Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

BANI UMAYYAH DI DAMASKUS

Disusun Oleh :

Aulia Maulanda
Farhan Fathurrahman
M. Muttawakil Amr
Salwa Azzahra Fitri
Siti Rahma

MADRASAH ALIYAH NEGERI 10

KOTA JAKARTA BARAT

2019
I. Keruntuhan Dinasti Umayyah di Damaskus

Sepeninggal Umar Ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid Ibn Abd

Malik (720-724M. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya,

Hisyam bin Abd Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru

dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal

dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali.

Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abd Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil.

Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkan. Setelah

Hisyam bin Abd Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang menjadi khalifah berikutnya

bukan hanya lemah dalam politik, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat

golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Marwan Ibn Muhammad, khalifah terakhir

Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh disana.

Kematian Marwan Ibn Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur

(Damaskus) yang digantikan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim.

Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur. Para Khalifah

pengganti Umar II selalu mengorbankan kepentingan umum untuk kesenangan pribadi.

Perselisihan diantara putera mahkota, serta antara pemimpin daerah merupakan sebab – sebab lain

yang menyebabkan kehancuran kekuasaan Bani Umayyah. Abu al Abbas mengadakan kerjasama

dengan Kaum Syiah. Pada tahun 750 M pertempuran terakhir antara pasukan Abbasiah yang

dipimpin Abu Muslim al – Khurasani dan pasukan Mu’awiyah terjadi di Irak. Yang mana waktu

itu kepemimpinan Bani Umayyah dipegang oleh Marwan II. Tidak lama kemudian Damaskus

jatuh ke tangan kekuasaan Bani Abbas.


Runtuhnya Bani Umayyah di Damaskus dimulai dari Khalifah Yazid II sampai khalifah Marwan

II. Disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

 Perselisihan antar putra mahkota.

 Permusuhan antar suku Arab yang dihidupkan lagi setelah kematian Yazid II.

 Beberapa Khalifah memanjakan diri dengan kemewahan.

 Beberapa Khalifah bersikap tidak adil terhadap warga negara sehingga menjadi kecewa dan

ingin dibebaskan diri dari mereka.

 Keadaan pertanian hancur dan perbandaharaan kosong.

 Para menteri yang diberi kepercayaan justru mementingkan permasalahan mereka sendiri dan

menyembunyikan segala permasalahan pemerintah.

 Gaji pasukan perang tidak dibayarkan.

 Para musuh meminta bantuan untuk menyerang/melawan meraka, tetapi mereka tidak mampu

menyerang serangan karena pembantu sangat sedikit.

 Penyembunyian berita-berita merupakan salah satu faktor dasar penyebab runtuhnya kerajaan.

Klarifikasi Dari Faktor – Faktor Penyebab Runtuhya Bani Umayyah Di Damaskus

Faktor-faktor itu antara lain adalah:

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan yang lebih menekankan aspek senioritas,

pengaturannya tidak jelas dan Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan

terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

2. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di

lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan
tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena

perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

3. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik

politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba') dan Khawarij

terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara

tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap

gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

4. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru

yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan

penuh dari Bani Hasyim dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani

Umayyah.

II. Tahap – Tahap Pemerintahan Bani Umayyah Damaskus

Dinasti Bani Umayyah dengan ibu kotanya di Damaskus berlangsung selama 91 tahun dan
diperintah oleh 14 khalifah, mereka adalah:

1. Muawiyah bin Abu Sufyan (40-60/660-680)


2. Yazid bin Muawiyah (60-64/680-684)
3. Muawiyah II (63-64/683-684)
4. Marwan bin al-Hakam (64-65/684-685)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86/685-705)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96/705-715)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99/715-717)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101/717-719)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105/720-7 24)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125/724-743)
11. Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126/743-743)
12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126/743-126/743)
13. Ibrahim bin al-Walid (127/744-127/744)
14. Marwan bin al-Hakam (127-132/744-750).

