Anda di halaman 1dari 13

NAMA : MUH.

FADEL
NIM : 60200122074
KELAS :D
JURUSAN : TEKNIK INFORMATIKA

Ringkasan Materi 1
A. Masa Umayyah di Timur (661-680M)
Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Kekhalifahan ini resmi berdiri setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib,
khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Pendiri dan khalifah pertama Bani
Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I yang menjadi
Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Usman bin Affan.
Pemerintahan Bani Umayyah berlangsung lebih dari tiga abad, yang dibagi ke
dalam dua periode. Yakni periode pertama antara 661-750 dengan pusat pemerintahan
di Damaskus, kemudian periode kedua antara 756-1031 di Cordoba, Spanyol. Tidak
hanya masa pemerintahannya yang lama, Daulah Umayyah memiliki sejarah yang
sangat panjang.
Dinasti Bani Umayyah di Timur berlangsung sejak tahun 661 hingga 750. Pendiri
dari Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I, yang
sekaligus menjadi khalifah pertama dari dinasti ini. Sebagai khalifah pertama,
Muawiyah I dipandang dapat menghadirkan budaya baru dalam sistem pemerintahan
tata negara dan kehidupan beragama. Selama memimpin, ia berusaha sebaik mungkin
untuk memulihkan kembali persatuan dalam wilayah Islam. Muawiyah I juga
berusaha membangun sistem pemerintahan monarki Islam dengan menunjuk
putranya, Yazid, sebagai putra mahkota. Keputusan ini kemudian diikuti oleh para
khalifah sesudahnya. Oleh sebab itu, Muawiyah I dianggap sebagai pembawa budaya
baru karena mendirikan sistem monarki dalam sejarah politik Islam.

1. Pola Administratif Pemerintahan Umayyah


Pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin (632-661 M), pimpinan
pemerintahan pusat hanya terdiri atas khalifah, didampingi seorang pejabat yang
disebut al-Katib (sekretaris). Di samping khalifah ada majelis penasehat yang
terdiri atas sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Al-Katib bertugas mencatat
penerimaan dan pengeluaran perbendaharaan negara. Mengurus surat menyurat
dengan pembesar setempat, mendata nama-nama tentara dan penghasilannya.
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, telah muncul persoalan-persoalan yang
cenderung membawa ketidakstabilan dan perpecahan umat, seperti hancurnya
teokrasi yang telah mempersatukan kekhalifahan yang lebih dulu, munculnya
anarkisme dan ketidak disiplinan kaum nomad. Di sisi lain wilayah kekuasaan
umat Islam pada masa Dinasti Umayyah, menurut Annemarie Schimel: “Telah
sampai ke Atlantic, perbatasan Bizantium, Selat Gibraltar, (Jabal Tarik) tahun
711. Pada tahun itu juga mereka juga menguasai Transoxiana, Sind, serta
Indusvalley (sekarang arah selatan Pakistan).
Adanya persoalan internal dan eksternal mengakibatkan terjadinya
perkembangan administrasi pemerintahan sesuai dengan perkembangan wilayah
dan perkembangan urusan kenegaraan yang semakin lama semakin kompleks.
Pengelolaan administrasi dalam struktur pemerintahan Dinasti Bani Umayyah
adalah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang
diciptakan oleh Khalifah Umar. Wilayah kekuasaan yang luas itu, sebagaimana
periode Madinah dibagi menjadi wilayah provinsi.
Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur (amir) yang diangkat oleh
khalifah. Gubernur didampingi seseorang atau beberapa orang katib (sekretaris),
seorang hajib (pengawal), dan pejabat-pejabat penting lain, yaitu shahib al-kharaj
(pejabat pendapatan), shahib al-syurthat (pejabat kepolisian), dan qadhi (kepala
keagamaan dan hakim). Pejabat pendapatan dan qadhi diangkat oleh khalifah dan
bertanggung jawab kepadanya. Pada tingkat pemerintahan pusat dibentuk
beberapa lembaga dan departemen, al-katib, al-hajib, dan diwan.
a. Lembaga al-katib, bertugas mengurusi administrasi negara secara baik dan
rapi untuk mewujudkan kemaslahatan negara, terdiri dari:
1) katib al-rasail (sekretaris negara),
2) katib al-kharaj (sekretaris pendapatan negara),
3) katib al-jund (sekretaris militer),
4) katib al-syurthat (sekretaris kepolisian),
5) katib al-qadhi (panitera).
b. Lembaga Al-hajib (pengawal dan kepala rumah tangga istana), bertugas
mengatur para pejabat atau siapapun yang bertemu dengan khalifah.
