Anda di halaman 1dari 28

Sejarah Dinasti Umayyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola
dinasti atau kerajaan. Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat
kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur
otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya
keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum
tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam
pertama yang didirikan oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan
cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan
melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan
baginya. Jatuhnya Ali dan naiknya Mu’awiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij
(kelompok yang menentang dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampak kekuasaan
dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau
akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan
menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemilihan
kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada ummat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada
tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan nama jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat
Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan
menjadi kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam
kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan
wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

B. Sistem Pemerintahan Bani Umayyah

Untuk mengamankan tahtanya dan memperluas batas wilayah Islam, Mu’awiyah sangat
mengandalkan orang-orang Suriah. Para sejarawan mengatakan bahwa orang-orang Suriah itu
sangat menjunjung tinggi kesetian terhadap khalifah tersebut.

Sebagai organisator militer, Mu’awiyah adalah yang paling unggul diantara rekan-rekan se-
zamannya. Ia mencetak bahan mentah yang berupa pasukan Suriah menjadi satu kekuatan militer
Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi, ia membangun sebuah Negara yang stabil dan
terorganisir. Ketika berkuasa, Mu’awiyah telah banyak melakukan perubahan besar dan menonjol di
dalam pemerintahan negeri waktu itu. Mulai dari pembentukan angkatan darat yang kuat dan
efisien, dia juga merupakan khalifah pertama yang yang mendirikan suatu departemen pencatatan
(diwanulkhatam) yang fungsinya adalah sebagai pencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh
khalifah. Dia juga telah mendirikan (diwanulbarid) yang memberi tahu pemerintah pusat tentang apa
yang sedang terjadi di dalam pemerintahan provinsi. Dengan cara ini, Mu’awiyah melaksanakan
kekuasaan pemerintahan pusat.
Pada 679 M, Mu’awiyah menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya. Ketika itulah ia
memperkenalkan sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti oleh dinasti-dinasti
besar Islam, termasuk dinasti Abbasiyah.

Pada perkembangan berikutnya, setiap khalifah mengikuti caranya, yaitu menobatkan salah seorang
anak atau kerabat sukunya yang dipandang sesuai untuk menjadi penerusnya. Pemindahan
kekuasaan Mu’awiyah mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifahan menjadi monarchi heridetis
(kerajaan turun temurun), yang di peroleh tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sikap
Mu’awiyah seperti ini di pengaruhi oleh keadaan Syiria selama dia menjadi gubernur disana[2].

Sistem dan model pemerintahan yang diterapkan Dinasti Umayyah ini mengundang kritik keras,
terutama dari golongan Khawarij dan Syiah. Sebagian besar khalifahnya sangat fanatik terhadap
kearaban dan bahasa Arab yang mereka gunakan. Mereka memandang rendah orang non-Arab dan
memposisikan mereka sebagai warga kelas dua. Kondisi tersebut menimbulkan kebencian penduduk
non-Muslim kepada Bani Umayyah. Di bidang yudikatif, para qadi (hakim) ditunjuk oleh gubernur
setempat yang diangkat oleh khalifah. Ketika Abdul Malik naik tahta, perbaikan di bidang
administrasi pemerintahan dan pelayanan umum digalakkan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani digunakan di
Suriah, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir.

Pada masa pemerintahan Abdul Malik, para gubernur yang diangkatnya menjalankan fungsinya
dengan baik. Gubernur Mesir saat itu, Abdul Aziz bin Marwan, membuat alat pengukur Sungai Nil,
membangun jembatan, dan memperluas Masjid Jami Amr bin Ash. Sementara itu, gubernur Irak,
Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan sistem irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat
ke seluruh pelosok Irak sehingga kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia juga melarang keras
perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi juga dibangun dengan memperbaiki sistem
keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran.

Pada masa Hisyam bin Abdul Malik, seorang gubernur juga mempunyai wewenang penuh dalam hal
administrasi politik dan militer dalam provinsinya. Ketika al-Walid I naik tahta menggantikan Abdul
Malik, kesejahteraan rakyat mendapat perhatian besar. Ia mengumpulkan anak yatim, memberi
mereka jaminan hidup, dan menyediakan guru untuk mengajar mereka. Bagi orang cacat, ia
menyediakan pelayan khusus yang diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun dan bagi orang
lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk orang kusta agar mereka
dirawat sesuai dengan persyaratan kesehatan. Al-Walid I juga membangun jalan raya, terutama jalan
ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu, digali sumur untuk menyediakan air bagi orang yang melewati
jalan. Untuk mengurus sumur-sumur itu, ia mengangkat pegawai. Pada saat Umar bin Abdul Aziz
memerintah, ia melakukan pembersihan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau
harta lain yang pernah diberikan kepada orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitul mal.
Terhadap para gubernur dan pejabat yang bertindak sewenang-wenang, ia tidak ragu-ragu
mengambil tindakan tegas berupa pemecatan. Kebijakannya di bidang fiskal mendorong orang non-
Muslim memeluk agama Islam. Pajak yang dipungut dari orang Nasrani dikurangi. Jizyah atau pajak
yang masih dipungut dari orang yang telah masuk Islam di antara mereka dihentikan. Dengan
demikian, mereka berbondong-bondong masuk Islam. Selama masa pemerintahannya, Umar bin
Abdul Aziz melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti
perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat
penginapan bagi para musafir, memperbanyak masjid, dan sebagainya[3].

C. Kemajuan yang Dicapai Dimasa Pemerintahan Umayyah


Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara islam yang besar
dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah benih-benih kebudayaan
dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan
perhatian pada kebudayaan arab[4] .

pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj, mencoba
menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di seluruh negeri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak
sepenuhnya dihilangkan. Orang-orang non Arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai
menggunakan bahasa arab. Perhatian bahasa arab mulai diberikan untuk menyempurnakan
pengetahuan mereka tentang bahasa arab.Hal inilah yang mendorong lahirnya seorang ahli bahasa
seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair arab jahiliyah pun muncul kembali
sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.

Bidang pembangunan juga di perhatian para khalifah Bani Umayyah. Masjid-masjid di semenanjung
Arabia dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims
digunakan sekaligus sebagai masjid dan gereja. Selain itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah
berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini
adalah Kuffah dan Basrah di Iraq[5] .

Ekspansi ke barat dilakukan secara besar-besaran pada masa pemerintahan Al-Walid ibn Abdul
Malik. Pada masa ini dikenal dengan masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Pada masa
pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya benua
Eropa yaitu pada tahun 771 M. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Tariq bin Ziyad dengan
menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dan benua Eropa. Mereka kemudian
mendarat di suatu tempat yang dinamakan dengan Gibraltar (jabal tariq).Tariq berhasil mengalahkan
tentara Spanyol dan dapat menguasai Kordova, Seville, Elvira, dan Toledo. Pasukan Islam dapat
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Dinasti Umayyah disamping telah berhasil dalam
ekspansi teritorialnya sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam berbagai bidang, diantaranya
adalah:

Dalam bidang administrasi pemerintahan meliputi:

1. Pemisahan kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.

2. Pembagian wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan
Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah,
Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta
Andalusia.

3. Bidang administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah menjadi bentuk
dewan. Departemen pajak dinamakan dengan dewan Al-Kharaj, departemen pos dinamakan dengan
dewan Rasail, departemen yang menangani berbagi kepentingan umum dinamakan dengan dewan
Musghilat, departemen dokumen negara dinamakan dengan dewan Al- Khatim.

4. Organisasi keuangan. Terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah,
perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.

5. Bidang arsitektur. Terlihat pada kubah Sakhra di Baitul Maqdis, yaitu kubah batu yang
didirikan pada masa khalifah Abdul Malik Ibn Marwan pada tahun 691 M.
6. Bidang pendidikan. Pemerintah memberikan dorongan kuat dalam memajukan pendidikan
dengan menyediakan sarana dan prasarana. Hal tersebut dilakukan agar para ilmuan, ulama’ dan
seniman mau melakukan pengembangan dalam ilmu yang didalaminya serta dapat melakukan
kadernisasi terhadap generasi setelahnya.

Pada masa ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan al-Quran dengan memberikan baris dan
titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakuakn pada masa pemerintahan Abd Malik Ibn Marwan
yang menjadi khalifah antara tahun 685-705M. Pada masa Dinasti ini juga telah dilakukan
pembukuan hadist tepatnya pada waktu pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (99-10 H),
mulai saat itu ilmu hadist berkembang dengan sangat pesat. Khalifah-khalifah dinasti Umayyah juga
menaruh perhatian pada perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu agama yang mencakup al-
Qur’an, hadist,fikih,sejarah dan geografi. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang
membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.Ubaid Ibn Syariyah Al Jurhumi telah berhasil
menulis berbagai peristiwa sejarah.Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang
mempelajari bahasa seperti nahwu, sharaf, dan lain-lain. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada
umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu
yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran. Khalifah Al-Walid mendirikan sekolah
kedokteran, ia melarang para penderita kusta meminta-minta di jalan bahkan khalifah menyediakan
dana khusus bagi para penderita kusta tersebut, pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi anak-
anak yatim dan anak terlantar.