Setelah Muawiyah resmi memimpin Dinasti Bani Umayyah, ia memindahkan ibu kota ke
Damaskus. Pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium
baru dengan menggesernya dari pusat Arabia, yaitu Madinah yang mulanya merupakan pusat
agama dan politik pada masa khulafaurrasyidin kepada sebuah kota kosmopolitan Damaskus. Dari
kota inilah Dinasti Bani Umayyah memerintah umat Islam, memperluas wilayah kekuasaan Islam
dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat. Perubahan sistem pemerintahan dari
khilafah ke kerajaan, setidaknya ada pengaruh dari kekaisaran Romawi.

Telah disebutkan bahwa Dinasti Bani Umayyah dipimpin oleh 14 khalifah, dan dari ke 14
pemimpin tersebut, hanya beberapa saja yang dianggap mempunyai reputasi terhadap
perkembangan Dinasti Bani Umayyah. Mereka antara lain adalah Muawiyah bin Abu Sufyan,
Abdul Malik bin Marwan, Al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam,
selebihnya adalah para khalifah yang dianggap tidak banyak memberi kontribusi terhadap dinasti
ini. bahkan menjadi penyebab bagi kehancuran dinasti.

Sejarah Dinasti Bani Umayyah dibagi menjadi tiga periode;

1. Periode perintisan dan permulaan,


2. Periode pengembangan dan kejayaan,
3. Periode kemunduran dan kejatuhan.

Periode pertama dilakukan pemimpin pertama Dinasti Bani Umayyah yaitu Muawiyah dengan
konsolidasi internal dan menyingkirkan lawan-lawan politik. Muawiyah mengerti karakter suku-
suku Arab, karena itu dia memberi otonomi kepada para angota suku, dan hanya masalah yang dia
anggap krusial saja diambil pemerintah pusat.
a) Muawiyah bin Abu Sufyan

Muawiyah mengangkat panglima dan diplomat ulung yang memenangkan Muawiyah dalam
peristiwa tahkim dengan Khalifah Ali, Amr bin Ash sebagai Gubernur Mesir. Amr dianggap
mampu dan setia kepada Muawiyah. Ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan Amr di Mesir dan Afrika
Utara telah menghasilkan ganimah, yang sebagiaannya didistribusikan kepada suku-suku yang
terlibat perang, dan ini menambah senang para anggota suku karena dihargai. Amr pun berhasil
menyisihkan kelebihan ganimah sebanyak 600.000 dinar ke pemerintah pusat.

Muawiyah bukan saja peletak dasar Dinasti Bani Umayyah, tetapi juga menjadi penerus Umar bin
Khattab yang berhasil menaklukkan imperium Parsi dan Romawi. Dia memperluas wilayah
sampai ke Khurasan (42/662), Selat Bosphorus (48/668), Afrika, Sudan (50/670), Pulau Rhodes
(52 /672 ), Creta (54 I674), dan berusaha menaklukan ibu kota Romawi, Konstantinopel selama
tujuh tahun (54-60/674-680) sampai wafatnya. Dalam penaklukan tersebut turut serta para sahabat,
Abdullah ibn Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, dan Abu Ayyub al-Anshari. Usaha
penaklukan Konstantinopel telah membuat sahabat Abu Ayyub al-Anshari syahid dan jenazahnya
sekarang dimakamkan di Istanbul, Turki. (Hasan Ibrahim Hasan Vol 1, 2001: 228-229).

b) Yazid bin Muawiyah

Muawiyah wafat pada tahun 60/680. Ia mengangkat putranya, Yazid sebagai penggantinya.
Pengangkatan ini tidak sesuai dengan perjanjian antara Hasan dan Muawiyah, yang mengharuskan
pemilihan kekhalifahan dikembalikan kepada umat Islam. Tetapi Muawiyah mempunyai alasan
tersendiri, yaitu untuk menjaga persatuan umat Islam. Ibnu Khaldun mengemukakan: “Muawiyah
mengangkat putranya sebagai khalifah karena ingin menjaga keutuhan umat Islam. Ia juga
bermusyawarah minta persetujuan Dewan Tinggi (ahlul halli wal-aqdi) bentukannya. Waktu itu,
Dinasti Bani Umayyah tidak menyetujui nama lain selain Yazid. Hadirnya sahabat-sahabat
terkemuka dan diamnya mereka adalah bukti mereka tidak ada kecurigaan dan kebimbangan atas
diangkatnya Yazid.” Beberapa sahabat yang pada akhirnya menyetujui dan membaiat Yazid
adalah Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abu Bakar. Sedangkan Husain bin Ali dan Zubair
belum membaiatnya.

