Anda di halaman 1dari 18

FATHIMIYAH DAN SYAFAWIYAH DINASTI SYIAH DI TENGAH KEKUASAAN SUNNI

DINASTI FATHIMIYAH ( 909 1171 M ) Dinasti Fathimiyah berdiri di daerah Tunisia pada tahun 909 M atau tepatnya 5

January 9091. Dinasti yang beraliran Syiah ini didirikan oleh Said bin Husain, seorang
pimpinan Syiah Ismailiyah yang sebelumnya bermarkas di Salamiyah2. Ia terdorong untuk meninggalkan Salamiyah dan pergi menuju Tunisia dikarenakan kesuksesan seorang dai syiah yang bernama abu Abdullah al-Husain al-Syii. ia adalah seorang penduduk asli Shanaa Yaman, Di Tunisia ia memproklamirkan sebagai pelopor Mahdi dan menyebarkan hasutan di tengah suku Berber di afrika Utara, khususnya suku Kitamah. Perkenalannya dengan suku ini terjadi pada musim haji di Mekah3. Bersama-sama dengan Abu Abdullah al-Husain al-Syii, Said bin Husain menumbangkan, bahkan menghancurkan dinasti Aghlabiyah yang telah berkuasa sekitar 100 tahun di Tunisia. Dinasti Aghlabiyah merupakan dinasti Sunni yang masih mengakui kekhalifahan Bani Abbasiyah di Baghdad. Sedangkan Said bin Husain, setelah menumbangkan Aghlabiyah mendeklarasikan dirinya sebagai Imam yang tidak ada hubungannya dengan Abbasiyah4. Said memproklamirkan dirinya sebagai penguasa dengan julukan Imam Ubaidillah al-Mahdi dan mengklaim sebagai keturunan Fatimah melalui al-Husaiyn dan Ismail. Oleh karenanya,. dinasti ini kerap disebut Dinasti Fathimiyah. Akan tetapi bagi mereka yang meragukan keaslian nasabnya, dinasti ini disebut Dinasti al-Ubaidillah5. Sejumlah sejarawan memang sangat meragukan klaim nasab ini, bahkan mereka menilai said sebagai penipu ulung. Mereka diantaranya adalah Ibn Khallikin, Ibn al-Idzari, al-Suyuthi dan Ibn Taghri Birdi. Akan tetapi sejarawan yang lain menguatkan klaim ini, di antara mereka adalah Ibn al-atsir, Ibn Khaldun dan al-Maqrizi6. Mengomentari pihak yang berbeda pandangan dengannya, Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya menyatakan:
1

http://en.wikipedia.org/wiki/Fatimid_Caliphate, diakses pada tanggal 1 november 2011 pukul 21.00 2 Philip K Hitti, History of The Arabs, (Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet.ke-2 hlm 788 3 ibid, hlm 787 4 Francis Robinson, Atlas of the Islamic World since 1500, (Amsterdam, Time-life Books, 1994), cet. ke-4, hlm 25 5 Philip K Hitti, ibid, hlm 788 6 lih. ibid, hlm 788

Cerita palsu lainnya adalah tentang kaum Ubaydiyyin, khalifahkhalifah Syiah di Qairawan dan Kairo, yang keturunannya dianggap tak bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad SAW dan menganggapnya bersambung keturunan dengan Ismail al-Imam ibn Jafar al-Shadiq. Cerita itu ditulis oleh para sejarawan dan ulama yang terpercaya berdasarkan cerita yang dipalsukan untuk khalifahkhalifah Bani Abbasiyah yang lemah, sebagai dukungan atas hinaan bagi orang yang memusuhi mereka dan sebagai taktik mencaci musuh mereka7 Berawal dari wilayah Tunisia, Dinasti Fathimiyah mengembangkan kekuasaannya hingga meliputi Afrika Utara, Mesir dan Suriah8. Dinasti Fathimiyah muncul ketika pemerintahan Abbasiyah pada waktu itu melemah. Dimulai pada tahun 788 M, muncullah berbagai dinasti-dinasti kecil yang menguasai wilayah yang kecil pula. Berikut dinasti-dinasti kecil yang muncul di Bagian Timur Dunia Islam hingga kemunculan Dinasti Fathimiyah: No 1 2 3 4 Nama Dinasti Idrisiyah Aghlabiyah Iksidiyah Hamdaniyah Lokasi Maroko Tunisia Mesir dan Siria Mesir Periode 788 974 800 909 935 969 929 991

