Anda di halaman 1dari 37

DINASTI UMAYYAH DAN DINASTI ABBASIYAH

KEMUNCULAN, KEJAYAAN DAN KEHANCURAN


PERBANDINGAN DAN ANALISIS KONEKSITAS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Tugas Program Magister


Mata Kuliah Sejarah dan Peradaban Islam

Disusun Oleh:
Muhamad Fathul Arifin
NIM. 22052250003

Dosen Pengampu:
Dr. Alfi Julizun Azwar, M.Ag
NIP. 19680714 199403 1 008

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
RADEN FATAH PALEMBANG
1445 H / 2023 M
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam bukanlah sekedar agama yang membawa nilai-nilai religius. Tapi Islam
juga membawa sebuah peradaban. Dimulai dari masa Rasulullah kemudian
dilanjutkan pada masa kepemimpinan Kulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam mulai
memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan perluasan
wilayah keluar daerah Arab. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah daulah bani
Umayyah dan Abbasiyah.
Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan bani Umayyah
dan Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar ke pada
dunia saat itu. Pada saat itu para Khalifah melakukan ekspansi besar-besaran ke
daerah Asia, Afrika sampai Eropa. Para sejarawan menyebut saat itu dengan “The
Golden Age”. Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang
peradaban, ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains dan teknolgi.
Dari kedua dinasti tersebut memiliki karakteristik dan ciri khas kepemimpinan
yang berbeda, oleh karena itu pada makalah ini akan saya paparkan mengenai sejarah
awal munculnya dinasti Umayyah dan Abbasiyah, kemajuan dan peradaban apa yang
terjadi pada keduanya, penyebab kemunduran dan perbandingan maupun koneksitas
dari keduanya.

1
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
Di masa pra-Islam, sebagai suku Quraisy, Bani Umayyah dan Bani Hasyim
selalu bersaing untuk menduduki kursi pimpinan. Bani Umayyah lebih berperan
dalam bidang pemerintahan dan perdagangan, dengan demikian mereka lebih banyak
menguasai bidang perekonomian di banding Bani Hasyim, sementara Bani Hasyim
adalah orang-orang yang berekonomi sederhana, akan tetapi kebanggaan Bani
Hasyim adalah bahwa Rasul terakhir yang diutus Allah swt. adalah dari keturunan
mereka, yakni Muhammad bin Abdillah bin ‘Abd al-Muththalib.
Ketika agama Islam mulai berkembang dan mendapatkan pengikut, Bani
Umayyah merasa bahwa kekuasaan dan perekonomiannya terancam, dengan
demikian. Bani Umayyah menjadi penentang utama terhadap perjuangan Muhammad
SAW (Bani Hasyim). Abu Sufyan bin Harb adalah salah seorang keturunan Umayyah
yang sering kali menjadi jenderal dalam beberapa peperangan melawan pihak Bani
Hasyim. Setelah Islam menjadi kuat dan dapat merebut Mekah, pihak Abu Sufyan
menyerah, di antara mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, yang kemudian
memeluk Islam sebagaimana penduduk Mekah lainnya.1

Di akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam mulai bergejolak
dan muncul menjadi tiga kekuatan politik yang dominan kala itu, yaitu Syiah,
Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali,
akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Dan
pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat
oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti
sikap mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah
semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan
menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak
terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah, di akses pada tanggal 25 Oktober 2023
pukul 18.35
2
umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan
Muawiyah bin Abi Sufyan. Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-
Jama'ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara
aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut
menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam. Dengan demikian,
maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidinyang bersifat
demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang
bersifat keturunan.2
Dinasti bani Umayyah merupakan pemerintahan kaum Muslimin yang
berkembang setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H/661 M.
4 Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Nama
Dinasti Umayyah dinisbahkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf.
Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams
bin Abdi Manaf bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf nya. Jika
keturunan Nabi dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), maka keturunan
Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu,
Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun atau tokoh utama Dinasti Bani Umayyah.
Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani
Umayyah. Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti ini, oleh sebagian
sejarawan dipandang negatif sebab keberhasilannya memperoleh legalitas atas
kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin. Terlepas dari itu, dalam diri
muawiyah terkumpul sifat-sifat sorang penguasa, politikus, dan administrator. 3
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya
kemenangan diplomasi dalam peran Shiffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib,
melainkan sejak semula Muawiyah memiliki “Basis Rasional” yang solid sebagai
landasan pembangunan masa depan. Selain itu, ia mendapatkan dukungan yang kuat
dari Suriah dan keluarga Bani Umayyah, ia merupakan seorang administrator yang

2
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 118.
3
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 120.
3
sangat bijaksana dalam menempatkan para pejabat-pejabatnya serta memiliki
kemampuan yang menonjol sebagai negarawan sejati.

B. Sekilas Tentang Para Khalifah Bani Umayyah dan Kebijakannya


Di dalam sejarah peradaban Islam, Muawiyah tampil sebagai penguasa
pertama yang mengubah sistem pemerintahan dalam Islam, dari sistem pemerintahan
yang bersifat demokrasi mufakat kepada pemerintahan monarki absolut. 4 Dinasti
Bani Umayyah berkuasa lebih kurang 90 tahun, yakni dari tahun 661 M /14 H sampai
dengan 750 M/132 H, selama kurun waktu tersebut, terdapat 14 orang khalifah yang
pernah memerintah yaitu:
1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679 M)
Pengalaman politik Muawiyah bin Abi Sufyan telah memperkaya dirinya dengan
kebijakan-kebijakan dalam memerintah, mualai dari menjadi salah seorang
pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidillah din Jarrah yang
berhasil merebut wilayah Palestin, Suriah dan Mesir dari tangan Imperium
romawi. Kemudian Muawiyah menjabat sebagai kepala wilayah di Syam yang
membawahi Suriah dan Palestina. Khalifah Utsman menobatkannya sebagai
“Amir Al-Bahr” yang memimpin penyerbuan ke kota Konstantinopel meski
belum berhasil.5
Kebijakan-kebijakannya:
a. Mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi monarchiheridetis
(kerajaan turun temurun), sistem pemerintahan ini diadopsi dari Persia dan
Bizantium. Langkah awal yang diambil dalam menggunakan sistem
pemerintahan tersebut yakni dengan mengangkat Yazid putranya sebagai
putra mahkota.6

