Anda di halaman 1dari 14

Perluasan Wilayah Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

Ekspansi gelombang kedua ini dimulai di zaman Dinasti Umayyah setelah era Khulafaur
Rasyidin berakhir. Mu’awiyah bin Abi Sufyan, sebagai pendiri dan khalifah pertama pada dinasti itu,
melanjutkan kebijakan ekspansi Islam yang sempat terhenti sejak tahun-tahun akhir kekuasaan Usman
bin Affan hingga kekuasaan Ali bin Thalib tumbang.
Mu’awiyah mengutus Uqbah bin Nafi untuk mengadakan ekspansi Islam ke wilayah Afrika
Utara hingga berhasil merebut Tunis. Di sanalah pada tahun 50 H, Uqbah mendirikan kota baru bernama
Qairawan yang selanjutnya terkenal sebagai salah satu pusat kebudayaan Islam. Tidak cukup sampai di
situ, Mu’awiyah juga berhasil mengadakan perluasan wilayah Islam dari Khurasan sampai Sungai Oxus
dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan laut Muawiyah juga dengan gagah berani menyerang
Konstantinopel, ibu kota Bizantium.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad (Turkeministan), Bukhara (Uzbekistan), Khwarezmia (Iran), Fergana
(Uzbekistan) dan Samarkand (Uzbekistan). Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan (Pakistan).
Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah selalu
mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara
lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabakan Muawiyah
terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan
Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang
Byzantium sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketiga, Byzantium termasuk wilayah
yang memiliki kekayaan yang melimpah. Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam
membentang ke berbagai negara yang berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus
memperluas peta kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik.[1]
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa
pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa
hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M.
Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan
mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol
dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol,
Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Dalam peperangan tersebut, tentara Kristen Spanyol di bawah
pimpinan Raja Roderick pun dapat dikalahkan oleh pasukan Islam yang dipimpin Tariq bin Ziad.
Dengan kekalahan itu, pintu untuk memasuki Spanyol menjadi terbuka lebar. Toledo –yang notabene
ibukota Spanyol waktu itu—berhasil direbut. Sedangkan kota-kota lain seperti Sevilla, Malaga, Elvira
dan Cordova, juga tak luput dari penaklukan tentara Islam.
Selanjutnya, Cordova kemudian menjadi ibukota pemerintahan Islam yang tetap menginduk ke
pusat pemerintahan Islam di Kufah. Spanyol yang telah menjadi daerah Islam lantas dikenal dalam
bahasa Arab dengan sebutan Al-Andalus. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah
karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman
penguasa.[2]
Pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik, pasukan Islam juga berupaya melakukan
ekspansi ke wilayah Perancis. Saat itu, upaya ekspansi terutama dipimpin oleh Abdurrahman bin
Abdullah al-Ghafiqi. Ekspansi tersebut juga dilakukan al-Ghafiqi karena termotivasi oleh kesuksesan
penaklukan atas Spanyol oleh Thariq bin Ziad dan Musa bin Nushair.
Bersama balatentaranya, al-Ghafiqi menyerang kota-kota seperti Bordeux dan Poitiers. Dari kota
Poiters, al-Ghafiqi berangkat untuk menyerang kota Tours. Tetapi dalam perjalanan itu antara kedua
kota itu, ia ditahan oleh Charles Martel. Ekspansi ke Perancis pun gagal. Al-Ghafiqi bersama
pasukannya akhirnya mundur kembali ke Spanyol. Meski sempat gagal karena ditahan Charles Martel,
pasukan Islam tetap berupaya menyerang beberapa wilayah di Perancis, seperti Avignon dan Lyon pada
tahun 743 M.
Pada zaman Dinasti Umayah pula, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsica,
Sardinia, Crete, Rhodes, Cypurs dan sebagian Sicilla juga berhasil ditaklukkan oleh imperium Islam.
Ekspansi yang dilakukan Dinasti Umayyah inilah yang membuat Islam menjadi imperium besar pada
zaman itu. Berbagai bangsa yang melintasi berbagai ras dan suku di berbagai pelosok dunia bernaung
dalam satu pemerintahan Islam.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan,
Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.[3]

