Anda di halaman 1dari 4

Yazid bin Muawiyah

Yazid bin Muawiyah


Nama lengkap Yazid bin Muawiyah bin Abu
Sufyan bin Harb
Terkenal dengan Khalifah kedua Bani Umayyah
Garis keturunan Bani umayyah
Kerabat Muawiyah (ayah) • Abu
termasyhur Sufyan (kakek) • Hindun
(nenek).
Lahir 25 H/645
Tempat tinggal Damaskus, Suriah.
Meninggal 14 Rabiul Awal tahun 64 H.
Penyebab Tersungkur dari keledai liar
Wafat/Syahadah yang ia tunggangi dan lehernya
patah.
Peran penting Dalang pembantaian keluarga
Nabi saw di Karbala, Irak •
Membakar Kakbah • Menjarah
kota Madinah.

Yazid bin Muawiyah (bahasa Arab:‫()یزید بن معاویه‬lahir: 25 H/645 – W. 64 H/684 ) adalah


khalifah kedua dinasti Bani Umayyah (661-750) yang memerintah sekitar empat tahun (60
H/680 - 64 H/684) setelah ayahnya, Muawiyah bin Abu Sufyan dan meninggal di Syam,
Damaskus. Dia orang pertama yang menyalahi sunah para khalifah sebelumnya, yang dipilih
oleh ayahnya dan mengklaimkan kekhilafahan secara turun temurun. Pengambilan baiat paksaan
dari sanak kerabat terdekat dan sebagian para sahabat besar, yang mendapat perlawanan dari
sebagian mereka, telah menyebabkan tragedi yang merisaukan dalam sejarah Islam.

Sebagian peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah:

 Tragedi Karbala pada tahun 61 H/681, yang menyebabkan kesyahidan Imam Husain bin
Ali as dan hal ini menjadikan Yazid termasuk salah satu sosok sejarah yang paling
dibenci oleh orang-orang Syiah.
 Penjarahan kota Madinah pada tahun 63 H, yang masyhur dengan nama tragedi Harrah.
 Serangan ke kota Mekah untuk menumbangkan Abdullah bin Zubair dan membidik
Kabah dengan ketapel.

Nasab dan Latar Belakang Keluarga


Para sejarawan mencatat nasab Yazid yang berasal dari dinasti Bani Umayyah dan suku Quraisy
sebagai berikut: Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams
bin Abdi Manaf. [1] Dengan demikian nasab dia dan Bani Hasyim bersambung pada Abdi
Manaf. Abdi Manaf memiliki dua orang putra; Hasyim dan Abdul Syams, dan keduanya
merupakan nenek moyang Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Nama Umayyah dalam dinasti Bani
Umayyah diambil dari nama putra Abdi Syams. Ibu Yazid tidak terlalu banyak dituturkan dalam
riwayat-riwayat sejarah, kecuali hanya sekedar namanya adalah Maisun bint Bahdal
(kemungkinan tahun 80 H/700) dan dari suku Bani Haritsah bin Junab Kalbi dan orang badui
(pedalaman) dan setelah talak dengan Muawiyah, dia kembali menuju tempat kelahirannya. [2]

Kakeknya Yazid, Abu Sufyan dan neneknya Hindun binti Utbah, sebelum penaklukan Kota
Mekah termasuk orang yang paling getol memusuhi Rasulullah saw. Hindun masyhur dengan
Hindun binti Utbah dikarenakan mengambil hati paman Nabi – Hamzah bin Abdul Muththalib –
pada perang Uhud. Pasca penaklukan Mekah, Rasulullah saw menyebut mereka dan para
musuh-musuh lainnya yang ada di Mekah dengan Thulaqa (yang dibebaskan oleh Nabi saw)
dengan memaafkan dan membebaskan mereka. [3] Kata ini berasal dari Thaliq, yang berartikan
tawanan yang berhak mendapatkan balasan, namun mereka dibebaskan. Kiasan Tulaqa
senantiasa membekas untuk mereka. Menurut sebagian riwayat, Imam Ali as menegaskan bahwa
Muawiyah dan ayahnya sama sekali tidak pernah beriman dan terpaksa berpura-pura memeluk
Islam. [4] Demikian juga dalam sebuah surat, beliau menyebut Muawiyah dengan Thulaqa,
dimana kekhalifahan Rasulullah saw tidak layak dan tidak pantas buat mereka. [5]

Biografi
Menurut referensi, ibu Yazid, Maisun binti Bahdal berasal dari Arab Badui, dan dikarenakan
menikah dengan Muawiyah dan pergi ke Syam (Damaskus), dia adalah orang yang tidak bisa
jauh dari tanah kelahirannya, maka Muawiyah pun akhirnya menceraikannya dan dia kembali ke
tempat kelahirannya. Ada kemungkinan saat itu dia mengandung Yazid atau masih
menyusuinya. [6]

Yazid melewatkan masa kecilnya di kabilah Maisun, dimana masyarakatnya berasal dari kabilah
Huwwarin/Hawwarin (di kawasan Homs Syam). Latar belakangnya adalah Kristen dan
penyembah berhala pada masa sebelum masuknya Islam dan termasuk ahli sastra dan syair
Arab. Sebagian orang meyakini perkembangan dan pertumbuhan Yazid sangatlah terpengaruh
oleh ideologi orang-orang Kristen yang baru memeluk Islam tersebut sangatlah efektif dan
dukungan-dukungannya kepada orang-orang Kristen setelah memegang tampuk khilafah,
khususnya kepada para penyairnya dan juga adanya para penasehat Kristen dalam kerajaannya
dan juga kompromi dengan orang-orang Eropa termasuk penunjang yang sangat berpengaruh
dalam kepribadian Yazid. [7]

Yazid meninggal pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun 64 H, di umur 38 tahun[8] , setelah
memegang kekhilafahan selama 3 tahun dan 8 bulan dan dikuburkan di Huwwarin. [9] Terkait
sebab kematian Yazid, dituturkan suatu hari Maimun menaikannya di atas keledai liar, keledai
liar tersebut lari sedangkan Yazid dalam keadaan mabuk, sampai akhirnya dia tersungkur dari
tunggangan dan lehernya patah. [10] [11]

Akhlak dan Kepribadian


Banyak referensi sejarah Islam menyebut Yazid - secara moral - adalah seorang yang rusak dan
gemar bermain. Baladzuri (279 M) menyebutnya sebagai pemimpin tinggi pertama khilafah
Islam, yang melakukan dosa secara terang-terangan, seperti meminum minuman keras. [12]
Mas'udi (346 H) menukil dari Abu Muhnif, sesungguhnya pada masa pemerintahan Yazid,
minuman keras dan pesta pora secara terang-terangan yang dilakukan oleh para pengikutnya di
Mekah dan Madinah sudah sangatlah marak. [13]

Kemasyhuran Yazid dalam gemar bermain dan tidak komitmen terhadap moral-moral Islam,
sudah jadi bahan gunjingan umum mazhab Syiah maupun Ahlusunah dan bahkan sebagian para
sahabat masyhur Rasulullah saw, dan juga Imam Husain as secara gamblang menyebutnya
sebagai orang fasik, pendosa dan penyimpang. Dengan demikian, Muawiyah, pasca syahadah
Imam Hasan as mendapat kendala saat mengambil baiat dari para pembesar untuk kekhilafahan
Yazid dan orang-orang seperti Imam Husain as, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Umar
tidak memberikan baiat. Dinukilkan dari Abdullan bin Umar, "Kami berbaiat dengan orang
yang bermain dengan kera dan anjing, meminum khamr dan melakukan kefasikan secara
terang-terangan?! lantas apa uzur kita disisi Allah?" [14]