Sedangkan di bagian barat juga muncul dinasti-dinasti kecil. Dinasti-dinasti tersebut bisa dilihat di bawah ini: No 1 2 3 4 5 6 Nama Dinasti Thahiriyah Saffariyah Samaniyah Ghaznawi Buwaihiyah Saljuk Lokasi Persia Persia Transaxonia dan Persia Afghanistan dan Punjab Persia Periode 820 872 867 908 874 999 962- 1189 932 1055 1055 - 1157

Fenomena kemunculan berbagai dinasti ini bisa diprediksi dari sejak berkuasanya Bani Abbasiyah. Ada beberapa sebab mengapa prediksi ini muncul. Pada saat kekuasaan Bani Abbasiyah dideklarasikan, tidak semua daerah Islam mengakui kekhilafahannya. Spanyol dan Afrika Utara, Oman, Sind dan Khurasan adalah daerah-daerah yang tidak mau
7

Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Jakarta, Pusataka Firdaus, 2011). cet. ke-9, hlm 33 8 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Amzah, 2010), cet. ke-2, hlm 254

mengakui keabsahan Bani Abbasiyah9.

Bahkan enam tahun setelah berdirinya, Bani

Abbasiyah telah dikejutkan dengan berdirinya dinasti di Spanyol yang didirikan oleh Abdul Rahman muda, satu-satunya keturunan Dinasti Umayyah yang luput dari pembantaian masal. Sebuah dinasti yang kelak menjadi sebuah dinasti besar. Jadi, memang dari sejak awal berdirinya, Bani Abbasiyah tidak mampu menyolidkan semua wilayah kekuasaan Bani Umayyah yang diwarisinya. Kondisi ini diperburuk dengan diakomodasinya non Arab menjadi aparatur pemerintahan. Di satu sisi, akomodasi ini positif. Dengan diakomodasinya non-Arab, Khalifah mampu meredam keinginan untuk memerdekakan dari wilayah-wilayah non Arab. Di sisi lain, terlalu terbukanya akomodasi ini justru menyimpan bom waktu. Hal ini terbukti dengan hanya dalam waktu yang relatif singkat, tidak lebih dari 40 tahun pasca berdirinya Bani Abbasiyah, mulailah daerah-daerah memberontak berusaha untuk memisahkan dirinya. Luasnya wilayah dan beragamnya suku bangsa bisa juga menjadi penyebab melemahnya Bani Abbasiyah. Ibn Khaldun merumuskan bahwa jarang sekali suatu negara bisa ditegakkan dengan aman di tempat yang didiami oleh banyak suku dan golongan. Sebabnya ialah karena di tempat semacam ini akan terdapat perbedaan pandangan dan keinginan. Tiap pandangan dan keinginan dibantu oleh solidaritas sosial yang bisa diharapkan perlindungannya. Maka penyelewengan dan pemberontakan terhadap negara sering terjadi, sekalipun negara itu sendiri didasarkan atas solidaritas sosial, karena tiap suku merasa dirinya terjamin dan kuat10. Adapun Negara-negara (2011) yang merupakan daerah kekuasan pada masa dinasti Fathimiyah saat itu meliputi11 :
9 10

Aljazair Mesir Palestina Israel Itali Libanon Sudan

Philip K Hitti, ibid, hlm 359 Ibn Khaldun, ibid, hlm 201 11 http://en.wikipedia.org/wiki/Fatimid_Caliphate, diakses pada tanggal 1 november 2011 pukul 21.30

Libya Malta Marokko Saudi Arabia Tunisia Jordania Syria Spanyol

SYIAH SEBAGAI IDEOLOGI DINASTI Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa Dinasti Fathimiyah menganut Madzhab Syiah. Sebuah madzhab yang mengaku dirinya sebagai pembela ahlul bait, keluarga Nabi Muhammad SAW, utamanya Ali bin Abi Thalib. Berdasarkan keyakinan Syiah inilah yang kemudian membuat Dinasti Fathimiyah tidak mengakui Bani Abbasiyah, tidak seperti Bani Aghlabiyah, yang walaupun merdeka, tetap mengakui Baghdad sebagai pusat pemerintahan. Pengakuan ini dibuktikan dengan membayar upeti ke Baghdad. Bagi Syiah, imamah atau kepemimpinan itu haruslah diwariskan kepada ahlul bait,. dalam hal ini Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Sehingga, selepas meninggalnya Ali bin Abi Thalib mereka menuntut agar kekhalifahan dikembalikan kepada keluarga Ali bin Abi Thalib. Inilah awal mula doktrin politik Syiah12. Pada perkembangannya doktrin politik Syiah amat berbeda dengan konsep politik Kaum Sunni. Paling tidak ada dua perbedaan mendasar, yaitu : pertama, seperti yang diungkapkan Philip K Hitti, bahwa tidak seperti para khalifah atau penguasa Sunni, para imam Syiah mewarisi dari Muhammad tidak hanya kekuasaan politik temporal, tapi hak prerogratif untuk menafsirkan hukum. Dalam, kapasitasnya itu, ia merupakan seorang guru yang terjaga dari kesalahan atau dosa. Karena mereka diyakini terjaga dari kesalahan, mereka juga tidak mungkin diturunkan atau dipecat13.

12 13

Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka Penerbit, 1994), cet.ke-2, hlm 249 Philip K Hitti, ibid, hlm 557

Kedua, imamah atau kepemimpinan itu hanya dapat diwariskan kepada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Dengan keyakinan ini mereka menolak kepemimpinan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang bermadzhab sunni. Sehingga dalam sejarah dunia Islam, Kaum Syiah kerap melakukan pemberontakan, baik di masa Umayyah atau Abbasiyah. Terutama untuk Bani Umayyah, penganut Syiah memang memendam dendam yang amat dalam. Dalam anggapan mereka, Bani inilah yang telah merebut kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib. Muhammad Sayyid al-Wakil mencatat orang yang pertama kali melancarkan permusuhan terbuka dengan Bani Umayyah adalah Hajar bin Adi. Beliau menceritakan: Ia (Hajar bin Adi) kritik pedas Mughirah bin Syubah, gubernur Kufah dari kubu Muawiyah bin Abu Sufyan. Mughirah bin Syubah adalah orang yang bertipikal lemah lembut dan pemaaf, menasihati hajar bin Adi dan mengingatkannya akan akibat tindakannya. Ketika Mughirah bin Syubah mangkat, Zayyad menggantikannya. Hajar bin Adi tidak henti-hentinya membangkang, memusuhi dan melawan penguasa Bani Umayyah. Gubernur baru ini bukanlah orang yang bertipe seperti Mughirah bin Syubah. Ia kemudian mengirim surat kepada Muawiyah bin Abu Sofyan mengadukan sikap Hajar bin Adi. Kemudian Muawiyah bin Abu Sofyan mengundang Hajar bin Adi ke Syam dan membunuhnya bersama delapan pengikut setianya. Terbunuhnya Hajar bin Adi membuat api fitnah panas membara tapi terlihat terang-terangan hingga masa pengangkatan Yazid bin Muawiyah menjadi Amirul Mukminin.14 Semenjak itu api permusuhan antara Syiah dan Sunni terus berlangsung. Tercatat dalam sejarah, Bani Umayyah hancur atas kerjasama yang kuat antara kaum Syiah dan Bani Abbasiyah. Namun karena merasa dikhianati, Syiah kembali memberontak kepada Bani Abbasiyah. Pada tahun 785, Idris bin Abdullah, cicit al-Hasan, ikut serta dalam salah satu pemberontakan sengit kelompok pengikut Ali di Madinah. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke Maroko. Di sana dia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788-974) berikutnya. Idrisiyah yang menjadikan Fez sebagai ibukota utamanya,. adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah15. Yang kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Fathimiyah. Dinasti Fathimiyah dengan demikian tidak dapat dillepaskan oleh cita-cita Kaum Syiah yakni menegakkan garis kepemimpinan hanya pada keturunan ahlul bait saja. PERJALANAN DINASTI FATHIMIYAH

14

Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam, (Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2009), cet.ke-9, hlm 35 15 Philip K Hitti, Ibid, hlm 570