D. Faktor-Faktor Penyebab Mundurnya Dinasti Umayyah

Kebesaran yang dibangun oleh Daulah Bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan kemunduran
dinasti yang berkuasa hampir satu abad ini, hal tersebut diakibatkan oleh beberapa factor yang
kemudian mengantarkan pada titik kehancuran. Diantara fakto-faktor tersebut adalah:

1. Terjadinya pertentangan keras antara kelompok suku Arab Utara (Irak) yang disebut Mudariyah
dan suku Arab Selatan (Suriah) Himyariyah, pertentangan antara kedua kelompok tersebut
mencapai puncaknya pada masa Dinasti Umayyah karena para khalifah cenderung berpihak pada
satu etnis kelompok.

2. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru
dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang
menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat
fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama orang Arab mengalami beratnya
peperangan dan bahkan diatas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan
tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan
kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang
Arab.

3. Konfllik-konflik politik yang melatar belakangi terbentuknya Daulah Umayyah. Kaum syi`ah dan
khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat
mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa
akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan,
bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.

Dari penjelasan di atas dapat saya simpulkan bahwa faktor-faktor keruntuhan dinasti Bani Umayyah
secara umum ada dua yaitu:

a. Faktor Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah adalah
karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibaringi dengan komunikasi yang baik, sehingga
menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.

Selanjutnya mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada,
hanya beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas negara.
Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama gundik-
gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya. Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya
konflik antar golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan
negara.

b. Faktor Eksternal

Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat Umar II
berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun Syiah tak ada yang
memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi
yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah
tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai
konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari
awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan Dinasti Umayah.
Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada
tahun 446 M mereka memproklamasikan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan
menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pemimpin gerakan
diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama
dengan keluarganya menuju Kuffah. Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri
sebelum khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu[6].

As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan untuk menentang
Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin tentara tersebut. Antara
pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai
Dzab, yang sampai akhirnya pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.

Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah pun tertuju
kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat itu Yazid mengambil sikap
damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas
Yazid ditawari jaminan keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima
baik tawaran tersebut dan disahkan oleh As-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan
pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani menuliskan sesuatu
kepada As-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para
pengikutnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini
sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru
kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat
setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan Ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak
menyerahkan kekuasaanya pada Mu’awiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian.
Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah
(‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).

Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh
Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada
tahun 679 M,yang kemudian diikuti oleh dinasti-dinasti besar islam yaitu dinasti Abbasyiah.

Kemajuan dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi,sehingga menjadi negara islam yang besar
luas serta sangat memperhatikan kemajuan pembangunan. Pada masa pemerintahan Al-walid Ibn
Abdul Malik,ekspansi kebarat dilakukan secara besar-besaran,dan pada masa itu dikenal dengan
masa ketentraman,kemakmuran dan ketertiban. Pada masa itulah disempurnakan penulisan al-
Qur’an dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya.

Kekuasaan Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran,karena adanya dua faktor yang sangat
berpengaruh yaitu faktor internal dan eksternal.

1. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah


Nama dinasti umayyah dinisbatkan kepada umayyah bin abd syam bin abdu manaf. Ia
adalah salah seorang tokoh penting di tengah qurays pada masa jahiliyah. Ia adalah pamannya
hasyim bin abdu manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan[1].

Sejarah daulah[2] bani Umayyah erat berkait dengan sejarah sebelumnya, yaitu kemelut
politik kepemimpinan umat islam paska terbunuhnya kholifah Usman, bibit konflik mulai
muncul.umat islam mulai mengalami konflik internal yang mengantarkan pada perang jamal
antar kelompok ummul mukminin Aisyah dan Zubair bin Awaam r.a dengan kelompok Ali
Bin Abi Talib. Tidak lama setelah itu menyusul perang shiffin antara Muawwiyah dengan
Ali.

Perang shiffin ada dua golongan yang berseteru akibat krisis kepemimpinan tersebut yaitu
golongan kholifah Ali dan golongan Muawiyah dengan dalih menuntut darah usman –
menuntut Ali agar menyikapi dan menyelesaikan tragedi pembunuhan Usman – menyusun
kekuatan menentang pemerintahan Ali[3].

Muawiyah ibn abi sufyan, gubernur syiria, yang sejak awwal selalu berseberangan dengan
Ali juga mengharapkan kekuasaan dan memanfaatkan keadaan yang ditimbulkan oleh
pembunuh Utsman itu untuk kepentingan sendiri. Persaingan keduanya bahkan sudah terjadi
sejak nenek moyang mereka, yakni bani Umayyah dan bani Hasyim[4]

Kedua pasukan itu berhadapan dimedan siffin. Khalifah Ali mau menghindari pertumpahan
darah umat islam dan mau menyelesaikan itu dengan jalan damai. Karena penyelesaian
dengan jalan damai menemukan kegagalan, pertempuran pun meletus. Pertempuran terjadi
beberapa hari lamanya. Ali dengan kepribadiannya dapat membangkitkan semangat dan
kekuatan laskarnya, sehingga kemenangan sudah membayang baginya. Muawiyah sudah
cemas dan kehilangan akal. Muawiyah yang cerdik, atas nasihat Amr ibn Ash sekutunya yang
cerdik, mengikatkan Al Quran pada ujung tombak tentaranya dan dengan demikian menuntut
agar perselisihan itu diselesaikan menurut Al Quran.

Seruan lascar Muawiyah mendapat sambutan hangat dari lascar Ali. Banyak diantara mereka
yang tadinya hendak meneruskan peperangan, akan tetapi oleh karena keadaan mereka telah
morat-marit,lantas memperkenankan seruan itu.setelah pertempuran berhenti, diputuskan
bahwa perselisihan itu harus diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai wasit. Muawiyah
mengangkat sahabatnya, Amr ibn ash yang cerdik, untuk menjadi peneng ah dari pihaknya.
Pihak Ali diwakili oleh Abu musa Al Asy’Ari, yang bukan tandingannya. Kedua penengah
itu massing – masing dibantu oleh 400 orang dan seandainya para penengah itu tidak bias
tidak bias menyelesaikan persoalan, masalah itu akan diputuskan dengan suara mayoritas

Namun dengan siasat dan tipu muslihat Amr ibn Ash, akhirnya pihak Ali keluar sebagai
yang kalah, dan muawiyah keluar sebagai pemenang. Ali harus melepaskan kekhalifahannya,
tetapi Muawiyah tidak demikian. Peristiwa itu membuat muawiyah seorang gubernur yang
memberontak mempuntai kedudukan yang sama dengan kholifah Ali[5]

Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah tidak menguntungkan bagi Ali, karena hal
tersebut menimbulkan pecahnya kaum muslimin, sehingga kepemimpinan Ali semakin lemah
dan Muawiyah semakin kuat. Selain itu, dalam hal keuangan, sumber-sumber kekayaan dan
tenaga manusia pun muawiyah juga memiliki sumber-sumber yang kaya di syiria dan
memiliki dukungan yang tangguh dari keluarga

Pada tanggal 20 ramadhan 40 H. (660 M). Ali terbunuh oleh salah seorang anggota khawarij.
Kemudian kedudukan Ali sebagai kholifah dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka hasan
mambuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam kembali dalam
satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Disisi lain, perjanjian itu
mnyebabkan muawiyah menjadi penguasa absolut dalam islam. Tahun 41 H/661 M.., tahun
persatuan itu dikenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (am jama’ah) . jadi am jama’ah
adalah tahun persatuan antara Hasan dan muawiyah, artinya bahwa antara mereka tidak
terjadi perebutan kekuasaan dan berdamai serta menjalankan pemerintahan dalam satu
kepemimpinan.

Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan al khulafa’ar Rasyidin. Dan
dimulailah kekuasaan bani umayyah dalam sejarah politik.[6].

1. Para kholifah dinasti umayyah

Masa kekuasaan Dinasti umayyah hampir satu abad, tempatnya selama 90 tahun, dengan 14
orang kholifah. Khalifah yang pertama adalah muawiyah bin abi Sufyan, sedangkan kholifah
yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin
besar yang berjasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaiknya ada pula
kholifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan kholifah Umayyah adalah sebagai :

1. Muawiyah I bin Abi Sufyan : 41-60H/661-679M


2. Yazid bin Muawiyah : 60-64 H/679-683M
3. Muawiyah II bin Yazid : 64H/683M
4. Marwan I bin hakam : 64-65H/ 683-684 M
5. Abdul Malik bin Marwan : 65-86H/ 683-705M
6. Al Walid I bin Abdul Malik : 86-96H/705-7114M
7. Sulaiman bin Abdul Malik : 96-99 H/ 714-717 M
8. Umar bin Abdul Aziz : 99-101H/717-719M
9. Yazid II bin Abdul Malik : 101-105H/ 719-723M
10. Hisyam bin Abdil Malik : 105-125H/723-742M
11. Al Walid II bin Yazid II : 125-126H/742-743M
12. Yazid bin Walid bin Malik : 126H/743
13. Ibrahim bin Walid
14. Marwan bin Muhammad

Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khaliafah terbesar dari bani Umayyah ialah
Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz[7].

