Anda di halaman 1dari 14

TUGAS SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM

NAMA

: IQBAL RASYID

NPM

: 170410110107

A.

Berdirinya Pemerintahan Dinasti Umayyah

Para sejarawan membagi dinasti Umayah ini menjadi dua, yaitu pertama dinasti yang
dirintis oleh Muawiyah ibn Abi Sofyan yang berpusat di Damaskus dan yang kedua
dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol) yang pada awalnya merupakan wilayah
takhlukan Umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada masa khalifah Walid ibn
Malik. Dan kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan dinasti
Abasiyah setelah berhasil menakhlukan dinasti Umayyah di Damaskus.
Perintisan dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyyah dengan cara menolak membaiat
Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak ali yang
secara politik sangat menguntungkan Muawiyyah. Setelah kaum Khawarij berhasil
membunuh Ali r.a pada tahun 661 M. Jabatan setelah Ali dipegang oleh putranya Hasan
ibn Ali selama beberapa bulan. Namun, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat,
sedangkan pihak Muawiyyah kuat akhirnya Muawiyyah membuat perjanjian dengan
Hasan ibn Ali, yang berisi bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat
Islam setelah pemerintahan Muawiyyah berakhir. Perjanjian ini terjadi pada tahun 661 M.
(41 H) Dan tahun itu disebut am jamaah karena perjanjian ini mempersatukan umat
Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik yaitu Muawiyyah.[1]
Pemindahan kekuasaan pada Muawiyyah mengakhiri bentuk pemerintahan demokrasi.
Kekhalifaan menjadi monarchy heredetis (kerajaan turun temurun). Karena dia
memberikan interpretasi baru dari kata-kata khalifah untuk mengagungkan jabatannya.
Dia menyebutkan khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang dipilih Allah.[2]
Ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyat untuk menyatakan setia terhadap anaknya
Yazid dimulailah penggantian secara turun- temurun yang berdasarkan politik, lebih dari
pada kepentingan keagamaan. Di pengaruhi oleh keadaan Syiria (yang merupakan kaki
tangan bizantium sebelum adanya pemerintahan arab). Muawiyyah bermaksud

mencontoh monarchy heriditas yang ada di Persia dan kaisar Bizantium. Yang mana
deklarasi ini menyebabkan adanya pergerakan oposisi dari rakyat yang selanjutnya
menyebabkan adanya perselisihan dan peperangan saudara.[3] Dinasti Umayyah
berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun,dengan empat belas khalifah.
Namun sebagian diantara mereka tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah
dengan baik mereka bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk.
B.

Khalifah-Khalifah Dinasti Umayyah

1.

Muawiyah ibn Sofyan (661-680 M)

2.

Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)

3.

Muawiyah bin Yazid (683-684 M)

4.

Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)

5.

Abdul Malik ibn Marwan(685-705M)

6.

Al-walid ibn Abdul Malik (705-715 M)

7.

Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)

8.

Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M)

9.

Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)

10. Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)


11. Walid ibn Yazid (743-744 M)
12. Yazid ibn Walid (Yazid II) (744 M)
13. Ibrahim ibn Malik (744 M)
14. Marwan ibn Muhammad (745-750 M)

C.

Khalifah-Khalifah Yang Terkenal

1.

Muawiyah ibn Abi Sofyan (661-680 M)

Muawiyah bin Abu Sufyan bin Hard bin Umayyah bin Abd Asy-Syams bin Abdul Manaf
bin Qushay. Nama panggilannya adalah Abu Abdur Rahman Al-Umawi. Dia dan ayahnya
masuk Islam pada saat pembukaan kota Makkah (fathu Makkah).[4] Muwiyah ibn Abi
Sufyan adalah pendiri dinasti Umayyah dan menjabat sebagai khalifah pertama pada

tahun 661 M. Muawiyah meninggal pada bulan rajab tahun 60 H. Dia di makamkan di
antara Bab Al-Jubayyah dan Bab Ash-Shaghir. Di sebutkan bahwa usianya mencapai 77
tahun.
A.