Adapun Peta Wilayah dan Demografi Islam pada Masa Bani Umayah, diantaranya:
1. Peta Wilayah Islam pada Masa Bani Umayah
Masa pemerintahan Bani Umayah terkenal sebagai suatu era agresif, di mana perhatian tertumpu
pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua khulafaur rasyidin
terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-
ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara,
Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afghanistan, India dan negeri-
negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet
Rusia.[4]
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di zaman Umayah mencakup tiga front
penting, yaitu sebagai berikut:
a. Front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota
Konstatinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di Laut Tengah.
b. Front Afrika Utara. Selain menundukan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyeberangi Selat
Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
c. Front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi dua arah. Yang
satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darye). Sedangkan yang lainya
kearah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.[5]
Kejayaan Dinasti Umayyah ditandai dengan capaian ekspansinya yang sangat luas. Langkah
ekspansi ini menunjukkan stabilitas politik Umayyah yang cukup mapan.[6] Perluasan di masa
Umayyah meliputi:
a. Perluasan ke Wilayah Barat
Muawiyah berusaha mematahkan imperium Bizantium, dengan merebut Kota Konstantinopel.
Oleh karena itu selalu dilakukan pengintaian dan ekspedisi ke Wilayah Romawi (Turki). Kota itu
dikepung pada tahun 50 H/670 M kemudian pada tahun 53-61 H/672-680 M, namun tidak berhasil
ditaklukan. Muawiyah membentuk pasukan laut yang besar yang siaga di Laut Tengah dengan kekuatan
1.700 kapal. Dengan kekuatan itu dia berhasil memetik berbagai kemenangan. Dia berhasil menaklukan
pulau Jarba di Tunisia pada atahun 49 H/669 M, kepulauan Rhodesia pada tahun 53 H/673 M, kepulauan
Kreta pada tahun 55 H/624 M, kepulauan Ijih dekat Konstatinopel pada tahun 57 H/680 M.[7]Muawiyah
juga menyerang pulau-pulau Sisilia dan pulau-pulau Arward.[8]
1) Penaklukan di Afrika Utara
Pada zaman Utsman, orang-orang Arab telah mencapai Barqah dan Tripoli di Libia, kemudian
Muawiyah bertekad merebut kekuasaan dari Romawi di Afrika Utara. Pada tahun 41 H/661 M Benzarat
berhasil ditaklukkan, Qamuniah (dekat Qayrawan) ditaklukkan pada tahun 45 H/ 665 M, Sasat juga
ditaklukkan pada tahun yang sama. Uqbah bin Nafi’ berhasil menaklukan Sirt dan Mogadishu,
Tharablis, dan menaklukan Wadan kembali.[9] Dengan dukungan orang Barbar dia mengalahkan tentara
Bizantium di Ifriqiyah (Tunisia). Pada tahun 670 M Uqbah mendirikan kota Qayrawan sebagai kota
Islam.[10] Kur sebuah wilayah di Sudan berhasil pula ditaklukan. Akhirnya, penaklukan ini sampai ke
wilayah Maghrib Tengah (Aljazair).[11]
2) Ekspansi ke Spanyol
Setelah Berjaya di Afrika Utara, tentara Islam ingin melanjutkan ekspansinya ke daratan Eropa.
Tariq bin Ziyad berhasil menaklukkan kota Cordova, Granada dan Toledo (Toledo di masa itu adalah
ibu kota kerajaan Ghot). Kemudian ia berhasil menaklukkan kota-kota Spanyol dan merebut kota
Karma, Barcelona, dan Saragosa.[12][12]
b. Perluasan ke Wilayah Timur
Kawasan Timur (Negeri Asia Tengah dan Sindh). Negeri-negeri Asia Tengah meliputi kawasan
yang berada diantara sungai Sayhun dan Jayhun. Mayoritas penduduk di kawasan itu adalah kaum
pagnis. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41 H/661 M. pada tahun 43 H/663
M mereka mampu menaklukan sebagian wilayah Thakharistan pada tahun 45 H/665 M. mereka sampai
ke wilayah Quhistan. Pada tahun 44 H/664 M Abdullah bin Ziyad tiba di pegunungan Bukhari.
Pada tahun 44 H/664 M kaum muslimin menyerang wilayah Sindh dan India. Penduduk di
tempat itu selalu melakukan pemberontakan sehingga membuat kawasan itu tidak selamanya stabil
kecuali di masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik.[13]
2 Perkembangan dan Kemajuan Islam pada Masa Dinasti Umayyah