Menurut referensi sejarah, Muawiyah dengan pasukan muslim, dimana sebagian pembesar
sahabat juga ada ditengah-tengah mereka, pergi menuju Romawi pada tahun 52 H/672. Dia
bersama istrinya, Ummu Kultsum berhenti di tengah jalan dan sibuk bersenang-senang. Namun
pasukannya yang sudah berjalan lebih dulu terkena wabah dan cacar serta mendapat banyak
kerugian. Saat Yazid mengetahui hal tersebut, maka diapun melantunkan syair dengan makan,
dia tidak akan menangis jika kaum muslimin meninggal akibat demam, cacar dan wabah. Berita
ini pun terdengar sampai ke Muawiyah dan ia sangat murka dan memerintahkan Yazid supaya
dipulangkan ke markas. Meski demikian, akhirnya pasukan tersebut tidak dapat kembali ke
Syam. [15]

Pemerintahan dan Kebijakan


Masa singkat pemerintahan Yazid bin Muawiyah, dari aspek politik merupakan masa yang
penuh dengan gejolak dan dan pemerintahan tiga tahunnya Yazid kebanyakan digunakan untuk
menumpas pemberontakan-pemberontakan intern dan menenangkan kondisi dan situasi
kekuasaan Islam. Dia membungkam segala bentuk penentangan pada masa pemerintahannya.

Tekanan dan himpitan dalam pemerintahannya sampai pada batas bahwa Mas'udi dalam
mensifati periode ini sebagai berikut: perangai Yazid adalah perangai Fir'aun, bahkan Fir'aun
lebih adil ketimbang dia diantara para abdinya dan lebih bijak ketimbang dia di tengah-tengah
orang-orang Syiah dan Ahlusunah. [16]

Dia telah membunuh Imam Husain as dan Ahlulbait Nabi saw diawal pemerintahannya dan
menodai haram Rasulullah saw (Madinah) pada tahun kedua dan menghalalkan untuk
pasukannya selama tiga hari. Dia menyerang Kakbah dan membakarnya pada tahun ketiga. [17]
Tindakan dan perbuatan Yazid dalam waktu singkat ini merupakan permulaan dimulainya
banyak konflik dan penentangan terhadap para khalifah Umayyah di masa berikutnya;
penentangan dan pemberontakan yang pada akhirnya menyebabkan tumbangnya umur
pemerintahan Umawi. [18]

Tragedi Karbala

Tragedi paling menyayat hati pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah adalah tragedi
Karbala; yang dituturkan tidak ada yang lebih buruk lagi dalam sejarah Islam. [19] Pada bulan
Dzulhijjah tahun 60 H, Imam Husain as bersama keluarga Rasulullah saw pergi ke Irak dengan
undangan masyarakat Kufah; namun masyarakat Kufah saat itu meninggalkan Imam dan
sejumlah rombongan sedikitnya dikarenakan tekanan dan himpitan dari pemerintahan Yazid.

Imam Husain as bersama keluarga dan para sahabat-sahabatnya syahid oleh pasukan pemerintah
Yazid dan dengan perintah gubernurnya, Ubaidullah bin Ziyad; kepala para syuhada Karbala
diarak dan dipertontonkan di Kufah dan Syam serta Ahlulbait Nabi saw dijadikan tawanan.
Tragedi Karbala dituturkan secara mendetail dalam referensi kuno dan kontemporer. [20]

Peristiwa Harrah

Artikel utama: Peristiwa Harrah

Bertahun-tahun setelah dipegang Yazid, dibarengi dengan ketidakrelaan masyarakat Hijaz


terhadap pemerintahan pusat, akibat sebagian kebijakan-kebijakan Yazid, seperti tidak
perhatiannya kepada Mekah dan Madinah. Kondisi ini, lambat laun muncul dalam bentuk krisis.
Akhirnya Ustman bin Muhammad bin Abi Sufyan, pemimpin muda Madinah mengirim utusan
para pembesar dan orang-orang terkemuka Madinah, setelah manasik haji, barang kali dengan
hadiah dan hiburan dari mereka kepada Yazid dapat memulihkan kembali kondisi Madinah yang
sudah berantakan. Banyak sekali para pembesar dan pemuka Madinah, seperti Abdullah bin
Hanzhalah yang dimandikan oleh malaikat dan putranya dan juga Abdullah bin Amr dan Munzir
bin Zubair dalam rombongan ini. [21]

Rombongan kiriman Madinah sejak awal masuk Damaskus telah mendapatkan banyak hadiah
dari Yazid. [22] Namun Yazid seperti kebiasaannya, melakukan mabuk-mabukan dan bersenang-
senang dihadapan para pembesar ini. Sikap dan perangai Yazid dihadapan rombongan Madinah
menyebabkan ketidakrelaan dan ketidakpuasan mereka dan sekembalinya ke Madinah, mereka
memusuhi Yazid secara terang-terangan, mereka mengutarakan aib-aib Yazid. Dengan
kemurkaan terhadap kota Madinah, Yazid mengirimkan surat ancaman kepada masyarakat
Madinah[23] ; namun surat ini menyebabkan kemurkaan dan kebangkitan masyarakat. Yazid
mengirim 12 ribu pasukan dengan dipimpin oleh Muslim bin ‘Uqbah menuju Madinah. Dengan
perintah Yazid, mereka memberikan tempo selama tiga hari untuk berbait dengan Yazid[24] ;
namun masyarakat Madinah tidak mengindahkannya. Akhirnya peperangan pun dimulai, dan
kekalahan ada dipihak para pejuang Madinah dan menyebabkan terbunuhnya ribuan orang
Madinah dan juga dihalalkannya jiwa, harta dan kehormatan mereka bagi pasukan Syam selama
tiga hari. [25] Tragedi ini terjadi pada tahun 63 H. [26] [27]

Pemberontakan Mekah

Kebangkitan yang terjadi di Mekah, bersamaan dengan kebangkitan masyarakat Madinah,


dengan dipimpin oleh Abdullah bin Zubair, menyebabkan penguasaannya dan para sahabat-
sahabatnya atas kota Mekah. Setelah Peristiwa Harrah dan pembunuhan masyarakat Madinah,
pasukan Syam, dengan dipimpin oleh Hashin bin Namir as-Sukuni, bergerak menuju Mekah
untuk memerangi Ibnu Zubair. Tidak lama kemudian, kota Mekah berada dalam kepungan
pasukan Syam. Sepanjang pengepungan kota ini, Kakbah terbakar akibat manjanik-manjanik
yang dilemparkan oleh pasukan Syam. Pengepungan ini terus berlanjut sampai tersebarnya
berita kematian Yazid. [28]

Penaklukan Militer
Proses penaklukan militer muslim terhenti pada masa pemerintahan Yazid, akibat konflik dan
pemberontakan-pemberontakan intern melawan Yazid. Dia lebih memilih berdamai dengan
orang-orang Kristen Eropa dan bahkan mundur dari sebagian titik, yang ditaklukan pada masa
Muawiyah dengan anggaran dan biaya yang sangat banyak dan dengan mendapat suapan,
mereka menarik mundur pasukannya dari Siprus. [29] Demikian juga, Yazid bin Junadah bin Abi
Umayyah diperintahkan supaya merusak benteng muslim di kepulauan Arwad[30] dan kembali ke
Syam. [31]

Demikian juga, Yazid menarik pasukannya dari Rhodes. [32] Meski demikian, dia mengirim
Malik bin Abdullah Khats'ami pada tahun 61, untuk memerangi orang-orang Romawi, yang
mana perang ini terkenal dengan perang Soraya. [33] Yazid mengirim Salim bin Ziyad (gubernur
Khurasan) di timur dan di sebelah Khawarazmi sampai di wilayah Samarkand. Dia telah
menaklukan Sughd dan Bukhara[34] dan berdamai dengan penduduk Kharazm, dengan 400 ribu
Dinar pada tahun 62 H[35] . Saat di Sughd, Salim bin Ziyad juga mengirim pasukannya ke
Khujand, namun mereka kalah. Lantas, Salim pergi ke Marw dan berperang dengan penduduk
Sughd, sampai akhirnya mendapat berita Yazid telah mati. [36] Uqbah bin Nafi' juga telah
menaklukan Sous di Afrika Utara. [

Anda mungkin juga menyukai