Muawiyah melakukan pemberontakan pada masa pemerintahan Kholifah Ali, dengan alasan
menuntut balas kematian Utsman, bahkan ia menuduh bahwa Ali terlibat dalam peristiwa
pembunuhan Kholifah Utsman.
Sedangkan Ali beranggapan bahwa kepemimpinan Muawiyah sebagai gubernur Damaskus
banyak melakukan penyelewengan, selain itu Muawiyah juga berambisi menduduki jabatan
Kholifah oleh karena itu Ali mencopot Muawiyah dari jabatannya sebagai Gubernur Damaskus.
Karena merasa sakit hati maka Muawiyah melakukan pemberontakan sehingga terjadilah
Perang Shiffin, dalam peperangan ini diakhiri dengan perdamaian / Arbitrase / Tahkim. Namun
sayang dalam peristiwa tahkim ini, pihak Muawiyah melakukan tipu muslihat atas saran dari
Amr bin Ash.
Setelah peristiwa tahkim, pihak Ali merasa dirugikan dan pendukunh Ali terpecah menjadi 2
kelompok yaitu Syi’ah dan Khawarij.
Orang-orang khawarij melakukan rencana hendak membunuh 3 orang yang dianggap sebagai
dalang perpecahan umat Islam yaitu (Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Ali bin Abi
Tholib). Namun rencana tersebut gagal hanya orang yang bertugas membunuh Ali yang berhasil.
Setelah Ali terbunuh, orang-orang Syi’ah mengangkat Hasan bin Ali sebagai Kholifah,
namun pihak muawiyah menolak. Disisi lain Hasan tidak berambisi menjadi Kholifah dan tidak
mau terjadi perpecahan berlanjut di tubuh umat Islam, akhirnya Hasan bersedia menyerahkan
kekuasaan kekholifaha kepada Muawiayah.
Hasan bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah dengan beberapa syarat yaitu :
1. Muawiyah tidak menarik pajak dari penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak
2. Muawiyah tidak lagi mencacimaki Ali dan keluarganya
3. Muawiyah menyerahkan sebagian harta Baitul Mal kepada Hasan
4. Setelah kekholifahan muawiyah berahir, jabatan Kholifah diserahkan kepada umat Islam.
Muawiyah berjanji memenuhi syarat tersebut, akhirnya Muawiyah secara resmi diangkat sebagai
Kholifah pada tahun 661 H.
Jasa Peninggalan Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan
Pada masa Umayyah, baitul Mal = Lembaga pemerintahan yang bertugas mengurus masalah
keuangan Negara, beralih fungsi dari harta hak seluruh rakyat menjadi harta kekayaan pribadi
kholifah.
Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada masa pemerintahan Kholifah Muawiyah
antara lain adalah :
1. Pembentukan Diwanul Hijabah
Bertugas memberikan pengawalan khusus terhadap Khlifah, hal ini dikarenakan kekhawatiran
muawiyah melihat 3 kholifah sebelumnya meninggal karena terbunuh
2. Pembentukan Diwanul Khatam
Bertugas mencatat semua kebijakan Kholifah mengantisipasi peristiwa pembunuhan Kholifah
Utsman yang disebabkan Surat misterius
3. Pembentukan Diwanul Barid
Departemen pos yang bertugas mengantarkan surat-surat resmi pemerintah
4. Pembentukan Shohibul Kharaj
Bertugas memungut pajak dari rakyat.
Hisyam bin Abdul Malik adalah Kholifah Dinasti Bani Umayyah yang ke-10. beliau
dilahirkan pada tahun 70 H. sejak kecil beliau tinggal di kota Ar-Rushafah yang terletak di tepi
sungai Eufrat.
Beliau termasuk salah seorang kholifah yang cerdas, tegas dan pemurah sehingga Dinasti
Bani Umayyah dapat mencapai berbagai kemajuan di berbagai bidang pada masa
pemerintahannya.
Insiden khusus dari masa pemerintahannya terjadi dalam Pertempuran Karbala di mana cucu
Nabi Muhammad, Husain bin Ali beserta pengikutnya terbunuh. Tidak hanya Husain tokoh
terkemuka yang menentang kenaikan Yazid ke kursi kekhalifahan; ia juga ditentang Abdullah
bin Zubair yang menyatakan menjadi khalifah sesungguhnya. Saat orang-orang Hejaz mulai
memberikan kesetiaan pada Abdullah, Yazid mengirim pasukan untuk mengamankan daerah itu,
dan Makkah diserbu. Selama penyerbuan, Ka’bah rusak, namun pengepungan berakhir dengan
kematian mendadak Yazid pada 683.
Sebagai lelaki muda Yazid mengkomando pasukan Arab yang ayahandanya Muawiyah
mengirim untuk mengepung Konstantinopel. Segera setelah itu ia menjadi khalifah, namun
banyak dari yang ayahandanya telah menjaga di bawah pengawasan memberontak terhadapnya.
Walau disajikan dalam banyak sumber sebagai penguasa yang risau, dengan penuh semangat
Yazid mencoba melanjutkan kebijakan ayahandanya dan menggaji banyak orang yang
membantunya. Ia memperkuat struktur administrasi khilafah dan memperbaiki pertahanan militer
Suriah, basis kekuatan Bani Umayyah. Sistem keuangan diperbaiki. Ia mengurangi pajak
beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan konsesi pajak yang ditanggung orang-orang
Samara sebagai hadiah untuk pertolongan yang telah disumbangkan di hari-hari awal penaklukan
Arab. Ia juga membayar perhatian berarti pada pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di oasis
Damsyik. Ia digantikan putranya Muawiyah II.
Muawiyah bin Yazid bergelar Muawiyah II (661 - 684) ialah Khalifah Bani Umayyah selama
hampir 6 bulan setelah kematian ayahandanya Yazid I. Khilafah yang diwarisinya dalam
keadaan kacau sebab pernyataan Ibnu Zubair sebagai khalifah sebenarnya dan memegang daerah
Hejaz seperti daerah lain.
Muawiyah II dianggap sebagai orang yang ramah yang yang tidak giat melibatkan diri dalam
politik. Umumnya dipercaya bahwa ia turun tahta dan meninggal segera setelah itu, meski
beberapa sumber menyebutkan ia diracun. Ia digantikan oleh keluarga Bani Umayyah dari
cabang lainnya, yaitu Marwan bin al-Hakam (Marwan I).
Marwan bin al-Hakam bergelar Marwan I (623 - 685) ialah Khalifah Bani Umayyah yang
mengambil alih tampuk kekuasaan setelah Muawiyah II menyerahkan jabatannya pada 684.
Naiknya Marwan menunjukkan pada perubahan silsilah Bani Umayyah dari keturunan Abu
Sufyan ke Hakam, mereka ialah cucu Umayyah (darinya nama Bani Umayyah diambil). Hakam
ialah saudara sepupu Utsman bin Affan.
Selama masa pemerintahan Utsman, Marwan mengambil keuntungan dari hubungannya pada
khalifah dan diangkat sebagai Gubernur Madinah. Bagaimanapun, ia diberhentikan dari posisi ini
oleh Ali, hanya diangkat kembali oleh Muawiyah I. Akhirnya Marwan dipindahkan dari kota ini
saat Abdullah bin Zubair memberontak terhadap Yazid I. Dari sini, Marwan pergi ke Damsaskus,
di mana ia menjadi khalifah setelah Muawiyah II turun tahta.
Masa pemerintahan singkat Marwan diwarnai perang saudara di antara keluarga Umayyah,
seperti perang terhadap Ibnu Zubair yang melanjutkan pemerintahan atas Hejaz, Irak, Mesir dan
sebagian Suriah. Marwan sanggup memenangkan perang saudara Bani Umayyah, yang berakibat
naiknya keturunan Marwan sebagai jalur penguasa baru dari Khalifah Umayyah. Ia juga sanggup
merebut kembali Mesir dan Suriah dari Ibnu Zubair, namun tak sanggup sepenuhnya
mengalahkannya.
Marwan bin al-Hakam digantikan sebagai khalifah oleh anaknya Abdul Malik bin Marwan.
Yazid bin Abdul-Malik atau Yazid II (687 - 724) ialah Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa
antara 720 sampai kematiannya pada 724.
Pengangkatan Yazid dihantam oleh konflik internal dan eksternal di sana-sini. Sejumlah perang
saudara mulai pecah di bagian yang berbeda dari kekhilafahan seperti Spanyol, Afrika dan di
timur. Reaksi keras oleh penguasa Bani Umayyah tak membantu persoalan, dan kelompok anti-
Umayyah mulai memperoleh kekuasaan di antara mereka yang tak puas. Ini menyebabkan
kelompok seperti Bani Abbasiyah mulai membangun dasar kekuatan yang akan digunakannya
untuk merobohkan Khilafah Bani Umayyah. Namun Khilafah Bani Umayyah belum benar-benar
surut.
Al-Walid bin Yazid atau al-Walid II (meninggal 16 April 744) ialah Khalifah Bani Umayyah
yang berkuasa antara 743 sampai 744. Ia menggantikan pamannya, Hisyam bin Abdul-Malik.
Naiknya Walid ke tampuk kekuasaan secara keras ditantang banyak orang dalam istana karena
reputasi Walid yang gaya hidupnya tak bermoral. Walau begitu, ia telah dijadikan khalifah. Ia
hampir secara cepat mulai menargetkan yang menentangnya, menimbulkan kebencian luas
terhadap Walid yang menyebar menjadi kebencian pada Bani Umayyah. Walid terbunuh pada 16
April 744 saat memerangi beberapa musuhnya. Ia digantikan sepupunya Yazid III.
Yazid bin Walid bin Abdulmalik atau Yazid III (701 - 744) ialah Khalifah Bani Umayyah. Ia
naik tahta hanya selama 6 bulan sebelum meninggal.
Ibrahim bin Al-Walid ialah Khalifah Bani Umayyah. Ia hanya memerintah dalam waktu
singkat pada tahun 744 sebelum ia turun tahta, dan bersembunyi dari ketakutan terhadap lawan-
lawan politiknya.
Pada masa pemerintahan Khalifah Ibrahim bin al-Walid, telah dilakukan penerjemahan buku-
buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Hal ini mengakibatkan lahirnya golongan
Mutakalimin, seperti Mu'tazilah, Jabariah, Ahlus Sunnah, dsb.
Sebelum menjadi khalifah, Marwan telah menjabat sebagai Gubernur Azerbaijan. Dalam
kapasitas ini beberapa kali ia mengadakan perang terhadap Khaganat Khazar, memenangkan
kejayaan Phirrik namun tak sanggup mengokohkan penaklukannya.
Marwan kemudian berkuasa setelah sepupunya Ibrahim bin Walid mengundurkan diri dan pergi
ke tempat persembunyian. Marwan mewarisi kekhalifahan yang sedang pecah. Perasaan anti-
Umayyah telah sangat merata khususnya di Iran dan Irak, dan Bani Abbasiyah telah memperoleh
banyak pengikut. Masa jabatan Marwan sebagai khalifah hampir secara penuh dicurahkan untuk
upaya menjaga kekuasaan Bani Umayyah.
Sulaiman bin Abdul-Malik (± 674 - 717) ialah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah dari
715 sampai 717. Ayahandanya ialah Abdul-Malik, dan merupakan adik khalifah sebelumnya al-
Walid I.
Sulaiman mengambil kekuasaan, dalam, pada lawan politiknya Al-Hajjaj bin Yusuf.
Bagaimanapun, al-Hajjaj meninggal pada 714, maka Sulaiman menyiksa sekutu politiknya. Di
antaranya ada 3 jenderal terkenal Qutaibah bin Muslim, Musa bin Nusair, dan Muhammad bin
Qasim. Seluruhnya ditahan dan kemudian dibunuh.
Ia hanya memerintah selama 2 tahun. Ia mengabaikan saudara dan putranya, dan mengangkat
Umar bin Abdul-Aziz sebagai penggantinya sebab reputasi Umar sebagai salah satu dari yang
bijaksana, cakap dan pribadi alim pada masa itu. Pengangkatan seperti jarang terjadi pada masa
itu, walau secara teknis memenuhi cara Islam untuk mengangkat pengganti, mengingat
pengangkatan berkelanjutan tidak.