Pemindahan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman
imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arab, yakni Madinah yang
merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yag kosmopolitan. Dari kota inilah Dinasti
Umayyah melnjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat,
yaitu sebuah imperium Arab yang baru.
Daerah kekuasaannya, selain yang diwariskan oleh Khulafa ar-Rasyidin, telah pula menguasai
Andalu, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke Timur sampai benteng Tiongkok. Dalam
daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan, seperti: Yunani, Iskandariyah, Antiokia,
Harran, Yunde, Sahfur, yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan beragama Yahudi, Nasrani dan
Zoroaster. Setelah masuk Islam para ilmuwan itu tetap memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani itu,
bahkan mendapat perlindungan. Di antara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istama Khalifah.
Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan, atau wazir, sehingga kehadiran mereka, sedikit
banyak, mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan.[14]
Selain wilayah kekuasan yang sangat luas, pada Dinasti Umayyah kebudayaan juga mengalami
perkembangan, antara lain seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan lain
sebagainya. Pada masa ini, telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola
Romawi, Persia dan Arab. Salah satu bangunan itu adalah mesjid Damaskus yang dibangun pada masa
pemerintahan Walid bin Abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang sangat indah. Arsitektur
masjid ini telah memberi pengaruh terhadap seni bangunan mesjid seluruh dunia. Dari masjid inilah,
arsitektur Islam mulai mengenal lengkungan, menara segi empat, dan maksurah (pagar tembok pada
masjid yang memisahkan banguan masjid dengan kuburan yang ada di dekatnya, rumah yang luas, kisi-
kisi atau layar kayu pada masjid untuk melindungi dan memisahkan imam dari kebisingan).[15]

A. Masjid
Selama berabad-abad, Masjid Umayyah menjadi salah satu ikon ibukota Dasmakus. Masjid telah
berkali-kali mengalami berpindah tangan. Pada awalnya, bangunan ini merupakan kuli Yupiter
peninggalan Romawi kuno, yang kemudian beralih fungsi menjadi Gereja St. John the Baptist hingga
akhirnya menjadi masjid dibawah kepemimpianan Dinasti Umayyah.
Gambar Masjid Pada Masa Dinasti Umayyah