Sistem Pemerintahan

Muawiyah memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam
wilayah Syiria. Muawiyyah adalah penguasa yang kuat dan administrator yang baik. Ia
melakukan perubahan-perubahan dalam administrasi pemerintahan, dan pada masa
pemerintahannya dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk tindakan pencegahan
pengamanan bagi dirinya selama menjalankan shalat, untuk menghindari nasib buruk
sebagai mana pernah terjadi pada masa Ali r.a. Muawiyah adalah orang pertama yang
memperkenalkan materai resmi untuk pengiriman momerandum yang berasal dari
khalifah. Naskah yang sah dibuat lalu ditembus dengan benang dan disegel dengan lilin,
yang pada akhirnya dicetak dengan materai resmi.[5] ia juga membangun angkatan darat
yang kuat dan efisien. Muawiyah juga telah memperkenalkan pelayanan pos
(diwanulbarid), kepala pos memberi tahu pemerintah pusat tentang apa yang terjadi
dalam pemerintahan provinsi.
B.

Ekspansi Wilayah

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Ustman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti ini.
Pada zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditakhlukan. Disebelah timur Muaiyah dapat
menguasai Khurasan, sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul.
Angkatan-angkatan lautnya melakukan serangan ke Bizantium, Konstantinopel.[6] Selain
itu juga dilakukan perluasan ke Afrika Utara.
Ada tiga pendorong bagi Muawiyah untuk menguasai Bizantium. Yaitu:

Bizantium merupakan basis agama kristen ortodok, yang pengaruhnya dapat

membahayakan umat Islam.

Orang-orang Bizantium sering mengadakan perampokan ke daerrah Islam

Bizantium termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah. [7]

C.

Strategi Dakwah

Dengan mengatur birokrasi baru yang berciri-khas Syam, dengan strata arab dan Mawali
(ajam atau non-arab).

2.

Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)

Dia bernama Abdul Malik bin Marwan bin al- hakam bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin
Abdu Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Di lahirkan pada tahun 26 H. Dia di
lantik sabagai khalifah berdasarkan wasiat ayahnya pada masa pemerintahan Abdullah
bin Zubair dan di anggap tidak sah. Di masa Zubair dia mampu menguasai Mesir dan
Syam, kemudian Irak dan wilayah- wilayah di sekitarnya sehingga Abdullah bin Zubair
terbunuh pada tahun 73 H. Sejak kematian Abdullah bin Zubair inilah pemerintahannya
di anggap sah, dan keadaan pemerintahan stabil.[8]
Pada akhirnya, kekuatan abdullah bin Zubair terdesak. Pasukan bani Umayyah dapat
menguasai kota Makkah, benteng pertahanan terakhir dari Abdullah bin Zubair dan
membunuh Abdullah bin Zubair. Dikuasainya Hijaz ini kemudian mengakhiri
pemberontakan orang-orang Hijaz dan secara otomatis menyatukan kembali kekuatan
bani Umayyah pada satu kepemimpinan.
A.

Sistem Pemerintah

Abdul Malik ialah khalifah yang sangat berbakat , dia adalah seorang ahli tata negara dan
administrator yang dapat dibedakan dengan Muawiyah, dan hisyam. Ia bertujuan untuk
menjalankan sistem administrasi umum di provinsi-provinsi kekuasaan.
Khalifah Abdul Malik sebagai khalifah yang tegas, perkasa dan negarawan yan[9]g cakap
dan berhasil memulihkan kembali kesatuan dunia Islam. Ia memiliki kontribusi penting
dalam tata moneter dunia Islam, antara lain diperkenalkannya dinar dan dirham yang
dicetak oleh pemerintah pada waktu itu. Tata administrasi dan birokrasi pemerintahan
juga dipertegas, antara lain dengan dibentuknya berbagai lembaga pemerintahan yang
kemudian mengatur urusan-urusan umat Islam. Dan memberlakukan bahasa arab sebagai
bahasa resmi negara.
B.

Ekspansi Wilayah

Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abdul
Al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil
menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab

sampai ke Maltan.[10]
C.