1. Muawiyah I bin Abi Sufyan

Dinasti umayyah didirikan oleh muawiyah bin abu sufyan bin harb. Muawiyah disamping
sebagai pendiri daulah bani abbasiyah juga sekaligus menjadi kholifah pertama. Ia
memindahkan ibu kota kekuasaan islam dari kufah ke damaskus.

Muawiyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian sejarawan awalnya
dipandang negative. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang
saudara di siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, muawiyah juga dituduh
sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan islam, karena dialah yang mula-
mula mengubah pemimpin Negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi menjadi
kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity)

Muawiyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya dirinya
dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari menjadi salah seorang
pemimpin pasukan dibawah komando panglima Abu ubaidah bin Jarrah yang berhasil
merebut wilayah Palestina, Suriyah dan Mesir dari tangan Imperium Romawi yang telah
menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM. Kemudian Muawiyah menjabat kepala
wilayah di Syam yang membawahi Syuriah dan Palestina yang berkedudukan di damaskus
selama kira-kira 20 tahun semenjak diangkat oleh kholifah Umar. Kholifah Utsman telah
menobatkannya sebagai “Amir Al Bahr” yang memimpin armada besar dalam penyerbuan
ke kota konstantinopel walaupun belum berhasil.

Diatas segala-galanya jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan,
sesungguhnya muawiyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan pemimpin besar yang
berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sifat- sifat seorang penguasa, politikus dan
administrator[8]. Namanya di sejajarkan dalam deretan khulafaur rasyidin. Bahkan
kesalahannya yang mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara oleh rakyat, dapat
dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan[9].

Muawiyah dibaiat oleh umat islam di Kufah, sedangkan Hasan dan Husein dikembalikan ke
Madinah. Hasan wafat di kota nabi itu pada tahun 50 tahun H. Di antara jasa jasa Muawayah
ialah mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap
pos. Ia pun berjasa mendirikan kantor Cap (percetakan mata uang )[10]. Pada masa
pemerintahnya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan islam yang sempat terhenti pada
masa kholifah Utsman dan Ali. Ekspansi teritorial yang dijalankannya mengarah ke Afrika
utara dibawah komando panglima Uqbah bin Nafi’. Selain itu ia juga melakukan ekspansi ke
wilayah timur yakni khurasan dan berbagai daerah lainnya[11].

Muawiyah adalah seorang politisi yang cukup paham strategi. Menjelang kematiannya pada
tahun 60 H di usia 80 tahun. Ia mengajak keseluruh penduduk untuk bersedia menyatakan
baiat kepada yazid putranya sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya
setelah kematiannya dikemudian hari. Bahkan ia memerintahkan kepada seluruh pemerintah
propinsi agar mengutus wakilnya untuk memberikan baiat kepada Yazid[12].

Disalah satu bidang keagamaan, muawiyah membangun sebuah bilik khusus untuk imam
sholat berjamaah. Ini dilakukannya sebagai antisipasi keamanan dirinya mengingat dua
kholifah sebelumnya Umar dan Ali terbunuh oleh musuhnya masing masing yang mengerang
dari belakang[13]

2.Yazid bin Muawiyah

(rangkuman). Kholifah yazid merupakan putra dari muawiyah. Beliau lahir pada tahun 22
H/643 M. Pada tahun 679 M, muawiyah mencalonkan anaknnya, yazid untuk mengantikan
dirinya. Yazid menjabat sebagai kholifah dalam usia 34 tahun. Ketika Yazid naik tahta ,
sejumlah tokoh di madinah tidak mau mengangkat baiat kepadanya. Kholifah yazid
kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah dan memintanya untuk mengangkat
baiat kepada yazid beserta warga hijaz secara keseluruhan. Dengan cara ini, semua orang
terpaksa tunduk kecuali Husain bin Ali dan Abdulloh bin zubair.

Bersamaan dengan itu, pengikut Ali melakukan rekonsidasi kekuatan. Perlawanan terhadap
bani Umayyah dimulai oleh Husain bin Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke
Kufah atas permintaan pengikut Ali yang ada disekitar kufah dan mengangkat Husein sebagai
kholifah. Akan tetapi, rombongan Husein yang tidak didukung oleh milisi atau tentara
kemudian dihadang oleh pasukan kholifah Yazid.

Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah yang sekarang masuk ke
wilayah Irak. Tentara Husein yang tidak bersenjata lengkap kalah dan husein sendiri mati
terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirm ke damaskus, sedang tubuhnya dikubur
dikarbala[14].

Lain halnya dengan dengan penduduk makkah, sebagian dari mereka membaiat Abdulloh bin
zubair sebagai kholifah. Maka pasukan yazid yang telah menundukkan madinah meneruskan
perjalanannya ke Makkah untuk menguasainya. Abdulloh bin Zubair selamat dari gempuran
pasukan yazid karena ada berita bahwa yazid telah wafat sehingga ditariklah pasukannya
kesuriah. Akan tetapi, kota mekkah menjadi porak poranda akibat perlakuan Yazid tersebut.
Yazid meninggal pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya,
Muawiyah II[15].

3.Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II)

(rangkuman). Muawiyah bin yazid menjabat sebagai kholifah pada usia 23 tahun, berbeda
dengan ayahnya, ia bukan seorang yang berwatak keras atau menyukai peperangan. Tak
banyak literatur yang membahas tentang kholifah ini secara lengkap. Ia memerintah hanya
selama enam bulan[16]. Sumber lain mengatakan bahwa ia hanya memerintah kurang dari 40
hari dan meletakkan jabatannya sebagai kholifah. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena
tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan kholifah yang sangat besar tersebut[17].

4.Marwan bin hakam

Ketika muawiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar
Uamayyah mengangkatnya sebagai kholifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan
kekuasaan karena pengalamannya[18].dan sebagian besar penduduk yaman yang berada di
wilayah Syam menyatakan berada di pihak Bani Umayyah termasuk diantara mereka Husein
bin Al Namir, panglima perang yang pernah memimpin pasukan untuk menyerang Adulloh
bin zubair di Makkah. Dengan demikian, kendati tak mendapat dukungan dari wilayah Hijaz,
Irak, Iran da bahkan mesir, namun dukungan sebagian penduduk Yaman itu, pihak bani
Umayyah tak bisa diabaikan[19].

Marwan bin Hakam bukanlah sosok baru dalam catur perpolitikan kala itu. Sebelumnya, ia
pernah menjabat penasihat kholifah Usman bin Affan. Pengaruhnya tidak kecil terhadap
kebijakan pemerintahan. Tak sedikit kebijakan yang ditelurkan khalifah Ustman kental aroma
kekeluargaan. Beberapa gubernur kala itu banyak yang diganti dengan orang-orang dari pihak
Umayyah. Misalnya jabatan gubernur di mesir yang dipegang oleh Amr bin Ash di ganti oleh
Abdulloh bin Sa’id.

Namun demikian terdapat kemajuan untuk islam dimasa pemerintahannya adalah seorang
dokter beragaman Yahudi asal Persia yang berhasil menerjemahkan naskah Suriyah tentang
ilmu pengobatan kedalam bahasa Arab. Kenyataannya karya tersebut merupakan prestasi
Ilmiyah yang pertama menggunakan bahasa Arab[20].

Marwan meninggal pada usia 63 tahun. Ia hanya menjabat sebagai kholifah selama 9 bulan
18 hari. Masa pemerintahnnya tak membawa banyak perubahan bagi sejarah islam.

5.Abdul Malik Bin Marwan

Abdulloh bin Marwan dilantik sebagai kholifah setelah kematian ayahnya. Dibawah
kekuasaannya pemerintahan Umayyah mencapai kejayaannya. Hal yang terlebih dahulu
dilakukan oleh Abdul Malik adalah menyatukan kembali kekuasaan politik bani Umayyah
yang sempat terpecah diera sebelumnya. Kholifah Abdul Malik kemudian mengorganisasi
kekuatan militer untuk menghadapi kelompok Abdulloh bin Zubair yang menguasai Hijaz.

Pada akhirnya. Kekuatan abdulloh bin Zubair terdesak. Pasukan Bani Umayyah dapat
menguasai kota Makkah, benteng pertahanan terakhir dari Abdulloh bin Zubair dan
membunuh Abdulloh bin zubair. Dikuasainya Hijaz ini kemudian mengakhiri pemberontakan
orang-orang Hijaz dan secara otomatis menyatukan kembali kekuatan bani Umayyah pada
satu kepemimpinan.

Kholifah Abdul malik sebagai kholifah tegas, perkasa dan negarawan yang cakap dan
berhasil memulihkan kembali kesatuan dunia islam. Ia memiliki kontribusi penting dalam tata
moneter dunia islam, antara lain diperkenankannya Dinar dan Dirham yang dicetak oleh
pemerintah pada waktu itu. Tata administrasi dan birokrasi pemerintahan juga dipertegas
antar lain dengan dibentuknya berbagai lembaga pemerintahan yang kemudian mengatur
urusan-urusan umat islam. Philip K. Hitti mencatat kontribusi yang ditanamkan oleh khalifah
ini adalah rasional atau gerakan arabisasi di bidang administrasi pemerintahan, pembuatan
keping mata uang arab untuk pertama kalinya. Ia juga membentuk layanan pos dan
membangun berbagai monument yang diantaranya kubah batu di yerusalem[21].