Gambar Masjid Setelah Masa Dinasti Umayyah

Dalam sejarahnya, Masjid Umayyah memang berdiri di tanah yang dianggap suci selama
seidaknya 3.000 tahun. Sekitar 1.000 tahun SM. Kaum Aram membangun kuil di lokasi masjid, berdiri
sebagai tempat pemujaan terhadap Hadad, dewa badai dan petir. Sebuah Basal orthostat (batu) yang
brasal dari periode ini.
Menurut catatan para ahli sejarah, pada awal abad pertama Masehi, bangsa Romawi tiba di
Damaskus dan membangun sebuah kuil besar untuk Dewa Jupiter atas kuil Aram. Kuil Romawi ini
berdiri diatas serambi empat persegi panjang (temenos) yang berukuran sekitar 385 m x 305 m, dengan
menara persegi di tiap sudutnya. Bagian dinding luartemenos masih bertahan, namun hampir tak ada
yang tersisa dari kuil itu sendiri.
Pada akhir abad ke-4, kawasan kuil menjadi situs suci Kristen. Kuil Jupiter dihancurkan dan
sebuah Gereja dibangun di atasnya sebagai persembahan kepada yohanes sang pembaptis, yang
dianggap sebagai nabi (Nabi Yahya) oleh umat kristen Islam.
Selain kuil kecil yang berisi kepala sang Pembaptis Yohanes, di dalam kompleks masjid,
tepatnya di taman kecil sebelah dinding utara, terdapat makam Salahuddin al-Ayyubi, salah satu
panglima Islam yang terkenal dalam sejarah.
Masjid Umayyah direnovasi beberapa kali akibat kebakaran pada tahun 1069, 1401, dan 1893.
Pada tahun 2001, Paus Yohanes Paulus II mengunjungi masjid ini, terutama untuk mengunjungi relik
Yohanes Sang Pembaptis. Ini adalah pertama kalinya seseorang paus berkunjung ke masjid.
Masjid Umayyah berbentuk segi emapat dengan ukuran 1577 x 100 m, yang setengahnya adalah
ruangan terbuka dengan air mancur ditengahnya. Bentuk masjid ini telah menjadi inspirasi berbagai
mesjid indah di dunia, seperti Al-Azhar di Kairo, Masjid Agung Cordoba di Spanyol, dan Masjid Agung
Bursa di Turki.
Selain Masjid Umayyah yang menjadi ikon kota Dasmakus, di kota Aleppo juga terdapat masjid
yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah, yaitu Masjid Agung Alepoo atau Jami’ Bani Umayyah al-
kabir yang didirikan pada tahun 715 oleh Khalifah al-Walid I yang diteruskan oleh penggantinya
Sulaiman. Dan salah satu masjid yang juga terkenal di Alepoo adalah Masjid Ar-Rahman, dengan
arsitektur dan desain yang sangat megah.
B. Ilmu Pengetahuan
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Dinasti Umayyah telah berhasil mencapai kemajuan yang luar
biasa. Pada saat itu, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama tetapi juga ilmu
pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, filsafat, astronomi, geografi, sejarah, bahasa,
dan sebagainya. Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan, antara lain Damaskus, Kufah,
Makkah, Madinah, Mesir, Cordoba, Granda dan lain-lain.
Menurut Ibnu Jubair, di kota Dasmakus berdiri sebuah rumah sakit tua dan sebuah rumah sakit
baru. Rumah sakit pertama yang dibangun oleh umat islam adalah RS Al-Nuri yang dibangun pada
tahun 706 M oleh khalifah Walid bin Abdul Malik.

C. Diwan
Diwan berasal dari bahasa persia diwanah yang berarti catatan atau daftar. Nama ini kmudian
berkembang menjadi empat yang digunakan untuk menyimpan diwan. Agar lebih praktis nama ini
disingkat menjadi diwan. Pada mulanya, diwan ini didirikan pertama kali oleh khalifah Umar bin
Khathab.
Pada masa kekhalifahan Mu’awiyyah, setiap peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah harus
disalin dalam satu register, kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang dituju. Selain
itu ada juga diwan lain yang posisinya berada di bawah ke empat tersebut (diwan pajak, diwan
persuratan, diwan penerimaan, dan diwan stempel), seperti diwan yang mengatur keperluan polisi dan
tentara.

D. Barid
Khalifah Mu’awiyyah telah dibentuk auatu badan atau lembaga yang pada masa sekarang
dikenal dengan nama kantor pos, yang bertugas mengantarkan surat-surat maupun dokumentasi penting
lainya ke suatu wilayah, terutama dalam pemerintahan Islam. Lembaga ini disebut dengan badrid yang
telah dijadiakan oleh para kaisar Persia dan Romawi pada waktu itu.
Ketika Dinasti Umayyah diperintahkan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan,
keberadaan barid ini semakin berperan penting dalam jalannya roda pemerintahannya. Namun beberapa
riwayat juga menyebutkan bahwa barid disebut juga dengan Badan Intelijen Negara yang berfungsi
sebagai penyampaian berita-berita rahasia daerah kepada pemerintahan pusat.
E. Kepolisian
Pada awalnya, Dapertemen kepolisian merupakan bagian dari Deapertemen kehakiman yang
betugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan. Namun, Dapertemen
terpisah dari kehakiman dengan mengawasi dan mengurus soal-soal negara.
Pada masa ini juga, markas kepolisian bertambah menjadi dua setelah Shalih bin Ali al-Abbasi
mendirikan Darussyutrhah al-‘Ulya, suatu markas kepolisian yang berlokasi di al-Mu’askar pada 132 H,
setelah sebelumnya telah didirikan pada Darussyutrhah as-sufla,yang berlokasi di Fusfat.

F. Angkatan Perang
Kekuatan angkatan perang Dinasti Umayyah telah mampu menaklukan kawasan hingga Eropa.
Kemudian mereka melanjutkan kekuasaan yang telah dibangun oleh Khalifah Umar bin Khathab yang
sebelumnya telah membangun Dapertemen Tentara yang bertugas mengidentifikasi nama-nama, sifat-
sifat, gaji dan pekerjaan mereka dan membagi tentara menjadi lima kesatuan, diantaranya:
a) Jantung Tentara; berada di bagian tengah kesatuan,
b) Kesatuan Kanan; berada disebelah kanan,
c) Kesatuan Kiri; psisinya disebelah kiri,
d) Kesatuan Pendahuluan; terdiri atas penunggang kuda yang berada di depan,
e) Kesatuan Penggiring; berada di belakang kesatuan.
Selain berhasil membentuk kekuatan angkatan perang, salah satu perkembangan pada Dinasti
Umayyah adalah dibuatnya pabrik kapal laut pada tahun 54 H.
G. Peradilan
Pada masa Dinasti Umayyah, peradilan dibagi menjadi tiga tingkatan sebagaimana berikut:
a) Al-Qadla’: yaitu peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama.
b) Al-Hisab, peradilan yang mengurus masalah-masalah pidana.
c) Al-Mazhalim, yaitu lembaga tertinggi yang mengadili para penjabat tinggi dan hakim-hakim.[16]

3 Masa Keruntuhan Dan Kehancuran Dinasti Umayyah

Sepeninggalan Umar bin Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah Khalifah Yazid
bin Abdd Al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung dengan kemewahan dan
kurang memperhatikan rakyatnya. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat
menyatakan kontrofantasi terhadap pemerintahan Yazid. Bahkan di zaman Hisyam bin Abdul Malik
(724-743 M). Di zaman dia, muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan
Bani Umayyah. Kekuatan tersebut berasal dari golongan mawali (umat islam non-arab yang berasal dari
persia, Armena, dan lain-lain). Dalam perkembangan berikutnya, kekuatan baru ini mampu
menggulingkan dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, yaitu Dinasti Abbas.
Sepeninggalan Hisyam bin Abdul Malik, kahlifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan
hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani
Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasni. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir
Bani Umayyah, melarikan diri di Mesir, dan ditangkap dan dibunuh disana.
Adapun faktor-faktor yang menyebebkan dinasti Bani Umayyah diantaranya:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab, yang
lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya yang tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari bebagai konflik politik yang
terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syiah (para pengikut Ali) dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik
secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan
kekuasaan Bani Uamyyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan inibanyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabiyah Utara (Bani Qais) dan
Arab Selatan (Bani KAlb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golangan timur merasa tidak puas karna status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan Bangsa Arab yang diperhatikan pada
masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Uamayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala
mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian
penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang
dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-muthalib. Gerakan ini mendpat dukungan penuh
dadri Bani Hasyim dan golongan Syiah. Dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah
Bani Umayyah.[17]
Para Tokoh Kejayaan Islam beserta Hasil
Penemuannya
Ibnu Rusyd (520-595 H)

Nama lengkapnya Abu Al-Walid Muhammad Ibnu Rusyd lahir di Cordova


(spanyol) pada tahun 520 H, dan wafat di Maraseky (maroko) pada ahun 595 H.
Beliau menguasai :

a. Ilmu fiqih
b. Ilmu kalam
c. Sastra arab
d. Matematika
e. Fisika
f. Astronomi
g. Kedokteran dan
h. Filsafat.

Karya-karya Ibnu Rusyd antara lain sebagai berikut :

a. Kitab Bidayat Al Mujtahid (kitab yang membahas tentang fiqih)


b. Kuliyat Fi at-tib (buku tentang kedokteran yang dijadikan pegangan bagi para
mahasisiwa kedokteran di Eropa)
c. Fasl al-magal fi ma bain al-hikmat wa asy-syariat.

Ibnu Rusyd berpendapat antara filsafat dan agama islam tidak bertentangan,
bahkan islam menganjurkan para penduduknya untuk mempelajari ilmu filsafat.

Al-Ghazali (450-505 H)

Nama lengkapnya Abu Hamid Al-Ghazali, lahir di desa Gazalah, dekat tus, Iran
utara pada tahun 450 H dan wafat pada tahun 505 H di tus juga. Beliau di didik
dalam keluarga zuhud (hidup sederhana dan tidak tamak terhadap duniawi).
Beliau belajar di Madrasah imam al-juwaeni. Setelah beliau menderita sakit,
beliau berkhalwat yang artinya mengasingkan diri dari khalayak ramai dengan
niat beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt dan kemudian menjalani
kehidupan tasawuf selama 10 tahun di damaskus, Jerusalem, Mekah, Madinah
dan tus. Adapun jasa-jasa beliau terhadap umat islam antara lain sebagai berikut

a. Memimpin madrasah nizamiyah di baghdad dan sekaligus sebagai guru


besarnya.
b. Mendirikan madrasah untuk para calon ahli fiqih di tus.
c. Menulis berbagai macam buku yang jumlahnya mencapai 288 buah mengenai
tasawwuf, teologi, filsafat, logika dan fiqih.
Di antara buku Al-Ghazali yang terkenal yaitu Ihya Ulum ad-Din yakni membahas
masalah-masalah ilmu aqidah, ibadah, akhlaq, dan tasawwuf berdasarkan al-
qur’an dan hadis.

Dalam bidang filsafat, beliau menulis tahafu falas ifah (tidak konsisten nya para
filsuf).

Al-Ghazali meruapakan ulama yang sangat berpengaruh di dunia islam sehingga


mendapat gelar hujjatul islam (bukti kebenaran islam).

Al-Kindi (805-873 M)
Nama lengkapnya Yaqub bin Ishak Al-Kindi, lahir di Kufah pada tahun 805 M dan
wafat di Baghdad pada tahun 873 M. Al-kindi termasuk cendekiawan muslim
yang produktif.
Hasil karya Al-Kindi berada di berbagai bidang yakni sebagai berikut :

a. Filsafat
b. Logika
c. Astronomi
d. Kedokteran
e. Ilmu jiwa
f. Politik
g. Musik
h. Matematika.

Beliau berpendapat bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama karena


sama-sama membicarakan tentang kebenaran. Beliau juga merupakan satu-
satunya filsof islam dari arab sehingga di sebut Failasuf al-arab (filsof oramg
arab).
Karya-karya Al-Kindi
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada
saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika.
Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi
siapa saja yang ingin mempelajari filsafat.
Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk
mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika.
Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan
astronomi.
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku
yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa
dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahui karena
buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Beberapa karya tulis al-Kindi
antara lain:

 Kitab Al-Kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat


pertama)
 Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa
ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-
masalah logika dan muskil, serta metafisika).
 Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-Riyadhiyyah (tentang filsafat
tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika).
 Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles
dalam kategori-kategorinya).
 Kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan
klasifikasinya).
 Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan
uraiannya).
 Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan).
 Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-
ide komprehensif).
 Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan filosofis tentang
rahasia-rahasia spiritual).
 Dan Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn wa al-Fasad
(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan
kerusakan).

Al-Farabi (872-950 M)

Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag Al-Farabi,
lahir di Farabi Transoxania pada tahun 872 M dan wafat di Damsyik pada tahun
950 M. Beliau keturunan turki. Al-farabi menekuni berbagai bidang ilmu
pengetahuan, antara lain :

a. Logika
b. Musik
c. Kemiliteran
d. Metafisika
e. Ilmu alam teologi dan
f. Astronomi.

Di antara karya ilmiahnya yan terkenal berjudul ar-royu ahlul al-madinah wa al-
fadilah (pemikiran tentang penduduk negara ulama).

Ibnu Sina (980-1037 M)

Nama lengkapnya Abu Ali Al-Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di desa
Afsyana dekat bukhara, wafat dan di dimakamkan di hamazam. Beliau belajar
bahasa arab, geometri, fisika, logika, ilmu hukum islam, teologi islam, dan ilmu
kedokteran.

Pada usia 17 tahun ia telah terkenal dan di panggil untuk mengobati pangeran
samani, nuh bin mansyur. Beliau menulis lebih dari 200 buku dan di antara
karyanya yang terkenal berjudul al-qanun fi at-tib yaitu ensiklopedi tentang ilmu
kedokteran dan al-syifa ensiklopedi tentang filsafat dan ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai