
Chauvimisme dan militerisme dalam aspek pemerintahan. Kecakapannya dalam
bidang politik dan militer sangat luar biasa, militer dan tentara bani Umayyah
dikenal sebagai tentara yang paling disiplin dalam sejarah peperangan Islam.

7
Abrari Syauqi, Ahmad Kastalani, dkk, Sejarah Peradaban ..., h. 37.
Dengan demikian politik dan strategi yang diterapkan oleh pendiri Bani Umayyah
memberikan masukan yang besar dalam penguasaan wilayah-wilayah baru.8
Yang menjadi catatan sejarah adalah sistem pemerintahan yang berubah dari
sistem “Bai‟at–Formatur” menjadi bentuk kerajaan. Kemudian dari sisi kekuasaan
khalifah pemerintahan Bani Umayyah ini sedikit berbeda dengan masa
Khulaurrasyidin dimana terjadi pemisahan antara urusan keagamaan dengan
pemerintahan. Hal ini dapat dipahami karena Mu‟awiyah sebagai penguasa
pertama negara bukanlah seorang yang ahli dalam soal-soal keagamaan, sehingga
masalah yang berhubungan dengan keagamaan diserahkan kepada para ulama.
Oleh karena itu diangkatlah qodhi atau hakim. Pada umumnya para qodhi tersebut
menghukum sesuai dengan ijtihadnya yang bersandarkan kepada Al-Qur‟an dan
hadis sebagai sumber utama. Dengan sistem tersebut seorang pemimpin dapat
lebih konsentrasi terhadap pemerintahan dan politik, karena yang khusus
menjalankan masalah keagamaan secara praktis yakni para qodhi.9
4. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah
Selama hampir satu abad memerintah, Bani Umayyah telah banyak
mencapai kemajuan-kemajuan oleh khalifah-khalifah yang berkuasa pada waktu
itu, di antaranya adalah:
a. Perluasan Wilayah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif,
dimana usaha perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti sejak zaman kedua
khulafaurrasyidin terakhir menjadi fokus perhatiannya. Hanya dalam jangka
waktu 90 tahun berkuasa, banyak negeri di empat penjuru mata angin beramai-
ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang mana meliputi wilayah Spanyol,
seluruh wilayah Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Afrika Utara, sebagian daerah
Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang
dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztari yang termasuk Soviet
Rusia.10

8
Ahmad Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis
(Surabaya: CV. Indo Pramaha, 2012), h. 91-92.
9
Ibid, h. 92.
10
Abrari Syauqi, Ahmad Kastalani, dkk, Sejarah Peradaban , h. 37-38.
b. Bidang Pemerintahan.
Dalam hal administrasi pemerintahan, Bani Umayyah membentuk beberapa
Diwan (depertemen) yang terdiri dari:
1) Diwan Rasail, bertugas mengurus surat-surat negara. Diwan ini
terbagi dua macam, yaitu sekretariat negara pusat dan sekretariat
provinsi.
2) Diwan al-Kharaj, bertugas mengurus pajak. Diwan ini
dibentuk di setiap provinsi yang dikepalai oleh Shahib al-Kharaj.
3) Diwan al-Barid, merupakan badan intelijen yang bertugas sebagai
penyampai rahasia daerah kepada pemerintahan pusat.
4) Diwan al-Khatam, Mu‟awiyah merupakan orang pertama yang
mendirikan Diwan Khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap
peraturan yang dikeluarkan khalifah harus disalin dalam suatu register,
kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang dituju.11
5) Diwan Musghilat, bertugas untuk menangani berbagai kepentingan
umum.12
c. Bidang Politik Kenegaraan
Peristiwa penting yang menjadi kemajuan dalam bidang politik kenegaraan
pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah peristiwa ‘Amul Jama’ah atau
tahun persatuan umat Islam. Peristiwa „amul jama’ah adalah bersatunya umat
Islam kepada kekuasaan Mu‟awwiyah. Ini merupakan pembuka jalan untuk
menyusun kekuasaan baru umat Islam setelah terjadi perpecahan antara Ali dan
Mu‟awiyah. Pada saat inilah Mu‟awiyah dipercaya umat Islam secara mayoritas
untuk menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Dengan peristiwa ini juga, maka
Mu‟awiyah berhasil mengkosolidasikan situasi dalam negeri dan setelah berhasil
di dalam negeri, maka segeraa mengadakan ekspansi dan perluasan wilayah.13