Perjalanan sejarah sebuah dinasti dapat dipastikan sama dengan dinasti lainnya, perbedaannya hanya terletak pada batas waktu kekuasaannya. Seperti yang diungkap oleh Ibnu Khaldun. Setelah mengamati maju mundurnya sebuah dinasti, beliau menemukan bahwa setiap dinasti melewati lima tahapan sejarah dinasti. Kelima tahapan itu adalah: Pertama, adalah tahap sukses, penggulingan seluruh oposisi, dan penguasaan kedaulatan dari dinasti sebelumnya. Pada tahap ini orang yang memimpin negara menjadi model bagi rakyatnya. Baik mengenai cara memperoleh kehormnatan, mengumpulkan pajak, mempertahankan hak milik, maupun mempersiapkan penjagaan militer. Di dalam menetapkan dan menentukan keputusan, dia tidak sendirian, melainkan mengikutsertakan bawahannya, sebab sikap yang demikian didikte oleh solidaritas social dan itulah solidaritas yang memberikan kekuasaan kepada dinasti dan tetap terus hidup. Kedua, tahap penguasa itu mulai bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, sendirian menetapkan keputusan tanpa mengikutsertakan bawahan, bahkan melemparkan mereka agar tidak ikut campur dan ambil bagian dalam urusan pemerintahan. Pada tahap ini, penguasa membungkam siapa saja yang menjadi oposisi dan membatasi campur tangan pemerintahan hanya pada keluarganya saja. Ketiga, tahap senang sentosa, ketika buah kedaulatan telah dinikmati: keinginan harta, menciptakan hal-hal monumental serta popularitas. Segala perhatian raja tercurah pada usaha mengumpulkan pajak, mengatur uang belanja, pemasukan dan pengeluaran, mendirikan bangunan-bangunan besar, konstruksi-konstruksi kokoh, kota-kota luas dan monument-monumen menjulang, memberikan hadiah kepada orang-orang terhormat asing dan pemuka-pemuka suku yang disegani, serta memberikan anugerah kepada rakyatnya sendiri. Keempat, adalah tahap kepuasan hati, tenteram damai tata raharja. Pada tahap ini raja merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun oleh para pendahulunya. Dia hidup damai dan tenteram dengan seluruh sahabat kepemerintahan. Dia meneruskan tradisi pendahulunya. Semua tradisi itu diikuti persis seperti adanya, dan dengan sangat berhatihati. Kelima, adalah tahap boros dan hidup berlebihan. Pada tahap ini pemegang tampuk pemerintahan menjadi perusak bagi kebaikan yang telah dikumpulkan oleh para pendahulunya. Ia menuju pemuasan hawa nafsu, kesenangan, menghibur diri bersama kaumnya, dan mempertontonkan kedermawanannya kepada orang-orang dalam. Dia juga mengambil bawahan yang berwatak jahat untuk dipercayai tugas-tugas penting. Sang raja berusaha merusak orang-orang besar yang dicintai rakyat dan para pendukung pendahulunya16.
16

ibn Khaldun, ibid, 215-216

Apabila tesis diatas digunakan untuk melihat perjalanan Dinasti Fathimiyah, maka kita akan temukan kelima tahapan itu. Berikut sekilas perjalanan Dinasti Fathimiyah17:

1. al-Mahdi (909 934) Ia merupakan penguasa Fathimiyah yang cakap. Dua tahun semenjak penobatannya, ia menghukum mati pimpinan propagandanya yakni abu Abdullah Al-Husain karena terbukti bersekongkol dengan saudaranya yang bernama Abul Abbas untuk melancarkan perebutan jabatan khalifah. Pada masa kekuasaannya yang kurang dari 30 tahun, al-Mahdi berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dari Mesir hingga Maroko. Pada tahun 920 ia mendirikan sebuah kota baru di Tunisia dan menjadikannya ibuka Fathimiyah. Kota ini dinamakan kota Mahdiniyah. 2. al-Qaim (934-946) Al-mahdi digantikan oleh putranya yang tertua yang bernama Abul Qasim dan bergelar al-Qaim. Pada masa kekuasaannya, al-Qaim meneruskan ekspansi yang telah dimulai ayahnya. Pada tahun 934, ia mengerahkan pasukan dalam jumlah besar ke daerah selatan pantai Perancis. Pasukan ini berhasil menduduki Genoa dan wilayah sepanjang pantai Calabria. Ketika ekspansi dilancarkan dengan kekuatan besar, al-Qaim diuji oleh pemberontakan kaum khawarij di bawah komando Abu Yazid Makad. Selama hampir tujuh tahun peperangan melawan pemberontakan ini berlangsung. 3. al-Mansur (946-952) Al-Mansur menggantikan ayahnya ketika usianya masih sangat muda. Walaupun begitu ia adalah pemuda yang lincah. Ia berhasil menghancurkan kekuatan pemberontak yang dipimpin Abu Yazid. Meskipun putra Abu Yazid dan sejumlah pengikut setianya senantiasa menimbulkan keributan, namun seluruh wilayah di Afrika pada masa ini tunduk kepada Dinasti Fathimiyah. al-Manshur membangun sebuah kota yang sangat megah di wilayah perbatasan Susa yang diberi nama kota Al-Manshuriyah. 4. Muiz lidinillah (952-975) Penobatan Muiz sebagai khalifah menandai era baru Dinasti Fathimiyah. Banyak keberhasilan yang dicapainya. Pertama kali ia menetapkan untuk mengadakan peninjauan ke seluruh wilayah kekuasaannya untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya Muiz menetapkan langkah-langkah yang harus ditempuh demi terciptanya keadilan dan
17

dikutip secara ringkas dari Samsul Munir Amin, hlm 256-263

kemakmuran. Ia menghadapi gerakan pemberontakan secara tuntas hingga mereka bersedia tunduk ke dalam kekuasaan Muiz. Ia menempuh kebijakan damai terhadap para pimpinan dan gubernur dengan menjanjikan penghargaan kepada mereka yang menunjukkan loyalitasnya. Oleh karena itu, dalam tempo singkat, masyarakat seluruh negeri mengenyam kehidupan yang damai dan makmur. Setelah melakukan konsolidasi, Muiz melakukan ekspansi ke beberapa daerah. Penaklukan besar yang dilakukannya adalah penaklukan keseluruh daerah Mesir yang telah dimulai pendahulunya. Di kota ini, ia mendirikan Masjid al-Azhar. Masjid yang kelak dijadikan pusat pendidikan dan pada aklhirnya berkembang menjadi Universitas alAzhar yang menyejarah. Selain Mesir, Muiz juga menaklukan Maroko, dan Sicillia. 5. al-Aziz (975-996) al-Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Muiz. Ia termasuk khalifah Fathimiyah yang paling bijaksana dan pemurah. Kedamaian yang berlangsung pada masanya ini ditandai dengan kesejahteraan seluruh warga, baik muslim maupun non muslim. Kemajuan imperium Fathimiyah mencapai puncaknya pada masa pemerintahan ini. Luas kekuasaannya membentang dari wilayah Eufrat sampai dengan Atlantik. Imperium ini mengungguli kebesaran Abbasiyah di Bagdad yang sedang dalam kemundurannya di bawah kekuasaan Buwaihiyah. Antara Khalifah al-azizi dan amir Buwaihiyah, Aziz al-Daulat, terjalin hubungan persahabatan dengan saling mengirim duta masing-masing. Hal ini dimaklumi karena keduanya merupakan pemimpin yang beraliran Syiah. Pembangunan fisik dan seni arsitektur merupakan lambang kemajuan pada masa ini. Bangunan megah banyak didirikan di kota Kairo seperti The Golden Palace, the Pear Pavillion dan Masjid Karafa. Ia adalah seorang penyair dan tokoh pendidikan. Mesjid alAzhar diresmikan oleh Khalifah al-Aziz sebagai lembaga pendidikan. Fenomena pendirian lembaga pendidikan ini tidak hanya dinilai sebagai inisiatif positif, tetapi ada juga yang mencibir bahwa pendirian ini semata karena persaingan antar madzhab, Syiah dan Sunni18. 6. al-Hakim (996-1021) Pemerintahan al-Hakim adalah awal kehancuran Dinasti Fathimiyah. Ketika naik tahta ia berusia sebelas tahun. Pada tahun-tahun pertama pemerintahannya, ia berada di bawah pengaruh seorang gubernurnya yang bernama Barjawan, di kemudian hari Barjawan di hukum mati karena tindakan penyelewengan kekuasaan negara.