Kholifah Abdul Malik bin Marwan juga memiliki kontribusi dalam penyebaran islam. Politik
luar Neger yang bebasis pada penyebaran Agama Islam keluar daerah juga menuai hasil yang
cukup signifikan, antara lain dengan berhasil dikuasainya balkha, bukhara,khawarij, farghana
dan samarkand di Asia kecil yang sekarang masuk ke teritori negara Uzbekistan serta
kazhakhstan. Pasukannya juga meneruskan penyebaran islam ke timur antara lain balokhistan
(khurasan sebelah timur) sind dan punjab (sekang pakistan). Prestasi lain kholifah Abdul
malik bin marwan juga juga merencanakan penyebaran ke eropa dengan penunjukan Musa
bin Nashair sebagai gubernur Afrika Utara dan menyiapkan armada untuk menyebrang ke
andalusia, menghadapi kekaisaran gothik yang berada di daerah tersebut, namun, rencananya
belum berhasil direalisasikan[22].

6.Al Walid bin abdul Malik

Kholifah Abdul malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para kholifah Bani
Umayyah yang disebut sebut sebagai “pendiri kedua “ bagi kedaulatan Umayyah[23].pada
masa pemerintahannya, terjadi kemapanan politik yang mengakhiri periode transisi. Gerakan-
gerakan oposisi dan kelompok penekan telah dipadamkan sehingga kekuatan kholifah Walid
cukup kuat. Dengan adanya kemapanan ini, kebijakan kholifah Walid lebih berkonsentrasi
pada konsolidasi politik dan pelaksanaan politik luar negeri dengan menyebarkan islam
kedaerah lain dengan kekuatan dan sumber daya yang dimiliki[24].ia memerintahkan
penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi di wilayah Umayyah yang sebelumnya
masih memakai bahasa yang bermacam-macam, seperti bahasa Yunani di Syam, bahasa
Persia di persia, dan Bahasa Qibti di mesir. Ia juga memerintahkan untuk mencetak uang
secara teratur, membangun beberapa gedung dan masjid serta saluran-saluran air[25].

Pada masa ini, penyebaran islam mengalami momentumnya tersendiri. Tercatat suatu
peristiwa besar yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat
daya, yaitu benua eropa, yaitu pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan islam sampai
ke Andalusia (spanyol) di bawah pimpinan panglima Thariq bin Ziyad. Perjuangan panglima
Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Cordoba, Granada
dan Toledo yang merupakan wilayah kekuasaan Roderik, penguasa Gothik yang memerintah
wilayah Spanyol dan Portuga[26].

Kholifah walid bin Malik juga berhasil menyebarkan Islam sampai ke India di bawah
kepemimpinan Muhammad bin Qosim. Kemenangan pasukan islam di Punjab kemudian
memberi peluang untuk masuk ke India yang sangat kental kekuatan Hindunya.

Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukan pembangunan
internal selama pemerintahannya untuk kemakmuran rakyat. Kholifah Walid bin Malik
meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah daulah Bani Umayyah. Dalam
kontribusi ini, al Walid membangun layanan-layanan kesehatan untuk rakyat diantaranya
klinik khusus untuk penderita lepra, lumpuh dan orang buta. Ia juga mengeluarkan kebijakan
perluasan Masjid Haram dam mempercantik serta merenovasi masjid Nabawi di Madinah.
karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembangunan gedung-gedung, pabrik-
pabrik dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah yang berlalu lalang
di jalur tersebut.ia membangun Masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di
Damaskus. Disamping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk meyantuni para yatim
piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta dan sakit kusta. Kholifah
Al Walid bin Abdul Malik wafat tahun 96H dan digantikan oleh adiknya sulaiman[27].

7.Sulaiman bin abdul Malik

Sulaiman bin Abdul Malik menjadi kholifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahnnya
berlangsung selama 2 tahun 8 bulan. Menjelang saat terakhir pemerintahannya beliau
memanggil Guberrnur Wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul Aziz yang kemudian diangkat
menjadi penasehatnya. Umar bin Abdul Aziz pada dasarnya adalah seorang ulama. Hal inilah
yang menyebabkan posisinya cukup kuat di kalangan ulama Mekkah, di samping faktor
nasab beliau yang juga merupakan cucu dari kholifah Umar bin Khattab.

Pada era pemerintahannya, penaklukan Romawi menemui kendala. Satu-satunya jasa yang
dapat di kenangnya dari masa pemerintahannya ialah menyelesaikan pembangunan masjid
yang diberi nama Jamiul Umawi yang terkenal megah dan Agung di Damaskus[28].

8.Umar Bin Abdul Aziz

Nama lengkapnya adalah Umar bin abdul Azizi bin Marwan bin Hakam bin Harb bin
Umayyah. Ayahnya Abdul Aziz pernah menjadi gubernur di mesir selama beberapa tahun. Ia
masih merupakan keturunan Umar bin Al-Khottob melalui ibunya. Ia menghabiskan
waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu agama Islam, khususnya ilmu hadits dan ketika
menjadi kholifah ia memerintahkan kaum muslimin untuk menulis hadits dan inilah perintah
resmi pertama dari penguasa islam. Umar adalah orang rapi dalam berpakaian. [29]

Umar meghabiskan sebagian besar hidupnya di madinah. Ketika ayahnya Abdul Aziz wafat,
kholifah Adul Malik bin Marwan menyuruhnya ke damaskus dan menikahkan dengan
putrinya Fathimah. Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz
diangkat menjadi gubernur Hijaz. Ketika itu usianya baru 24 tahun. Saat Masjid Nabawi di
bongkar untuk direnovasi, Umar bin Abdul Aziz dipercaya sebagai pengawas pelaksana.

Langkah yang bisa dicontoh oleh para pemimpin saat ini adalah membentuk sebuah Dewan
Penasihat yang beranggotakan sekitar 10 ulama terkemuka saat itu. Bersama merekalah Umar
mendiskusikan berbagai masalh yang dihadapi masyarakat selama dalam pemerintahannya.

Karena beberapa tindakan beraninya memberantas kedhaliman atas hasutan Hajjaj bin Yusuf
dan orang –orangnya. Umar di berhentikan dari jabatan gubernur. Namun ketika khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik berkuasa. Ia kembali diangkat sebagai katib.

Pada masa pemerintahannya ia sangat berjasa ketika menerapkan kebijakan kondifikasi


hadits-hadits Nabi Saw secara resmi untuk pertama kalinya. Lebih dari itu kholifah ini juga
berperan sebagai aset dan mengambil bagian dalam kegiatan kodifikasi hadits. Menurut
bebrapa riwayat. Umar bin Abdul Aziz turut terlibat mendiskusikan hadits-hadits yang tengah
dihimpun, disamping ia sendiri memiliki beberapa catatan tentang hadits –hadits yang
diterimanya[30].

Umar juga mempunyai perhatian tinggi pada berbagai cabang ilmu, seperti kedokteran.
Dialah yang mengusulkan pemindahan sekolah kedokteran di Iskandaria Mesir ke Antakiya
Turki . Umar juga bersikap agak lunak terhadap musuh-musuh politiknya. Ia melarang kaum
muslimin mengecam Ali Bin Abi tholib.
Dalam bidang militer, Umar tidak menaruh perhatian untuk membangun angkatan perang. Ia
lebih mengutamakan pemakmuran kehidupan masyarakat karenanya. Ia memerintahkan
Maslamah untuk menghentikan pengepungan Konstantinopel dan penyerbuan ke Asia Kecil.

Di bidang ekonomi, Umar membuat kebijakan-kebijakan yang melindungi rakyat kecil. Pada
masanya, orang-orang kaya membayar zakat sehingga kemakmuran benar-benar terwujud.
Konon, saat itu sulit menemukan para penerima zakat lantaran kemakmuran begitu merata.

Kholifah Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia di Dir Sim’an, sebuah kota di wilayah Hism
pada 20 atau 25 Rajab 101 Hijriyah dalam usia 36 tahun 6 bulan. Manurut beberapa riwayat,
Umar bin Abdul Aziz meninggal karena di racuni oleh internal oknum keluarga bani
umayyah. Peristiwa itu terjadi disebabkan ketegasan, keberanian menentang ketidak adilan
dan menjunjung tinggi kebenaran serta sikap zuhud yang dimiliki Umar. Konon sikap Umar
tersebut menyebabkan anggota bani Umayyah tidak menjadi leluasa menyalah gunakan
kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya diri atau bertindak sewenang-wenang dengan
berlindung di balik kekuasaan dinastinya.

9.Yazid bin Abdul Malik

Yazid bin Abdul Malik menjabat kholifah kesembilan Daulah Bani Umayyah pada usia 36
tahun. Kholifah yang sering di panggil dengan sebutan Abu kholid ini lahir pada 71 H. Ia
menjabat kholifah atas wasiat saudaranaya, Sulaiman bin Abdul Malik.ia dilantik pada bulan
rajab 101 H.

Diantara tindakan yang dilakukan kholifah Yazid bin Abdul Malik adalah menumpas gerakan
Yazid bin Muthallib. Sebelumnya, Yazid bin Muthollib menjabat sebagai gubernur wilayah
Khurasan. Ia juga pernah menjabat gubernur Irak di Kufah dan Iran Bashrah. Jabatan itu di
pangkunya sejak kholifah Sulaiman bin Abdul Malik hingga masa Umar bin Abdul Aziz.
Karena dianggap melakukan gerakan-gerakan mencurigakan, kholifah Umar bin Abdul Aziz
memintanya datang ke Damaskus dan menjatuhi tahanan kota.

Ketika Kholifah Umar bin Abdul Aziz wafat, Yazid bin Mutholib segera melarikan diri. Ia
khawatir kholifah terpilih ,Yazid bin Malik akan mengambil tindakan tegas atas dirinya.
Sejak awal memang sering terjadi pertentangan antara dua orang yang senama itu.Yazid bin
Muhallib melarikan diri ke Irak. Karena pernah menjabat di wilayah itu, ia pun diteima oleh
masyarakat.

Yazid bin Muhallab juga berhasil mengumpulkan dukungan rakyat Bashrah untuk memecat
Yazid. Adanya gerakan itu sampai ke telinga sang kholifah di Damaskus. Yazid bin Abdul
Malik segera meminta saudaranya, Maslamah bin Abdul Malik untuk berangkat dengan
pasukannya ke lembah Irak guna memadamkan gerakan Yazid bin Muhallib.

Perang saudara kembali terjadi. Pasukan maslamah terus mengejar pasukan yazid bin
Muhallib dari benteng ke benteng. Hingga akhirnya yazid tewas di medan perang yang
terkenal di daerah Al Aqir, tak jauh dari karbala. Selanjutnya panglima Maslamah terus
mengejar sisa-sisa pasukan lawannya. Hal yang tak mungkin dilupakan sejarah adalah
tindakannya menghabisi seluruh keturunan dan keluarga muhallib[31].

Untuk memperluas wilayah Islam, kholifah Yazid memerintahkan panglima tsabit An


Nahrawani, gubernur Armania, untuk menaklukkan wilayah khazars, utara armenia antara
laut Hitam dan laut Kaspia. Namun dalam sebuah pertempuran panglima Tsabit tewas dan
pasukannya porak-poranda.

Kholifah Yazid menunjuk panglima Jarrah bin Ubaidillah untuk menjabat gubernur Armenia
dengan tugas menaklukkan Kazars. Perintah itu di tunjang dengan pengiriman pasukan cukup
besar dari Syiria. Pasukan Jarrah berhasil menerobos wilayah Khazars dan menduduki kota
blinger dan beberapa kota lainnya.

Sementara itu sammah bin Abdul Malik Al Khaulani, gubernur andalusia yang berkedudukan
di toledo, berhasil menaklukkan benteng Lerida dan Gerona, lalu mneyebrang ke
pengunungan pyrenees bagian timur wilayah Prancis Selatan. Ia terus melebarkan
kekuasaannya hingga berhasil menaklukkan Avignon, Toulun dan merebut kota Lyon.
Namun dalam usaha penaklukkan benteng Toulouse, ia tewas dan pasukannya kembali ke
Aquetane. Kholifah yazid mengangkat panglima Anbasa bin Syuhaim untuk mengantikan
Sammah.

Kholifah yazid bin malik tidak berusia lama menyaksikan perluasan wilayah islam itu. Ia
meninggal dunia pada usia 40 tahun. Masa pemerintahanya hanya berkisar 4 tahun satu
bulan. Konon ia meninggal akibat tekanan batin di tinggal seorang wanita yang ia cintai.

Beberapa waktu sebelum yazid meninggal sempat terjadi konflik antar dirinya dan
saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik. Namun hubungan keduanya baik kembali setelah
hisyam lebih banyak mendampingi sang kholifah hingga wafat[32].

10.Hisyam bin Abdul Malik

Kholifah Hisyam bin Abdul Malik perlu dicatat juga sebagai kholifah yang sukses. Ia
memerintahkan dalam waktu yang panjang yakni 20 tahun . ia dapat pula dikategorikan
sebagai kholifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar
kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama dalam hal keuangan, di
samping bertakwa dan berbuat adil[33]. Para ahli sejarah menyebutnya negarawan yang ahli
dalam strategi militer. Pada masa pemerintahannya, selain memadamkan kemelut internal, ia
juga meluaskan wilayahnya keluar. Ketika Imperium Romawi Timur berada di bawah
kekuasaan kaisar Leo III. Ia berhasil memulihkan wewenang pemerintahan pusatnya di
daerah balkan. Kini kaisar leo III kembali ingin merebut wilayah Asia kecil dari kekuasaan
daulah Umayyah yang sedang dipimpin Hisyam bi Abdul Malik.

Sementara sepeninggal Empress Wu yang mengalami kemelut berkepanjangan, Dinasti Tang


di Tiongkok berhasil memulihkan diri dibawah kekuasaan kaisar Hsuan Tsung. Setelah
kondisi internal pulih, ia bermaksud merebut daerah sinkiang (Turkistan Timur)yang berhasil
di taklukkan oleh panglima Qutaibah bin Muslim.

Di wilayah Andalusia, Kholifah Hisyam mengukuhkan Panglima Anbasa bin Syuhain


sebagai gubernur mengantikan Sammah bin Malik Al Khaulani yang gugur. Dengan pasukan
cukup besar, panglima Anbasa menyebrangi pegunungan Pyren dan menaklukkan wilayah
Narbonne diselatan perancis, selanjutnya ia maju ke Marseilles dan Avignon serta Lyon,
menerobos wilayah Burgundy.
Kemenangan itu membangkitkan semangat Anbasa. Ia terus maju ke arah Utara dan
menaklukkan beberapa daerah sampai benteng Sens di pinggir sungai Seins yang jaraknya
hanya sekitar 100 mil dari Paris, ibu kota wilaayah Neustria kala itu.

Karel yang menjadi pejabat wilayah Neustria, segera maju menghadang pasukan kaum
muslimin. Terjadi pertempuran sengit. Panglima Anbasa gugur dan pasukannya bertahan di
wilayah selatan Prancis.

Peristiwa itu segera sampai ke damaskus kholifah Hisyam segera mengangkat panglima besar
Abdurrohman Al Ghafiqi untuk mengantikan panglima Anbasa. Dalam hal melanjutkan cita-
cita pendahulunya, panglima Al Ghafiqi sangat hati-hati. Ia mempersiapkan pasukannya
semaksimal mungkin. Tak hanya bekal makanan, tetapi juga fisik tentara untuk menghadapi
cuaca dingin di daerah lawan.

Enam tahun kemudian, pasukan itu berangkat ke arah utara, mereka berhasil merebut touluse,
ibu kota wilayah Aquitania kala itu. Karel amartel terpaksa mundur dan bertahan di benteng
Aungoleme.

Nama panglima Al ghafiqi tersebar luas di daratan Eropa. Karel martel dan Raja Teodorick
IV menyerukan selureuh rakyatnya untuk memberikan perlawanan. Sementara itu pasukan
Islam berada dalam posisi tidak menguntungkan. Pasukan islam terlalu terbuai dengan harta
rampasan. ketika perang pecah, pasukan muslim terdesak. Panglima Abdurrohman Al
Ghofiqi gugur.

Sementara itu kemelut yang terjadi di Asia kecil berhaasil dipadamkan. Pasukan Romawi
Timur yang ingin merebut daerah itu bisa dihalau setelah kholifah Hisyam mengirim
panglima Said Khuzainah dari wilayah Khurasan untuk membantu panglima Maslamah bin
Abdul Malik, namun dalam suatu peperangan Said gugur.

Kholifah Hisyam bin Abdul malik wafat dalam usia 55 tahun. Namanya cukup harum dalam
sejarah. Dalam ketegasannya ia sengan menerima masukan dari para ulama[34].

11.Walid bi Yazid

(rangkuman). Walid bin abdul Aziz bin Abdul Malik dilahirkan pada 90 hijriyah. Ketika
ayahnya Yazid bin Abdul Malik diangkat sebagai kholifah, Walid baru berusia 11 tahun.
Seperti yang dituturka At Tabari dalam tarikh Al Umam wa Al Muluk, ketika diangkat
menjadi kholifah, Yazid bi Abdul Malik ingin mengangkat putranya, walid sebagai putra
mahkota, namun saat itu Walid masih belum cukup usia. Yazid terpaksa mengangkat
saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik sebagai cikal penggantinya. Sedangkan walid sebagai
putra mahkota kedua. (makalah)

(rangkuman). Begitu Yazid meninggal Hisyam naik menjadi kholifah kesepuluh Daulah bani
Umayyah. Sudah bisa ditebak terjadi pertentangan antara kholifah hisyam dan keponakannya,
Walid bin yazid. Apalagi beberapa ahli sejarah menyebutkan, akhlak Walid tidak terlalu baik.
Ia sering minum-minuman keras dan berfoya-foya. (makalah)

(rangkuman). Selama pemerintahan Hisyam, Walid lebih menghabiskan waktunya di luar


Damaskus ketika kholifah Hisyam bin Abdul Malik meninggal dunia, Walid sedang berada di
Azrak,utara Damaskus. Ia segera kembali ke Damaskus dan dibaiat menjadi kholifah
kesebelas kholifah Bani Umayyah. Saat itu usianya sekitar 39 tahun. (makalah)