4
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: Grafindo, 2004), hal. 34.
5
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 119.
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: Rajawali Press, 2000),
hal. 42.
4
b. Memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.7
c. Menarik pasukan pengepung Konstantinopel.8
d. Mendirikan departemen Pencatatan (Diwanul Khatam).9
e. Mendirikan pelayanan pos (Diwanul Barid)
f. Memisahkan urusan keuangan dari urusan pemerintahan dengan mengangkat
seorang pejabat khusus yang diberi gelar sahibul kharaj.
g. Mendirikan Kantor Cap (Pencetakan mata uang).10
h. Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit setelah ia
menjadi khalifah kurang lebih selama 19 tahun. Dengan telah diangkatnya
Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota maka tampuk kepemimpinan
diserahkan kepadanya.
2. Yazid bin Muawiyah (60-64 H/ 679-683 M)
Pengangkatan Yazid sebagai khalifah diikuti oleh penolakan dari kaum Syiah yang
telah membaiat Husain bin Ali di Kufah sebagai khalifah sepeninggal Muawiyah.
Penolakan tersebut, mengakibatkan peperangan di Karbala yang menyebabkan
terbunuhnya Husain bin Ali. Selain itu Yazid juga menghadapi pemberontakan di
Makkah dan Madinah dengan keras. Kaum anshor di Madinah mengangkat
Abdullah bin Hanzalah dan kaum Qurais mengangkat Abdullah bin Muti’, dan
penduduk Mekkah mengangkat Abdullah bin Zubair sebagai pemimpin tanpa
pengakuan terhadap kepemimpinan Yazid. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah
memerintah selama 4 tahun. 11 Pada masa ini pemerintahan Islam tidak banyak
berkembang diakibatkan pemerintah disibukkan dengan pemberontakan dari
beberapa pihak.
3. Muawiyah bin Yazid (64 H/ 683 M)
Muawiyah bin Yazid merupakan putra Yazid bin Muawiyah, dan ia menggantikan
tampuk kepemimpinan sepeninggal ayahnya. Namun ia hanya memegang jabatan

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II…, hal. 43.
7
8
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev (Bandung: Rosdakarya, 2005),
hal. 174.
9
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev…, hal. 175.
10
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 123.
11
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 124.
5
khalifah hanya dalam beberapa bulan. Ia mengalami tekanan jiwa yang berat
karena tidak sanggup memikul tanggung jawab kekhalifahan, selain itu ia harus
mengatasi masa kritis dengan banyaknya perselisihan antar suku. Dengan
wafatnya Muawiyah bin Yazid maka habislah keturunan Muawiyah.
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/ 683-684 M)
Marwan bin Hakam pada masa Utsman bin Affan, seorang pemegang stempel
khalifah, pada masa Muawiyah bin Abi Sufyan ia adalah gubernur Madinah dan
menjadi penasihat pada masa Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Muawiyah II
tidak menunjuk penggantinya sebagai khalifah kemudian keluarga besar Bani
Umayyah menunjuknya sebagai khalifah, sebab ia dianggagp paling depan
mengendalikan kekuasaan dengan pengalamannya. Marwah menghadapi segala
kesulitan satu persatu kemudian ia dapat menduduki Mesir, Palestina dan Hijaz
dan Irak. Namun kepemimpinannya tidak berlangsung lama hanya 1 tahun,
sebelum ia wafat menunjuk Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti
sepeninggalnya secara berurutan.
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/ 684- 705 M)
Ia merupakan orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani
Umayyah sehingga ia disebut-sebut sebagai “pendiri kedua” bagi kedaulatan
Umayyah. Pada masa kepemimpinannya ia mampu mengembalikan sepenuhnya
integritas wilayah dan wibawa kekuasan Bani Umayyah dengan dapat
ditundukkannya gerakan separatis Abdullah bin Zubair di Hijjaz, pemberontakan
kaun Syi’ah dan Khawarij, aksi teror alMukhtar bin Ubaid As- Saqafi di Kufah,
pemberontakan Mus’ab bin Zubair di Irak, serta Romawi yang menggoncangkan
sendi-sendi pemerintahan Umayyah.
Berikut ini beberapa kebijakan yang diambil oleh Abdul Malik selama masa
kepemimpinannya:

6
a. Menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi di
seluruh wilayah bani Umayyah. Arabisasi yang dilakukannya meliputi
Arabisasi kantor perpajakan dan kantor keuangan.12
b. Mencetak mata uang secara teratur.13
c. Pengangkatan gubernur dari kalangan Bani Umayyah saja yakni kawan-
kawan, kerabat-kerabat dan keturunannya. Bagi para gubernur tersebut tidak
diberikan kekuasaan secara mutlak.14
d. Guna memperlancar pemerintahannya ia mendirikan kantor-kantor pos dan
membuka jalan-jalan guna kelancaran dalam pengiriman surat.15
e. Membangun beberapa gedung, masjid dan saluran air
f. Bersama dengan al-Hajjaj ia mnyempurnakan tulisan mushaf al-Quran
dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/ 705- 714 M)
Setelah wafatnya Abdul Malik bin Marwan, pemerintahan dipimpin oleh Al-Walid
bin Abdul Malik, mada masa kekuasaaanya. Kekuasaan Islam melangkah ke
Spanyol dibawah kepemimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika Afrika Utara
dipegang oleh gubernur Musa bin Nusair. Karena kekayaan melimpah ruah maka
ia menyempurnakan pembangunan-pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik,
dan jalan-jalan dengan sumur. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal
hingga sekarang di Damaskus, membangun masjid al-Aqsha di Yerussalem, serta
memperluas masjid Nabawi di Madinah. Ia juga melakukan penyantunan kepada
para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat. Ia membangun rumah sakit
bagi penderita kusta di Damaskus.
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/714-717 M)
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tidak sebijak kakaknya dalam memimpin, ia
sangat mencintai kehidupan dunia dan kegemarannya bersenangsenang, tabiatnya
tersebut membuat ia dibenci oleh rakyatnya. Hal ini mengakibatkan para

12
Yusuf Al-isy, Dinasti Umawiyah (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2009), hal. 283.
13
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 125.
14
Yusuf Al-isy, Dinasti Umawiyah…, hal. 189.
15
Yusuf Al-isy, Dinasti Umawiyah…, hal. 190.
7
pejabatnya terpecah belah, begitu pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa
pada masa pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan
Muhammad bin Qasim. 16 Sulaiman wafat di Dabik di perbatasan Bizentium
setelah berkuasa selama 2 tahun. Sebelum wafat ia menunjuk Umar bin Abdul
Aziz sebagai penggantinya.17
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H)/ 717-719 M)
Umar bin Abdul Aziz disebut-sebut sebagai khalifah ketiga yang besar dalam
dinasti Bani Umayyah. Ia seorang yang takwa dan bersih serta adil. Ia banyak
menghabiskan waktunya di Madinah dikota dimana ia menjadi gubernur pada
masa al-Walid, untuk mendalami ilmu agama Islam, khususnya hadits.
Sebelumnya ia merupakan pejabat yang kaya akan ilmu dan harta namun ketika
menjadi khalifah ia berubah menjadi orang yang zahid, sederhana, bekerja keras,
dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya. Ia bahkan mengembalikan
sebagian besar hartanya berupa tanah dan perhiasan istrinya ke baitul-mal. Umar
wafat pada usia 39 tahun setelah berkuasa kurang lebih selama 2 tahun, jasadnya
dimakamkan di Dair Simon dekat Hims.18
Berikut ini kebijakan yang terkenal selama masa kepemimpinannya:
a. Secara resmi ia memerintahkan mengumpulkan hadits;
b. Ia mengadakan perdamaian antara Amamiyah, Syi’ah dan Khawarij;
c. Menaikkan gaji para gubernurnya;
d. Memeratakan kemakmuran dengan memberikan santunan kepada fakir
miskin;
e. Memperbarui dinas pos;
f. Menyamakan kedudukan orang non Arab yang dinomorduakan dengan
orang-orang Arab, sehingga mengembalikannya kepada kesatuan muslim
yang universal. Ia mengurangi pajak dan menghentikan pemaeyaran jizyah
bagi orang Islam yang baru.

16
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 126.
17
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev…, hal. 192.
18
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev…, hal. 195.
8
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/ 719-723 M)
Pada masa kekuasaannya bangkit kembali konflik antara Mudhariyah dengan
Yamaniyah. Kaum Khawarij kembali menentang pemerintahan karena mereka
menggap Yazid kurang adil dalam memimpin.19 Sikap kepemimpinannya sangat
bertolak dengan pola kepemimpinan Umar bin Adul Aziz, ia lebih menyukai
berfoya-foya sehingga ia dianggap tidak serius dalam kepemimpinannya.20
10. Hisyam bin Abdul Malik (105- 125 H/ 723-742 M)
Setelah kematin Yazid, saudaranya Hiyam bin Abdul Malik naik tahta. Pada saat
ia naik tahta. Pada masa kepemimpinannya terjadi perselisihan antara bani
Umayyah dengan bani Hasyim. Pemerintahannya yang lunak dan jujur, banyak
jasanya dalm pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebijakannya
tidak dapat membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya. Inilah yang
semakin memperlicin kemerosotan dinasti Umayyah. 21 Hisyam adalah seorang
penyokong kesenian dan sastra yang tekun. Kecintaannya kepada ilmu
pengetahuan membuat ia meletakkan perhatian besar kepada pengembangan ilmu
pengetahun.
11. Al-Walid bin Yazid (125-126 H/ 742- 743M)
Walid oleh para penulis Arab dilukiskan sebagai orang yang tidak bermoral,
pemabuk, dan pelanggar. Pada awal mualanya ia menunjukkan kebaikan-kebaikan
kepada fakir miskin dan orang-orang lemah. Namun semua itu digugurkan dengan
sifatnya yang pendendam, serta jahat kepada sanak saudaranya. Sikapnya ini
semakin mempertajam kemerosotan bani Umayah.
12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126 H/743 M)
13. Ibrahim bin Walid bin Abdul Malik (126- 127 H/ 743- 744 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/ 744-750 M)

19
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev…, hal. 196.
20
Yusuf Al-isy, Dinasti Umawiyah (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2009), hal. 346
21
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev…, hal. 197.
9
C. Kejayaan dan Keberhasilan Dinasti Umayyah
Pada masa Bani Umayyah berkuasa, harus diakui banyak sekali keberhasilan
yang di capai, jika dapat diklasifikan, maka yang paling utama dapat dilihat dari 2
aspek, yaitu: Pertama, Wilayah kekuasaan dan Perpolitikan dan Kedua,
Perkembangan Keilmuan, berikut diantaranya:
1. Ekspansi (perluasan wilayah/daerah kekuasaan) secara besar-besaran. Daerah-
daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.22
2. Muawiyah banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang.
3. Mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda
yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
4. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi
profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya.
5. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-
daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun
659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
6. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahanpembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan Bahasa Arab sebagai bahasa
resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik
diikuti oleh puteranya al-Walid ibn Abd alMalik (705-715 M) seorang yang
berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia
membangun pantipanti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam
kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap.

22
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press,1999), hal. 55-
58.
10
7. Dia juga membangun jalan jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan
daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid
yang megah.23
8. Pada aspek politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali
baru untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi negara
yang lebih teratur. Selain mengangkat Penasihat sebagai pendamping, Khalifah
Bani Umayyah di bantu beberapa sekretaris yaitu: Katib ar-Rasail, sekretaris
yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan para
pembesar setempat; Katib al-Kharaj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran negara; Katib al-Jundi, sekretaris yang bertugas
menyelenggarakan segala hal yang berkaitan dengan ketentaraan; Katib asy-
Syurtah, sekretaris yang bertugas sebagai pemeliharaan keamanan dan ketertiban
umum; Katib al-Qudat, sekretaris yang menyelenggarakan tertib hukum melalui
badan-badan peradilan dan hukum setempat.24
9. Perkembangan Keilmuan. Pada masa pemerintahan dinasti umayyah, kota
Makkah dan Madinah menjadi tempat berkembangnya music, lagu dan puisi.
Sementara di Irak (Bashrah dan Kufah) berkembang menjadi pusat aktivitas
intelektual di dunia Islam. Sedangkan di Marbad, kota satelit di Damaskus,
berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, dan cendikiawan lainnya. 25 Beberapa
ilmu yang berkembang pesat seperti:
a. Pengembangan Bahasa Arab. Pada Dinasti Umayyah, Bahasa arab dijadikan
Bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan sehingga
pembukuan dan surat-menyurat menggunakan Bahasa arab.
b. Ilmu Qiraat. Ilmu seni membaca al-Quran yang merupakan syariat tertua
yang mulai dikembangkan pada masa khulafaa Rasyidin. Pada dinasti ini
lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair.