11
Ibid, h. 85-86.
12
Ahmad Masrul Anwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa
Bani Ummayah,” Jurnal Tarbiya, Vol. 1, No. 1, 2015, h. 55.
d. Bidang Kemiliteran
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, dibentuk organisasi militer yang
terdiri dari angkatan laut (al-bahriyah) dan angkatan kepolisian (as-syurtah).
e. Bidang Ekonomi
Perekonomian merupakan salah satu unsur terpenting dalam memperlancar
proses pembangunan suatu negara. Sebab apabila suatu negara mengalami
kemerosotan ekonomi, maka akan berpengaruh terhadap pelaksanaan
pembangunan yang akan dilakukan.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan bidang perdagangan
dan ekonomi dan teraturnya pengelolaan pendapatan negara yang didukung oleh
keamanan dan ketertiban yang terjamin telah membawa masyarakatnya pada
tingkat kemakmuran. Realisasinya dapat dilihat dari hasil penerimaaan pajak di
wilayah Syam saja tercatat 1.730.000 dinar emas dalam setahun.14
Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga terlihat pada masa pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz. Kemiskinan dan kemelaratan telah dapat diatasi pada masa
pemerintahan khalifah ini. Kebijakan yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz dalam
implikasinya dengan perekonomian yaitu membuat aturan- aturan mengenai takaran dan
timbangan, dengan tujuan agar dapat membasmi pemalsuan dan kecurangan dalam
pemakaian alat-alat tersebut.15
f. Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan), terdapat beberapa kemajuan yang
diraih pada masa Bani Umayyah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan,
diantaranya sebagai berikut:16
1) Pengembangan bahasa Arab.
2) Marbad sebagai kota pusat kegiatan ilmu.
3) Ilmu qira‟at.
4) Ilmu tafsir.
5) Ilmu hadist.

14
Naila Farah, “Perkembangan Ekonomi dan Administrasi Pada Masa Bani Umayyah dan
Bani Abbasiyah,” Jurnal Al-Amwal, Vol. 6, No. 2, 2014, h. 32-33. 15Ibid, h. 33.
6) Ilmu fiqh.
7) Ilmu nahwu.
8) Ilmu tarikh.
9) Usaha penerjemahan.
Diantara ilmu pengetahuan lain selain ilmu keagamaan juga dikembangkan
seperti ilmu pengobatan, ilmu hisab dan sebagainya. Mereka mengkhususkan
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa Latin yang berkembang dari Yunani
diterjemahkan ke bahasa Arab.17
g. Bidang Pengembangan Bahasa Arab
Khalifah Bani Umayyah berupaya meneruskan tradisi menjaga kemurnian
bahasa Arab sebagaimana yang telah dilakukan pada masa-masa sebelumnya.
Pada masa tersebut, tepatnya ketika pemerintahan khalifah Abdul Malik,
dinyatakan dengan tegas bahwa bahasa resmi kerajaan adalah bahasa Arab.
Dengan demikian bahasa-bahasa lain yang mendominasi di wilayah kekuasaan
semakin tergantikan oleh bahasa Arab.
Selain penetapan kebijakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan,
juga dilakukan beberapa kebijakan-kebijakan lain yang bertujuan untuk
mengembangkan bahasa Arab pada masa pemerintahan Bani Umayyah,
diantaranya:
1) Menggantian mata uang yang sebelumnya memakai bahasa Persia dan
Bizantium dengan mata uang baru yang berisi tulisan-tulisan
berbahasa Arab.
2) Penyempurnaan konten bahasa Arab yang mencakup penambahan
titik-titik pada huruf Arab dan perumusan tanda vokal dhommah (ُ),
fathah (ُ´ ), dan kasroh (ُ¸ ) agar memudahkan bagi orang-orang non-
Arab untuk membaca tulisan berbahasa Arab. Selain itu juga pada
aspek kosakata, sehingga muncul istilah-istilah berbahasa Arab yang
cukup memadai yang bisa digunakan dalam bidang hukum, tata