Strategi Dakwah

Menurut salah satu riwayat ulama pertama yang memberikan baris dan titik pada hurufhuruf Al-Quran adalah Hasan Al-Basrhi (624-728 M) atas perintah Abdul Malik ibn
Marwan. Ia menguntruksikan kepada Al-Hajaj untuk menyempurnakan tulisan Al-quran,
Al-hajaj meminta hasan Al-Basrhi untuk menyempurnakannya dan kemudian dibantu
oleh Yahya ibn Yamura (murid Abu Aswad Ad-Duwali).[11]
Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga memiliki kontribusi dalam penyebaran Islam.
Politik luar negeri yang berbasis pada penyebaran agama Islam ke luar daerah juga
menuai hasil yang cukup signifikan, antara lain dengan berhasil dikuasainya Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Farghana, dan Samarkand di Asia kecil yang sekarang masuk ke
teritori negara Uzbekistan serta Kazakhstan.
3.

Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)

Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia.
Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, telah terjadi kemapanan politik yang
mengakhiri periode transisi. Gerakan-gerakan oposisi dan kelompok penekan telah
dipadamkan sehingga kekuatan khalifah Walid cukup kuat. Dengan adanya kemapanan
ini, kebijakan khalifah Walid lebih berkonsentrasi pada konsolidasi politik dan
pelaksanaan politik luar negeri dengan menyebarkan Islam ke daerah lain dengan
kekuatan dan sumber daya yang dimiliki. Pada era ini, tekanan dari penduduk Hijaz telah
mereda dan tidak lagi mengancam eksistensi kekuasaan khalifah. Hajjaj bin Yusuf AtsTsaqafi diberi kebebasan untuk memerintah daerah Irak. Kebijakan khalifah Walid lebih
berorientasi pada ekspansi dan pengembangan sayap dakwah Islam ke wilayah-wilayah
lain. Khalifah Al-Walid memiliki bangunan sumber daya yang cukup kuat untuk
melaksanakan politik luar negerinya tersebut.
A.

Sistem Pemerintah

Walid bin Abdul Malik banyak melakukan pembangunan, dia membangun panti-panti
bagi orang-orang cacat. Semua yang terlibat dalam kegiatan humanis ini digaji oleh
pemerintah secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan

suatu daerah dengan daerah lain, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan


masjid-masjid megah.
B.

Ekspansi Wilayah

Pada masa ini, penyebaran Islam mengalami momentumnya tersendiri tercatat suatu
peristiwa besar, yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah
barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam
sampai ke Andalusia (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziyad.
Perjuangan panglima Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai
kota Cordoba, Granada dan Toledo yang merupakan wilayah kekuasaan Roderik,
penguasa Gothik yang memerintah wilayah Spanyol dan Portugal.
Khalifah Walid bin Abdul Malik juga berhasil menyebarkan Islam sampai ke India di
bawah kepemimpinan Muhammad bin Qasim. Kemenangan pasukan Islam di Punjab
kemudian memberi peluang untuk masuk ke India yang sangat kental kekuatan hindunya.
Muhammad bin Qasim kemudian berhasil memasuki India hingga menguasai Delhi yang
kelak menjadi raison detre kekuatan Islam di India.
Walid bin Abdul Malik menjadi seorang khalifah yang dikenal luas oleh publik
internasional sebagai pemimpin yang disegani. Khalifah Walid berhasil mendesak
kekuatan kaum Gothik di Spanyol serta mulai menyebarkan Islam ke segenap penjuru
Asia. Hal ini tak lepas dari struktur militer yang professional yang telah dibangun oleh
pemerintah pada waktu itu. Militansi kekuatan militer cukup tinggi, terlihat dari
berhasilnya pasukan Thariq bin Ziyad dalam menaklukkan Spanyol, padahal kekuatan
Gothik masih begitu kuat dan pasukan yang dikirim tidak terlalu besar kuantitasnya.
Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, walid juga melakukan
pembangunan internal selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyat.
Khalifah Walid ibn Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah daulah
bani Umayyah.
C.

Strategi Dakwah

Khalifah Walid berhasil mendesak kekuatan kaum Gothik di Spanyol serta mulai
menyebarkan Islam ke segenap penjuru Asia. Hal ini tak lepas dari struktur militer yang
professional yang telah dibangun oleh pemerintah pada waktu itu. Militansi kekuatan
militer cukup tinggi, terlihat dari berhasilnya pasukan Thariq bin Ziyad dalam

menaklukkan Spanyol, padahal kekuatan Gothik masih begitu kuat dan pasukan yang
dikirim tidak terlalu besar kuantitasnya.melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam,
Walid juga melakukan pembangunan internal selama masa pemerintahannya untuk
kemakmuran rakyat.
4.