Lembaga ini belum dikenal di zaman negara Madinah, karena siapa saja
boleh bertemu dan berbicara langsung dengan khalifah tanpa melalui
birokrasi. Tapi ada tiga orang yang boleh langsung bertemu dengan
khalifah tanpa hajib, yaitu muazin untuk memberi tahukan waktu shalat
pada khalifah, shahib al-barid (pejabat pos) yang membawa berita-berita
penting untuk khalifah, dan shahib al-tha’am, petugas yang mengurus hal
ikhwal makanan dalam istana.
c. Dalam bidang pelaksanaan hukum yaitu al-Nidzam al-Qadhai terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
1) Al-qadha, dipimpin seorang qadhi yang bertugas membuat fatwa-fatwa
hukum dan membuat peraturan-peraturan yang digali langsung dalam
al-Qur’an, sunnah Rasul, Ijma’, atau berdasarkan ijtihad. Badan ini
bebas dari pengaruh penguasa dalam menetapkan keputusan hukum,
baik terhadap pejabat atau pagawai negara yang melakukan
pelanggaran.
2) Pejabat badan al-Hisbat disebut al-Muhtasib, tugasnya menangani
kriminal yang perlu penyelesaian segera.
3) Pejabat al-Mazhalim disebut qadhi al-mazhalim atau shahib al-
mazhalim. Kedudukan badan ini lebih tinggi dari al-qadha dan al-
hisbat, karena badan ini bertugas meninjau kembali akan kebenaran
dan keadilan keputusan-keputusan hukum yang dibuat oleh qadhi dan
muhtasib.
Jika terjadi kasus tentang perkara yang keputusannya dianggap perlu
ditinjau kembali, baik rakyat maupun pejabat yang menyalah gunakan
jabatan, badan ini menyelenggarakan mahkamah al-mazhalim yang
mengambil tempat di masjid. Sidang inni dihadiri oleh lima unsur
lengkap yaitu para pembantu sebagai juri, para hakim, para fuqaha,
para katib, dan para saksi.
d. Di dalam pemerintahan Bani Umayyah terdapat beberapa diwan atau
departeman yaitu:
1) Diwan al-Rasail, departemen yang mengurus surat-surat negara dari
khalifah kepada gubernur atau menerima surat-surat dari gubernur.
Departemen ini memiliki dua sekretariat, untuk pusat menggunakan
bahasa Arab, dan daerah menggunakan bahasa Yunani dan bahasa
Persia.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik telah diterapkan peraturan
gerakan Arabisasi yaitu dengan hanya menggunakan bahasa Arab
dalam penulisan surat-surat negara. bahkan pengaruh gerakan
Arabisasi masih terlihat hingga sekarang,
2) Diwan al-Khatim, departemen pencatatan yang bertugas menyalin dan
meregistrasi semua keputusan khalifah atau oereturan- peraturan
pemerintah untuk dikirim pada pemerintah daerah.
3) Diwan al-Kharaj, departemen pendapatan negara yang diperoleh dari
kharaj, zakat, ghanimah, dan sunmber-sumber lain. Semua pwmasukan
dari sumber-sumber itu disimpan di Baitul Mal.
4) Diwan al-Barid, departemen pelayanan pos, bertugas malayani
informasi tentang berita-berita penting dari daerah kepada pemerintah
pusat dan sebaliknya. Pelayanan ini sudah diperkenalkan pada masa
Mu’awiyah.
5) Diwan al-Jund, departemen pertahanan yang bertugas mengorganisir
militer.
Ketika Abdul Malik naik tahta, perbaikan di bidang administrasi pemerintahan
dan pelayanan umum dilakukan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani
digunakan di Suriah, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir. Pada
masa pemerintahan Abdul Malik, para gubernur yang diangkatnya menjalankan
fungsinya dengan baik. Gubernur Mesir saat itu, Abdul Aziz bin Marwan,
membuat alat pengukur Sungai Nil, membangun jembatan, dan memperluas
Masjid Jami’ Amr bin Ash.
Sementara itu, gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan sistem
irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat ke seluruh pelosok Irak
sehingga kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia juga melarang keras perpindahan
orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi pun dibangun dengan memperbaiki
sistem keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran.
Pada masa Hisyam bin Abdul Malik, seorang gubernur juga mempunyai
wewenang penuh dalam hal administrasi politik dan militer dalam provinsinya.
Namun, penghasilan daerah ditangani oleh pejabat tertentu (sahib al-kharaj) yang
mempunyai tanggung jawab langsung pada khalifah.
2. Ekspansi pada Masa Umayyah
Perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Usman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib dilanjutkan kembali pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan,
dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan
menguasai Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul.
Sedangkan, angkatan lautnya mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota
Bizantium, Konstantinopel.
Ekspansi ke timur dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan yang mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah
Punjab sampai ke Multan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada masa Al-Walid bin
Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang
lebih sepuluh tahun, tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M.
Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Thariq bin Ziyad, pemimpin
pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi
sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat
dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo
yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan
Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari
rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui
pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-
Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers Dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-
Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-
daerah itu, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke
tangan Islam pada zaman Bani Umayyah.
Dengan keberhasilan ekspansi ke timur maupun barat, wilayah kekuasaan
Islam masa Bani Umayyah benar-benar luas. Daerah-daerah itu
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan,
dan Kirgistan di Asia Tengah.

3. Peradaban pada Masa Umayyah Timur


a. Bidang Pembangunan dan Arsitektur
Bani Umayyah berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang.
Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang
jalan.
Keberhasilan ini dilanjutkan oleh Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715
M) yang meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti
untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap, membangun
jalan raya, pabrik, dan gedung-gedung. Selain itu, dibangun masjid-masjid
yang memenuhi kota. Untuk pertama kalinya, Muawiyah I memperkenalkan
sebuah menara kepada rakyatnya. Salah satu karya tercantik dari masa Dinasti
Umayyah adalah Kubah Karang di Yerusalem, yang dibangun oleh Abdul
Malik bin Marwan, khalifah yang berkuasa antara 685-705. Selain itu, Abdul
Malik juga membangun masjid lain, yaitu Masjid Kubah Emas atau Masjid
Umar.
b. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, didirikan kantor catatan negara
dan merancang pola pengiriman surat melalui pos (al-barid) serta seluruh
fasilitas pendukungny. mencetak mata uang, mengembangkan jabatan qadi
(hakim) sebagai jabatan profesional. Para qadi di masa itu dalam memutuskan
suatu perkara tidak terpengaruh oleh kebijakan politik atau kekuasaan
pemimpin negara sehingga mereka bebas memutuskan sesuatu termasuk
dalam urusan yang berkaitan dengan para pejabat tinggi Negara.
Awal pemerintahan bani Umayyah kebijakan moneter yang dilakukan
olehnya mempunyai dua tujuan dasar yaitu:
a. Mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, pada waktu seorang
gubernur membanggakan banyaknya pajak yang mereka
kumpulkan,
b. Untuk memuaskan para pejabat negara dengan memberi mereka
harta sebanyak-banyaknya.
Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan
Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Abdul Malik bin
Marwan mencetak uang tersendiri menerbitkan mata uang sendiri sebagai
salah satu alat pertukaran. Keberhasilan tersebut dicapai setelah adanya
permintaan dari pihak Romawi untuk menghilangkan kalimat
“Bismillahirrahmanirrahim” dari mata uang yang berlaku. Khalifah Abdul
Malik sangat keberatan dan menolak sehingga, beliau akhirnya mencetak mata
uang Islam sendiri dengan mencantumkan kalimat
“Bismillahirrahmanirrahim” menggunakan kata dan tulisan Arab pada tahun
695 H. Penggunaan kata dan kalimat dalam bahasa Arab sesungguhnya juga
merupakan bagian dari politik nasionalisasi dan Arabisasi.
c. Bidang Keilmuan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah tidak
terlepas dari Al-Farabi, seorang ilmuwan muslim pada masa Bani Umayyah
yang berhasil menuliskan karya-karyanya yang hingga saat ini masih
digunakan rujukan oleh ilmuwan-ilmuwan zaman modern. Selain memelajari
ilmu agama, para ilmuwan muslim dari masa Bani Umayyah juga belajar
banyak bidang keilmuan lainnya. Faktor perkembangan ilmu pengetahuan
pada masa Bani Umayyah adalah perluasan wilayah kekuasaan.
1) Ilmu Agama
Salah satu ilmu agama yang berkembang adalah ilmu hadis, yang ditandai
dengan kodifikasi dan pembukuan hadis. Kodifikasi hadis secara resmi
dimulai pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz.
2) Ilmu Bahasa
Pemerintah Bani Umayyah menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi
dalam administrasi pemerintahan di berbagai wilayah. Hal ini kemudian
mendorong lahirnya ahli bahasa, yaitu Sibawaihi, yang menghasilkan
karya berjudul Al-Kitab yang menjadi pedoman ilmu tata Bahasa Arab
hingga sekarang.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, dilakukan pembaruan ragam
tulisan Arab. Hajaj bin Yusuf memperkenalkan tanda vokal dan tanda titik
untuk membedakan beberapa huruf yang sama bentuknya. Pembaruan ini
menjadikan Bahasa Arab lebih sempurna sekaligus menghilangkan
kesulitan bagi pembaca, khususnya orang-orang non-Arab. Beberapa
ilmuwan dalam bidang bahasa dan sastra beserta karyanya antara lain:
(1) Ali al-Qali, karyanya berjudul al-Amali dan al-Nawadir
(2) Abu Bakar Muhammad bin Umar, karyanya berjudul al-Af'al dan
Fa'alta wa Af'alat
(3) Abu Amr Ahmad bin Muhammad bin Abd Rabbih, karyanya dalam
bentuk prosa berjudul al-Aqd al-Farid
3) Ilmu filsafat
Filsafat Islam pertama kali muncul pada masa Daulah Umayyah, dimulai
dengan penerjemahan filsafat Yunani ke dalam Bahasa Arab. Salah satu
ilmuwan muslim dalam bidang filsafat yang sangat terkenal adalah Al-
Farabi, yang menyetujui dan mengembangkan logika Aristoteles. Al-
Farabi menciptakan titik balik sejarah pemikiran filsafat Islam, dan salah
satu karyanya adalah Ihsab al-Ulum (Perhitungan Ilmu).
4) Ilmu Kedokteran
Ilmuwan bidang kedokteran yang terkenal adalah Abu Al-Qasim Az-
Zahrawi. Seorang dokter bedah terkemuka di Cordoba yang memberikan
kontribusi besar bagi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya ilmu
bedah. Ia dikenal sebagai peletak dasar-dasar teknik ilmu bedah modern
dan juga mampu menciptakan alat bedahnya sendiri. Beberapa alat bedah
yang diciptakannya juga masih digunakan hingga sekarang. Semua
pemikirannya dituangkan dalam Kitab at-Tasrif Liman 'Ajiza'an at-Ta'lif,
tentang metode pengobatan yang digunakan sebagai rujukan para dokter di
Barat.
Selain Az-Zahrawi, ilmuwan lain dalam bidang kedokteran adalah Abu al-
Abbas an-Nabati, yang mengelompokkan tumbuh-tumbuhan berdasarkan
nama, spesies, dan tempat tumbuhnya. An-Nabati juga menulis Al-Jami fi
Adwiyyah al-Mufradah dan membuat daftar obat-obatan sederhana dalam
Bahasa Persia, Latin, dan Berber menurut susunan abjad.
5) Ilmu Kimia
Perkembangan ilmu kimia ditandai dengan munculnya beberapa ahli kimia
seperti Abu al-Qasim Abbas bin Farnas dan As-Sibai.
6) Ilmu Fisika
Salah satu ahli fisika dari Bani Umayyah adalah Ibnu Bajjah, yang
mengatakan bahwa “selalu ada reaksi pada setiap aksi”. Teori ini sangat
berpengaruh pada fisikawan setelahnya, termasuk Newton dan Galileo.