Husain dianggap sebagai pembangkang oleh Yazid, karena itu ia mengirim utusan kepada Husain
agar mau membaiat Yazid. Mendengar berita tersebut, Husain malah berkeinginan melawan
Yazid. Banyak sahabat yang sudah melarang dan menasihati Husain agar tidak melakukan hal-hal
yang bisa menyebabkan perang saudara. Abdullah bin Abbas meminta Husain tidak mempercayai
penduduk Irak karena mereka suka mengingkari janji. Ia minta agar Husain tetap tinggal di Hijaz,
dan menjadi pemimpin di Hijaz. Abdullah ibn Abbas meminta jika Husain tetap berkeinginan
pergi, maka hendaknya pergi ke Yaman, sebab penduduk Yaman sangat menghormati Ali. Tetapi
ia tetap berangkat dari Mekah menuju Kufah. Pada tanggal 10 Muharram (hari Asyura) 61/681,
Husain dibunuh di Karbala oleh Ubaidillah bin Ziyad yang membawa pasukan dari Irak. Peristiwa
ini kemudian disebut sebagai “Tragedi Karbala.”

c) Al-Walid bin Abdul Malik

Setelah Yazid wafat, beberapa khalifah Dinasti Bani Umayyah, seperti Muawiyah II, Marwan bin
al-Hakam, dan putranya Abdul Malik bin Marwan, tidak banyak membuat perubahan pada dinasti
ini. Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik (86-96/705-715), terjadi perluasan wilayah, seperti
Maroko dan Armenia. Kesuksesan Al-Walid sangat didukung oleh keberadaan beberapa panglima
perangnya yang cakap, Qutaybah ibn Muslim, Muhammad ibn al-Qasim dan Musa ibn Nushair.

Pada masa Abdul Malik (65-86/685-705), Qutaybah diangkat oleh Al-Hajjaj ibn Yusuf, (Gubernur
Khurasan) menjadi wakilnya pada tahun 86 H. Tidak lama kemudian, ia (Qutaybah) menyeberangi
Sungai Oxus, kemudian dapat menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand,
Transoxiana, dan perbatasan wilayah Cina. Di samping itu, Muhammad ibn Qasim diberi
kepercayaan oleh Al-Hajjaj untuk menundukkan India. Dia menuju ke Sind pada tahun 89/708,
mengepung pelabuhan Deibul di Muara Sungai Indus, Ibn Qasim bisa memperluas
kemenangannya di seluruh penjuru Sind, sehingga ia tiba di Maltan, pusat haji terkenal orang-
orang India di sebelah selatan Punjab.
Perluasan wilayah ke Barat di zaman Walid I dilakukan oleh Musa ibn Nushair yang berhasil
menyerang Aljazair dan Marokko. Setelah dapat menundukkannya, ia mengangkat Tariq ibn Ziyad
sebagai wakil untuk memerintah daerah itu. Didorong oleh kemenangan-kemenangan di Afrika
Utara dan karena timbulnya kerusuhan-kerusuhan perebutan kekuasaan dalam kerajaan Gotia
Barat di Spanyol, maka pada tahun 91/710 Musa pun mengirim Tarif ibn Malik melalui selat yang
kemudian dikenal dengan "Pelabuhan Tarifa" bersama 500 bala tentara, kebanyakan orang-orang
Barbar, menyerbu Spanyol. Tahun berikutnya Musa menugaskan Tariq ibn Ziyad dengan 7000
tentara mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan Gibraltar (Jabal Tariq). Kapal-
kapal untuk pendaratan itu dibeli dari Yulian, seorang bangsawan dari Ceuta. Kira-kira 100.000
tentara Spanyol di bawah pimpinan Roderick dapat dikalahkan setelah Tariq mendapat tambahan
pasukan Yang dikirim Musa menjadi 12.000 orang. Dengan demikian pintu untuk menguasai
Spanyol terbuka luas. Toledo, ibu kota Spanyol, jatuh ke tangan pasukan muslim. Demikian pula
kota-kota lain seperti Seville, Malaga, Elvira dan Cordoba. Cordoba kemudian menjadi ibu kota
Spanyol Islam yang dalam bahasa Arab disebut Al-Andalus.

Mendengar kemenangan Tariq di Spanyol, pada tahun 93/712, Musa membawa pasukan Barbar
dan Arab sebanyak 18.000 menuju Spanyol guna mengambil bagian dalam ekspedisi penaklukan
Spanyol. Setelah menaklukkan Carmona, Musa melanjutkan ekspansinya ke Barcelona di sebelah
timur, Narbone, Cadiz di sebelah tenggara dan Calica di sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk
melanjutkan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis, tetapi Musa tiba-tiba dipanggil Khalifah Al-
Walid I ke Damaskus. Serangan ke Perancis dilanjutkan oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tetapi gagal
karena dibunuh oleh pasukan Charles Martel. Setelah kegagalan al-Ghafiqi, perluasan wilayah ke
Barat turut berhenti pada tahun 732.

Tahun 732 menandai seratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Seratus tahun setelah
wafatnya Rasulullah, umat Islam menjadi penguasa wilayah yang jauh lebih besar dari kerajaan
Romawi pada masa keemasannya. Wilayah Islam membentang dari Andalusia (Spanyol) hingga
Indus dan perbatasan Cina, serta dari Laut Aral hingga Sungai Nil bagian bawah. Kalimat “Allahu
Akbar” berkumandang setiap hari lima kali sehari di ribuan menara yang tersebar di seluruh Eropa
Barat Daya, Afrika Utara, Asia Barat dan Tengah. Damaskus yang pernah didatangi Nabi
Muhammad saw. untuk berdagang, dan beliau sangat kagum melihatnya, kini menjadi ibu kota
kekuasaan Islam. Di tengah kota, yang dirancang seperti sebuah mutiara pada gelang batu emerald,
berdiri megah di istana Dinasti Umayyah, dan darinya bisa dilihat wilayah luas yang membentang
ke Barat Daya hingga Gunung Hermon, yang puncaknya diselimuti salju.

Nama istana Dinasti Bani Umayyah adalah Al-Khadhra' (yang hijau) dirancang sendiri oleh
Muawiyah. Istana ini berdiri berdampingan dengan Masjid Agung Umayyah di Damaskus, yang
dikemudian hari direnovasi dan dihiasi oleh Khalifah Al-Walid, hingga kini menjadi peninggalan
monumental dinasti ini, dan banyak dikunjungi para pecinta sejarah. Dalam ruang pertemuan
istana, terdapat kursi persegi empat, dihiasi bantal-bantal bermotif rumit, sebagai singgasana
khalifah. Di atas kursi itulah, khalifah duduk bersila ketika berlangsung acara-acara resmi
kenegaraan. Di sebelah kanannya, duduk berbaris saudara-saudara khalifah yang seayah, sesuai
dengan urutan senioritas mereka, dan di sebelah kirinya saudara-saudaranya seibu. Para tamu,
penyair, dan orang yang berperkara duduk di belakang. Pertemuan yang lebih formal diadakan di
Masjid Agung Umayyah.

Kemenangan yang diperoleh umat Islam, menjadikan orang-orang Islam bertempat tinggal di
daerah-daerah yang dikalahkan itu, dan karena mereka menerima harta rampasan perang, secara
tidak langsung juga menjadi tuan-tuan tanah di daerah taklukan tersebut. Prinsip keuangan negara
sama seperti apa yang dijalankan khulafaurrasyidin, yaitu penetapan pajak tanah (kharaj) dan pajak
perorangan (jizyah) untuk setiap individu penghuni daerah-daerah yang telah dikalahkan
merupakan pemasukan ekonomi bagi pemerintah Dinasti Bani Umayyah. Hal ini menyebabkan
lancarnya sistem penggajian dan memperlancar juga dakwah Islamiyah. Pada mulanya gaji hanya
diprioritaskan bagi orang-orang Arab saja, sedangkan orang-orang non Arab muslim diberi gaji
dan harta rampasan perang setelah beberapa lama menjadi tentara, itupun dalam jumlah yang
berbeda. Pembedaan antara orang-orang Arab dan nonArab di kemudian hari sangat membuat
orang Arab lemah, sehingga peran tentara kemudian banyak diambil oleh orang non Arab. (Siti
Maryam, ed, 2002: 73).

d) Umar bin Abdul Aziz

Kejayaan Dinasti Bani Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-
101/717-719). Beberapa sejarawan menyebutnya sebagai Umar II, dikenal sebagai pribadi yang
saleh, terpelajar, sangat menghargai ahlul bait, cinta ilmu pengetahuan. Setelah Umar II, para
penerus kekhalifahan lemah, akhirnya jatuh. Pada tahun 750, khalifah Dinasti Bani Umayyah
terakhir Marwan II berhasil ditangkap oleh pemimpin pasukan Abbasiyah, Abdullah bin Ali,
paman khalifah pertama Dinasti Abbasiyah Abu al-Abbas as-Saffah.

Khalifah terakhir Dinasti Bani Umayyah adalah Marwan ibn Muhammad ibn Marwan ibn al-
Hakam (Marwan II). Ia menolak membaiat saudaranya, Yazid ibn Walid, atau pengganti
sesudahnya, Ibrahim ibn Walid. Pada masa itu, terjadi banyak pergolakan baik di luar maupun di
internal kerajaan sendiri. Ia akhirnya harus menghadapi kenyataan pahit, siapnya Dinasti Bani
Abbasiyah untuk merebut kekuasaan dari Dinasti Bani Umayyah. Ia pun berhasil dibunuh pasukan
Dinasti Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/ 750 M.

Masjid Agung Umayyah di Damaskus, Suriah, merupakan salah satu peninggalan Dinasti
Umayyah terus bertahan hingga kini.
Seni rupa pada zaman Umayyah banyak dipengaruhi oleh kesenian Bizantium sebagai akibat
dipindahkannya pusat pemerintahan Islam dari Makkah ke Suriah.

Seni rupa ini banyak memperlihatkan ciri khas Kristen awal, yaitu bentuk-bentuk basilika dan
menara. Seperti terlihat di Masjid Umayyah yang awalnya adalah Gereja Johannes di Damaskus.
Interior masjid ini digarap seniman-seniman Yunani dari Konstantinopel.

Seni rupa yang berkembang pada zaman Daulah Bani Umayyah hanyalah seni ukir dan seni
pahat, sama halnya dengan zaman permulaan. Seni ukir yang berkembang pesat pada zaman itu
ialah penggunaan khat Arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran.

Yang terkenal dan maju ialah seni ukir di dinding tembok. Banyak Alquran, hadis Nabi SAW,
dan rangkuman syair yang dipahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid, istana, dan
gedung-gedung.

Salah satu masjid yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah adalah Masjid Kubah Batu
(Qubbat As-Sakhrah) di Yerusalem. Masjid yang didirikan pada zaman Khalifah Abdul Malik ini
ditujukan sebagai pengingat tempat naiknya Nabi Muhammad SAW ke langit pada peristiwa Isra
Mikraj.

Bangunan masjid peninggalan Dinasti Umayyah lainnya yang masih bisa kita saksikan hingga
hari ini adalah Masjid Al-Aqsa (saat renovasi) dan Masjid Agung Umayyah di Damaskus yang
dibangun pada masa Khalifah Al-Walid I.

Selain bangunan masjid, Dinasti Umayyah juga meninggalkan banyak istana dan benteng
pertahanan. Bangunan istana pada masa ini memiliki ciri tersendiri, yaitu bangunan di tengah-
tengah gurun pasir yang terasing walaupun kini banyak yang telah rusak. Contohnya adalah
Istana Kusair Amra.

Anda mungkin juga menyukai