Anda di halaman 1dari 10

Bani Umayyah

Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Nama dinasti umayyah dinisbatkan kepada umayyah bin abd syam bin abdu manaf. Ia adalah
salah seorang tokoh penting di tengah qurays pada masa jahiliyah. Ia adalah pamannya hasyim
bin abdu manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.

Sejarah daulah bani Umayyah erat berkait dengan sejarah sebelumnya, yaitu kemelut politik
kepemimpinan umat islam paska terbunuhnya kholifah Usman, bibit konflik mulai muncul.umat
islam mulai mengalami konflik internal yang mengantarkan pada perang jamal antar kelompok
ummul mukminin Aisyah dan Zubair bin Awaam r.a dengan kelompok Ali Bin Abi Talib. Tidak
lama setelah itu menyusul perang shiffin antara Muawwiyah dengan Ali.

Perang shiffin ada dua golongan yang berseteru akibat krisis kepemimpinan tersebut yaitu
golongan kholifah Ali dan golongan Muawiyah dengan dalih menuntut darah usman – menuntut
Ali agar menyikapi dan menyelesaikan tragedi pembunuhan Usman – menyusun kekuatan
menentang pemerintahan Ali.

Muawiyah ibn abi sufyan, gubernur syiria, yang sejak awwal selalu berseberangan dengan Ali
juga mengharapkan kekuasaan dan memanfaatkan keadaan yang ditimbulkan oleh pembunuh
Utsman itu untuk kepentingan sendiri. Persaingan keduanya bahkan sudah terjadi sejak nenek
moyang mereka, yakni bani Umayyah dan bani Hasyim

Kedua pasukan itu berhadapan dimedan siffin. Khalifah Ali mau menghindari pertumpahan darah
umat islam dan mau menyelesaikan itu dengan jalan damai. Karena penyelesaian dengan jalan
damai menemukan kegagalan, pertempuran pun meletus. Pertempuran terjadi beberapa hari
lamanya. Ali dengan kepribadiannya dapat membangkitkan semangat dan kekuatan laskarnya,
sehingga kemenangan sudah membayang baginya. Muawiyah sudah cemas dan kehilangan akal.
Muawiyah yang cerdik, atas nasihat Amr ibn Ash sekutunya yang cerdik, mengikatkan Al Quran
pada ujung tombak tentaranya dan dengan demikian menuntut agar perselisihan itu diselesaikan
menurut Al Quran.

Seruan lascar Muawiyah mendapat sambutan hangat dari lascar Ali. Banyak diantara mereka
yang tadinya hendak meneruskan peperangan, akan tetapi oleh karena keadaan mereka telah
morat-marit,lantas memperkenankan seruan itu.setelah pertempuran berhenti, diputuskan bahwa
perselisihan itu harus diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai wasit. Muawiyah
mengangkat sahabatnya, Amr ibn ash yang cerdik, untuk menjadi peneng ah dari pihaknya. Pihak
Ali diwakili oleh Abu musa Al Asy’Ari, yang bukan tandingannya. Kedua penengah itu massing
– masing dibantu oleh 400 orang dan seandainya para penengah itu tidak bias tidak bias
menyelesaikan persoalan, masalah itu akan diputuskan dengan suara mayoritas

Namun dengan siasat dan tipu muslihat Amr ibn Ash, akhirnya pihak Ali keluar sebagai yang
kalah, dan muawiyah keluar sebagai pemenang. Ali harus melepaskan kekhalifahannya, tetapi
Muawiyah tidak demikian. Peristiwa itu membuat muawiyah seorang gubernur yang
memberontak mempuntai kedudukan yang sama dengan kholifah Ali

Pada tanggal 20 ramadhan 40 H. (660 M). Ali terbunuh oleh salah seorang anggota khawarij.
Kemudian kedudukan Ali sebagai kholifah dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan.
Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka hasan mambuat
perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Disisi lain, perjanjian itu
mnyebabkan muawiyah menjadi penguasa absolut dalam islam. Tahun 41 H/661 M.., tahun
persatuan itu dikenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (am jama’ah) . jadi am jama’ah adalah
tahun persatuan antara Hasan dan muawiyah, artinya bahwa antara mereka tidak terjadi
perebutan kekuasaan dan berdamai serta menjalankan pemerintahan dalam satu kepemimpinan.

Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan al khulafa’ar Rasyidin. Dan dimulailah
kekuasaan bani umayyah dalam sejarah politik

Tokoh / Khalifah / Pemimpin

Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khaliafah terbesar dari bani Umayyah ialah
Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.

1. Muawiyah I bin Abi Sufyan

Dinasti umayyah didirikan oleh muawiyah bin abu sufyan bin harb. Muawiyah disamping
sebagai pendiri daulah bani abbasiyah juga sekaligus menjadi kholifah pertama. Ia memindahkan
ibu kota kekuasaan islam dari kufah ke damaskus.

Muawiyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian sejarawan awalnya
dipandang negative. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang
saudara di siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, muawiyah juga dituduh sebagai
penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan islam, karena dialah yang mula- mula
mengubah pemimpin Negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi menjadi kekuasaan
raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity)

2. Yazid bin Muawiyah

(rangkuman). Kholifah yazid merupakan putra dari muawiyah. Beliau lahir pada tahun 22 H/643
M. Pada tahun 679 M, muawiyah mencalonkan anaknnya, yazid untuk mengantikan dirinya.
Yazid menjabat sebagai kholifah dalam usia 34 tahun. Ketika Yazid naik tahta , sejumlah tokoh
di madinah tidak mau mengangkat baiat kepadanya. Kholifah yazid kemudian mengirim surat
kepada gubernur Madinah dan memintanya untuk mengangkat baiat kepada yazid beserta warga
hijaz secara keseluruhan. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk kecuali Husain bin Ali
dan Abdulloh bin zubair.

Bersamaan dengan itu, pengikut Ali melakukan rekonsidasi kekuatan. Perlawanan terhadap bani
Umayyah dimulai oleh Husain bin Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas
permintaan pengikut Ali yang ada disekitar kufah dan mengangkat Husein sebagai kholifah.
Akan tetapi, rombongan Husein yang tidak didukung oleh milisi atau tentara kemudian dihadang
oleh pasukan kholifah Yazid.

3. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II)

(rangkuman). Muawiyah bin yazid menjabat sebagai kholifah pada usia 23 tahun, berbeda
dengan ayahnya, ia bukan seorang yang berwatak keras atau menyukai peperangan. Tak banyak
literatur yang membahas tentang kholifah ini secara lengkap. Ia memerintah hanya selama enam
bulan. Sumber lain mengatakan bahwa ia hanya memerintah kurang dari 40 hari dan meletakkan
jabatannya sebagai kholifah. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul
tanggung jawab jabatan kholifah yang sangat besar tersebut.

4. Marwan bin hakam

Ketika muawiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar
Uamayyah mengangkatnya sebagai kholifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan
kekuasaan karena pengalamannya.dan sebagian besar penduduk yaman yang berada di wilayah
Syam menyatakan berada di pihak Bani Umayyah termasuk diantara mereka Husein bin Al
Namir, panglima perang yang pernah memimpin pasukan untuk menyerang Adulloh bin zubair di
Makkah. Dengan demikian, kendati tak mendapat dukungan dari wilayah Hijaz, Irak, Iran da
bahkan mesir, namun dukungan sebagian penduduk Yaman itu, pihak bani Umayyah tak bisa
diabaikan.

5. Abdul Malik Bin Marwan

Abdulloh bin Marwan dilantik sebagai kholifah setelah kematian ayahnya. Dibawah
kekuasaannya pemerintahan Umayyah mencapai kejayaannya. Hal yang terlebih dahulu
dilakukan oleh Abdul Malik adalah menyatukan kembali kekuasaan politik bani Umayyah yang
sempat terpecah diera sebelumnya. Kholifah Abdul Malik kemudian mengorganisasi kekuatan
militer untuk menghadapi kelompok Abdulloh bin Zubair yang menguasai Hijaz.

Pada akhirnya. Kekuatan abdulloh bin Zubair terdesak. Pasukan Bani Umayyah dapat menguasai
kota Makkah, benteng pertahanan terakhir dari Abdulloh bin Zubair dan membunuh Abdulloh
bin zubair. Dikuasainya Hijaz ini kemudian mengakhiri pemberontakan orang-orang Hijaz dan
secara otomatis menyatukan kembali kekuatan bani Umayyah pada satu kepemimpinan.

Pendidikan Daulah Bani Umayyah

Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini berkaitan sekali dengan
mantapnya system pemerintahan Islam sebagai suatu Negara. Pada masa ini, perhatian Kaum
Muslimin diarahkan kepada pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Hal ini
tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya dengan bangsa-
bangsa lain yang telah ditaklukkan.

Pada masa Dinasti Muawiyah pendidikan Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat, baik di
bidang ilmu pengetahuan maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada
masa itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculnya figure-figur ilmuan yang cemerlang
di bidangnya masing-masing dan sampai sekarang, buah pikiran mereka menjadi bahan rujukan
para akademis, baik dibarat maupun di timur.[7]

Islam pada masa Dinasti Muawiyah telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan
yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan
yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII.

Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad
IX M selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman
(832-886 M).[8]
Kemunduran dan Keruntuhan Daulah Bani Umayyah

Meskipun kejayaan telah diraih oleh bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, karena
kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan daari pihak luar. Sepeninggal Umar
bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abd Malik (720-724M).
Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah
menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan
konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abd Malik cendrung kepada kemewahan dan
kurang memperhatikan kehidupan rakyat.

Setelah Hisyam bin Abd Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang menjadi khalifah
berikutnya bukan hanya lemah dalam politik, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin
memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan
oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada
kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan
sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan anggota keluarga istana.

2. Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-
konflik politik yang terjadi di masa Ali. Kelompok Syi’ah (para pengikut Ali) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan
akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar
golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa
tidak puas karena status mawali, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah
di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.

5. Kelemahan pemerintahan pusat dalam mengendalikan dan mengontrol wilayah yang


amat luas.

6. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya


kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas bin Abdul Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, serta dukungan dari
kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti umayyah , disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang
bani Abbasiyah yang mengejara-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang
dijumpainya.

Bani Abbasiyah
Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah. Nama Dinasti


Abbasiyah diambil dari salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Al-
Abbas Ibn Abd Al-Muthalib Ibn Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani
Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari Bani Hasyim yang secara
nasab keturunan yang lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa
menguasai khalifah melalui tragedi perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti
Abbasiyah mereka mengadakan pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah

Pada saat pergantian kekuasaan dari Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah banyak
diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang agama Islam,
akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam
sejarah Islam.

Dalam sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, menjelang berakhirnya akhir Dinasti


Umayyah, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi
kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi
Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H.

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pasukan Marwan ibn
Muammad (pasukan Dinasti Umayyah) melawan pasukan Abdul Abbas. Pemberontakan
tersebut terjadi akibat ketidakpuasan mereka tehadap khalifah-khalifah sebelumnya. Dan
akhirnya di menangkan oleh pasukan Abbas. Pasukan pemberontak terdiri dari kalangan
Khawarij, Syi’ah, Mawali, dan Bani Abbas.

Para Mawali bekerja sama dengan Bani Abbas, komando tertinggi gerakan Bani Abbas
tidak menyisakan keluaga Umayah, karena perburuannya terhadap keluarga Umayyah itu, ia
dijuluki dengan As-Safah yang berarti ” Penumpah darah” dan hanya Abdurahman ibn Marwah
yang berhasil meloloskan diri.

Abu Abbas kemudian didaulat menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah. Tahun 750 M
diproklamasikan berdirinya pemerintahan Bani Abbasiyah di Kufah. Khalifah petamanya adalah
Abu Abbas Ash Shaffah yang di baiat di Masjid Kufah.

Tokoh / Khalifah / Pemimpin


Sebelum Abul Abbas al-Shaffah meninggal, ia sudah mewasiatkan penggantinya, yakni
saudaranya, abu Ja’far, kemudian Isa bin Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra
mahkota ini mengikuti cara dinasti Umayyah. Para khalifah Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, di
antaranya:

1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)


2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160M)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. Al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)

Pendidikan
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut :

1. Bidang Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene
bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki
jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi sekaligus menguasai
jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan
mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa
al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya
sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para
pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua
macam wazir, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz)
yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan
perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan
memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan
wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah
saja.

2. Dalam Bidang Sosial


Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah
Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain, yang
menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-
ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri
sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan antara
Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif.
Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan, mulai
menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh hierarki pejabat yang
mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.

3. Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari
segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada
zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur
dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan
aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era
Abbasiah.

Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid
dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan
keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam ma’had.

Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari
Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang,
terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada
waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.

Kemunduran Abbasiyah

Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan


dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawah sungai Tigris, setelah kota itu dibumuhanguskan
oleh tentara Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. semua bangunan kota termasuk
istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol meruntuhkan perpustakaan yang merupakan
gudang ilmu, dan membakar buku-buku yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M. kota ini
diserang juga oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara Kerajaan Safawi.
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran pada
masa daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:

1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan


daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintah sangat rendah.

2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka


sangat tinggi.

3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman
pajak ke Bagdad.

Sedangkan menurut Badri Yatim, di antara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Bani
Abbasiyah adalah sebagai berikut:

1. Persaingan Antar Bangsa

Khilafah Abbasiyah yang didirikan Bani Abbas bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatarbelakangi persamaan nasib semasa kekuasaan Bani Umayyah. Keduanya
sama-sama tertindas. Setelah abbasiyah berdiri, persekutuan tetap dipertahankan. Pada masa ini
persaingan antar bangsa memicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa
untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.

2. Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang


politik. Pada periode pertama, pemerintahan Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya.
Dan yang masuk lebih besar daripada pengeluaran, sehingga baitul mal penuh dengan harta.
Setelah khilafah mengalami periode kemunduran, negara mengalami defisit anggaran, dengan
demikian terjadi kemerosotan ekonomi.

3. Konflik Keagamaan

Konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra pada masa khilafah Abbasiyah, sehingga
mangakibatkan perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlussunnah,
dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan
untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.

4. Ancaman dari luar

Selain yang disebutkan daiatas, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kemunduran
dinasti Abasiyah lemah dan hancur.

 Pertama, Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang menelan banyak korban.
Konsentrasi dan perhatian pemerintah Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi
tentara salibsehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
 Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan
Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang
biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada
kekuatan Mongol

TUGAS AKHIR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER GENAP
TAHUN AJARAN 2017/2018

Disusun Oleh :
Nama : Johan Eka S

No : 08

Kelas : VIII E

SMP N 3 KARANGDOWO

Anda mungkin juga menyukai