Umar bin Abdul Aziz (717-120 M)

Umar bin Abdul Aziz merupakan salah satu khalifah yang baik diantara khalifah-khalifah
bani Umayah. Dia terpelajar taan beragama dan bertaqwa. Dia juga merupakan pelopor
dalam menyebarkan agama Islam dan memuliakan kepercayaan ini. Ia dilahirkan di
Hulwan kira-kira 24 mil dari Kairo. Ayahnya, Abdul Aziz sudah menjadkan Hulwan
sebagai tempat pemerintahannya. Abdul Aziz memegang pemerintah sebagai gubernur
lebih dari 20 tahun (65-86 H/684-705 M). Umar bin Abdul merupakan khalifah bani
Umayah yang hebat. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa pemerintahannya
termasyhur seperti halnya pemerintahan Abu bakar dan Umar. Kekhalifahan Umar bin
Abdul Aziz hanya bertahan selama 2 tahun 5 bulan jika ia menjadi khalifah lebih lama
dia pasti sudah akan menuliskan lembaran sejarah dalam sejarah Islam.[12]
A.

Sistem Pemerintah

Umar bin Abdul Aziz banyak melakukan perbaikan dan pembangunan sarana-sarana
umum, melakukan sarana irigasi pertanian dan penggalian sumur dan banyak
menyediakan penginapan bagi musaffir. Ia juga dapat menjalin hubungan baik antara
Khawarij dan kelompok Syiah.
B.

Ekspansi Wilayah

Di zaman Umar bin Abdul Aziz ekspansi wilayah dilakukan ke Prancis melalui
pegunungan Piranne. Serangan ini dilakukan oleh Abdul ibn Abdullahal-Ghafiqi, ia mulai
menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam
upaya ini Al-Gifaqi terbunuh dan tentaranya kembali ke Spanyol.
C.

Strategi Dakwah
Melakukan tindakan persuasif dan bijaksana dalam menjalankan dakwah Islam

sehingga penduduk yang belum masuk Islam mau masuk Islam.

Umar ibn Abdul Aziz adalah khalifah yang memelopori penulisan (tadwin) hadist.

Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amr ibn Hajm (120 H),
gubernur Madinah untuk menuliskan hadist yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal
hadist. Atas perintah khslifsh pengumpulan hadist dilakukan oleh ulama. Di antaranya
adalah Abu Bakar Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab Az-Zuhri (guru
imam Malik). Akan tetapi, buku hadist yang dikumpulkan oleh imam Az-Zuhri tidak
diketahui dan tidak sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat bahwa ulama yang
pertama membuktikan hadist adalah imam Az-Zuhri. [13]

5.

Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)

Di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi
pemerintahan bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan bani Hasyim yang
didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam
perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah
dan menggantikannya dengan dinasti baru, bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd AlMalik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan
oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam ibn
Abd Al-Malik, khalifah-khalifah bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi
juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.
D.

Pendirian Umayah di Andalusia (Spanyol) 705-1031 M.

Andalusia adalah nama bagi semenanjung Iberia pada zaman kejayaan Umayah.
Andalusia berasal dari Vandal, yang berarti negeri bangsa Vandal sebelum terusir bangsa
Ghotia barat (abad ke-5 M ). Umat Islam mulai menakhlukan semenanjung Iberia pada
zaman khalifah Al-Walid ibn Abd Al-Malik (86-96 H./705-715 M).[14]
Ekspansi pasukan muslim ke semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa seperti yang
telah dikemukakan, merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi
militer penting yang dijalankan oleh orang-orang arab. Serangan ini menandai puncak
ekspansi muslim kewilayah Afrika-Eropa seperti halnya penaklukan Turkistan yang
menandai. Terjauh ekspansi kewilayah Mesir-Asia.
Penaklukan tersebut dipimpin langsung oleh panglima kaum muslimin, Musa bin
Nusyair, yang bertekat menyeberangi selat yang memisahkan benua Afrika dan Eropa.

