UMAYYAH
DI SUSUN
OLEH
ADHARI SYAHRI
MUHAMMAD JAILANI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepeninggalnya khalifah Ali bin Abi Thalib, kekhalifahan Islam dipegang
oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Seorang tokoh yang kecewa atas kebijaksanaan
yang diambil oleh Ali bin Abi Thalib dalam mengambil keputusan terhadap kasus
pembunuhan khalifah Ustman bin Affan. Beliau juga merupakan pendiri dinasti
Umayyah. Dinasti Umayyah didirikan oleh cara yang tidak demokratis. Dengan
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib tersebut mengakibatkan lahirnya
kekuasan yang berpola dinasti atau kerajaan.
Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh
Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak
pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang
dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan baginya. Jatuhnya Ali dan naiknya Mu’awiyah juga disebabkan
keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang menentang dari Ali) membunuh
khalifah Ali, meskipun kemudian tampak kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan,
namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya
kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan.
B. Rumusan Masalah
A. Dinasti Umayyah
Bani Umayyah (bahasa Arab: , ب نو أم يةBanu Umayyah, Dinasti Umayyah)
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahanIslam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (Ibu Kota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol
sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd
asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin
Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah
Para sejarawan membagi dinasti Umayyah ini menjadi dua, yaitu pertama
dinasti yang dirintis oleh Muawiyah bin Abi Sofyan yang berpusat di Damaskus dan
yang kedua dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol) yang pada awalnya merupakan
wilayah taklukan Umayyah di bawah pimpinan seorang gubernur pada masa khalifah
Walid bin Malik. Dan kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari
kekuasaan dinasti Abasiyah setelah berhasil menaklukan dinasti Umayyah di
Damaskus.
Perintisan dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyyah dengan cara menolak
membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan
pihak ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyyah. Setelah kaum
Khawarij berhasil membunuh Ali r.a pada tahun 661 M. Jabatan setelah Ali dipegang
oleh putranya Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Namun, karena tidak didukung
oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyyah kuat akhirnya Muawiyyah
membuat perjanjian dengan Hasan bin Ali, yang berisi bahwa penggantian pemimpin
akan diserahkan kepada umat Islam setelah pemerintahan Muawiyyah berakhir.
Perjanjian ini terjadi pada tahun 661 M. (41 H) Dan tahun itu disebut am jama’ah
karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu
kepemimpinan politik yaitu Muawiyyah.1
1
Dedy Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008) Hal.103
Pemindahan kekuasaan pada Muawiyyah mengakhiri bentuk pemerintahan
demokrasi. Kekhalifaan menjadi monarchy heredetis (kerajaan turun temurun).
Karena dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata khalifah untuk
mengagungkan jabatannya. Dia menyebutkan “khalifah Allah” dalam pengertian
“penguasa” yang dipilih Allah.2 KetikaMuawiyyah mewajibkan seluruh rakyat untuk
menyatakan setia terhadap anaknya Yazid dimulailah penggantian secara turun-
temurun yang berdasarkan politik, lebih dari pada kepentingan keagamaan. Di
pengaruhi oleh keadaan Syiria (yang merupakan kaki tangan bizantium sebelum
adanya pemerintahan arab). Muawiyyah bermaksud mencontoh monarchy heriditas
yang ada di Persia dan kaisar Bizantium. Yang mana deklarasi ini menyebabkan
adanya pergerakan oposisi dari rakyat yang selanjutnya menyebabkan adanya
perselisihan dan peperangan saudara. Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad,
tepatnya selama 90 tahun, dengan empat belas khalifah. Namun sebagian diantara
mereka tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah dengan baik mereka
bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk.
Berikut ini daftar nama Raja pada masa Dinasti Umayyah:
1. Muawiyah bin Sofyan (661-680 M)
2. Yazid bin Muawiyah (681-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (683-684 M)
4. Marwan bin Al-Hakam (684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan(685-705M)
6. Al-walid bin Abdul Malik (705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (720-724 M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)
11. Walid bin Yazid (743-744 M)
12. Yazid bin Walid (Yazid II) (744 M)
13. Ibrahim bin Malik (744 M)
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) Hal. l 42
14. Marwan bin Muhammad (745-750 M)3
6
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, , Hal. 43-45
mendapat perlindungan. Di antara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istama
Khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan, atau wazir, sehingga
kehadiran mereka, sedikit banyak, mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan.7
Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu
politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang
paling spektakuler adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan
meluas. Semakin banyaknya jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin
luasnya wilayah pemerintahan Islam pada waktu itu. Pemerintah memang tidak
memaksakan penduduk setempat untuk masuk Islam, melainkan mereka sendiri yang
dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari makin banyaknya orang masuk
agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar membuat program
pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin.
Pada masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar.
Selain itu, beliau juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu
Masjidil Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi
(Madinah). AlWalid, Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli Arsitektur,
mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah. Menara Masjid yang
sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid ini.
Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah Bani Umayyah
setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya
pendidikan Agama Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat
penduduk untuk mempelajarinya. Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan
tempat yang utama untuk belajar agama. Bagiorang dewasa, biasanya mereka belajar
tafsir Al-Quran, hadist, dan sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, filsafat juga
memiliki penggemar yang tidak sedikit. Adapun untuk anak-anak, diajarkan baca
tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist. Pada masa itu masyarakat sangat
antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara sempurna. Jika pelajaran Al-
7
Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Islam, (Jakarta: Prenada Media. 2004), Hal. 38-39
Quran, hadist, dan sejarah dipelajari karena memang ilmu yang pokok untuk
memahami ajaran Islam, maka filsafat dipelajari sebagai alat berdebat dengan orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka berdebat menggunakan ilmu filsafat.
Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, matematika, dan ilmu social belum
berkembang. Ilmuilmu yang terakhir ini muncul dan berkembang denga baik pada
masa dinasti Bani Abbasiyah maupun Bani Umayyah Spanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang
maju. Karena ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang
menyembah berhala, maka seni patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia
tidak berkembang. Akan tetapi, seni kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan,
dan seni ukir berkembang cukup baik. Di masa ini sudah banyak bangunan bergaya
kombinasi, seperti kombinasi RomawiArab maupun Persia-Arab. Apalagi, bangsa
Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi berkesenian yang tinggi. Khususnya dalam
bidang seni lukis, seni patung maupun seni arsitektur bangunan. Contoh dari
perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah berdirinya Masjid Damaskus
yang dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan aneka warna-warni
batu-batuan yang sangat indah. Perlu diketahui bahwa untuk membangun Masjid ini,
Khalifah Walid mendatangkan 12.000 orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di
antara kemajuan-kemajuan yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut,
prestasi yang paling penting dan berpengaruh hingga zaman sekarang adalah luasnya
wilayah Islam. Dengan wilayah yang sedemikian luas itu ajaran Islam menjadi cepat
dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tidak saja bangsa Arab.
8
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Karya Toha Putra. 1987), Hal. 26
sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk
menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
3. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah.
Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.
4. Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga
akhir pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para pemberontak
menghabiskan daya dan dana yang tidak sedikit, sehingga kekuatan Bani
Umayyah mengendur.
5. Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan (Arab
Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayyah
mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan serta
keutuhan Negara.
6. Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa
Bani Umayyah, karena tidak didasari dengan syari’at Islam.9
Sedangkan dari sumber lain, secara garis besar dapat disimpulkan
kemunduran Dinasti Umayyah terbagi menjadi dua faktor, yaitu:
1. Faktor Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan
Dinasti Umayyah adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibaringi
dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang
mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat. Selanjutnya mengenai
lemahnya para khalifah yang memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya
beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas
negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan
hidup bersama gundik-gundik, minumminuman keras, dan sebagainya. Situasi
semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan
panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.
2. Faktor Eksternal
9
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Hal. 27-28
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayyah
berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik
Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran
kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap
keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah
yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai
konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan
Dinasti Umayyah dari awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan
permusuhan dengan Dinasti Umayyah. Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan
pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka
memproklamasikan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan menangkap
pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh,
pemimpingerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-
Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah.
Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah
Umayyah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu.10
As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan
untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk
memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun
bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya
pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu. Sepeninggal Marwan, maka
benteng terakhir Dinasti Umayyah yang diburu Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid
bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat itu Yazid mengambil sikap
damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di tengah pengambilan sikap
damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang
akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran tersebut dan disahkan oleh As-Saffah
sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan pengikut-pengikutnya telah
meletakkan senjata, Abu Muslim alKhurasani menuliskan sesuatu kepada As-Saffah
10
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam (Jakarta Akbar. 2007), Hal. 211.
yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para
pengikutnya.
Pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdul Malik yang saat itu merasa
kekuatan islam sudah cukup kuat untuk merebut Konstantinopel kembali, maka
dengan jumlah armada dan tentara yang lebih besar lebih kurang 80.000 orang dan
1800 kapal mengepung ibu kota musuh selama setahun penuh(Agustus 717-718)
tetapi sekali lagi pasukan islam harus mengakui bahwa kota tersebut terlalu kuat bagi
para penyerang, sehingga pemerintahan pusat memerintahkan menarik mundur
ekspedisinya ini, dan mengarahkan ke wilayah lain.
Pada tahun 681M Uqbah bin Nafi memimpin ekspansi besar-besaran ke barat
sampai mencapai Atlantik. Tetapi dalam perjalanan pulang dia diserang dan dibunuh
oleh kepala suku Barbar Kusaylah dan Kahira. Dengan tewasnya Uqbah bin Nafi dan
kalahnya satuan-satuan mereka, maka untuk kedua kalinya kekuasaan kembali ke
tangan Bizantium di daerah pantai dan ke tangan Kusylah di daerah pedalaman.
Pasukan-pasukan muslimin mengundurkan diri dari Qairawan ke Barqah. Kemudian
Abd al-Aziz bin Marwan gubernur di Mesir berusaha mengembalikan kekuasaan
muslimin dengan mengirimkan satuan-satuan, tetapi satuan-satuan tersebut kalah.
Ketika jabatan khalifah dipegang oleh Abdul Malik, bani Umayyah mulai
bangkit kembali. Abdul malik mengirimkan satuan yang besar duu bawah pimpinan
Hasan bin Mu’man Al-Ghasani(689M) berhasil mengusur Romawi dari Afrika Utara.
Begitu juga dengan suku Barbar berhasil dipatahkan kekuatannya.Dalam periode
selanjutnya, di awal pemerintahan Al-Walid,Musa bin Nushair ditunjuk menjadi
gubernur Ifriqiyah. Dia berhasil melenyapkan sisa-sisa kekuatan yang tadinya masih
dimiliki oleh suku-suku Barbar. Maka antara tahun 705-708M Musa bin Nushair
mencapai Atlantik dengan kekuatan besar. dia juga menaklukkan Thanjah(Tanqiera)
dan kota Septah(Ceuta) yang terletak dipantai Afrika paling utara yang sebelumnya
takluk kepada raja-raja Ghot. Dengan demikian kaum muslimin mendapat
kemenangan dan stabilitas di kawasan ini.
4. Ekspansi ke Spanyol
11
Fu’adi imam, sejarah peradaban islam, hal 74-77
Bulan juli 710M sebanyak 400 orang melakukan pengintaian yang mendapati
bahwa laporan-laporan mengenai banyaknya jarahan dan lemahnya pertahanan.
Karena itu tahun berikutnya, seorang Barbar pembantu Musa bin Nushai bernama
Tariq bin Ziad (yang namanya dipakai untuk Gilbraltar-Jabal Tariq,gunung Tariq)
menyeberangi selat dengan 7000 orang, kebanyakan orang Barbar. Sementara raja
Roderick sedang berada di bagian utara, orang-orang islam berhasil memantapkan
kedudukan mereka di Algeciras. Ketika Roderick akhirnya bergerak ke selatan untuk
menghadapi orang-orang islam, yang sekarang diperkuat dengan tambahan 5000
orang lagi, dia dikalahkan.
12
W.Montgomery Watt.Kejayaan Islam, Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya.1990,hal 41
Penaklukan ke wilayah timur juga mendapat hasil yang cukup gemilang. Dian tara
penaklukan ke wilayah timur ini adalah ke daerah Sind. Yang dimaksud denagn
daerah Sind adalah negri yang melingkari sungan Sind(Indus) membentang dari Iran
sampai pegunungan Himalaya. Negeri Sind ini sebagian besar termasuk negara
Pakistan.wakil gubernur Basrah, Muhammad bin Qasim, berangkat melalui persia
selatan dan Bulukhistan, mencapai Sind (711M) dan Punjab selatan (713M).
Untuk mencapai negeri Sind ini bukanlah mudah, banyak rintangan dan pertempuran
di setiap daerah yang dilalui. Yang terakhir yaitu pertempuran dengan raja
Sind(Dahar). Dalam pertempuran, Dahar melarikan diri sehingga pasukan kucar-kacir
dan banyak yang ditawan oleh pasukan muslim. Dengan hancurnya pasukan Dahar
maka terbentanglah jalan Muhammad bin Qasim dan pasukannya menguasai seluruh
Sind sehingga sampai ke Kasymir. Di antara faktor penting kaum muslimin mencapai
kemenangan, dengan cepat di Sind adalah karena mendapatkan bantuan dari suku
Med dan Zeth.
Salah satu pembawa misi cahaya islam tersebut adalah Dinasti Umaiyah,
karena keturunan Umaiyah yang kemudian mendirikan pemerintahan Umaiyah
memiliki prestasi disegala bidang baik social, politik, militer, kebudayaan/kesenian
dan utamanya kemajuan dibidang keilmuan islam. Seperti ilmu hadist, tafsir, fikih,
tauhid dan tasawuf.
BAB III
PENUTUP
Bani Umayyah (bahasa Arab: , ب نو أم يةBanu Umayyah, Dinasti Umayyah)
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahanIslam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (Ibu Kota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol
sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd
asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin
Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah.
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana
perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti
sejak zaman Khulafa ar-Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun,
banyak bangsa di penjuru empat mata angin beramai-ramai masuk kedalam
kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah
Arab, Suriyah, Palestina, separuh daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan
negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan
yang termasuk Sovyet Rusia. Secara garis besar dapat disimpulkan kemunduran
Dinasti Umayyah terbagi menjadi dua faktor, yaitu:
1. Faktor Internal, seperti karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak
dibarengi dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu
kejadian yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat. Serta
mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin.
2. Faktor Eksternal, seperti Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan
kekuasaaan Dinasti Umayyah berawal. Gerakan yang dilancarkan untuk
mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M
dan memproklamasikan berdirinya pemerintah Abbasyiah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar
Murodi. 1987. Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra
Su’ud, Abu. 2003. Sejarah Ajaran dan Perannya dalam Peradaban Umat Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada