Anda di halaman 1dari 10

Nama Kelompok 5 : Wahyu Adhi Wijaya (203210227)

: Vitri Adinda Ajining Putri (203210226)


Kelas : PGMI_G
Judul : ISLAM PERIODE DINASTI UMAYYAH

Rumusan Masalah:
1. Bagaimana Berdirinya Dinasti Umayyah?
2. Bagaimana Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Umayyah?
3. Bagaimana Kemunduran Dinasti Umayyah?

A. Berdirinya Dinasti Umayyah


Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd Al-
Syam, kakek Abu Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul
Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib.
Mu’awiyah adalah berasal dari keturunan Bani Umayah.1 Asal mula
berdirinya dinasti Umayyah ini dimulai ketika masa khalifah Ali. Pada
saat itu Mu’awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang
juga masih kerabat Utsman menuntut atas kematian Ustman. Dengan
strategi dan kecerdikannya, ia mempermainkan emosi umat islam.
Mu’awiyah tidak mau menghormati Ali, dan menyudutkannya pada
sebuah dilema, menyerahkan para pembunuh Utsman, atau menerima
status sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu,
sehingga ia harus diturunkan dari jabatan khalifah.2

1
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang IAIN-IB Press, jilid 1, Cet
ke-2, 2002) hal. 83.
2
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta :SerambiIlmuSemesta, 2013) hal. 224- 225.
Dari perselisihan tersebut di atas terjadilah peperangan antara Ali
dan Mu’awiyah. Peperangan tersebut disebut sebagai perang Siffin, karena
kejadiannya di daerah yang bernama Siffin. Dalam pertempuran itu hampir
semua pasukan Muawiyyah dikalahkan oleh pasukan Ali, tapi berkat siasat
penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar pasukannya mengangkat
mushaf-mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka, pertanda seruan untuk
damai dan melakukan perdamaian (Tahkim) dengan pihak Ali dengan
strategi politik yang sangat menguntungkan pihak Mu’awiyah.3Bukan saja
perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak menguntungkan Ali,
tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu yang tetap
setia kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak
peristiwa itu, Ali tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk
menundukkanMuawiyyah tapi menggempur habis orang-orang Khawarij,
yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar 38 H, dimana
dari 1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat jiwanya sehingga
dari delapan orang itu menyebar ke kota Amman, Kannan, Yaman,
Sajisman dan ke Jazirah Arab.4
Kemudian Ali terbunuh oleh seorang anggota khawarij,
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan
selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata orangnya lemah,
sementara Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian
damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah pimpinan Mu’awiyah Ibn Sufyan.5
Dengan meninggalnya Ali (661), pemerintahan yang dapat kita sebut
sebagai periode ke khalifahan republik dimulai sejak ke Khalifahan Abu
Bakar (623) telah berakhir. Empat khalifah pada masa ini dikenal oleh
para sejarawan Arab sebagai Al-Rasyidin. Pendiri khalifah kedua,

3
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal. 103.

4
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta:
Akbar Media Sarana, 2003), hal.176.
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, Cet-16, 2004)
hal. 40.
Mua’awiyah dari keluarga Umayyah, menunjuk putranya sendiri, Yazid,
sebagai penerusnya sehingga ia menjadi seorang pendiri sebuah dinasti.
Dengan demikian, konsep pewarisan kekuasaan mulai diperkenalkan
dalam suksesi ke khalifahan, dan sejak itu tidak pernah sepenuhnya
ditinggalkan. Ke khalifahan Umayyah adalah Dinasti (Mulk) yang
pertama dalam sejarah islam.6

B. Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Umayyah


a. Pola pemerintahan dinasti umayyah I
Aku tidak menggunakan pedang ketika cukup menggunakan
cambuk, dan tidak akan menggunakan cambuk jika cukup dengan
lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan
sahabatku. Maka aku tidak akan membiarkannya lepas. Saat mereka
menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika
mereka mengendorkannya, aku akan menariknya dengan keras.
(Muawiyah ibn Abi Sufyan). Pernyataan di atas cukup mewakili sosok
Muawiyah ibn Abi Sufyan yang cerdas dan cerdik. Ia seorang politisi
ulung dan seorang negarawan yang mampu membangun peradaban
besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri sebuah dinasti besar
yang mampu bertahan selama hampir satu abad. Dialah pendiri Dinasti
Umayyah, seorang pemimpin yang paling berpengaruh pada abad ke 7
H. Di tangannya, seni berpolitik mengalami kemajuan luar biasa
melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya. Baginya, politik adalah senjata
maha dasyat untuk mencapai ambisi kekuasaannya. Ia wujudkan seni
berpolitiknya dengan membangun Dinasti Umayyah.
Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41
H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya
yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan
kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah

6
Philip K. Hitti, History Of The Arabs,hal. 229.
diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan
menggunakan sistem Monarchi Heredites, yaitu kepemimpinan yang
diwariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh
melalui kekrasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan
atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun
dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyyah bermaksud
mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium.
Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia
memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan
jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah’ dalam pengertian
‘Penguasa’ yang diangkat oleh Allah. Karena proses berdirinya
pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan secara demokratis
dimana pemimpinya dipilih melalui musyawarah, melainkan dengan
cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan dari
tangan Hasan bin Ali (41 H/661 M) akibatnnya, terjadi beberapa
perubahan prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat
mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat Islam. Diantaranya
pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan menunjuk langsung oleh
khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seoraang putra makota
yang menjadi khalifah selanjutnya.
Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah.
Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M/681M), para
penguasa Bani Umayyah menunjuk penggantinya yang akan
menggantikan kedudukannya kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah
sendiri yang mempelopori proses dan sistem kerajaan dengan
menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan
kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran
Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik
politik intern umat Islam seperti yang pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Sejak saat itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani
Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih
pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa
Dinasti Bani Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka agama
untuk melakukan sumpah setia (bai’at) dihadapan sang khalifah.
Selain terjadinya dala sistem pemerintahan, pada masa
pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya
masalh Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin,
Baitulamal berfungsi sebagai harta rakyat, dimana setiap warga Negara
memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut.

b. Kemajuan dinasti umayyah


Dinasti Umayyah telah mampu membentuk peradaban yang
kontemporer dimasanya, baik segi tatanan sosial, politik, ekonomi dan
teknologi. Berikut prestasi yang diraih pada masa Dinasti Umayyah
diantaranya adalah:
1. Masa kepemimpinan Muawiyah telah mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan
peralatannya disepanjang jalan.
2. Menertibkan angkatan bersenjata.
3. Percetakan mata uang oleh Abdul Malik, mengubah mata uang
Bizantium dengan Persia yang dipakai didaerah-daerah yang
dikuasai Islam. Mencetak mata uang sendiri tahun 659 M dengan
memakai kata dan tulisan Arab.
4. Jabatan khusus bagi seorang Hakim (Qadli) menjadi profesi
sendiri.
5. Keberhasilan khalifah Abdul Malik melakukan pembenahan-
pembenahan administrasi pemerintah Islam dan memberlakukan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemeritah Islam.
Keberhasilannya diikuti oleh putranya Al-Walid Ibnu Malik (705-
719) yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan
pembangunan.
6. Membangun panti-panti untuk orang cacat. Dan semua personil
yang terlihat dalam kegiatan humanis di gaji tetap oleh Negara.
Membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan daerah lainnya.
7. Membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
mmasjid-masjid yang megah.
8. Hadirnya Ilmu Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Balaghah, bayan,
isti’arah dan sebagainya. Kelahiran ilmu tersebut karena adanya
kepentingan orang-orang luar Arab (Ajam) dalam rangka
memahami sumber-sumber Islam (Al-Qur’an dan Al-Sunnah).
9. Pengembangan di ilmu-ilmu agama, karena dirasa penting bagi
penduduk luar jazirah Arab yang sangat memerlukan berbagai
penjelasan secara sistematis ataupun secara kronologis tentang
Islam. Di antara ilmu-ilmu yang berkembang yakni tafsir, hadis,
fiqih, ushul fiqh, Ilmu Kalam, dan Sirah/Tarikh.

Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era


agresif, lantaran perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan
penaklukan, yang terhenti sejak zaman khulafaur rasyidin terakhir. Hanya
dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin
beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah
Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syria, Palestina,
sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-
negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan
Kirgiztan, yang termasuk Soviet Rusia.7

7
Rizem Aizid,Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan, dan
Modern,. (Yogyakarta: Diva Press, 2021) hal. 253
https://www.google.co.id/books/edition/Sejarah_Peradaban_Islam_Terlengkap/-Uo2EAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1
Sebenarnya, kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Umayyah tidak
hanya dalam bidang militer dan kekuasaan, melainkan juga dalam bidang
lainnya, seperti sastra, ilmu pengetahuan, sosial, budaya, politik, dan
pemerintahan.8

C. Kemunduran Dinasti Umayyah


Kebesaran yang telah diraih oleh Dinasti Umayyah ternyata tidak
mampu menahan kemundurannya yang disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Khalifah-khalifah yang tidak cakap. Sepeninggal Hakam II, para
khalifah tidak mampu membawa Spanyol kepada kemajuan. Mereka
tidak dapat mengatasi krisis politik yang bermunculan. Pada masa
Hisyam II, Hajib al-Manshur justru memegang kendali pemerintahan.
Hal ini di satu sisi menimbulkan berbagai macam kecemburuan di
kalangan internal istana. Permusuhan internal tidak dapat dihindari lagi
yang memancing pemberontakan di Cordova, sehingga mengakibatkan
khalifah ‘Abd al-Rahman mundur dari jabatannya. Namun, disisi lain
kemajuan militer Hajib al-Mansur menimbulkan kecemasan negara-
negara tetangga yang mayoritas penganut Kristen.
2. Konflik Islam dan Kristen. Sejak awal sebagian kelompok Kristsen
garis keras menolak kedatangan Islam. Namun, ketika kekuasaan Islam
berkembang dan mencapai puncak kejayaan, umat Islam membrikan
toleransi yang amat tinggi bagi umat Kristen dan membiarkann
kerajaan-kerajaan kecil Kristen bertahan dan tetap menjalankan
hukum, agama dan tradisinya. Namun, kedatangan bangsa Arab Islam,
disisi lain ternyata membuat rasa kebangsaaan orang-orang Spanyol
Kristen semakin kkuat daan mengkristal. Kekuatan inilah kemudian
menjadi duri dalam daging, upaya mempertentangkan antara Islam dan
Kristen sering muncul dari kekuatan ini. Dalam pada itu, ketika
kekuasaan Islam melemah di abad ke-11 dan seterusnya, sementara

8
Ibid.
kekuatan Kristen semakin mengalami kemajuan maka di sinilah
muncul berbagai serangan dari kerajaan-kerajaan Spanyol Kristen
terhadap pemerintahan Araab Islam.
3. Pluralisme etnik, agama dan budaaya, di pihak lain ternyata
menimbulkan potensi konflik dan perpecahan manakala tidak ada
ideologi pemersatu. Ketika kekuasaan Islam masih sangat efektif,
pluralisme tidak menimbulkan permasalahan. Tetapi ketika kekuatan
Islam senndiri mengalami kelemahan, maka pluralisme di Spanyol
berpotensi konflik. Fakta menunjukkan, sistem aristokrasi yang
berorientasi ke Arab tidak sepenuhnya bisa diterima oleh kelompok
Muwalladun (para muallaf dari penduduk Spanyol), yang mereka
masih dianggap warga negara kelas dua setelah orang-orang Arab.
Semenjak kematian ‘Abd al-Rahman III, suku-suku non Arab, seperti
Barbar (Barber), Slavia (Slavic) dan lain-lainnya berebut pengaruh dan
bertujuan untuk mendirikan sebuah negara kekuasaan yang merdeka.
Jadi fanatisme kekuasaan yang tidak dapat dipersatukan dengan suatu
ideologi menjadikan pemerintahan Islam di Spanyol terpecah-pecah.
4. Permasalahan ekonomi pemerintahan Bani Umayyah juga
menyebabkan kemunduran. Karena pemerintah semula hanya
mengendalkan pajak dan upeti dan orang-orang kaya dan kerajaan-
kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya, sementara tidak ada
upaya pengembangannya, maka hal ini menimbulkan merosotnya
income negara. Kondisi ekonomi semakn parah dengan datangnya
musibah kekurangan pangan, sehingga para petani yang mayoritas
adalah bekas budak yang dimerdekakan tidak mampu membayar beban
pajak. Maka, perselisihan antara kaum majikan dengan kaum buruh
tidak daapat dihindarkan.
5. Keterpencilan. Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang
lain. Ia selalu berjuang sendrian tanpa mendapat bantuan selain dri
Afrika Utara, sehingga tidak ada kekuatan alternative yang mampu
membendung kebangkitan Kriaten disana.9

SUMBER:

Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,
(Jakarta: Akbar Media Sarana, 2003), hal.176.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, Cet-16,


2004) hal. 40.

Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
(Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009) hal. 189-191.

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal.
103.

Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang IAIN-IB Press,
jilid 1, Cet ke-2, 2002) hal. 83.

Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta :SerambiIlmuSemesta, 2013) hal.


224- 225.

Philip K. Hitti, History Of The Arabs,hal. 229.

Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan,


dan Modern,. (Yogyakarta: Diva Press, 2021) hal.
253https://www.google.co.id/books/edition/Sejarah_Peradaban_Islam_Ter
lengkap/-Uo2EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1

9
Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Ponorogo:
STAIN Ponorogo Press, 2009) hal. 189-191.

Anda mungkin juga menyukai