(rangkuman). Kebijakan pertama yang ia lakukan adalah melipat gandakan bantuan kepada
orang-orang buta dan tua yang tidak memiliki keluarga untuk merawatnya. Ia menetapkan
anggaran tersendiri untuk membiayai masalah itu,ia juga memerintahkan untuk memberikan
pakaian kepada orang-orang miskin. (makalah)

(rangkuman). Pertentangan antara keluarga Yazid bin Abdul Malik dan Hisyam bin Abdul
Malik agaknya tidak berhenti ketika keduanya meninggal. Ketika berkuasa ,Yazid
menangkapi orang-orang yang dianggap dapat membahayakan kekuasaannya, termasuk
keluarga Hisyam. Ketika terjadi penangkapan besar-besaran itu, Yazid bin Walid bin Abdul
Malik sempat melarikan diri secara diam-diam. Yazid berhasil menghimpun kekuatan. Ia pun
dibaiat oleh keluarga Yamani di daerah syiria dan Palestina. (makalah)

(rangkuman). Mengetahui ada gerakan yang akan membahayakan kekuasaannya. Kholifah


walid bin yazid segera mengarahkan pasukan untuk menghancurkan pasukan Yazid. Namun
terlambat, pasukan Yazid lebih dahulu bergerak menuju istana. Kholifah walid terkepung.
Pada detik –detik menentukan itu, sebagian besar pasukan andalannya justru berbelok bersatu
dengan musuh. (makalah)

(rangkuman). Kholifah walid segera melarikan diri ke kediamannya. Namun sepuluh orang
diantara pasukan musuh berhasil menemukan persembunyiannya. Ketika dikepung ia sempat
berkata : “bukankah aku telah memberikan hadiah kepada kalian? Bukankah aku sering
meringankan beban kalian yang berat? Bukankah aku telah memberi makan orang-orang
miskin diantara kalian?” (makalah)

(rangkuman). Mereka yang mengepung menjawab . “kami tidak membenci dari diri kami
sendiri. Kami mengepungmu karena engkau terlalu banyak melanggar batasan-batasan aturan
Alloh. Engkau minum-minuman keras, menikahi istri ayahmu dan melecehkan perintah
Alloh”. Ia meninggal pada usia 40 tahun dan kepalanya dipancung. Ia memerintah selama
satu tahun dua bulan 22 hari saja.[35]

12.Yazid bin Walid

(rangkuman). Disamping gemar membaca Al Quran dan tekun beribadah. Kholifah yang satu
ini memiliki budi pekerti seperti Umar bin Abdul Aziz dalam kezuhudannya terhadap dunia.
Dialah satu-satunya kholifah yang dilahirkan didekat ka’bah. Masa pemerintahnnya tidak
lama yaitu kurang dari dua tahun . tidak banyak literatur yang mengambarkan situasi politik
dan pemerintahan ketika beliau memerintah[36] (makalah)

13.Ibrahim bin Walid bin Abdul malik

(rangkuman). Ia menjabat sebagai kholifah ketiga belas Daulah bani Umayyah mengantikan
saudaranya, yazid bin Walid. Karena kondisi saat itu mengalami guncangan. Naiknya ibrahim
sebagai kholifah tidak disetujui oleh sebagian kalangan keluarga Bani Umayyah. Bahkan
sebagian ahli sejarah menyebutkan dikalangan sebagian bagian Umayyah ada yang
menganggap hanya sebagai gubernur, bukan kholifah. (makalah)
(rangkuman). Diantara mereka yang menolak kekholifahan Ibrahim bin Walid adalah
Marwan bin Muhammad . saat itu ia menjabat gubernur empat wilayah yaitu Armenia,
Kaukasus, Azerbaijan dan Mosul. Marwan tak hanya menolak baiat atas Ibrahim bin Walid,
namun juga mengerahkan 80.000 dari Armenia menuju Suriah. Itulah gerakan terbesar yang
dihadapi pemerintahan Ibrahim bi Walid. untuk menghadapi pasukan besar itu, ia meminta
bantuan saudara sepupunya. Sulaiman bin Hisyam dan mengangkatnya sebagai panglima
besar. Untuk menghadang kekuatan pasukan Marwan bin Muhammad, panglima Sulaiman
segera mengadakan kunjungan keberbagai daerah dekat Syiria dan Palestina serta beberapa
daerah lainnya. Akhirnya, dari Mesir, Irak dan Hijaz datang bala bantuan yang mencapai
120.000 orang . pasukan besar itu berangkat dari damaskus menuju utara untuk menghadang
Marwan bin Muhammad, (makalah)

Gubernur Marwan bin Muhammad bukan hanya pejabat terkenal didaerah Armenia dan
sekitarnya , tetapi juga seorang panglima perang tangguh yang matang dimedan pertempuran.
Berkali-kali ia memimpin pasukan perang dan menaklukkan sejumlah wilayah. Sedangkan
panglima Sulaiman bin Hisyam sebaliknya. Meskipun seorang panglima, Sulaiman bin
Hisyam dibesarkan dilingkungan istana, bergelut dengan kemewahan. Ia tak begitu
menguasai medan peperangan. Karenanya, meski jumlah pasukannya diatas pasukan
Marwan, Sulaiman tak mampu berbuat banyak. Ketika pertempuran pecah, pasuanya porak
poranda. Medan perang dibanjiri darah tentara sulaiman. Melihat keadaan pasukannya,
sulaiman buru-buru melarikan diri ke damaskus. Ia segera menghadap kholifah ibrahim bin
Walid dan menceritakan apa yang terjadi. (makalah)

(rangkuman). Kholifah Ibrahim tak bisa berbuat banyak. Ia tak memiliki pasukan cadangan.
Oleh sebab itu ia memutuskan untuk menyerahkan diri kepada Marwan binMuhammad.
Dengan diiringi keluarganya, ia menemui gubernur Marwan dan menyerahkan jabatan
kholifahnya. Marwa biun Muhammad memberikan perlindunagan kepada Ibrahim bin Walid
yang sempat hidup hingga 132 H[37].(makalah)

14.Marwan bin Muhammad

(rangkuman). Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlwan. Pada awalnya,
beliau adalah seorang gubernur di salah satu wilayah yang dikuasai oleh bani Umayyah.
Delegetimasi politik yang dialami oleh kholifah Ibrahim serta keadaan yang sudah cukup
mengkhawatirkan menyebabkan beliau dibaiat sebagai kholifah. (makalah)

(rangkuman). Pemberontakan dapat ditumpas oleh beliau,tetapi kholifah marwan tidak


mampu menghadapi gerakan perlawanan gerakan bani Abbasiyah yang pendukungnya telah
menguat. Gerakan Abbasiyah kemudian mengonsolidasi diri mulai melancarkan serangkaian
serangan ke damaskus yang telah lemah. Marwan bin Muhammad akhirnya berhasil dikudeta
oleh kelompok Abbasiyah.

(rangkuman). Beliau melarikan diri ke Hurah, dan akhirnya sampai ke Mesir. Kholifah
Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzul hijjah 132 H. Dengan kudeta ini berakhirlah
kedaulatan bani Umayyah dan terjadi transformasi kepemimpinan ke Bani Hasyim yang
dipimpin oleh Abul Abbas As-Saffah, keturunan dari Abbas bin Abdul Muthalib paman
nabi[38].

1. Masa kemajuan Dunasti bani Umayyah


(rangkuman). Masa pemerintahan Bani umayyah terkenal sebagai era agresif dimana
perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti pada zaman
kedua khulafaur Rosidin. Hanya dalam waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru
mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan isam, yang meliputi tanah spanyol,
seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak,
Persia, Afghanistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan,
Uzbekistan dan Kirginiztan yang termasuk Soviet Rusia.

1. Politik / Pemerintahan / Militer


1. Politik

(rangkuman). Kondisi perpolitikan pada masa awal Daulah Bani Umayyah cenderung stabil.
Muawiyah dengan kemampuan politiknya mampu meredam gejolak-gejolak yang terjadi.
Hingga ia mengangkat anaknya Yazid menjadi penggantinya, barulah terjadi pergolakan
politik. (makalah)

(rangkuman). Di antara kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah
adalah terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power) dengan
kekuasaan politik[39]. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang
politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama. (makalah)

1. Pemerintahan

1) Perubahan Sistem Pemerintahan

(rangkuman). Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Theo-Demokrasi menjadi


monarchi (kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota.
Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat di bekas wilayah kerajaan Bizantium.

2) Sentralistik

(rangkuman). Daulah Bani Umayyah menerapkan konfederasi propinsi. Dalam menangani


propinsi yang ada, Muawiyah menggabung beberapa wilayah menjadi satu propinsi. Setiap
gubernur memilih Amir. Amir bertanggung jawab lansung kepada khalifah.