Selain itu, Ibnu Bajjah juga berjasa dalam mengembangkan psikologi
Islam.
7) Ilmu Astronomi
Para ilmuwan muslim sangat memerhatikan ilmu astronomi karena ilmu
ini berhubungan dengan pelaksanaan beberapa ibadah, seperti waktu salat,
penentuan arah kiblat, penetapan hisab, serta penentuan awal dan akhir
Ramadan. Salah seorang ilmuwan dalam bidang astronomi adalah Abu
Ishaq az-Zarqali dari Toledo, Spanyol. Kontribusinya yang terkenal adalah
menciptakan peralatan astronomi dan Tabel Toledo.
8) Ilmu Sejarah
Beberapa ahli sejarah dan karyanya pada periode ini antara lain.
(1) Ali Ibnu Hazm, yang menulis 400 judul buku
(2) Abu Bakar Muhammad bin Umar, dengan karyanya yang berjudul
Tarikh Ifititah al-Andalus
(3) Hayyan bin Khallaf dengan karyanya yang berjudul al-Muqtabis fi
Tarikh Rija al Andalus dan Al-Matin
(4) Abu Marwan Abdul Malik bin Habib dengan karyanya at-Tarikh.

4. Aliran aliran Keagamaan pada Masa Umayyah


a. Khawarij
Khawarij adalah kaum yang mendesak Ali untuk menghentikan
peperangan pada Perang Shiffin dan menjalakan proses hukum melalui Al-
Quran. Namun, kemudian menolak hasil perundingan antara pihak Ali dan
Muawiyah. Setelah itu, mereka melakukan pemberontakan di Harum dan
melakukan kerusakan di muka bumi. Mereka dibinasakan oleh Ali bin Abi
Thalib dalam perang Nahrawand, namun masih banyak yang tersisa di
pasukannya. Salah seorang dari mereka berhasil membunuh Ali.
Pada masa pemerintahan Muawiyah, mereka melakukan beberapa kali
pemberontakan di Kufah dan Bashrah, hingga kembali mereka dihancurkan
oleh gubernur Bashrah saat itu, yaitu Ziyad lbnu Abihi dan anaknya Abdullah
bin Ziyad. Mereka adalah dua orang yang sangat keras terhadap mereka.
Orang-orang Khawarij kaku, keras kepala, dan menginginkan manusia
hanya ada dalam dua kubu, yaitu kafir dan mukmin, Barang siapa yang sesuai
dengan pandangan-pandangannya, ia dianggap sebagai orang mukmin; dan
barang siapa yang dianggap tidak sesuai dengan pandangannya, ia akan
dianggap sebagai orang kafir.
Mereka menuduh Usman, Ali, dan Muawiyah sebagai orang kafir,
Mereka selalu memerangi siapa saja yang tidak berada di dalam jamaah
mereka dan menghalalkan darah kaum muslimin. Mereka sering menimbulkan
bencana. Jika ditilik secara umum, kemenangan paling menonjol yang mereka
capai adalah masa pemerintahan Bani Umayyah. Sekte mereka yang paling
menonjol adalah Azariqah, Najdat, Ibadhiyah, Ajaridah, dan Saffariah.
Dijelaskan bahwa awal pendirian Umayyah ditandai dengan
munculnya kelompok yang kontra terhadap Ali dan Muawiyah, yaitu
Khawarij. Di samping berperan sebagai gerakan politik, Khawarij juga
berperan sebagai aliran teologi Islam. Gagasan Khawarij yang merupakan
perpaduan antara pemikiran teologi dan politik terletak pada gagasannya
tentang kewajiban menggunakan hukum Allah dengan adagium “La Hukma
ila Lilah”. Akan tetapi, Khawarij kemudian terpecah-pecah menjadi kelompok
kecil.
b. Murji'ah
Secara bahasa. Murji’ah berasal dari kata al-irja mengakhirkan, al-
m'khir atau memberikan harapan (i 'tha al-aja'). Arti pertama relevan dengan
Khawarij karena adagium yang mereka gunakan, yaitu “maksiat tidak akan
merusak iman. dan taat tidak akan bermanfaat bagi kekafiran.”
Makna kedua relevan dengan Khawarij karena mereka tidak mau
menentukan hukum bagi yang melakukan dosa besar di dunia ini apakah ia
akan ditempatkan di surga atau di neraka dan sebagai antitesis dari Syi'ah yang
menempatkan Ali sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW. pada derajat paling
tinggi atau nomor satu, Murji'ah juga berarti kelompok yang menempatkan Ali
r.a. pada urutan keempat. Di antara gagasannya yang terpenting adalah bahwa
“mukmin yang melakukan maksiat akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti;
dan setelah disiksa, mereka akan ditempatkan di surga”.
c. Aliran fiqh
Dalam (analisis Nurcholish Madjid), di bawah pimpinan Khalifah
Muawiyah. Masa kekhalifahannya disebut Ibn Taymiyyah sebagai permulaan
masa “kerajaan dengan rahmat” (al-mulk bi alrahmah). Pada saat itu, kaum
muslim dapat dikatakan kembali pada keadaan, seperti zaman Abu Bakar dan
Umar (zaman (Asy-Syaykhani, “Dua Tokoh") yang amat dirindukan banyak
orang, termasuk para “aktivis militan” yang membunuh Usman (Van yang
kemudian [ikut] mensponsori pengangkatan Ali, namun akhirnya berpisah dan
menjadi golongan Khawarij).
Apapun kualitas kekhalifahan Muawiyah, dalam hal masalah
penegakan hukum, mereka sebisa mungkin berpegang dan meneruskan tradisi
para khalifah di Madinah dahulu, khususnya tradisi Umar. Oleh karena itu, ada
semacam “koalisi” antara Damaskus dan Madinah (tetapi suatu koalisi yang
tak pernah sepenuh hati, akibat masalah keabsahan kekuasaan Bani Umay yah
itu). “Koalisi" itu mempunyai akibat cukup penting dalam bidang fiqh, yaitu
tumbuhnya orientasi kehukuman (Islam) pada Hadis atau Tradisi yang
berpusat di Madinah dan Mekah serta mendapat dukungan langsung atau tak
langsung dari rezim Damaskus.
Sementara banyak tokoh Madinah sendiri tetap mempertanyakan
keabsahan rezim Umayyah. Irak dengan kota-kota Kufah dan Bashrah adalah
kawasan yang selalu potensial menentang Damaskus secara efektif. Ini
kemudian berdampak tumbuhnya dua orientasi dengan perbedaan yang cukup
penting: Hijaz (Mekah-Madinah) dengan orientasi Hadisnya, dan Irak (Kufah-
Bashrah) dengan orientasi penalaran pribadi (ra 'y)-nya.

B. Pendirian Umayyah di Andalusia (706-1031 M)


Abdurrahman ad-Dakhil adalah peletak dasar berdirinya Dinasti Umayyah di
Spanyol. Ia membangkitkan dinasti di Spanyol setelah pemerintahan Dinasti
Umayyah di Damaskus diruntuhkan oleh Bani Abbasiyah. Abdurrahman ad-
Dakhil mempu menguasai Spanyol setelah melengserkan Gubernur Andalusia, Yusuf
Al-Fahri, pada tahun 756. Dinasti yang didirikannya di Spanyol pun mampu bertahan
selama hampir tiga abad, hingga 1031.
Abdurrahman ad-Dakhil lahir pada 731 di dekat Damaskus, Suriah, dengan nama
lengkap Abdurrahman bin Muawiyah. Ia adalah putra Muawiyah bin Hisyam
sekaligus cucu Hisyam bin Abdul-Malik, Khalifah Umayyah yang berkuasa antara
724-743. Abdurrahman tumbuh dewasa ketika Dinasti Umayyah hidup sejahtera dan
mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan di bawah kepemimpinan kakeknya.
Ia pun menyaksikan bagaimana kakeknya mampu membawa Dinasti Umayyah
menguasai wilayah Spanyol dan Pulau Sisilia di Italia.
Namun, ketika Abdurrahman berusia 19 tahun, ia harus menyaksikan Dinasti
Umayyah dihancurkan oleh Bani Abbasiyah dalam peristiwa Revolusi Abbasiyah.
Bahkan pada saat itu, seluruh keluarga dan keturunan Umayyah diburu untuk dihabisi
Bani Abbasiyah.
Revolusi Abbasiyah adalah gerakan politik bumi hangus, sehingga semua
keluarga Umayyah dibunuh. Ketika Bani Abbasiyah menguasai pusat pemerintahan
Dinasti Umayyah di Damaskus, Abdurrahman ad-Dakhil bersama sejumlah kecil
keluarga dan pengikutnya berhasil melarikan diri. Bersama rombongannya,
Abdurrahman mengarungi gurun Suriah menuju Palestina, lalu ke Mesir, dan
kemudian sampai di Andalusia, Spanyol, pada 755. Spanyol saat itu merupakan
wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Selama perjalanan pelariannya, Abdurrahman
berhasil menghimpun pasukan yang masih setia kepada keluarganya.
Ketika pasukannya bertambah kuat, Abdurrahman ad-Dakhil berusaha menguasai
Spanyol dengan menyerang Kordoba, yang saat itu berada di bawah kepemimpinan
Gubernur Yusuf Al-Fahri. Yusuf Al-Fahri dilengserkan oleh pasukan Abdurrahman
dalam Pertempuran Musarah pada tahun 756. Sejak itu, Abdurrahman ad-Dakhil
menyatakan dirinya sebagai Khalifah Umayyah dan membangun Kota Kordoba
sebagai pusat pemerintahan dinastinya di Spanyol.
Kendati demikian, perjalanan Abdurrahman sebagai khalifah pertama Bani
Umayyah di Spanyol tidak luput dari pergolakan. Pergolakan yang melanda Umayyah
II di Spanyol datang dari rongrongan orang Yamaniyun dan bangsa Barbar. Selain itu,
Kota Kordoba juga mendapat serangan dari Karel Agung, penguasa Eropa Barat pada
Abad Pertengahan. Semua serangan yang datang mampu dihalau oleh pasukan
Abdurrahman dan Dinasti Umayyah berhasil menyebarkan Islam di Spanyol.
Hal pertama yang dilakukan Khalifah Abdurrahman ad-Dakhil dalam menyiarkan
Islam di Spanyol adalah dengan membangun fasilitas beribadah dan pusat pendidikan.
Pada 758, Abdurrahman ad-Dakhil membangun Masjid Agung Cordoba, yang
kemudian diperbesar hingga menjadi salah satu bukti kejayaan Islam di Spanyol.
Selain itu, ia juga membangun kekuatan militer yang terdiri dari sekitar 40.000
pasukan dan memperkuat angkatan laut kekhalifahan. Pemerintahan Dinasti Umayyah
II di Kordoba juga mengalami perkembangan di bidang ekonomi yang belum pernah
dicapai oleh peradaban Spanyol sebelumnya. Kota Kordoba bersaing dengan
Konstantinopel (sekarang Istanbul) dan Bagdad, Irak dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan seni arsitektur.
Ketika memegang tampuk kekuasaan Dinasti Umayyah di Spanyol, Abdurrahman
mendapatkan gelar ad-Dakhil, yang artinya penakluk. Maksud gelar ad-Dakhil adalah
untuk menghargai jasanya sebagai penakluk Spanyol. Selain itu, julukan
Abdurrahman ad-Dakhil adalah Saqr Quraish atau Elang Quraisy. Julukan ini
didapatkan dari salah satu musuh terbesarnya dari Bani Abbasiyah, Khalifah Al-
Mansur. Khalifah Al-Mansur memberikan julukan ini, karena Abdurrahman berhasil
melarikan diri dan mengembara seorang diri melalui gurun Asia dan Afrika, hingga
sampai di Spanyol. Keberanian Abdurrahman dalam mencari peruntungan tanpa
pasukan di tanah yang tidak dikenalnya, serta berhasil membangkitkan kembali
dinastinya, disebut-sebut belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya.
Sebagai seorang khalifah, Abdurrahman ad-Dakhil juga dikenal sebagai penyair dan
orator ulung. Setelah memerintah Dinasti Umayyan di Spanyol selama sekitar 32
tahun, Abdurrahman ad-Dakhil meninggal pada 788 dalam usia 61 tahun..

Anda mungkin juga menyukai