17
Ahmad Zakki Fuad, Sejarah Peradaban , h. 88
negara, retorika, tata bahasa, dan lain sebagainya. Namun sayangnya belum
merambah pada bidang kedokteran, filsafat, dan ilmu sains.18Selain menetapkan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan sebagai bentuk upaya
mengembangkan bahasa Arab, sya‟ir berbahasa Arab pada masa kekhalifahan
Bani Umayyah juga ikut berkembang, hal ini disebabkan banyaknya muncul
aliran dan fanatisme terhadap kelompok masing-masing sehingga bermunculan
sya‟ir yang memuji kelompoknya sendiri dan sya‟ir yang mencela lawannya.
Juga penguasa memberi dukungan untuk menyelenggarakan lomba membaca
puisi berbahasa Arab dengan penghargaan yang menjanjikan. Berangkat dari itu,
maka mulailah terbentuk dasar-dasar kaidah ilmu balaghah yang sejak masa
Jahiliyah dan permulaan Islam sudah nampak kecintaan dan perhatian
masyarakat Arab terhadap ilmu balaghah.19
5. Masa Kemunduran dan Keruntuhan Bani Umayyah
Pada masa-masa awal kekuasaan, Bani Umayyah mengalami kemajuan
yang pesat. Kemajuan-kemajuan banyak diraih pada masa pemerintahan
Muawiyah sampai kepada Hisyam. Sedangkan pada tahun berikutnya sudah
mengalami kemunduran dan hingga akhirnya kekuasaan Bani Umayyah runtuh
disebabkan oleh berbagai faktor.
Adapun beberapa faktor penyebab kemunduran dinasti umayyah adalah:
a. Adanya gerakan oposisi dari pendukung Ali dan Khawarij baik yang
dilakukan secara terbuka maupun tertutup. Hal ini banyak
mencuri perhatian pemerintah ketika itu.20
b. Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang
baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
Pengaturan sistem penggantian khalifah yang tidak jelas menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga
istana.

18
https://ppwalisongo.go.id/berita/detail/204/menelusuri-jejak-perkembangan-bahasa-arab.
Diakses pada tanggal 1 Maret 2023, pukul 01.32 WIB.
19
Faisal Mubarak Seff, “Selayang Pandang Perkembangan Balaghah (Telah Kritis Terhadap
Sejarah Perkembangan Balaghah),” Al-Maqoyis, Vol. 2, No. 2, 2014, h. 9.
20
Ahmad Masrul Anwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan ", h 65.
c. Terjadinya pertentangan etnis antara suku Arabia utara (Bani Qays) dan
Arabia selatan (Bani Kalb) yang sudah sejak zaman sebelum Islam,
makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani
Umayyah sulit menggalang persatuan dan kesatuan. Di pihak lain,
sebagian besar golongan Mawalli (Non Arab) terutama di Irak dan
bagian timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawalli itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa
Arab yang diperilhatkan pada masa Bani Umayyah.
d. Kelemahan dan ketidakmampuan beberapa Khalifah Bani Umayyah
dalam memimpin pemerintahan, kemudian ditambah lagi dengan pola
hidup yang mewah, boros, mabuk-mabukan dan perilaku yang tidak
mencerminkan seorang pemimpin. Sehingga golongan tokoh agama
sangat kecewa karena perhatian penguasa terhadap agama sangat kurang.
e. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-‟Abbas bin
„Abdul Mutalib. Gerakan ini mendapat dukungan dari Bani Hasyim,
golongan Syi‟ah, dan kaum Mawalli yang sangat kecewa dengan sistem
pemerintahan Bani Umayyah.21
B. Konsep-Konsep Pemikiran Islam Masa Bani Umayyah
1. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Ekonomi Islam
Kontribusi kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak
begitu menonjol. Namun terdapat beberapa sumbangsih pemikiran mereka
terhadap kemajuan ekonomi Islam, diantaranya adalah perbaikan terhadap konsep
pelaksanaan transaksi saham, murabahah, muzara‟ah serta kehadiran kitab al-
Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf (hidup pada masa pemerintahan khalifah
Hasyim) memuat pembahasan tentang kebijakan ekonomi dipandang sebagai
sumbangan pemikiran ekonomi yang cukup berharga.