3) Administrasi pemerintahan

(rangkuman). Setidaknya ada empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani
Umayyah, yaitu:

a) Diwan Rasail: Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan
pegawai di berbagai wilayah

b) Diwan Kharraj :sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan


pengeluaran negara.

c) Diwan Jundi: Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang
menyebut dengan departemen perperangan.
d) Diwan Syurtah :sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan
dan ketertiban.

e) Katib Al-Qudat : seketaris yang berfungsi menyelenggarakan tertib hukum melalui


badan-badan peradilan dan hakim setempat[40]

4) Lambang Negara

(rangkuman). Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara di mana


sebelumnya pada masa Khulafa Rasyidin belum ada. Bendera merah ini menjadi ciri khas
Daulah Bani Umayyah[41].(makalah)

5) Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan

(rangkuman). Pada pemerintahan Abd Malik, bahasa Arab dijadikan bahasa resmi
administrasi pemerintahan sehingga pembukuan dan surat menyurat harus menggunakan
Bahasa Arab.

1. Militer

1) Undang-undang Wajib Militer

(rangkuman). Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat
undang-undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal dari orang
Arab.

2) Futuhat/Ekspansi (Perluasan Daerah)

(rangkuman). Perluasan ke Asia kecil dilakukan Muawiyah dengan ekspansi ke imperium


Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan Kreta pada tahun 54 H. Setelah 7 tahun,
Yazid berhasil menaklukkan kota Konstantinopel

(rangkuman). Perluasan ke Asia Timur, Muawiyah menaklukkan daerah Khurasan-Oxus dan


Afganistan-Kabul pada tahun 674 M. Pada zaman Abd Malik, daerah Balkh, Bukhara,
Khawarizan, Ferghana, Samarkand dan sebagian india (Balukhistan, Sind, Punjab dan
Multan). Perluasan ke Afrika Utara, dikuasainya daerah Tripoli, Fazzan, Sudan, Mesir (670
M).

(rangkuman). Perluasan ke barat pada zaman Walid mampu menaklukkan Jazair dan Maroko
(89 H). Tahun 92 H Thariq bin Ziyad sampai di Giblaltar (Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol
dikuasai. Cordova terpilih menjadi ibukota propinsi wilayah Islam di Spanyol.

1. Ekonomi dan Perdagangan


2. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah

(rangkuman). Sumber uang masuk pada zaman Daulah Bani Umayyah sebagiannya diambil
dari Dharaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara. Di samping itu, bagi
daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak
istimewa.
(rangkuman). Namun, pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi,
sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim memeluk
agama Islam.

(rangkuman). Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai
berikut:

1) Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha negara

2) Pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan

3) Ongkos bagi terpidana dan tawanan perang

4) Perlengkapan perang

5) Hadiah bagi sastrawan dan ulama

1. Mata Uang

Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur. Pembayaran diatur
dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa Umar bin Khattab sudah ada mata
uang, namun belum begitu teratur[42].

1. Sosial Kemasyarakatan

a) Panti Sosial Penyandang Cacat

(rangkuman). Ketika Walid naik tahta, ia menyediakan pelayannan khusus. Orang cacat
diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun. Orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga
mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat sesuai
dengan persyaratan standar kesehatan.

b) Arab dan Mawali

(rangkuman). Masyarakat dunia Islam begitu luas sedangkan orang-orang Arab merupakan
unsur minoritas. Meskippun demikian, mereka memegang peranan penting secara sosial.
Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang kekuasaan
dari muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali.

(rangkuman). Mulanya mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan.


Belakangan istilah mawali diperuntukan bagi semua muslim non Arab[43].

1. Pendidikan

(rangkuman). Daulah Bani Umaiyah tidak terlalu memperhatikan bidang pendidikan, karena
mereka fokus dalam bidang politik. Meskipun demikian, Daulah Bani Umayyah memberikan
andil bagi pengembangan ilmu-ilmu agama Islam, sastra dan filsafat.

Daulah menyediakan tempat-tempat pendidikan antara lain:


a) Kuttab

(rangkuman). Kuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal
Alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam

b) Masjid

(rangkuman). Pendidikan di masjid merupakan lanjutan dari kuttab. Pendidikan di masjid


terdiri dari dua tingkat. Pertama, tingkat menengah diajar oleh guru yang biasa saja. Kedua,
tingkat tinggi yang diajar oleh ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealimannya.

c) Arabisasi

Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (arabisasi buku) pada masa Marwan gencar
dilakukan. Ia memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku yang berbahasa Yunani,
Siria, Sansekerta dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab.

d) Baitul Hikmah

Baitul hikmah merupakan gedung pusat kajian dan perpustakaan. Perhatian serta pelestarian
berbagai sarana dan aktifitas di gedung ini terus menjadi perhatian dalam perjalanan Daulah
Bani Umayyah hingga masa Marwan.

1. Kesenian

a) Majelis Sastra

(rangkuman). Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas
kesusasteraan dan juga tempat berdiskusi mengenai urusan politik yang disiapkan dan dihiasi
dengan hiasan yang indah. Majelis ini hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama
terkemuka.

b) Arsitektur

(rangkuman). Dalam bidang seni arsitektur, para khalifah mendukung perkembangannya,


seperti pembuatan menara pada periode Muawiyah, kubah ash-Shakhra pada periode Abd
Malik. Kubah ini tercatat sebagai contoh hasil karya arsitektur muslim yang termegah kala
itu. Bangunan tersebut merupakan masjid yang pertama sekali ditutup dengan kubah.

1. Pemikiran dan Filsafat

Alam pemikiran zaman Daulah Bani Umayyah relatif berkembang pesat. Indikasinya adalah
lahirnya Khawarij dan Murjiah, Jabariyah dan Qadariyah, serta Mu’tazilah. Aliran pemikiran
ini tumbuh bak jamur di musim hujan.

Munculnya aliran-aliran ini patut diapresiasi sebagai khazanah bagi spektrum dunia
pemikiran Islam. Indahnya keberagaman itu terasa apabila fokus pandangan kita kepada
kelebihan aliran masing-masing dan tidak saling merendahkan satu sama lain. Bagaimanapun
juga, para penganut aliran tersebut telah membuat sesuatu bagi peradaban Islam.
1. Pemahaman Keagamaan

Pemahaman keagamaan, khususnya di bidang Fiqh, terdapat dua golongan yaitu Ahlu
Ra’yi dan al-Hadis. Ahlu Ra’yi mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi
atau qiyas. Sedangkan al-Hadis lebih berpegang kepada nash-nash, bahkan mereka tidak akan
memberikan fatwa jika tidak ada ayat Alquran dan Hadis yang menjelaskannya.

(rangkuman). Pada priode ini juga lahir sejumlah mujtahid fiqh. Di antaranya adalah lahirnya
mazhab Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik bin Anas di Madinah.

(rangkuman). Pada masa ini juga berkembang Ilmu tafsir. Ilmu tafsir memiliki peran yang
strategis. Di samping karena daerah Islam semakin luas sampai di daerah luar Arab, juga
karena semakin banyaknya pemeluk agama Islam

Perluasan dan non arab ini, secara tidak lansung, dapat menyebabkan ‘tercemarnya’ bahasa
Alquran. Karena tidak semua orang yang mempelajari Alquran pure untuk
kebaikan.[44].karena untuk memahami Al Quran sebagai kitab suci diperluka interpretasi
pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al Quran Al Quran di kalangan
umat islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir
yaitu Mujahid. (104 H)[45].

Selain Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis juga mendapatkan perhatian yang khusus. Umar bin Abul
Aziz menjadi tokoh utama dibalik semuanya. Dengan memerintahkan kepada seluruh
pemangku kepentingan untuk menulis dan mengumpulkan hadis Nabi Muhammad SAW
telah melahirkan metode pendidikan alternative yaitu rihlah, di mana para ulama mencari
hadis ke berbagai tempat dan orang.

Pada daulah inilah kitab tentang ilmu hadis disusun oleh para ulama muslim. Beberapa
ulama yang terkenal pada masa itu adalah Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-
Tayammami al-Makky), al-‘Auza’i Abdurrahman bin Amr, dan Hasan Basri as-Sya’bi dan
Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil.

1. Kemunduran dan Keruntuhan Daulah Bani Umayyah

Meskipun kejayaan telah diraih oleh bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama,
karena kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan daari pihak luar.
Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin
Abd Malik (720-724M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan
kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan
etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abd
Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.

Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya,Hisyam bin Abd
Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari
menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari
kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golonganmawali. Walaupun sebenarnya Hisyam
bin Abd Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan
oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah Hisyam bin Abd Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang menjadi
khalifah berikutnya bukan hanya lemah dalam politik, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini
semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah
digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim.

Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, namun
kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad
menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh
Daulah Abbasiyah[46].

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya
kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah[47]:

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Kelompok Syi’ah (para pengikut Ali)
dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal
dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani
Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara
(Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum
Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani
Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping
itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian
timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali, ditambah dengan keangkuhan
bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
5. Kelemahan pemerintahan pusat dalam mengendalikan dan mengontrol wilayah yang
amat luas.
6. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas bin Abdul Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, serta dukungan
dari kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti umayyah , disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-
orang bani Abbasiyah yang mengejara-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani
Umayyah yang dijumpainya.

Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz berangsur-angsur
melemah dan akhirnya hancur. Dinasti bani umayyah di runtuhkan oelh dinasti Bani
Abbaasiyah pada masa kholifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744
M
KESIMPULAN

Sejarah daulah bani Umayyah erat berkait dengan sejarah sebelumnya, yaitu kemelut politik
kepemimpinan umat islam paska terbunuhnya kholifah Usman, bibit konflik mulai
muncul.umat islam mulai mengalami konflik internal yang mengantarkan pada perang jamal
antar kelompok ummul mukminin Aisyah dan Zubair bin Awaam r.a dengan kelompok Ali
Bin Abi Talib. Tidak lama setelah itu menyusul perang shiffin antara Muawwiyah dengan
Ali.

