Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH ISLAM PADA MASA BANI UMMAYAH

A. Sejarah Berdirinya Bani Ummayah

Nama dinasti Umayah dinisbatkan kepada Umayah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia
adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah. Dinasti Umayah
didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb.
Ketika Ali ibn Abi Thalib naik menggantikan kedudukan khalifah Utsman Ibn Affan,
Muawiyah selaku gubernur di Syam (Syria) membentuk partai yang kuat dan menolak
untuk memenuhi perintah-perintah Ali. Dia mendesaknya untuk membalas kematian
khalifah Utsman, atau kalau tidak dia akan menyerang kedudukan khalifah bersama-sama
dengan tentara Syria. Desakan Muawiyah akhirnya tertumpah dalam perang Siffin
(37/657). Dalam pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah itu,
pasukan Muawiyah terkalahkan. Tetapi pada saat yang demikian, Amr ibn ‘Ash
menasehati Muawiyah agar pasukannya mengangkat mushaf-mushaf al-Qur’an di ujung
lembing-lembing mereka sebagai pertanda seruan untuk damai. Ali menasehatkan
pasukannya, agar mereka tidak tertipu dengan tindakan itu, dan meneruskan peperangan
sampai akhir, tetapi malah terjadi perpecahan diantara mereka sendiri, sehingga pada
akhirnya Ali terpaksa menghentikan perang dan berjanji untuk menerima tahkim.
Keputusan yang dihasilkan oleh wakil pihak Ali (Abu Musa al-Asyari) dan pihak
Muawiyah (Amr ibn ‘Ash) ternyata membantu memperkuat kedudukan Muawiyah dan
golongan yang mendukungnya.

Peristiwa tahkim justru merugikan pihak Ali dan berakibat pada banyaknya pengikut Ali
yang ingkar (khawarij). Pada saat itu umat Islam terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Bani Umayah dan pendukungnya, dipimpin oleh Muawiyah


b. Syiah atau pendukung Ali, yaitu golongan yang mendukung khalifah Ali
c. Khawarij, golongan yang menjadi lawan kedua partai tersebut.
Kaum khawarij berusaha untuk merebut massa Islam dari pengikut Ali Muawiyah dan
Amr, sebab mereka yakin bahwa mereka adalah sumber dari pergolakan-pergolakan.
Tekad mereka adalah membunuh ketiga tokoh diatas. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H
(660 M) salah seorang khawarij berhasil membunuh Ali di Masjid Kufah, dan sejak saat
itu masa pemerintahan khulafaurrasyidin berakhir.

Wafatnya Ali adalah satu jembatan emas bagi Muawiyah guna merealisasikan keputusan-
keputusan perjanjian perdamaian (tahkim), yang menjadikan dia sebagai penguasa terkuat
di wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 41/661 Muawiyah memasuki kota Kufah.
Sumpah jabatan diucapkan dihadapan dua orang putra Ali, Hasan dan Husein, dan
disaksikan oleh rakyat banyak, sehingga tahun tersebut dikenal dalam sejarah sebagai
“Tahun Jama’ah”.

Muawiyah mendirikan Dinasti Umayah bukan hanya akibat dari kemenangan di Siffin
dan terbunuhnya Khalifah Ali saja, namun ia juga mendapat dukungan kuat dari rakyat
Suriah dan dari keluarga Bani Umayah sendiri. Penduduk Suriyah yang lama diperintah
oleh Muawiyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih dan disiplin di garis depan
dalam peperangan melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok
bangsawan kaya Makkah dari keturunan Umayah berada sepenuhnya di belakang
Muawiyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya,
baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah sendiri terkenal makmur
dan menyimpan sumber alam yang berlimpah. Ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil
dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi
Muawiyah. Selain itu, sosok Muawiyah yang memiliki kemampuan yang menonjol
sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki
oleh para pembesar Makkah zaman dahulu.
Daulah Umayah, yang ibukota pemerintahannya di Damaskus berlangsung selama 91
tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah.

B. Khalifah-Khalifah Bani Ummayah


1. Muawiyyah I bin Abi Sufyan (31-60H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh
pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin
Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari
kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada
Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan.
Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di kufah.

2. Yazid I bin Muawiyyah (60-64H/679-683M)


Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya,
antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat
Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang menyebabkan
terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah
dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq,
peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64
H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyyah II

3. Muawiyyah II bin Yazid (64H/683M)


Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai
khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak
sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut.
Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan
kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.

4. Marwan I bin Hakam (64-65H/683-684M)


Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus
di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi
khalifah karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena
pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat
mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan
menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1
tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul Aziz
sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.

5. Khalifah Abdul Malik (65-86H/684-705M)


Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah
yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia
telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan
keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa
sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin Zubair di Hijaz,
pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai kepada aksi teror yang dilakuakn
oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan pemberontakan yang di
pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak. Khalifah abdul Malik memerintah selam 21
tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-Walid

6. Al Walid I bin Abdul Malik (86-86H/705-714M)


Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan
kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah
pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur Musa
bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna gedung-
gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para
khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang
terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan
negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat
seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat
tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.

7. Sualiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)


Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang
kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya.
Orang-orang yang berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga
Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang menundukan India. Ia meninggal
pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.

8. Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)


Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa
pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani
Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak
terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali.
Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.

9. Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)


Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan
Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses
kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul
Malik.

10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)


Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat dikategorikan
sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah,
gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama soal
keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi
gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu dengan kaum Abbasiyyah.
Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin
Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri
keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang
melemahkan posisi Umayyah.

11. Al Wahid II bin Yazid (125-126H/742-743M)  


12. Yazid III bin Al-Walid (126H/743M)
13. Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M)

14. Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)


Ia adalah penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia
keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan
perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul ketika
daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Ia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.

C. Masa Kemajuan Bani Ummayah


1. System politik dan perluasan wilayah
Memasuki masa kekuasaan Muawwiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani
Umayyah, Pemrintahan yang bersifat demokratis berubah
menjadi monarchiheridetis ( kerajaan turun menurun). Suksesi kepimimpinan secara
turun temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh Rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yasid. Muawiyyah tetap menggunakan istilah
Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata untuk
mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut “Khalifah Allah” dalam pengertian
“Penguasa” yang diangkat oleh Allah.

Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini
dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa yaitu pada tahun
711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin
pasukan Islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara
Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal
nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian
Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Meskipun keberhasilan banyak di capai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negri dapat di anggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan Ibn ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan yasid sebagai putra Mahkota menyebabkan munculnya
gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat mengakibatkan tarjadinya perang saudara
beberapa kali dan berkelanjutan.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat.
Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-
daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak,
sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan
Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.

Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya
dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah
Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para
penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk
membukukan Hadits.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan
pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

2. System ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti
berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
a. Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap
pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan
bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
b. Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi
pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.

3. System social
Terdapat empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim. Mawalli, non Muslim,
dan kelompok Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi di sebabkan karena
mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di karenakan sistem
aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat perlindungan hak-hak
secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang dan damai. Perbedaan yang
menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak. Hampir di katakan tidak ada
perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan antarsuku. Contohnya kelompok
Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.

4. Kemajuan arsitektur
Penguasa Dinasti Umayyah pada umumnya mahir dalam seni arsitektur, mereka
mencurahkan perhatiaanya demi kemajuan bidang ini hasilnya adalah ssejumlah
bangunan megah, Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn terkenal dengan kubah
batunya (qubah al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik pada tahun 691 M. Ia
adalah masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan juga masjid al Aqsa yang
tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah yang terdapat di Damaskus yang
didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga merehap masjid Madinah antara
beberapa monument peninggalan Umayyah yang terkenal adalah istana Qusayr
Amrah. Istana ini terbuat dari batu kapur yang berwarna kuning kemerah-merahan.

5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan


a) Ilmu Agama
Sebenarnya, ilmu-ilmu agama sudah diminati sejak zaman Kekhalifahan
Rasyidin, namun di masa Dinasti Umayyah, jenis keilmuan ini berkembang amat
pesat. Banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang mengembara untuk
berdakwah. Di pelosok-pelosok negeri itulah, berdiri berbagai pusat kajian Islam
yang mempelajari Alquran, hadis, dan fikih. Pusat-pusat kajian Islam itu terdapat
di Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Fustat, hingga Damaskus.
Di antara ilmu-ilmu agama yang berkembang adalah ilmu qiraat atau seni
membaca Alquran, serta ilmu tafsir. Tokoh-tokoh di bidang qiraat dan tafsir
adalah Nafi' bin Abdurrahman, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Ibnu Katsir,
dan lain sebagainya. Berkembang juga ilmu hadis dengan tokoh seperti Imam
Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, dan lainnya, ilmu fikih dengan tokoh besar
seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, dan lainnya.
b) Ilmu Bahasa Arab
Sebenarnya, ilmu bahasa Arab pada masa sebelum Islam sudah berkembang jauh.
Namun, selama itu, sebagian besar penduduk jazirah Arab adalah ummi (tidak
bisa membaca dan menulis). Tradisi keilmuan bahasa mereka berbentuk lisan,
bukan tulisan.
Pada masa Kekhalifahan Umayyah, ilmu bahasa Arab dikodifikasi sedemikian
rupa dan ditulis sesuai cabang-cabang bahasanya. Sebagai misal, Abu Al-Aswad
Ad-Duali dari Bashrah yang menuliskan ilmu nahwu. Yahya bin Ya'mar, murid
Abu Al-Aswad kemudian menggeluti ilmu saraf dan balagah.
Pada masa Dinasti Umayyahini ini juga, Ahmad Al-Farahidi menyusun kamus
atau mu'jam bahasa Arab dan kaidah-kaidah bahasa Arab
c) Ilmu Sejarah
Perkembangan ilmu sejarah di masa Dinasti Umayyah dimulai dari
penulisan sirah nabawiyah atau perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Data-
data sejarah ini dikulik melalui sumber-sumber lisan dari sahabat Rasulullah.

Di masa Kekhalifahan Umayyah, kitab sejarah yang pertama kali ditulis


adalah Al-Maghazi dan Al-Sirah yang ditulis Ibnu Syihab Az-Zuhri untuk
merekam riwayat perjalanan Nabi Muhammad SAW.
Sejarawan-sejarawan yang terkenal di masa Kekhalifahan Umayyah antara lain
Ibnu Ishaq Al-Waqidi, Ibnu Hisyam, Muhammad bin Umar Al-Waqidi, dan
lainnya.
d) Ilmu Kalam
Di bidang ilmu kalam, di masa Kekhalifahan Umayyah berkembang aliran-aliran
pemikirian Jabariyah yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran Qadariyah
yang dipelopori Ma'bad Al-Juhani, dan aliran Mu'tazilah yang dipelopori oleh
Washil bin Atha'.
Aliran-aliran pemikiran dan ilmu kalam ini mencoba menafsirkan ajaran Islam
dengan metode filsafat. Namun, banyak tokohnya yang mendapat tekanan dari
pemerintah. Kendati demikian, aliran pemikiran dan ilmu kalam tetap
berkembang pesat.
e) Ilmu Kimia dan Kedokteran
Untuk keperluan praktis, ilmu kimia dan kedokteran turut berkembang pesat.
Tokoh terkenal yang mendalami bidang ini adalah Khalid bin Yazid bin
Mu'awiyah yang belajar di Alexandria, Mesir. Ia menerjemahkan karya-karya
Yunani di bidang kedokteran, kimia, farmasi, dan matematika ke bahasa Arab.
Tokoh lainnya dari golongan Nasrani adalah Ibnu Atsal dan Abu Hakam Al-
Nashrani. Ia merupakan dokter pribadi khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Abu
Hakam adalah spesialis bidang farmasi dan obat-obatan, dari pil, tablet, hingga
ramuan herbal.
f) Sastra
Jenis sastra yang berkembang di masa Kekhalifahan Umayyah adalah syair atau
puisi. Syair-syair ini didendangkan di banyak pertemuan. Bahkan, pada masa itu,
terdapat Pasar Ukaz yang menjadi tempat untuk pertunjukan syair Arab.
Di masa Dinasti Umayyah, orang yang memiliki kecakapan lisan, baik itu orator
dan penyair memiliki kedudukan sangat terhormat di kabilahnya. Diterakan,
bangsa Arab bahkan tidak mengucapkan ucapan selamat, kecuali pada tiga hal,
yaitu lahirnya anak kuda kesayangan, lahirnya bayi laki-laki, dan kemunculan
seorang penyair.
Di era Kekhalifahan Umayyah pula, terdapat beberapa aliran syair yang
berkembang, misalnya syair ghazal yang penuh nuansa cinta dan erotisme.
Syair ghazal ini dikembangkan oleh Umar bin Abu Rabiah. Selain itu,
berkembang juga syair politik yang dikenal dengan sebutan Al-Syi'r Al-Hizbi.

D. Masa Kemunduran Bani Umayyah

Sebab-sebab kemunduran daulah Bani Umayah antara lain:

1. Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab
Selatan (Himyariyah) yang berdiam di wilayah Suriyah. Di zaman Umaiyah
persaingan antaretnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cenderung
kepada satu pihak dan menafikan yang lainnya.
2. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan
pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan
“Mawali”, suatu status yang menggambarkan inferioritas di tengah-tengah
keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umaiyah.
Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa
orang diantara mereka mencapai tingkatan yang jauh diatas rata-rata orang Arab,
tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak
dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya
jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
3. Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayah tidak dapat dilepaskan dari
konflik-konflik politik. Kaum Syiah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan
oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan
Umayah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan
Bani Umayah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat
menggeser kedudukan Bani Umayah dalam memimpin umat.

E. Kehancuran Bani Umayyah


Sepeninggal Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur. Para khalifah
pengganti Umar II selalu mengorbankan kepentingan umum untuk kesenangan pribadi.
Perselisihan antara para putera mahkota, serta perselisihan diantara para pemimpin daerah
(gubernur) merupakan sebab-sebab lain yang membawa kehancuran kekuasaan Bani
Umayah. Abu al-Abbas mengadakan kerjasama dengan kaum Syi’ah. Pada tahun 750 M
pertempuran  terakhir antara pasukan Abbasiyah yang dipimpin oleh Abu Muslim al-
Khurasani dan pasukan Muawiyah terjadi di Irak. Tidak lama kemudian Damaskus jatuh
ke tangan kekuasaan Bani Abbas
DAFTAR PUSTAKA

https://sitimaemonah4.wordpress.com/2015/10/23/makalah-sejarah-peradaban-islam-pada-masa-
daulah-bani-umayah/
https://newilmuadministrasi.blogspot.com/2017/01/sejarah-peradaban-islam-tentang-dinasti.html
http://nuhudhiyyah.blogspot.com/2016/11/makalah-sejarah-perkembangan-islam-masa.html
https://tirto.id/sejarah-perkembangan-ilmu-pengetahuan-islam-dinasti-umayyah-gabR

Anda mungkin juga menyukai