21
Nelly Yusra, “Diambang Kemunduran dan Kehancuran Dinasty Bani Umayyah,” Jurnal
Pemikiran Islam, Vol. 37, No. 2, 2012, h. 118.
Selain itu, terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar ekonomi sistem ekonomi
Islam yang muncul pada masa Bani Umayyah, diantaranya:22
a) Kebebasan Individu
Setiap individu memiliki hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau
membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam berekonomi. Tanpa
kebebasan tersebut, orang muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar
dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya
kekacauan dalam masyarakat.
b) Hak Terhadap Harta
Bani Umayyah mengakui hak-hak individu untuk memiliki harta, tetapi
memberi batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan
masyarakat umum.
c) Ketidaksamaan Ekonomi Dalam Batas Wajar
Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi antara setiap
orang berbeda, namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam batas-batas yang
wajar dan adil.
d) Kesamaan Sosial
Bani Umayyah mengatur agar setiap sumber-sumber kekayaan negara dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya golongan masyarakat
tertentu saja. Selain itu juga menetapkan bahwa setiap individu dalam suatu
negara mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha dan mendapatkan
pekerjaan atau menjalankan kegiatan ekonomi.
e) Jaminan Sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam
dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-
masing. Tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara adalah menjamin
setiap warga negaranya dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip
“hak untuk hidup”.
f) Distribusi Kekayaan Secara Meluas

22
Dewi Indasari, “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah,”
Jurnal Ilmu Pengetahuan Teknologi & Seni, Vol. 9, No. 2, 2017, h. 4-6.
Bani Umayyah melarang menumpuk kekayaan pada sekelompok orang
tertentu dan menganjurkan untuk mendistribusikan kekayaan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
g) Larangan Menumpuk Kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan
secara berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah
perbuatan yang tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negara.
h) Larangan Terhadap Perilaku Anti Sosial
Sistem ekonomi Islsm melarang semua praktek yang merusak dan anti
sosial yang terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba,
menumpuk harta, pasar gelap.
i) Kesejahteraan Individu dan Masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat
yang saling melengkapi satu dengan yang lain, bukan saling bersaing dan
bertentangan antar mereka.
2. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Hukum Islam
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, banyak muncul perkembangan-
perkembangan pada pemikiran hukum Islam, sehingga banyak melahirkan tokoh-
tokoh „ulama madzhab yang berkembang hingga saat ini yang digunakan sebagai
rujukan dalam hukum Islam.
Madzhab berdiri dan berkembang tidak lepas dari imam besar mereka yang
menjadi rujukan pemikiran. Adapun beberapa tokoh madzhab yang mu‟tabar di
kalangan sunni ada empat, diantaranya:
a. Imam Hanafi (699-767M)
Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80H/699M di Kufah, Irak dan
meninggal tepatnya 18 tahun setelah Bani Abbasiyah berkuasa. Ia memiliki
kekuatan nalar yang luar biasa dan merumuskan sebuah pemikiran yang disebut
“istihsan”.23