Setelah wafatnya Ali maka tahta pemerintahan jatruh di tangan hasan, dan iapun merasa tidak
mampu memegang perjuangan politik sehingga pada akhirnya tahta kekholifahan ia berikan
seutuhnya kepada Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan al
khulafa’ar Rasyidin. Dan dimulailah kekuasaan bani umayyah dalam sejarah politik.

Adapun urutan kholifah Umayyah adalah sebagai :

(rangkuman). Muawiyah I bin Abi Sufyan : 41-60H/661-679M, Yazid bin Muawiyah : 60-64
H/679-683M, Muawiyah II bin Yazid : 64H/683M, Marwan I bin hakam: 64-65H/ 683-684
M, Abdul Malik bin Marwan : 65-86H/ 683-705M, Al Walid I bin Abdul Malik: 86-96H/705-
7114M, Sulaiman bin Abdul Malik: 96-99 H/ 714-717 M, Umar bin Abdul Aziz : 99-
101H/717-719M, Yazid II bin Abdul Malik : 101-105H/ 719-723M, Hisyam bin Abdil Malik
: 105-125H/723-742M , Al Walid II bin Yazid II : 125-126H/742-743M, Yazid bin Walid bin
Malik : 126H/743(makalah)

Kemajuan pada masa Umayyah adalah

1. Politik / Pemerintahan / Militer


2. Ekonomi dan Perdagangan
3. Sosial Kemasyarakatan
4. Pendidikan
5. Kesenian
6. Pemikiran dan Filsafat
7. Pemahaman Keagamaan

Masa kemunduran Umayyah yaitu di karenakan sistem pergantian kholifahnya dnegan cara
dilanjutkan oleh keturunan. Dan awal mula terbentuknya daulah umayyah yakni dengan cara
politik yang tidak sehat, tetap terjanganya pertentangan etnis. Siakp mewah yang ditunjukkan
oleh kebanyakan pemimpin kholifahnya, lemahnya pemerintahanya, munculnya
pemberintakan dari bani Abbasiyah.

Bani Umayyah di Andalus


Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam
pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), di mana
tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai
salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq
bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan
Islam di bawah pimpinan Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona,
Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, di mana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah
sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-
Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya,
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan
pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kota
Tours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan Pertempuran
Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim
mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi
negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-
koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth
bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang
merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen.
Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic,
Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth
adalah ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara
Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja.
Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya
kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke
Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara
Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung
dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai
Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif,
Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para
budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang
selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan
kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang
kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi,
persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat
dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran
Islam di sana.
Daulah Umayyah adalah dinasti yang raja-rajanya merupakan keturunan dari Umayyah bin Abdu
Syams bin Abdu Manaf. Secara nasab, ia masih terbagi menjadi dua periode, yaitu Sufyaniyah
(keturunan Abu Sufyan ibn Harb, ayah dari raja pertama Islam, Mu~ez_rsquo~awiyah), dan
Marwaniyah (keturunan Marwan ibnul Hakam).

Sedangkan Daulah Abbasiyah yang datang setelahnya melalui pemberontakan, adalah dinasti yang
raja-rajanya merupakan keturunan Al ~ez_lsquo~Abbas bin ~ez_lsquo~Abdul Muththalib bin Hasyim
bin Abdu Manaf.

Jadi, kedua dinasti ini bertemu nasabnya di Abdu Manaf. Adapun kedua putra Abdu Manaf yang
menjadi nenek moyang kedua dinasti, yaitu Hasyim dan Abdu Syams, dikatakan bahwa keduanya
adalah saudara kembar.

Masa Daulah Umayyah adalah 91 tahun (41 H ~ez_ndash~ 132 H) dengan 14 khalifah. Sebagian
ulama menafsirkan bahwa para khalifah Bani Umayyah beserta khulafaur rasyidin adalah yang
dimaksudkan oleh Rasulullah pada sabda beliau:

~ez_ldquo~Senantiasa agama ini akan tegak sampai berlalu atas kalian 12 khalifah, umat semuanya
bersepakat atas mereka.~ez_rdquo~ [HR Abu Dawud]

Hal ini karena selama pemerintahan Bani Umayyah, umat bersatu dalam satu kepemimpinan, hanya
sempat terjadi dualisme kekuasaan ketika masa ~ez_lsquo~Abdullah ibn Az Zubair, dan itu tidak
lama.

Selain itu juga karena masa Bani Umayyah masih termasuk kurunnya salaf, yaitu kurun terbaik
dimana beberapa sahabat Nabi masih hidup, ilmu masih terjaga, dan kekhalifahan kuat dan
mengalami perluasan yang luar biasa dari perbatasan Cina-India, sampai ke Maroko dan Andalus
(Spanyol), dan untuk setiap provinsi, gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.

Sedangkan pada masa ~ez_lsquo~Abbasiyah, sejak berdirinya justru telah ada beberapa negara yang
berdiri sendiri atas rekomendasi khalifah semisal dinasti Aghlabiyah (Tunisia) dan dinasi Thahiriyah
(Khurasan). Sebagian lagi memisahkan diri secara independen, semisal dinasti Umayyah (Andalus)
dan Idrisiyah (Maroko).

Selanjutnya menyusul pemisahan Mesir dan Suriah pada tahun 254 H menjadi dinasti Thuluniyah,
kemudian dinasti Ikhsydiyah. Adapun Thahiriyah kemudian dikalahkan oleh Bani Shaffar sehingga
Khurasan menjadi milik dinasti Shaffariyah, yang selanjutnya dikuasai oleh dinasti Samaniyah. Lalu
pada 297 H, muncul Dinasti Fathimiyah yang mengalahkan dinasti-dinasti di atas sehingga berkuasa
di bagian barat (Maroko, Mesir, Hijaz, Suriah).
Sedangkan dua daulah besar lain: ~ez_lsquo~Abbasiyah tetap di Baghdad (Irak), dan Umayyah II
tetap di Andalus. Di daerah Persia ada dinasti Buwaih, sedangkan di Mosul dan Halab ada dinasti
Hamdaniyah.

Setelah itu masih ada nama-nama seperti dinasti Ghaznawiyah, dinasti Seljuk, dinasti Rustamiyah,
Sajalmasah, dan Qaramithah. Kemudian Mamluk, Khawarizmiyah, Artaqiyah, Atabikiyah, Ayyubiyah,
Hafsiyah dan Murabithun, serta Muwahhidun.

Pada tahun 656 Hijriyah, Baghdad diserbu pasukan Tartar (Mongol) dan khalifah
~ez_lsquo~Abbasiyah terbunuh. Ketika Tartar hendak meneruskan serangan ke Mesir, mereka
terpukul mundur sehingga kembali dan hanya berkuasa di Irak, Iran, dan India, dengan kekuasaan
yang dikenal dengan dinasti Ilkhaniyah, yang kemudian nantinya sebagian raja-rajanya memeluk
agama Islam.

Adapun keturunan ~ez_lsquo~Abbasiyah yang selamat dari serangan, melanjutkan kekuasaannya di


Mesir namun hanya berstatus sebagai khalifah bayangan (formalitas) di bawah para sultan Mamluk.
Sampai pada saatnya nanti berperang dengan Bani Utsman sebagai cikal bakal Daulah Utsmaniyah.

Perbedaan:

Daulah Umayyah:
- Raja-rajanya keturunan dari Umayah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf
- Masanya 91 tahun (41 H – 132 H) dengan 14 khalifah
- Ilmu dan kekhalifahan masih terjaga
- Perluasan wilayah dari perbatasn Cina - India, Marko, dan Andalus

Daulah Abbasuyah:
- Raja-rajanya keturunan dari Al ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf
- Beberapa negara telah berdiri sendiri atas rekomendasi khalifah.
- Andalus dan Maroko memisahkan diri

Persamaan:
- Memiliki nasab yang sama, yaitu Abdu Manaf. Kedua putra Abdu Manaf yang menjadi
nenek moyang kedua dinasti tersebut, yaitu Hasyim dan Abdu Syams merupakan saudara
kembar.

KEKURANGAN

Faktor kekurangan dari bani Umaiyah 1 ;


a. Memakai Sistem peralihan keuasaan monarchi, yang mnyebabkan putra mahkota yang
mash kecil dan tidak profesinal menjadi khalifah
b. Banyak wilayah baru yang di taklukan tetapi tidak dibina secara intensif
c. Banyak kasus penyelewengan dalam istanah yang tidak ditindak dengan tegas oleh
pemerintah, seperti korupsi dan nepotisme.
d. Pengangkatan dua putra mahkota daam satu tahun pemerintahan, yang terjadi pada
khalifah ke 12 Yazid bin Walid dan 13 Sulaiman bin Walid, oleh masyarakat bahwa hal
yang terjadi seperti itu menunjukan ketidak tegasan dari pemerintahan bani Umaiyah 1

Anda mungkin juga menyukai