18

lihat, Haroon Khan Sherwani, Mempeladjari Pendapat Sardjana-sardjana Islam tentang administrasi Negara, (Djakarta: Tintamas, 1964), hlm 128

Pemerintahan al-Hakim ditandai dengan sejumlah kekejaman. Ia menghukum mati pejabat-pejabat yang cakap tanpa alasan yang jelas. Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, kaum Yahudi dan nasrani merasa kehilangan hak-haknya sebagai warga negara sehingga mereka pun mengadakan perlawanan. Menanggapi perlawanan ini alHakim memberikan perintah untuk membumihanguskan gereja dan menyita tanah dan harta kekayaan mereka. 7. al-Zahir (1021-1036) Ia naik tahta pada usia enam belas tahun. Pusat kekuasaan pada waktu itu dipegang oleh bibinya yang bernama Siti al-Mulk. Sepeninggal; bibinya, al-Zahir menjadi raja boneka di tangan menterinya. Pada masa pemerintahan ini rakyat menderita kekurangan pangan dan harga barang tidak dapat terjangkau. Kondisi ini disebabkan terjadinya musibah banjir terus menerus. 8. al-Mustansir (1036 1095) Pada masa ini kekuasaan Fathimiyah mengalami kemunduran secara drastic, beberapa kali perebutan jabatan perdana menteri turut memperlemah ketahanan imperium ini, di samping terjadinya sejumlah pemberontakan dan peperangan selama pemerintahan ini. 9. al-Mustali (1095 1101) Pada masa inilah Dinasti Fathimiyah berakhir. Perebutan kekuasaan oleh keluarga kerajaan dan serangan Shalahudin al-Ayyubi dipandang sebagai penyebab kehancuran Dinasti Fathimiyah ini. Tepatnya pada tahun 1171, Dinasti Ayyubiyah menggantikan eksistensi Dinasti Fathimiyah19 Apabila menggunakan tesis Ibn Khaldun mengenai tahap-tahap dinasti, walaupun tidak sama betul dengan ukuran Ibn Khaldun, maka tahapan dinasti Fathimiyah bisa dilihat dilihat dalam tabel berikut ini: Tahap Penguasa Sukses Al-Mahdi Kesewenangan Al-Qaim Sentosa Al-Muiz Lidinillah Kepuasan Hati Al-Aziz Berlebihan dan Al-Hakim hingga al-Mustali Kehancuran KEMAJUAN PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI FATHIMIYAH
19

No 1 2 3 4 5

Periode 909 934 934 949 965 975 975 996 996 1171

Samsul Munir Amin, ibid, hlm 263

Untuk melihat apa saja kemajuan yang ditorehkan oleh dinasti Fathimiyah, hal-hal berikut nampaknya penting untuk diperhatikan: 1. Dari sisi politik,. periode Fathimiyah menandai munculnya zaman baru dalam sejarah bangsa ini, yang untuk pertama kalinya sejak periode Firaun, menjadi penguasa penuh dengan kekuatan yang besar dan didasarkan pada prinsip keagamaan. Sedangkan dua dinasti sebelumnya tidak memiliki dasar kebangsaan maupun keagamaan20. Sebagian khalifah dinasti ini adalah pejuang dan penguasa besar yang berhasil menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran di Mesir21 2. Dari sisi sosial, kehidupan non muslim berjalan dengan baik. Mereka diberikan hakhak dasar kehidupannya, mereka tidak merasakan kemurahan dan keramahan melebihi sikap pemerintah muslim22 3. Dalam dunia ilmu pengetahuan, Dinasti Fathimiyah telah memberikan kontribusi yang tidak bisa diabaikan. Walaupun tidak seperti pemerintahan di Baghdad atau Kordova yang berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan, yang kemudian kedua tempat itu menjadi rujukan para pelajar muslim dan non muslim. Dinasti ini paling tidak telah membangun fondasi penting dalam dunia pengetahua. Mereka mendirikan lembaga pendidikan al-Azhar, membangun Dar al-Hikmah atau Dar al-Ilmi23

KEMUNDURAN DINASTI FATHIMIYAH Faktor-faktor penyebab kemunduran dinasti Fatimiyah adalah sebagai berikut : 1. Melemahnya para khalifah, khususnya sejak al Hakim (996-1021)24. Kelemahan ini disebabkan karena ketika dinobatkan menjadi khalifah, usianya masih sangat muda (sebelas tahun). Lemahnya khalifah bermata biru ini menyebabkan tampilnya orang-orang kuat dan berpengaruh sebagai pemegang kekuasaan yang sebenarnya, dan khalifah saat itu hanya sebagai boneka. 2. Perpecahan dalam tubuh militer yang terdiri atas tiga unsur kekuatan. Pertama, unsur bangsa Berber yang sejak awal ikut berjuang mendirikan dinasti Fatimiyah. Kedua, unsur bangsa Turki yang berhasil masuk karena didatangkan oleh khalifah al Aziz. Ketiga, unsur
20 21 22 23 24

Philip K Hitti, ibid hlm 797 Samsul Munir Amin, ibid, hlm 264 ibid, hlm 265 lihat Philip K Hitti, ibid, hlm 801 ibid, hlm 792

10

kekuatan bangsa Sudan yang didatangkan oleh khalifah al Mustanshir. Tiga unsur ini selalu bersaing dan sesekali terlibat dalam peperangan antar mereka. Peperangan terbuka yang paling besar adalah peperangan antara Berber dan Turki. Sementara khalifah yang lemah tidak mampu berbuat apa-apa. Akhirnya, wilayah-wilayah dinasti yang demikian luas secara berangsur-angsur berkurang karena memisahkan diri atau dikuasai oleh dinasti lain. 3. Bencana alam, yakni kekeringan yang melanda Mesir. Hal ini disamping menimbulkan penderitaan rakyat karena kelaparan, wabah penyakit, perampokan dan lainnya, juga bagi negara menyebabkan lumpuhnya perekonomian agraris yang hasilnya justru merupakan sumber devisa utama Mesir. Kondisi ini memaksa khalifah meminta bantuan kepada Konstantin Monomachus untuk mengirim bahan-bahan makanan ke Mesir.

DINASTI SAFAWIYAH ( 1501 1736 M )

11

Dinasti Safawiyah yang terletak di Persia ini berkuasa antara tahun 1501 1736 25. Awalnya dinasti ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi al-Din (1252 1334), nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi. Shafi al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216 1301) yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Ia mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bidah. Tarekat yang dipimpin Shafi al-Din ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermadzhab selain Syiah. Kecenderungan memasuki politik secara konkrit tampak pada masa kepemimpinan Junaid (1447 1460). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Junaid dengan penguasa Kara Koyunlu, salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr. Selama dalam pengasingannya, Junaid tidak tinggal diam, ia justru dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Anak Junaid, yaitu Haidar ketika itu masih kecil dalam asuhan Uzun Hasan. Oleh karena itu kepemimpinan gerakan safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setalah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
25

Samsul Munir Amin, ibid, hlm 187

12

Haidar membuat lambang baru dari pengikut tarekatnya, yaitu sorban merah yang mempunyai 12 jambul sebagai lambang dari 12 imam yang diagungkan dalam madzhab Syiah Itsna Asyriah. Kemenangan Ak Koyunlu pada tahun 1476 terhadap Kara Koyunlu membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh ak Koyunlu dalam meraih kekuasaan berikutnya. Padahal safawi adalah sekutu Ak Koyunlu. Ak Koyunlu berusaha melenyapkan kekuasaan Dinasti Safawi. Pasukan Haidar mengalami kekalahan dalam suatu peperangan di wilayah Sircassa dan Haidar sendiri terbunuh. Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail bersama pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syiria dan Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan tersebut dinamakan Qizilbash (baret merah). Di bawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharus dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibukota Ak Koyunlu dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota ini Ismail memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ismail inilah yang dipandang sebagain pendiri yang pertama dari Kerajaan Safawiyah. Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Kerajaan Safawi26. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I berhasil membuat kerajaan Safawi menjadi kuat. Setelah itu Abbas I mulai memusatkan perhatiannya ke luar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang. Pada tahun 1598 ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari sana ia melakukan serangan merebut Marw dan Balk. Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaanya dan Turki Utsmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini memang tidak pernah padam. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan Turki Utsmani. Pada tahun 1602 di saat Turki Utsmani berada di bawah Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan berhasil merebut Tabriz, Sirwan, dan Bagdad. Sedangkan kota-kota Nakhchivan, Erivan, Ganja dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605 1606.
26

ibid, hlm 189

13

Selama periode Safawiyah di Persia ini persaingan untuk mendapatkan kekuasaan antara Turki dan Persia menjadi kenyataan. Namun demikian, Ismail menjumpai saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari Turki. Peperangan ini seperti para sejarawan duga, bisa berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim Syiah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang didakwa mengingkari ajaran-ajaran Sunni. Pembunuhan ini digambarkan oleh seorang ahli sejarah dari Persia sebagai tindakan yang paling dahsyat atau kejam, walaupun dijalankan dengan atas nama agama. Sekalipun demikian pemberontakan terus menerus yang terjadi di negara besar Nadhir memaksanya untuk mengakui Sultan Utsmani sebagai seorang khalifah. Pada tahun 1747, Nadhir dibunuh dan digantikan keponakannya, Ali Kulli. Di masa pemerintahannya negara Persia mulai mundur dan dengan demikian orang-orang Turki Utsmani menikmati masa perdamaian di dunia timur seperti halnya di Eropa. Adapun Negara-negara (2011) yang merupakan daerah kekuasaan pada dinasti Safawiyah saat itu meliputi27 : Afghanistan Armenia Azerbaijan Georgia Iran Iraq Kuwait Pakistan Russia Syria Turki Turkmenistan

Berikut urutan penguasa dinasti Safawiyah28 : 1. Isma'il I


27

(1502-1524 M)

http://en.wikipedia.org/wiki/Safavid_dynasty, diakses pada tanggal 1 November 2011 pukul 22.00 28 http://en.wikipedia.org/wiki/Safavid_dynasty, dikases pada tanggal 1 November 2011 pukul 22.40

14

2. Tahmasp I/Abul Muzaffar (1524-1576 M) 3. Isma'il II 4. (1576-1577 M)

Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) (1587-1628 M) (1628-1642 M) (1642-1667 M) (1667-1694 M) (1694-1722 M) (1722-1732 M) (1732-1736 M)

5. Abbas I 6. Safi Mirza 7. Abbas II 8. Sulaiman 9. Husein I 10. Tahmasp II 11. Abbas III

KEMAJUAN PERADABAN DINASTI SAFAWIYAH Sebagai salah satu dari tiga kerajaan besar, Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup berarti, tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kemajuan di berbagai bidang. Beberapa di antaranya adalah : 1. Bidang Ilmu Pengetahuan Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada masa kerajaan Safawi, tradisi keilmuwan terus berlanjut. 2. Bidang Ekonomi Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang antara Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. 15

3. Bidang Arsitektur Penguasa kerajaan safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksana di atas Zende Rudd an istana Chilil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. 4. Bidang Kesenian Kerajaan Safawi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar dan benda seni lainnya. seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I, Raja Ismail I pada tahuan 1522 membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad ke Tabriz 5. Bidang tarekat Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal kerajaan Safawi adalah gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat. Oleh karena itu kemajuan di bidang tarekat pun cukup maju. bahkan gerakan tarekat pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan. KEMUNDURAN DINASTI SAFAWIYAH Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran dinasti Safawiyah adalah: 1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani. Berdirinya dinasti Safawiyah yang bermadzhab Shi'ah merupakan ancaman bagi dinasti Utsmaniyah, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua dinasti besar ini. 2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin dinasti Safawiyah, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan Sultan Husein.

16

3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan dinasti Safawiyah 4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.

17

DAFTAR PUSTAKA Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka Penerbit, 1994. Francis Robinson, Atlas of the Islamic World since 1500, Amsterdam, Time-life Books, 1994. Haroon Khan Sherwani, Mempeladjari Pendapat Sardjana-sardjana Islam tentang administrasi Negara, Jakarta: Tintamas, 1964 Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, Jakarta, Pusataka Firdaus, 2011 Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam, Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2009. Philip K Hitti, History of The Arabs, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2010 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Amzah, 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Fatimid_Caliphate http://en.wikipedia.org/wiki/Safavid_dynasty

18

Anda mungkin juga menyukai