23
Abdul Ro‟uf, “Perkembangan Pemikiran Hukum Islam Masa Bani Umayyah,” Jurnal Ilmu
Pendidikan Islam, Vol. 16, No. 1, 2018, h. 166.
Secara istilah, istihsan adalah beralih dari penggunaan suatu dalil dari qiyas
jali ke qiyas khafi, atau dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas yang lebih kuat
daripadanya. Dalam definisi lain, istihsan bisa juga diartikan meninggalkan suatu
hukum yang telah ditetapkan oleh syara‟ dan kemudian menetapkan hukum lain
karena ada dalil yang lebih cocok dan lebih kuat sesuai dengan pemahaman
mujtahid.24
Dengan demikian, istihsan tidak berdiri sendiri, tetapi tetap berlandaskan
pada dalil-dalil syara‟ dan tidak berdasarkan hawa nafsu.
b. Imam Malik (713-795M)
Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdillah Malik bin Anas As
Syabahi Al Arabi bin Malik bin Abu „Amir bin Harits. Imam Malik lahir pada
tahun 95M/713H di Madinah. Beliau seorang yang ahli hukum yang besar.
Beberapa hal yang menarik yang dapat diamati dari pemikiran dan dasar-
dasar mazhab Maliki dalam melakukan ijtihad adalah:
1) Imam Malik mendahulukan orang-orang Madinah sebelum beliau
melakukan pemikiran ijihadnya dengan ra’yu dan qiyas. Bagi Imam
Malik, perbuatan orang-orang Madinah dianggap memiliki kehujjahan
yang sejajar dengan Sunnah Nabi, bahkan Sunnah Mutawatirah. Ia
beranggapan pewarisan tradisi orang Madinah dilakukan secara
massal dari generasi ke generasi sehingga menutup kemungkinan
terjadinya penyelewengan dari sunnah.
2) Imam Malik menganggap dan menggunakan qaul sahabat sebagai
dalil syar‟i yang harus didahulukan penggunaannya daripada qiyas.
3) Kecenderungan yang kuat dalam penggunaan al-maşlahah mursalah.
Metodologi ini pada awalnya merupakan khas pemikiran Imam Malik
yang diduga kuat merupakan pengaruh dari pemikiran tokoh fikih
sahabat, seperti Umar bin Khattab. Metode ini kemudian mendapat
legitimasi dari semua mazhab sesudahnya meskipun dengan sebutan
yang berbeda. Dalam teori ini dapat diketahui bahwa Imam Malik di

24
M. Iqbal Juliansyahzen, “Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah,” Jurnal Al-Mazahib, Vol.
3, No. 1, 2015, h. 78-79.
satu sisi sangat kuat dan populer dengan penggunaan hadist, ia juga
tetap menggunakan rasio.
4) Imam Malik sangat toleran terhadap penggunaan hadits ahad. Ini
merupakan salah satu indikator bahwa tradisi orang Madinah dalam
bentuk hadits ahad bagi Imam Malik merupakan Hujjah.25
c.Imam Syafi’i (767-820M)
Nama Lengkap Imam Syafi‟i yaitu Muhammad bin Idris al-Syafi‟i.
Dilahirkan di kota Ghaza, Palestina pada tahun 150H/767M. Beliau merupakan
seorang murid Imam Malik.
Imam Syafi‟i adalah seorang ulama mujtahid yang telah menciptakan karya
besar dalam dunia Islam, beliau seorang penyusun pertama ushul fiqh sebagai satu
disiplin ilmu yang dapat dijadikan pedoman oleh para peminat kajian hukum
Islam dan mampu memformulasikan pemikiran hukum al-ra’y dan hadits.
Landasan hukum Imam Syafi‟i berakar dari karyanya langsung seperti al-
Risalah dan al-Umm, dan ditambah lagi dari murid-muridnya. Mereka ini yang
menjadi penyambung lidah Imam Syafi‟i kemudian terbentuklah madzhab
Syafi‟i.26
Di masa tabi‟in sudah terjadi perselisihan antara fuqaha al-ra’y dan fuqaha
al-hadist. Namun di masa tabi‟-tabi‟in dan masa mujtahid lubang perselisihan
semakin bertambah besar. Yang menjadi pokok persoalan bukanlah tentang
persoalan sunnah sebagai hujjah, namun dalam mempergunakan al-ra’y dan
memecahkan masalah di bawah kekuasaan al-ra’y.
Maka dengan kelebihan Imam Syafi‟i, beliau tampil yang mana berhasil
memformulasikan pemikiran hukum aliran al-ra’y versi Imam Malik yang
berlandaskan kenyataan sunnah, fatwa sahabat, dan ulama Madinah dengan
pemikiran hukum aliran al-ra’y versi Imam Abu Hanifah yang berlandaskan
pemikiran bebas dan praktis dengan terobosan qiyas, istihsan, dan „urf.27