Tujuannya untuk menyebarkan Islam di Eropa dan memasukkannya menjadi bagian dari
pemerintahan Islam. Lalu dia memberangkatkan panglima Islam yang bernama Thariq
bin Ziyad ke Andalusia melalui laut. Andalisia berhasil ditaklukkan pada tahun 92 H/710
M. Kemudian Thariq dan Musa sampai ke pegunungan Baranes dan berhasil
menaklukkan semua wilayah itu kecuali Jaliqiyah. Akhirnya Musa ibn Syair
mendeklarasikan semenanjung liberia bagian kekuasaan Umayah yang berpusat di
Damaskus.
Dan ketika Dinasti Umayah dihancurkan oleh bani Abbas di Dmaskus, Abd Rahman ibn
Muawiyah berhasil meloloskan diri dan berhasil menginjakkan kakinya di Andalusia
pada tahun 132 H. /750 M. Ia berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abd Rahman yang
menyatakan tunduk pada dinasti bani Abbas 756 H. Dan Abd Rahman yang bergelar AdDakhil (pendatang baru) memproklamasikan bahwa Andalusia lepas dari kekuasaan bani
Abbas dan ia memakai gelar Amir bukan khalifah. Pemerintahan Abd Rahman Ad-Dakhil
ini bertahan selama dua tiga perempat abad (756-1031 M.). Dinasti ini mencapai
puncaknya dibawah pimpinan amir ke delapan Abd Rahman III (912-961 M). Selama
periode Umayah kordova di Spanyol tetap menjadi ibu kota dan menikmati periode
kemegahan yang tiada tara seperti halnya di Baghdad.
Abd Ar-Rahman memilih sendiri gelarnya, yaitu Al-Khalifah An-Nashir li Allah (khalifah
penolong agama allah). Karena ia telah membawa Spanyol muslim ke kedudukan lebih
tinggi daripada yang pernah menikmati sebelumnya, dia lah yang paling cocok
menyandar gelar Amir Al-muminin, terutama di mata kalangan bawah yang tidak lagi
memercayai kekhalifahan timur.
E.

Kemunduran Dinasti Umayah

Faktor-faktor penyebab kemunduran dinasti Umayah:

Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru

(bid'ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak
jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

dari

Latar belakang terbentuknya dinasti bani Umayyah tidak bisa dipisahkan


konflik-konflik

politik

yang

terjadi

di

masa

Ali.

Sisa-sisa Syi'ah (para

pengikut Abdullah bin Saba' Al-Yahudi ) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi,

baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di
masa pertengahan kekuasaan bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini
banyak menyedot kekuatan pemerintah.

Pada masa kekuasaan bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia

Utara ( bani qays ) dan Arabia selatan ( bani Kalb ) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam , makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa bani
Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan Mawali (non arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur
lainnya, merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas,
ditambah dengan keangkuhan bangsa arab yang diperlihatkan pada masa bani Umayyah.

Lemahnya pemerintahan daulat bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap

hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para ulama
banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.

Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti bani Umayyah adalah

munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd AlMuthalib .
Pemerintahan Dinasti Umayyah (41-132 H)
Periode Negara Madinah berakhir dengan wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib. Tokoh
yang naik ke panggung politik dan pemerintahan adalah Muawiyyah bin Abu Sufyan,
Gubernur wilayah Syam sejak zama Khalifah Umar. Ia adalah pendiri dan Khalifah
pertama Dinasti ini. Terbentuknya dinasti Muawiyah memangku jabatan khalifah secara
resmi,menurut ahli sejarah, terjadi pada tahun 661 M/ 41 H. Bukan pada pertengahan
tahun 600 M/ 40 H pada saat Umayyah memproklamirkan diri menjadi khalifah di Iliya
(Palestina), setelah pihaknya dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai pemenang.
Peristiwa itu terjadi setelah Hasan bin Ali yang dibaiat oleh pengikut setia Ali menjadi
Khalifah, sebagai pengganti Ali, mengundurkan diri dari gelanggang politik. Sebab ia
tidak ingin lagi terjadi pertumpahan darah yang lebih besar, dan menyerahkan kekuasaan
sepenuhnya kepada Muawiyah. Langkah penting Hasan bin Ali ini dapat dikatakan

sebagai usaha rekonsiliasi umat Islam yang terpecah belah. Karenanya peristiwa itu
dalam sejarah Islam dikenal dengan tahun persatuan (am al-jamaat). Yaitu episode
sejarah yang mempersatukan umat kembali berada di bwah kekuasaan seorang khalifah.
Muawiyah dikenal sebagai seorang politikus dan administrator yang pandai. Umar bin
Khattab sendiri pernah menilainya sebagai seorang yang cakap dalam urusan politik
pemerintahan, cerdas dan jujur. Ia juga dikenal seorang negarawan yang ahli bersiasat,
piawai dalam merancang taktik dan strategi, disamping kegigihan dan keuletan serta
kesediaannya menempuh segala cara dalam berjuang. Untuk mencapai citi-citanya karena
pertimbangan politik dan tuntutan situasi. Dengan kemampuan tersebut dan bakat
kepemimpinan yang dimilikinya, Muawiyah dinilaiberhasil merekrut para pemuka
masyarakat, politikus dan administrator ke dalam sistemnya pada zamannya, untuk
memperkuat posisinya dipuncak pimpinan. Muawiyah juga dikenal berwatak keras dan
tegas, tapi juga bisa bersifat toleran dan lapang dada. Hal ini dapat dilihat dalam
ucapannya yang terkenal sebagai prinsip yang ia terapkan dalam memimpin: Aku tidak
mempergunakan pedangku kalau cambuk saja cukup, dan tidak pula kupergunakan
cambukku kalau perkataan saja sudah memadai, andaikata aku dengan orang lain
memperebutkan sehelai rambut, tiadalah akan putus rambut itu, karena bila mereka
mengencangkannya

aku kendorkan, dan bila mereka mengendorkannya

akan

kukencangkan.
Sejalan dengan watak dan prinsip Muawiyah tersebut serta pemikirannya yang perspektif
dan inovatif, ia membuat berbagai kebijaksanaan dan keputusasaan politik dalam dan luar
negeri. Dan jejak ini diteruskan oleh para penggantinya dengan menyempurnakannya.
Pertama, pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini
didasarkan pada pertimbangan politis dan alasan keamanan. Karena letaknya jauh dari
Kufah pusat kaum Syiah pendukung Ali, dan jauh dari Hijaz tempat tinggal mayoritas
Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam
antara dua Bani itu dalam memperebutkan kekuasaan. Lebih dari itu, Damaskus yang
terletak di wilayah Syam (Suria) adalah daerah yang berada di bawah genggaman
pengaruh Muawiyah selama 20 tahun sejak ia diangkat menajdi Gubernur di distrik itu
sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab.
Kedua, Muawiyah memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam

perjuangannya mencapai puncak kekuasaan. Seperti Amr bin Ash ia angkat kembali
menjadi gubernur di Mesir, Al-Mughirah bin Syubah juga diangkat menjadi Gubernur di
wilayah Persia.
Ketiga, menumpas orang-orang yang beroposisi yang dianggap berbahaya jika tidak bisa
dibujuk dengan harta dan kedudukan, dan menumpas kaum pemberontak. Ia menupas
kaum Khawarij yang merongrong

wibawa kekuasaannya dan mengkafirkannya.

Golongan ini menuduhnya tidak mau berhukum kepada al-Quran dalam mewujudkan
perdamaian dengan Ali di perang Shiffin melainkan ia mengikuti ambisi hawa nafsu
politik.
Keempat, membangun kekuatan militer yang terdiri dari tigaangkatan, dart, laut dan
kepolisian yang tangguh dan loyal. Mereka diberi gaji yang cukup, dua kali lebih besar
daripada yang diberikan Umar kepada tentaranya. Ketiga angkatan ini bertugas menjamin
stabilitas keamanan dalam negeri dan mendukung kebijaksanaan politik luar negeri
yanitu memperluas kekuasaan.
Kelima, meneruskan perluasan wilayah kekuasaan Islam baik ke Timur maupun ke
Barat. Peluasaan wilayah ini diteruskan oleh para penerus Muawiyah, seperti Khalifah
Abd al-malik ke Timur, Khalifah al-walid ke barat, dan ke Prancis di zaman Khalifah
Umar bin Abdul Aziz.
Keenam, baik Muawiyah maupun penggantinya membuat kebijaksanaan yang berbeda
dari zaman Khulafa al-Rasyidin. Mereka merekrut orang-orang non-muslim sebgai
pejabat-pejabat dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter dan di
kesatuan-kesatuan tentara. Tepi di zaman Khalifah Umar bin Abd Aziz kebijaksanaan itu
ia hapuskan. Karena orang-orang non muslim (Yahudi, Nasrani dan Majusi) yang
memperoleh privilege di dalam pemerintahan banyak merugikan kepentingan umat Islam
bahkan menganggap rendah mereka.
Ketujuh, Muawiyah mengadakan pembaharuan di bidang administrasi pemerintahan dan
melengkapinya dengan jabatan-jabatan baru yang dipengarui oleh kebudayaan
Byzantium.
Kedelapan, kebijaksanaan dan keputusan politik penting yang dibuat oleh Khalifah
Muawiyah adalah mengubah sistwm pemerintahan dari bentuk khalifah yang bercorak
demokratis menjadi sistem monarki dengan mengangkat putranya, Yazid, menjadi putra

mahkota untuk menggantikannya sebagai khalifah sepeninggalannya nanti.


Muawiyah mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki, namun Dinasti ini tetap
memakai gelar Khalifah. Bahkan Muawiyah menyebut dirinya sebagai Amir alMuminin.
Setelah Ali wafat, kursi jabatan kekhalifahan dialihkan kepada anaknya, Hasan ibn Ali.
Hasan diangkat oleh pengikutnya (Syiah) yang masih setia di Kuffah. Tetapi
pengangkatan ini hanyalah suatu percobaan yang tidak mendapat dukungan yang kuat.
Hasan menjabat sebagai khalifah hanya dalam beberapa bulan saja.
Peralihan Kekuasaan dari Hasan ke Muawiyah
Di tengah masa kepemimpinan Hasan yang makin lemah dan posisi Muawiyah lebih
kuat, akhirnya Hasan mengadakan akomodasi atau membuat perjanjian damai. Syaratsyarat yang diajukan Hasan dalam perjanjian tersebut adalah:
1

Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorangpun dari penduduk Irak.

Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.

Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun.

Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, yaitu Husain, dua juta dirham.

Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdi
Syams.
Perjanjian itu berhasil mempersatukan umat Islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah pimpinan Muawiyah ibn Abi Sufyan. Dengan kata lain,
Hasan telah menjual haknya sebagai khalifah kepada Muawiyah.Akibat perjanjian itu
menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut. Naiknya Muawiyah menjadi
khalifah pada awalnya tidak melalui forum pembaiatan yang bebas dari semua umat.
Muawiyah dibaiat pertama kali oleh penduduk Syam karena memang berada di bawah
kekuasaannya, kemudian ia dibaiat oleh umat secara keseluruhan setelah tahun persatuan
atau am jamaah (661). Pembaiatan tersebut tidak lain hanyalah sebuah pengakuan
terpaksa terhadap realita dan dalam upaya menjaga kesatuan umat. Maka, di sini telah
masuk unsur kekuatan dan keterpaksaan menggantikan musyawarah. Karenanya dapat
dikatakan bahwa telah terjadi perceraian antara idealisme dan realita.
Sistem Pemerintahan dan Orientasi Kebijakan Politik Umayyah

Pemindahan kekuasaan kepada muawiyyah mengakhiri bentuk demokrasi kekholifahan


menjadi monarki heridetis, yang diperoleh tidak dengan pemilihan atas suara terbanyak.
Pergantian khalifah secara terumurun dimulai dari sikap muawiyyah mengangkat
anaknya Yazid, sebagai putra mahkota. Sikap muawiyyah seperti ini dipengaruhi oleh
keadaan syiria selama ia menjadi gubernur disana.
Pada masa muawiyyah mulai diadakan perubahan-perubahan administrasi pemerintahan,
dibentuk pasukan tombak pengawal raja, dan dibangun bagian khusus di dalam masjid
untuk pengamanan tatkala dia menjalankan sholat.
Kebijakan politik Umayyah, selain usaha-usaha pengamanan di dalam negeri yang sering
dilakukan oleh saingan-saingan politiknya serta pertentangan-pertentangan suku-suku
Arab, adalah upaya perluasan wilayah kekuasaan. Pada zaman Muawiyyah, Ukbah ibnu
Nafi berhasil menguasai Tunis, dan kemudian didirikan kota Qairawan pada tahun 760 M
yang kemudian menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam.

Anda mungkin juga menyukai