23
A. Syalabi dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Raja Grafindo,1999),
Cet.ke-19. hal.45.
24
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 132.
25
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 133.
11
c. Ilmu Tafsir. Salah satu bukti perkembangan ilmu tafsir masa itu adalah
dibukukannya ilmu tafsir oleh mujahid.
d. Ilmu Hadits. Pada masa ini, hadits-hadits nabi berupaka untuk dikumpulkan,
kemudian di teliti asal-usul nya, hingga akhirnya menjadi satu ilmu yang
berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadits. Di antara ahli hadits yang
terkenal pada masa ini adalah Al-Auzi Abdurrahman bin Amru, Hasan Basri,
Ibnu Abu Malikah, Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil.
e. Ilmu Fikih. Pada awal mulanya perkembangan ilmu fiqh didasari pada
dibutuhkannya adanya peraturan-peraturan sebagi pedoman dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Al-Quran dan hasits dijadikan sebagai
dasar fiqh Islam. diantara ahli fiqh yang terkenah adalah Sa’ud bin Musib,
Abu Bakar bin Abdurahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
f. Ilmu Nahwu. Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan
adanya upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan.
Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang
penting untuk dipelajari. Salah satu tokoh yang legendaris adalah Abu al-
Aswad al-Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al- Du’ail
adalah menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf
hijaiyah yang semula tidak ada.
g. Ilmu Geografi dan Tarikh. Geografi dan tarikh pada masa ini telah menjadi
cabang ilmu tersendiri. Dalam melalui ilmu tarih mereka mengumpulkan
kisah tentang Nabi dan para Sahabatnya yang kemudian dijadikan landasan
bagi penulisan buku-buku tentang penaklukan (maghazi) dan biograf (sirah).
Munculnya ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya dakwah Islam ke
daerah-daerah baru yang luas dan jauh.
h. Usaha Penterjemahan. Pada masa ini dimulau usaha penterjemahan buku-
buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Ini
merupakan rintisan pertama dalam penerjemahan buku yang kemudian
dilanjutkan dan berkembang pesat pada masa Dinasti Abbasiyah. Buku-buku

12
yang diterjemahkan pada masa ini meliputi buku-buku tentang ilmu kimia,
ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, ilmu kedokteran, dan lain-lain.
10. Seni dan Budaya
Pada masa bani Umayah ini berkembang seni Arsitektur terutama setelah
ditaklukkananya spanyol oleh Thariq bin Ziyat. Ekspresi seni ini diwujudkan pada
bangunan-bangunan masjid yang didirikan mada masa ini. Arsitektur bangunannya
memadukan antara budaya Islam dengan budaya sekitar. Bukti perkembangan
arsitektur pada masa ini nampak seperti pada Kuba batu Masjidil al-Aqsha yang
dikenal dengan Dome or The Rock (Qubah Ash-Shakhra) di Yerusalem, bangunan
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang disempurnakan bangunannya pada masa
Umar bin Abdul Aziz, menaramenara yang didirikan oleh al-Walid di Suria dan
Hijaz, bangunan gereja yang diperbaiki dan diubah fungsinya oleh al-Walid
menjadi masjid, serta istanaistana kecil dan rumah-rumah peristirahatan pada
khalifah dan anak-anaknya.
Seni rupa berupa lukisan yang terlihat pada ukiran dinding bangunan juga
berkembang. Para pelukis disebut dengan mushawwirun. Sedangkan dalam lagu
dan nyanyian sebenarnya telah berkembang pada masa pra islam dengan adanya
lagu kemenangan, perang, keagamaan dan cinta serta terdapat beberapa alat musik
berupa tabur segi empat (duff), seruling (qashabah), suling rumput (zamr). Musisi
terkenal pada masa ini salah satunya adalah Said ibn Misjah, Ibn Surayjsab Ibn
Muhriz.26

26
Philip K Hitti, History of Arabs ed terjemah, (Jakarta: Serambi, 2002), hal.343.
13
D. Kemunduran Dinasti Umayyah
Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan
melemahnya sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi
para penguasa dinasti ini. Diantaranya adalah masalah polotik, ekonomi, dan
sebagainya.27 Adapun sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai
berikut:28
1. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal
kompromi. Menentang khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa
pembunuhan Husein dan para pengikutnya di Karbala. Peritiwa ini
menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani Umayyah. Sehingga
selama masamasa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi pergolakan politik yang
menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.
2. Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya
dikalangan istana, menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka,
disamping mengganggu keuangan Negara. Contohnya, Khalifah Abdul Malik
bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah yang suka berfoya-foya dan
memboroskan uang Negara. Sifatsifat inilah yang tidak disukai masyarakat,
sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk
menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
3. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah.
Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.
4. Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga
akhir pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para pemberontak
menghabiskan daya dan dana yang tidak sedikit, sehingga kekuatan Bani
Umayyah mengendur.
5. Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan (Arab
Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayah

27
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009) hal. 26.
28
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam…, hal. 27-28.
14
mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan serta
keutuhan Negara.
6. Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa
Bani Umayah, karena tidak didasari dengan syari’at Islam.
Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbasiyah
yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad,
khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di
sana. 29 Pada akhirnya daulat Bani Umayyah runtuh dan keruntuhannya menjadi
pelajaran bagi kaum muslimin. Barangkali di antara sebabsebabnya yang terpenting
ialah dampak pembunuhan yang dilakukan oleh Yazid ibn Muawiyyah terhadap al-
Husein, cucu Rasulullah.
Situasi sosial politik pada masa Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyyah tidak jauh
berbeda. Karena pada masa kepemimpinan mereka terjadi pemberontakan. Meski
pemberontakan Muawiyyah tidak sebanyak pada masa Ali. Yang membedakan antara
keduanya adalah system pemerintahannya, di mana khalifah Ali menggunakan
system demokrasi dan Muawiyyah menggunakan system kerajaan. Bahwa
pemberontakanpemberontakan yang terjadi disebabkan karena keinginan untuk
memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan. Baik itu pada masa khalifah Ali maupun
bani Umayyah. Selain itu juga kurangnya persatuan antara umat islam itu dalam
ukhuwah Islamiyah.30

E. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas Ash-
shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbas melewati
rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari tahun 132-656
H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan
pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun) setelah
meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 48.


29
30
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002) hal. 78.
15
keturunan Rasulullah dan anak-anaknya. Kelahiran bani Abbasiyah erat kaitannya
dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh golongan syi’ah terhadap
pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi’ah selama pemerintahan Bani Umayyah
merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah.
Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di
Karbela.31
Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin
oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam.
Tujuan utama dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan
jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah
keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak
adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal
dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai nama Bani
Hasyim, belum menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk
mencari dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini
adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib.Keturunan ini
bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.

Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap:32
1. Gerakan Secara Rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup matang sebagai
gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang
berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh
khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya
tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum
akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di
eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke Kuffah.
2. Tahap Terang-terangan dan Terbuka Secara Umum

31
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 131
32
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 132-133
16
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang
ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang
berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad
mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan
membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas
Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan
bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat
dukungan dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah
mendorong semangat Abul Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin
Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus
pamannya Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad.
Pertempuran terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin
Muhammad dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi,
Iran. Marwan bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke
palestina, Yordania dan terakhir di Mesir.
Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke
Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun
akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27
Zulhijjah 132 H/750 M. Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin
Muhammad diangkat dan di bai'ah menjadi khalifah, dalam pidato pembiatan
tersebut, ia antara lain mengatakan “Saya berharap semoga pemerintahan kami (Bani
Abbas) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk
Koufah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya. Keberhasilan
kami beserta Ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk koufah,
kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam
pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim (Bani Umayyah) telah menekan
dan menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas,
maka jadilah kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan...
ketahuilah, hai penduduk Koufah, saya adalah as-Shaffah”.
17
Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil
Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat
pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:33
1. Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus.
2. Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang
punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah.
3. Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang
merupakan ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa
pemerintahan khalifah Al-Mansur (754-775 M) dibangun kota Baghdad sebagai
ibu kota Dinasti Bani Abbas yang baru.
Di antara situasi yang mendukung berdirinya Daulah Abbasiyah dan menjadi
lemah dinasti sebelumnya adalah:34
1. Timbulnya pertentangan politik antara Muawiyyah dengan pengikut Ali bin Abi
Thalib (Syiah).
2. Munculnya golongan khawarij, akibat pertentangan politik antara Muawiyyah
dengan syiah, dan kebijakan-kebijakan land reform yang kurang adil.
3. Timbulnya politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai.
4. Adanya dasar penafsiran bahwa keputusan politik harus didasarkkan pada Al
Quran dan oleh golongan khawarij non-Arab.
5. Adanya konsep hijrah dimana setiap orang harus bergabung dengan golongan
khawarij yang tidak bergabung dianggapnya sebagai orang yang berada dalam dar
al-harb, dan hanya golongan khawarijlah yang berada pada dar al-Islam.
6. Bertambah gigihnya perlawanan pengikut Syiah terhadap Umayyah setelah
terbunuhnya Husein bin Ali dalam pertempuran Karbala.
7. Munculnya paham mawali, yaitu paham tentang perbedaan antara orang Islam
Arab dan non-Arab.

33
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004), hal. 110-111
34
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 111
18
F. Tata Politik dan Pemerintahan
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik.
Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada
pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini dapat
dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas
buminya”.
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem
politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain:35
1. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
2. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan
politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
4. Kebebasan berpikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
5. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
dalam pemerintah.
Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami
penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara
bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali
pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka
telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya
Daulah-Daulah kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol,
daulah Fatimiyah. Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang
dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan
mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan
yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah, dan kedua pengutamaan
orang-orang turunan persia.

Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 112


35

19
Berdasarkan perubahan, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 4 periode, yaitu:36
1. Masa Abbasiyah I (132 H/750 M - 232 H/847 M)
Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama
satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai
zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena keberhasilannya
memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya membentang dari laut
Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada
masa ini ada sepuluh orang khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran
Islam mereka adalah khalifah Abul Abbas ash-Shaffah (750-754 M), Al-Mansyur
(754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun Al-Rasyid
(786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Ibrahim (817 M), Al-
Mu’tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847 M).
2. Masa Abbasiyah II (232 H/847 M - 334 H/946 M)
Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika
keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-
Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya
pengaruh Turki. Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia, para jendral yang
berasal dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Ada empat khalifah yang
dianggap hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada pemerintahan yang
efektif, keempat pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M), Al-Musta’in
(862-866 M), Al-Mu’taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M). Masa
pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar keseluruh
wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah Bani
Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.
3. Masa Abbasiyah III (334 H/946 M - 447 H/1055 M)
Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, dan mulai masuknya
kaum Saljuk ke Baghdad. Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M)
sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke
36
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 113
20
Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur, Transoxania, dan Afganistan
yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti
Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.
Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk
keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti
Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad
yang merupakan pusat dunia Islam dan menjadi kediaman Khalifah pada akhir
abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah hingga tidak
memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah berhasil
dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti Samaniyah
di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti
Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M),
dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M).
4. Masa Abbasiyah IV (447 H/1055 M - 656 H/1258 M)
Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih
pemerintahan Abbasiyah. Masa Seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu
ketika tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan menyerang serta
menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam terutama bagian Timur.

G. Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah


Pada masa Dinasti Abbasiyah peradaban Islam mengalami puncak kejayaanya.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Pengembangan ilmu pengetahuan
diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama dari bahasa Yunani ke
bahasa Arab., pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al Hikmah, dan
terbentuknya madzhab-madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan ssebagai buah
kebebasan berpikir.
Dari perjalanan rentang sejarah ternyata Bani Abbsiyah dalam sejarah lebih
banyak berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah ke Dinasti
Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah
mengubah, menoreh wajah dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah.
21
Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbasiyah merupakan iklim
pengmebangan wawasan dan disiplin keilmuan.
Kontirbusi ilmu terlihat pada upaya Harun al Rasyid dan puteranya Al-Makmun
ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang,
perpustakaan terbesar dan dilengkapi dengan lembaga untuk penerjemahan.
Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagai disebabkan oleh stabilitas politik dan
kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun
kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah:37
1. Bidang Politik dan Pemerintahan
Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyyah:
a. Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian
menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan
kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa
yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukin di dalamnya.
b. Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan
pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan
bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi
kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai
lambing.
c. Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan
tata usaha Negara.
d. Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara
wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat,
dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya
diberikan hak otonomi terbatas, yang mendapat otonomi penuh adalah “al-
Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini
jelas untuk mebatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan
untuk melawan Baghdad.

37
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), hal. 121
22
e. Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk
menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
f. Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul
Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk
mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus
perlengkapan angkatan perang.
g. Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang
berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam
pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam
khutbah Jum’at, as-Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan
Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai
pemerintah untuk khalifah.
h. Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung),
dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim
propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim
kota yang mengetuai Pengadilan Negeri).
2. Bidang Ekonomi
Pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup
stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonom
Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang
ekonomi dan keuangan Negara (Baitul Maal).
Di sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dan kanal di sungai
Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi
daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di
sampaing sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota
perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua.
3. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi
diarahkan ke dalam Ma’had. Lembaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama,
Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak
23
mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar
dasar-dasar ilmu agama serta tempat pengajian dari ulama-ulama yang merupakan
kelompok-kelompok (halaqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai
ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-
buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu, di masjid-masjid ini
dilengkapi juga dengan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya.
Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah
atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka
semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin
tertampung di dalam ruang masjid. Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di
buka madrasah-madrasah yang di pelopori oleh Nizhamul Muluk. Lembaga inilah
yang kemudian yang berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah.
4. Gerakan Penerjemah
Peleopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan Dinasti Abbasyiah
adalah khalifah al-Mansur yang juga membangun kota Baghdad. Dia
mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nuwbhat,
Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa
Persia dalam bidang Astronomi yang sangat berguna bagi kafilah dengan baik dari
darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti
kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab.
Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-
Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya
Euclid. Manuskrip lain yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan
Bahasa Pahlavi (Persia Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di
terjemahkan.
Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab
dipelopori oleh Hunayn Ibn Isyaq (wafat 873 H) seorang penganut Nasrani dari
Syiria. Dia memeperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan
24
kalimat, bukan kata per kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena
sturktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan sturktur kalimat dalam
bahasa Arab.
Pada masa al-Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketuai
langsung oleh Hunayn Ibn Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish
keponakannya serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa, Jocabite seorang
Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya
Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani
terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran.
Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam
menyerab bahasa Asing dan kekayaan kosakata bahasa Arab.
5. Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan. Istitusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur
Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari istitusi pada
masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada
masa Abbasiyah intitusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun ar-Rasyid
intitusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang
berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.
Sejak tahun 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah
namanya menjadi Baitul Hikmah. Pada masa ini juga, Baitul Hikmah
dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku
kuno yang di dapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopia dan India. Selain itu
Baitul Hikmah berfungsi sebagai kegiatan studi dan riset astronomi untuk meneliti
perbintangan dan matematika. Di institusi ini al-Ma’mun mempekerjakan
Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-
orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan adalah seorang nasionalis Persia dan
ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.

25
6. Bidang Keagamaan
Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama
dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh
tafsir terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam
(Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad Ibn Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.
a. Dalam bidang Hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian Hadits secara
sistematis dan kronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan Madhu’. Bahkan juga
sudah diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan
Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman
ini adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibn Majah, Abu Daud, at-Tirmidzi,
An-Nasa’I, dll.
b. Dalam bidang Fiqh, mucul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w 740)
yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam
Hanafi, seorang hakim agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas,
Muhammad Ibn Idris as-Syafi’i, Imam Ahmad Ibn Hambal.
c. Dalam bidang filsafat dan Ilmu kalam, lahir para filosof Islam terkemuka
seperti Ya’qub Ibnu Ishaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn
Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah
menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan al-Ma’mun. diantara
ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibn Atha’, Abu Huzail al-Allaf, Adh Dhaam,
Abu Hasan Asy’ary, dan Iman Ghazali.
d. Ilmu Lughah juga berkembang dengan pesat karena bahasa Arab semakin
dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahsa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang
dimaksud adalah Nahwu, Shorof, Ma’ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya.
Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih, Mu’az al-Harra, Ali Ibn Hamzah
al-Kisai, dan lain-lain.
e. Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasiyah II dan
seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Qusayiri,
Syahabuddin, Imam al-Ghazali, dan lain-lain.

26
7. Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam
bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah:
a. Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi, ia adalah astronom muslim
pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian
bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali
Ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, al-Khayyam dan al-Tusi.
b. Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban
al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya
adalah ar-razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina.
c. Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn Hayyan, al-Razi, dan al-Tuqrai
yang hidup pada abad ke 12 M.
d. Sejarah dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah
Ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Ja’far Ibnu Jarir at-Tabari.
Kemudian ahli Bumi yang termasyur adalah Ibn Khurdazabah.

H. Masa Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Sebagaimana yang telah diketahui bahwa masa kemunduran Bani Abbasiyah
dimula sejak periode kedua. Dengan demikian faktor-faktor penyebab kemunduran
tersebut tidak datang secara tiba-tiba, penyebabnya sudah telihat sejak periode
pertama, hanya saja khalifah pada periode pertama ini sangat kuat. Dalam sejarah
kekuasaan Bani Abbas telihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri berperan
sebagai kepala pegawai sipil, namun apabila khalifah lemah, mereka akan berkuasa
mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor yang menyebabkan khalifah
Abbasiyah mengalami kemunduran, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan
antara satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah:
1. Faktor dari dalam
a. Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah Banyak sejarah yang
mengatakan bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
27
adalah ketika terjadinya perang saudara antara al-Amin dan al-Mukmin. 38
Tetapi jikalau kita cermati bersama bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga
Bani Abbasiyah adalah ketika masa Khalifah Musa al-Hadi yaitu ketika Musa
al-Hadi ingin membatalkan putra mahkota yang diberikan khalifah al-Mahdi
kepada Harun ar-Rasyid dan membai’atkan putranya sendiri yang benama
jafar.39 Walaupun hal ini tidak tersampakan dan dilasanakan oleh Musa al-Hadi
karena ia telah meninggal.
b. Kemewahan Hidup dikalangan Penguasa Perkembangan peradaban dan
kebudayaan Bani Abbasiyah serta kemajuan nya pada periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok.
c. Konflik keagamaan Timbulnya konflik ini dimulai ketika tejadinya konflik
antara khalifah Ali ibn Thalib dan Muawiyah yang berakhir lahirnya tiga
kelompok umat yaitu pengikut Muawiyah, Syi’ah dan Khawarij, ketiga
kelompok ini senantiasa berebut pengaruh. Ketika kekhalifahan Bani
Abbasiyah muncul juga kam zindik yang lahir pada masa khalifah al-Mahdi,
kaum ini menghalalkan yang haram dan mencederakan adab kesopanan dan
budi kemanusiaan. Oleh karena itu al-Mahdi berusaha menindas golongan ini,
sehingga untuk itu dia mendirikan suatu jawatan istimewa dikepalai oleh
seorang yang pangkatnya bernama Shahibu az-Zanadiqah. Tugasnya adalah
membasmi kam itu serta mengikis faham dan pengajarannya. Hal ini
dilanjutkan oleh anaknya yaitu Khalifah Musa al-Hadi.40
d. Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah Luasnya wilayah kekuasaan Bani
Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilaukan.
Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya dikalangan ‘para penguasa dan
pelaksana pemerintahan sangat rendah.41
e. Pengaruh Bid’ah-Bid’ah Agama dan filsafat Beberapa orang khalifah
Abbasiyah seperti Al-Mukmun, Al-Muktasim dan Al-Wasiq amat terpengaruh

38
A Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, (Jakarta: Widjaya, 1992) hal. 123-124
39
A Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam…, hal. 116.
40
A Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam…, hal. 113-115.
41
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensklopedia Bebas. Bani Abbasiyah.
28
oleh Bid’ah-Bid’ah agama dan pembahasanpembahasan filsafat. Hal ini
menimbulkan bermacam-macam madzhab dan merenggangkan persatuan umat
islam sehingga mereka terpecah belah kepada beberapa golongan dan
menjahkan hati kaum agamawan.42
2. Faktor dari luar
a. Banyaknya pemberontakan Banyak daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah
dengan memilih pemimpin dari orang yang berjasa kepada khalifah sebagai
penghormatan untuknya. Ditambah dengan kebijakan yang menekankan pada
43
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Akibatnya profinsi yang
diberikanan khalifah kepada gubernur banya yang ingin melepaskan diri dari
kekuasaan khalifah Abbasiyah.
b. Bencana Bangsa Turki Amat besar bahaya bangsa Turki atas Bani Abbasiyah.
Beberapa khalifah menjadi korban mereka. Kekacauan timbul dari manamana,
sedangkan khalifah sendiri menjadi permainan dalam tangan panglima Turki.
Perselisihan antara tentara dan rakyatsering terjadi. Permusuhan antara
panglima Turki itu sendiri akan menambah buruk suasana Bani Abbasiyah.
kelemahan pemerintah pusat di Baghdad menjadi peluang bai kepala-kepala
pemerintahan wilayah untuk melaukan siasatnya. Mereka berusaha
memutuskan hubungan dengan khalifah lalu mendirikan kerajaan sendiri-
sendiri dalam daerah mereka.
c. Dominasi bangsa Persia Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, keturunan
persia bekerjasama dengan Bani Abbasiyah untuk mengelola pemerintahan, dan
mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode
kedua, saat kekhalifahan Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian
khalifah, yaitu dari khalifah Muttaqi kepada khalifah Muthie. Bani Buwaih
berhasil merebut kekuasaan.

42
A Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam…, hal. 129.
43
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 61.
29
I. Masa Kehancuran Dinasti Abbasiyah
1. Faktor dari dalam
a. Lemahnya semangat patriotisme negara
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orangorang persia. Persekutuan dilatabelakangi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama
tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap
mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab Bani
Abbasiyah memilih orang-orang persia dibandingkan orang-orang arab, yaitu:
pertama, sulit bagi orang-orang arab untuk melupakan Bani Umayyah. Kedua,
orang-orang arab tersendiri pecah belah dengan adanya kesukuan. Dengan
demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan diatas kesukuan tradisional.
Setelah al- Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi
tentara turki pada saat itu tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas
sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada ditangan orang-orang Turki.
Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode
ketiga, dan selanjutnya beralih pada dinasti seljuk dan munculnya dinasti-
dinasti yang lahir dan ada yang melepaskan diri dari kekuatan Baghdad pada
masa khilafah Abbasiyah. Disamping di latarbelakangi paha keagamaan, ada
yang berlata belakang Syiah dan Sunni.
b. Hilangnya sifat amanah
Hilangnya sifat amanah pada perjanjian yang telah dibuat, sehingga kerusakan
moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung
selama ini.
c. Tidak Percaya pada Kekuatan Sendiri
Dalam mengatasi pemberontakan, khalifah mendukung kekuatan asing. Dan
mengakibatkan, kekuatan asing tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah itu
sendiri.44

44
Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia,2008), hal. 140
30
d. Fanatik Madzhab dan Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Konflik
yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan
zindiq atau Ahlulsunnah dengan Syiah saja, tetapi juga antara aliran dalam
islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat Bid’ah
oleh golongan salafy. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-
Ma’mun, khalifah ketujuh Dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan
Mu’tazilah sebagai Mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Aliran
Mu’tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti
Bani seljuk yang menganut paham Sunni, penyingkiran golongan Mu’tazilah
mula dilaukan dengan didukung penguasa aliran Asy’ariah tumbuh subur dan
berjaya. Pikiran-pikuran al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri
utama paham Ahlussunah. Pemikiranpemikiran tersebut mempunyai efek yang
tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual islam.
e. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalai kemunduran dibidang ekonomi bersamaan
dengan kemunduran dibidang politik. Setelah khilafah Abbasiyah memasuki
periode kemunduran, pendapatan negara menurun sehingga pengeluaran
menjadi semain besar. Menurunnya pendapatan negara ini disebabkan karena
makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak terjadikerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. Sedangkan pengeluaran membengkak
antara lan karena disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semain
mewah.45
2. Faktor dari Luar
a. Disintegrasi
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban
dan kebudayaan islam daripada persoalan politik, provinsi tertentu mulai
lepas dari genggaman penguasaan Bani Abbasiyah, dengan berbagai cara

45
Ahmad Amin, Islam Dari Masa Kemasa. (Bandung: CV Rusyda,1987), hal. 42
31
yang dilaukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh
kemerdekaan penuh.
b. Perang salib
Perang salib ini terjadi pada tahun 1095 M, Saat Paus Urbanus II berseru
kepada umat kristen di Eropa untuk melaukan perang suci, untuk
memperoleh kembali keleuasaan berziarah diBaitul Maqdis yang dikuasai
oleh penguasa sejuk. Periodesasi perang salib terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Periode penaklukan yang dimulai oleh pidato Paus Urbanus II yang
memotivasi untuk berperang salib. Pada periode ini terjadi beberapa
pertempuran yaitu gerakan yang dipimpin oleh Pierre lermite melawan
pasukan Dinasti Bani Saljuk. Pasukan ini mudah dipatahkan oleh
pasukan Bani Saljuk.
2) Gerakan yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini
merupakan gerakan terorganisir rapih. Mereka berhasil menundukkan
kota palestina pada tangga 7 juli 1099 dan melakukan pembantaian
besarbesaran terhadap umat Islam.
3) Periode reaksi umat (1144-1192). Pada periode ini muncullah pasukan
yang dikomandani oeh Imanuddin Zangi untuk membendung pasukan
salib bahkan pasukan ini mampu merebut Aleppo dan Edessa. Setelah
wafatnya Imanuddin Zangi maka anaknya menggantikannya yaitu
Nuruddin Zangi, dan dia berhasil menakukan Damaskus. Antiolia dan
Mesir. Di Mesir kemudian muncullah Shaahuddin a-Ayyubi yang
berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Dari keberhasilan umat islam
tersebut membangkitkan kam salib untuk mengirim ekpedisi miiter
yang lebih kuat. Ekpedisi ini dipimpin oleh raja besar eropa. 46
Walaupun umat islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dai
tentara salib, naun kerugian kerugian yang mereka derita banyak
sekali, karena peperangann itu tejadi di wilayahnya. Kerugian ini
mengaibatkan kekuatan politik umat isam menjadi lemah. Dalam
46
Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 172-174
32
kondisi seperti ini mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah menjadi
terpecah belah.
c. Serangan bangsa Mongol dan jatuhnya Baghdad
Pada tahun 565 H-1258 M, Tentara Mongol yang berkekuatan sekitar
200.000 orang tiba disalah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mustashim,
penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad betul-betul tidak berdaya
menghadapi tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis tersebut, Wazir
Khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami mengambil kesempatan dengan menipu
khalifah. Dia mengatakan “saya telah menemui mereka untuk perjanjian
damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan
Abu Bakar Ibn Mutashim, putra Khalifah. Dengan demikian, Hulagu
Khan akan menjamin posisimu”. Khalifah menerima usul itu, kemudian
memberikan hadiah mutiara permata untuk diserahkan kepada Hulagu
Khan. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh diluar dugaan khalifah.
Apa yang dikatakan wazirnya ternyata tida benar. Mereka semua,
termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan dipancung ehernya secara
bergiliran.47
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirah kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah. Walaupun sudah
hancur, Hulagu Khan memantapkan kekuasaan di Baghdad selama dua tahun,
sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun
1258 M, ketangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasan Khilafah Bani
Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban
Islam.

J. Perbandingan dan Koneksitas Antara Dinasti Umayyah dan Abbasiyah


Dari sekian banyak pembahasan yang telah tertuang di atas, dan juga penulis
sedikit mengkaji dari beberapa sumber bahwa ada kesamaan tujuan yang ingin
dicapai oleh kedua dinasti tersebut, yakni dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah
47
A Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam. Cet XXX. (Jakarta: Widjaya, 2000) hal. 136
33
ialah untuk menjadikan Islam sebagai agama yang mendominasi pelosok dunia. Akan
tetapi dari keduanya ini memiliki ciri khas masing-masing.
Dinasti Umayyah yang berkuasa lebih kurang 90 tahun masa kekuasaannya
berfokus pada perluasan wilayah Islam di seluruh penjuru dunia, hampir semua
wilayah pada saat itu dikuasai oleh Islam melalui kekuasaan dinasti Umayyah, dan
masih seperti sistem pemerintahan Khulafaur rasyidiin, yakni belum tersusunnya
sistem kemiliteran. Bahkan pemerintahan hanya boleh dikendalikan oleh orang Arab.
Sedangkan pada masa kekhalifaan dinasti Abbasiyah yang berkuasa lebih kurang 5
abad lamanya mereka membuka ruang pada mawali (non arab) seperti turki dan
persia agar memiliki peran aktif dalam pemerintahan, oleh karenanya sistem
pemerintahan dinasti Abbasiyah begitu kuat dan bertahan lama karena ada support
yang diberikan oleh mawali.
Begitupun dalam bidang keilmuan, dinasti Abbasiyah memberikan perhatian
penuh dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk penerjemahan buku-buku
yang diperoleh dari berbagai negara seperti, ilmu sastra dari Persia, Ilmu kedokteran,
astronomi dan Matematika dari India, sains dan filsafat dari Yunani, dan sebagainya.
Oleh karena ini lah sebagaimana pembahasan di atas bahwa banyak sekali munculnya
para Ilmuan pada masa Kekhalifaan dinasti Abbasiyah.

34
PENUTUP
Simpulan
Dinasti bani Umayyah merupakan pemerintahan kaum Muslimin yang
berkembang setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H/661 M.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Nama Dinasti
Umayyah dinisbahkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Di dalam
sejarah peradaban Islam, Muawiyah tampil sebagai penguasa pertama yang
mengubah sistem pemerintahan dalam Islam, dari sistem pemerintahan yang bersifat
demokrasi mufakat kepada pemerintahan monarki absolut. Dinasti Bani Umayyah
berkuasa lebih kurang 90 tahun, yakni dari tahun 661 M /14 H sampai dengan 750
M/132 H.
Dinasti Abbasiyah berkedudukan di baghdad. Secara turun temurun kurang lebih
tiga puluh tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada masa ini Islam mencapai
puncak kejayaanya dalam berbagai bidang. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti
terpanjang berkisar antara 750-1258 M. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad
SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia
dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H.
Ada kesamaan tujuan yang ingin dicapai oleh kedua dinasti tersebut, yakni
dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah ialah untuk menjadikan Islam sebagai agama
yang mendominasi pelosok dunia. Akan tetapi dari keduanya ini memiliki ciri khas
masing-masing. Dinasti Umayyah pada masa kekuasaannya berfokus pada perluasan
wilayah Islam di seluruh penjuru dunia. Sedangkan pada masa kekhalifaan dinasti
Abbasiyah yang berkuasa lebih kurang 5 abad lamanya mereka membuka ruang pada
mawali (non arab) aktif dalam pemerintahan, serta menaruh perhatian penuh terhadap
ilmu pengetahuan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1997 Islam Dari Masa Kemasa. Bandung: CV Rusyda.


Al-Isy, Yusuf. 2009. Dinasti Umawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kausar.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah, di akses pada tanggal 25
Oktober 2023 pukul 18.30
K Hitti, Philip. 2002. History of Arabs ed terjemah. Jakarta: Serambi.
Mahmudunnasir, Syed. 2005. Islam Konsepsi dan sejarahnya ed rev. Bandung:
Rosdakarya.
Maryam, Siti. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI.
Murodi. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Nasution, Harun. 2009. Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
Osman, A Latif. 1992. Ringkasan Sejarah Islam. Jakarta: Widjaya.
Osman, A Latif. 2000. Ringkasan Sejarah Islam. Cet XXX. Jakarta: Widjaya.
Samsul Munir, Amin. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Supriadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, A. 1999. Cetakan ke-19. dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo.
Syukur, Fatah. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta:
Grafindo.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta:
Rajawali Press.

36

Anda mungkin juga menyukai