25
Danu Aris Setiyanto, “Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas (Pendekatan
Sejarah Sosial),” Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, Vol. 1, No. 2, 2016, h. 110.
26
Abdul Karim, “Pola Pemikiran Imam Syafi‟i dalam Menetapkan Hukum Islam,” Jurnal
Adabiyah, Vol. 13, No. 2, 2013, h. 192.
27
Ibid, h 189.
d.Imam Hambali (780-855M)
Nama lengkap Imam Hambali yaitu Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal.
Dilahirkan di kota Baghdad pada tahun 164H/780M. Reputasinya sebagai ahli
hadist dan teologi lebih besar daripada sebagai ahli hukum.
Pemikiran Islam oleh Imam Ahmad bin Hambal yaitu beliau membolehkan
ijma‟ dan qiyas namun dengan amat terbatas. Beliau sama sekali tidak menerima
pemikiran manusia sebagai sumber hukum, hanya Al-Qur‟an dan sunnahlah yang
memiliki wewenang sebagai sumber hukum. Diantara fatwa yang menujukkan
kehati-hatian beliau adalah bahwa beliau mengatakan tidak pernah makan buah
semangka karena tidak menjumpai teladan Nabi dalam masalah ini.28
3. Perkembangan Pemikiran pada Bidang Pendidikan
Sistem pendidikan yang berjalan pada masa dinasti Bani Umayyah
merupakan kelanjutan dari pengajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW. dan khulafaurrasyidin. Kemudian dinasti Bani Umayyah meneruskan
pendidikan tersebut sekaligus meluaskan jangkauan wilayah pengajaran.
Adapun corak sistem pendidikan pada masa Bani Umayyah yang dikutip
dari Hasan Langgulung yaitu:29
a. Bersifat Arab dan Islam tulen
b. Menempatkan pendidikan dan penempatan birokrasi lainnya, yang
sebagai ditempati oleh orang-orang non-Muslim dan non-Arab.
c. Berusaha meneguhkan dasar-dasar agama Islam yang baru muncul
d. Prioritas pada ilmu naqliyah dan bahasa.
e. Menunjukan bahan tertulis pada bahasa tertulis sebagai bahan media
komunikasi.
Dalam catatan sejarah, dinasti Umayyah telah melakukan beberapa gerakan
pada bidang pendidikan, seperti memberikan kurikulum pada setiap bidang ilmu,
diantaranya:
a. Ilmu agama: Al-Qur‟an, Hadist, dan fiqih.
b. Ilmu sejarah dan geografi.

28
Abdul Ro‟uf, “Perkembangan Pemikiran ", h. 169.
29
Ahmad Masrul Anwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan ....", h. 56-57.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, segala ilmu yang mempelajari bahasa,
termasuk di dalamnya usaha menerjemahkan buku-buku berbahasa asing
ke dalam bahasa Arab.
d. Ilmu filsafat.
Dalam usaha pengembangan pendidikan, pemerintah dinasti Bani Umayyah
juga menggunakan beberapa lembaga aga penyelenggaraan pendidikan mampu
terlaksana dengan baik. Diantara lembaga-lembaga yang digunakan pada masa
pemerintahan Bani Umayyah yaitu:30
a. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis.
b. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan
terutama yang bersifat keagamaan.
c. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan
murni.
d. Pendidikan Perpustakaan.
e. Majelis Sastra, yaitu suatu lembaga khusus yang diadakan oleh khalifah
untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan.
f. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan studi kedokteran.
g. Madrasah Mekkah.
h. Madrasah Madinah.
i. Madrasah Basrah.
j. Madrasah Kufah.
k. Madrasah Damsyik (Syam).
l. Madrasah Fistat (Mesir).

30
Ibid, h. 59-61.
iii.PENUTUP
Kesimpulan
Bertolak dari pembahasan tentang perkembangan pemikiran dan peradaban
Islam pada masa kekhalifahan Bani Umayyah di atas, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Bani Umayyah merupakan penguasa Islam yang telah merubah sistem
pemerintahan yang mulanya demokratis menjadi monarki atau sistem
pemerintahan yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Bani Umayyah tidak diperoleh
melalui pemilihan atau suara terbanyak sebagaimana dilakukan oleh pemimpin
sebelumnya, yaitu khulafaur rasyidin. Meskipun Bani Umayyah tetap
menggunakan istilah Khalifah, namun mereka memberikan interpretasi tersendiri
untuk mengagungkan jabatannya. Mereka menyebutnya sebagai “Khalifah Allah”
dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Kekuasaan Bani Umayyah berlangsung selama 90 tahun, yaitu mulai tahun
680-750M. Dinasti ini dipimpin oleh 14 Khalifah, dengan urutan raja-rajanya
yaitu diantaranya: Muawiyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M), Yazid I bin
Muawiyah (60-64H/679-683M), Muawiyah II bin Yazid (64H/683M), Marwan I
bin Hakam (64-65H/683-684M), Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M),
Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M), Sulaiman bin Abdul Malik (96-
99H/714-717M), Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M), Yazid II bin Abdul
Malik (101-105H/719-723M), Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742), Al-
Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M), Yazid bin Walid bin Malik
(126H/743M), Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H/743-744M), dan Marwan II
bin Muhammad (127-132H/744-750M).
Pada masa Daulah Bani Umayyah banyak kemajuan yang telah dicapai,
diantaranya perluasan wilayah, kemajuan pada bidang pemerintahan, bidang
politik kenegaraan, bidang kemiliteran, bidang ekonomi, bidang pendidikan dan
ilmu pengetahuan, serta bidang pengembangan bahasa Arab. Juga masih banyak
lagi kemajuan-kemajuan lainnya yang tidak disebutkan dalam makalah ini.
Selain melahirkan peradaban, pada kekhalifahan Bani Umayyah juga
melahirkan perkembangan pemikiran-pemikiran yang melingkup beberapa bidang
diantaranya: bidang ekomoni Islam, bidang hukum Islam, dan bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Fuad, Ahmad Zakki. Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan
Filosofis. Surabaya: CV. Indo Pramaha. 2012.

Mas‟ud, Sulthon. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
2014.

Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka


Riau. 2013.

Syauqi, Abrari. Kastalani, Ahmad. Sejarah Peradaban Islam. Yoyakarta: Aswaja


Pressindo. 2016.

Anwar, Ahmad Masrul. “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada


Masa Bani Ummayah.” Jurnal Tarbiya. Vol. 1. No. 1. 2015.

Farah, Naila. “Perkembangan Ekonomi dan Administrasi Pada Masa Bani


Umayyah dan Bani Abbasiyah.” Jurnal Al-Amwal. Vol. 6. No. 2 (2014).

Indasari, Dewi. “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani


Umayyah.” Jurnal Ilmu Pengetahuan Teknologi & Seni. Vol. 9. No. 2.
2017.

Juliansyahzen, M. Iqbal. “Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah.” Jurnal Al-


Mazahib. Vol. 3. No. 1. 2015.

Karim, Abdul. “Pola Pemikiran Imam Syafi‟i dalam Menetapkan Hukum Islam.”
Jurnal Adabiyah. Vol. 13. No. 2. 2013.

Mubarak Seff, Faisal. “Selayang Pandang Perkembangan Balaghah (Telah Kritis


Terhadap Sejarah Perkembangan Balaghah).” Al-Maqoyis. Vol. 2. No. 2.
2014.

Rachman, Taufik. “Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk,
Kejayaan, dan Kemunduran).” Jurnal Juspi: Jurnal Sejarah Peradaban
Islam. Vol. 2. No. 1. 2018.

Ro‟uf, Abdul. “Perkembangan Pemikiran Hukum Islam Masa Bani Umayyah.”


Jurnal Ilmu Pendidikan Islam. Vol. 16, No. 1. 2018.

Setiyanto, Danu Aris. “Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas
(Pendekatan Sejarah Sosial).” Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum. Vol. 1.
No. 2. 2016.
Setiyawan, Mohamad Fajar, Sumardi, and Kayan Swastika. “The Emergence of
Shia, Khawarij and Sunni Groups in Islam at The Time The Caliphate of
Sayyidina Ali bin Abi Thalib of The Year 35-41 H / 656-661 AD in The
Arabian Peninsula.” Jurnal Historica. Vol. 4. No. 1. 2020.

Yusra, Nelly. “Diambang Kemunduran dan Kehancuran Dinasty Bani Umayyah.”


Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 37. No. 2. 2012.

https://ppwalisongo.go.id/berita/detail/204/menelusuri-jejak-perkembangan-
bahasa-arab.
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai