Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah pemikiran Islam modern, sayyid Muhammad Rasyid
Ridha dikenal sebagai tokoh pembaharuan yang merupakan murid dari syekh
Muhammad Abduh, seorang tokoh pembaharu yang paling berhasil. Gagasan
pembaharuannya tidak hanya berpengaruh di negerinya sendiri, akan tetapi
juga di negeri-negeri Islam yang lain hingga ke Indonesia dan asia tenggara.
Namun, keberhasilan Muhammad Abduh tersebut tidak lepas dari
upaya kontribusi murid terdekatnya. Sebagai murid terdekat, Muhammad
Rasyid Ridha, tentu menjadi orang yang paling banyak mengetahui dan
paling akurat dalam menginformasikan, mengulas, memublikasikan, dan
menyebarluaskan pemikiran-pemikiran gurunya itu ke seluruh dunia Islam
tanpa mengenal lelah.
Untuk menyebarluaskan pemikiran dan ide pembaharuan dari gurunya
itu, Rasyid Ridha tidak hanya menulis dalam majalah al-Manar yang
diterbitkannya, tetapi juga menulis tafsir Al-Qur’an sebagaimana yang biasa
dilakukan tokoh mazhab dan aliran untuk memperkuat dan melegitimasi
pemikiran dan paham imam mereka. Karena itu, tafsir Al-Qur’an karya Rasyid
Ridha ini tidak hanya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, tapi juga menjadi
media dan corong pembaharuan yang digulirkan gurunya Muhammad
Abduh.1
Dalam pada itu, meski telah berupaya memublikasikan ide-ide
pembaharuan dan pemikiran-pemikiran gurunya, Muhammad Rasyid Ridha
juga berupaya menampilkan ide-ide dan pemikiran-pemikirannya, serta visi
dan misinya dalam memperbaiki kondisi umat Islam pada waktu itu, seperti;
bidang Pendidikan, bidang politik dan hukum, meskipun dalam pemikiran dan
gerakannya terdapat sedikit perbedaan dengan gurunya dalam menafsirkan
ayat-ayat antropomorfisme pada masalah-masalah teologi.
Perbedaan tersebut karena ia banyak dipengaruhi oleh ajaran Ibn
Taimiyah dan aliran Wahabiah. Oleh karena itu ide pembaharuan dan
pemikiran gurunya lebih bersikap liberal, sedangkan Rasyid Ridha sendiri

1
A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar, Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama, 2006. Hlm. 1-3

1
terikat pada aliran dan mazhab. Tetapi dalam garis besarnya Rasyid Ridha
mengikut ide pembaharuan gurunya.2
Dengan adanya ide-ide pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha di atas,
maka penulis merumuskan makalah ini dengan judul ”Mengenal Pemikiran
dan Gerakan Rasyid Ridha”.

B. Rumusan Masalah
Agar latar belakang di maksud dapat dilakukan secara mendalam dan
terarah, maka rumusan masalah ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat hidup (biografi) Muhammad Rasyid Ridha?
2. Bagaimana visi dan misi serta ide pemikiran Muhammad Rasyid
Ridha dalam dunia Islam?
3. Apa saja bentuk gerakan Muhammad Rasyid Ridha dalam
dunia Islam?

C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari rumusan makalah di atas adalah:
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Muhammad Rasyid Ridha.
2. Untuk mengetahui visi dan misi serta ide pemikiran Muhammad
Rasyid Ridha.
3. Untuk mengetahui bentuk gerakan Muhammad Rasyid Ridha.

BAB II

2
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press, 1984-1985. Cetakan II.
Hlm, 100

2
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Muhammad Rasyid Ridha


Sebelum mengenal pemikiran dan gerakan Rasyid Ridha, ada baiknya
jika dikemukakan terlebih dahulu riwayat hidup tokoh itu secara singkat. Dari
riwayat hidupnya itu akan dapat diketahui latar belakang pemikirannya.
Riwayat hidupnya yang akan dikemukakan itu meliputi kelahiran dan
pendidikannya, kondisi umat Islam pada masa Rasyid Ridha.
a) Kelahiran dan Pendidikan Rasyid Ridha
Rasyid Ridha atau lengkapnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha lahir
pada hari Rabu, 27 Jumadil Ula 1282 H atau 18 Oktober 1865 M di Qalamun,
sebuah Desa yang terletak di pantai laut tengah, sekitar tiga mil jauhnya di
sebelah kota Tripoli, Libanon. Saat itu Libanon merupakan bagian dari
wilayah kerajaan Turki Usmani.
Ayah dan Ibunya berasal dari keturunan al-Husany, putera Ali bin Abi
Thalib dengan Fatimah, itulah sebabnya Rasyid Ridha menyandang gelar al-
Sayyid di depan namanya dan sering menyebut tokoh-tokoh al-bayt dengan
sebutan jadduna (nenek moyang kami).
Setelah berusia tujuh tahun Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang
tuanya ke sebuah lembaga pendidikan dasar tradisional yang di sebut Kuttab
yang ada di desanya. Di lembaga itulah Rasyid Ridha mulai belajar
membaca, menghafal Al-Qur’an, menulis dan matematika.
Beberapa tahun kemudian Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di
Madrasah Ibtidaiyyah al-Rusydiyyah di Tripoli. Di Madrasah itu beliau belajar
ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, ilmu Tauhid, ilmu Fiqh, ilmu Buni, dan matematika,
namun, bahasa pengantar yang dipakai di Madrasah tersebut bukanlah
bahasa Arab, melainkan bahasa Turki. Hal itu tidak mengherankan, karena
Madrasah tersebut milik pemerintah Turki Usmani, yang tujuannya tersebut
adalah untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang akan menjadi
pengawai pemerintah Turki Usmani.
Oleh karena enggan menjadi Pegawai pemerintah Rasyid Ridha
keluar dari madrasah al-Rusydiyyah setelah kurang lebih satu tahun belajar.
Baru pada tahun1299 Rasyid Ridha memasuki Madrasah Wathaniyyah
Islamiyyah yang didirikan oleh Syekh Husany al-Jisr, seorang ulama besar
Libanon yang pemikirannya telah dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan

3
yang di gulirkan oleh al-Sayyid Jamal al-Din al-Afgani dan Syekh Muhammad
Abduh.3
Setelah Madrasah Wathaniyyah ditutup, karena pihak penguasa Turki
Usmani tidak dapat menerima sebagai sekolah agama, maka Rasyid Ridha
melanjutkan pelajarannya di Madrasah Diniyah. Akan tetapi Rasyid Ridha
tetap belajar pada Syekh al-Jisr, sampai memperoleh ijazah dari gurunya
pada tahun 1315 H /1897 M.
Adapun guru-gurunya seperti yang terdapat dalam table berikut:
Nama-nama Guru Rasyid Ridha Belajar
Syekh Abdulghani al-Rafi’i
Ilmu bahasa Arab, sastra dan tasawuf
Syekh Muhammad al-Qawagiji
Syekh Mahmud Nasyabah Ilmu Fiqh dan Hadits
Selama belajar di Tripoli tersebut, Rasyid Ridha mendapat
kesempatan menulis di beberapa harian dan majalah yang terbit di Tripoli
dengan bimbingan Syekh al-Jisr. Pengalamannya di bidang tulis menulis
itulah kelak yang mengantarkannya menjadi seorang penulis yang produktif
dan menjadi pemimpin redaksi majalah al-anar hingga akhir hayatnya.

b) Kondisi Umat Islam Pada Masa Rasyid Ridha


Kondisi umat Islam pada masa Rasyid Ridha dibagi menjadi tiga
golongan antara lain:
1. Golongan yang berpikiran jumud.
Mereka ini menganggap bahwa ilmu agama adalah ilmu yang
terdapat di dalam kitab-kitab yang telah disusun oleh para
pemuka mazhab dan aliran. Menurut mereka, siapa saja yang
tidak mengikuti salah satu dari mazhab itu, dianggap tidak lagi
berada di dalam Islam.
2. Golongan yang berkiblat kepada kebudayaan modern.
Menurut mereka, syariat Islam tidak cocok lagi diterapkan untuk
masa kini, karena itu, kalau ingin maju, umat Islam harus
mengikuti Eropa dalam segala hal, baik di bidang ilmu
pengetahuan, hukum, dan peraturan maupun moral.
3. Golongan yang menginginkan pembaharuan Islam
Golongan ini menyerukan kepada umat Islam agar kembali
kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, namun dengan penafsiran

3
Fadil Sj, Perang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Malang: UIN-Press, 2008, Hlm. 256

4
baru yang sesuai dengan kemajuan zaman, karena antara
Islam dan kebudayaan modern tidak terdapat pertentangan.
Kondisi yang dialami umat Islam pada masa Rasyid Ridha itu tentu
saja besar pengaruhnya terhadap pemikir yang hidup pada masa tersebut.
Pengaruh itu adakalanya berupa dorongan untuk memperkuat atau
melegitimasi keadaan yang sudah ada dan adakalanya pula berupa
dorongan untuk mengubah dan memperbaikinya sesuai dengan tuntutan
zaman.
Rasyid Ridha inilah salah seorang tokoh ulama dan pemikir dari
golongan ketiga yang terdorong untuk mengubah dan memperbaiki kondisi
umat Islam menjadi umat yang mampu melepaskan diri dari cengkeraman
kaum imperialis dan menjadi umat yang mampu bersaing dengan umat-umat
yang lain.4

B. Visi dan Misi Serta Ide Pemikiran Rasyid Ridha


1. Visi
Umat Islam harus menjadi umat yang merdeka dari belenggu
penjajahan dan menjadi umat yang maju sehingga dapat bersaing
dengan umat-umat lain dan bangsa-bangsa Barat di berbagai
bidang kehidupan, seperti; politik, ekonomi, sosial, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
Ide-ide pembaharuan yang selaras dengan visinya itu kemudian
diterapkannya di tempat kelahirannya. Namun, karena mendapat
tantangan dari penguasa setempat Rasyid Ridha berhijrah ke
Mesir dan bergabung dengan Muhammad Abduh dalam
memperjuangkan pembaharuan pada tahun 1315 H/1898 M.
Beberapa bulan setelah menetap di Mesir, Rasyid Ridha mulai
menerbitkan majalah al-Manar dengan persetujuan Muhammad
Abduh. Majalah itu dipersiapkan untuk menjadi media dan corong
bagi gerakan pembaharuan Islam dalam memajukan umat Islam
dan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan.
2. Misi
Sesuai dengan visinya di atas, maka misi yang dilaksanakan
Rasyid Ridha terlihat dengan jelas pada tujuan diterbitkannya
majalah al-Manar. Bahwa tujuan majalah tersebut antara lain
4
Ibid. Hlm, 26

5
melaksanakan pembaharuan di bidang agama, sosial, dan
ekonomi, menjelaskan bukti-bukti kebenaran Islam dan
keserasiannya dengan kemajuan zaman, meneruskan cita-cita al-
Urwah al-Wutsqa, memberantas bid’ah, khurafat, takhayul,
kepercayaan jabar dan fatalis, paham-paham yang keliru tentang
qadha’ dan qadar, praktik bid’ah atau sesat yang terdapat dalam
tarekat sufi, meningkatkan mutu pendidikan Islam, dan memacu
umat Islam agar dapat mengejar umat-umat lain dalam berbagai
bidang yang diperlukan untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan umat. 5
3. Ide pemikirannya
a) Bidang Agama
Agama Islam sendiri berisi ajaran yang mendorong umat Islam
agar bersifat dinamis, yang ajaran tersebut terkandung dalam
kata jihad, yang berarti berusaha keras dan bersungguh-
sungguh dalam mencurahkan segenap pikiran, kekuatan, dan
kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang mulia, dan
berani berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan
jiwa raga.
Menurut Rasyid Ridha salah satu sebab kemunduran umat
Islam adalah sudah membudayanya paham jabbariyah (fatalis),
dan tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang murni dan
untuk mengetahui Islam murni, orang harus kembali kepada Al-
Qur’an dan Al-hadits.6
Ia membedakan antara masalah peribadatan (yang
berhubungan dengan Allah SWT) dan masalah muamalah
(yang berhubungan dengan manusia). Adapun masalah yang
pertama menurut Ridha, telah tertuang dalam Alquran dan
hadits, yang ketentuannya harus dilaksanakan serta tidak
berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah dan
berkembang.
Sedangkan untuk hal kedua, dasar dan prinsipnya telah
diberikan, seperti keadilan, persamaan, dan hal lain. Namun,
pelaksanaan dasar-dasar itu diserahkan kepada manusia untuk

5
Ibid. Hlm, 34
6
Ibid. Hlm, 101

6
menentukan dengan potensi akal pikiran dan melihat situasi dan
kondisi yang dihadapi, sepanjang tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.
b) Bidang pendidikan
Bahwa ilmu pengetahuan modern tidak bertentangan dengan
Islam. Karena ilmu pengetahuan itu merupakan dasar bagi
kemajuan peradaban Barat. Sudah sepantasnya umat Islam di
seluruh dunia yang mendambakan kemajuan, siap
mempelajarinya, dengan cara tidak bertaklid dan berkiblat buta
kepada Barat dalam segala hal.7 Karena itu, ia setuju apabila
modernsasi diterapkan di negeri Muslim, tetapi tidak setuju
apabila yang dilakukan itu adalah westernisasi.
Menurutnya umat Islam mengalami kemunduran dan Barat
mengalami kemajuan, itu disebabkan umat Islam yang datang
kemudian telah mengabaikan ilmu pengetahuan modern.
Karena itu, jika umat Islam sekarang mempelajari ilmu
pengetahuan modern dari Barat, mereka sebenarnya
mempelajari kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki.
Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam akan maju jika
menguasai bidang ini. Oleh karenanya, dia banyak mengimbau
dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya
bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan.
Dalam bidang ini, Ridha pun berupaya memajukan ide
pengembangan kurikulum dengan muatan ilmu agama dan
umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan
sekolah di Kairo pada tahun 1912 yang diberi nama Madrasah
Ad-Da’wah wa Al-Irsyad.
c) Bidang politik
Jika umat Islam ingin maju, mereka harus mewujudkan
persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam. Persatuan dan
kesatuan yang didasarkan pada keyakinan, bukan persatuan
dan kesatuan yang hanya didasarkan pada bahasa dan etnis.
Umat Islam harus bersatu di bawah satu keyakinan, satu sistem
moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk kepada satu sistem
undang-undang dan hukum. Umat Islam harus bersatu,
7
Ibid. Hlm, 100

7
memiliki, dan menguasai pemerintahan dalam bentuk khilafah
dengan dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan yang
disebut khalifah yang tidak bersifat absolut dan selalu dikontrol
oleh badan legislatif.8
Menurutnya kemunduran umat Islam di bidang ini karena
perpecahan yang terjadi di antara mereka.
Ridha tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
Islam). Sebab, Ridha banyak melihat penyebab kemunduran
Islam antara lain karena perpecahan yang terjadi di kalangan
mereka sendiri.Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu
kembali dibawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem
pendidikan, dan tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu
kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang
diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara
dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-
khulafa ar-Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan organisasi
Al-jami’ah al-Islamiyah (Persatuan Umat Islam) dibawah
naungan khalifah.
d) Bidang hukum
Menurut Rasyid Ridha Islam itu sederhana, baik dalam masalah
ibadah maupun dalam masalah muamalah. Ibadah kelihatan
ruwet, karena hal-hal yang sunah dan tidak wajib dijadikan hal-
hal yang wajib. Demikian pula masalah muamalah, Islam hanya
menetapkan dasar-dasarnya, seperti persamaan, keadilan , dan
syura untuk pemerintahan. Rincian dan pelaksanaan dari dasar-
dasar itu diserahkan kepada umat untuk menentukannya.
Hukum-hukum Fiqh yang berkenaan dengan kemasyarakatan,
meski didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah, tidak boleh
dianggap absolut dan tidak dapat diubah. Hukum-hukum itu
ditetapkan sesuai dengan suasana tempat dan zaman ia
tetapkan.

C. Gerakan Pembaharuan Muhammad Rasyid Ridha.


Dalam menyebarkan ide-idenya itu, Rasyid Ridha tidak hanya
berjuang melalui tulisan-tulisannya di majalah al-Manar, tafsir al-Manar, dan

8
Ibid. Hlm, 257

8
lainnya. Tetapi juga melalui pendidikan, dakwah, dan politik praktis. Untuk
aktivitasnya di tiga bidang ini, ia sempat delapan kali ke luar negeri dan
sempat mendirikan sebauh Madrasah al-Irsyad wa al-Da’wah, sebuah
lembaga pendidikan Islam yang bertujuan melahirkan kader-kader juru
dakwah yang tangguh.
Dalam kiprahnya melakukan pembaharuan di kalangan umat Islam,
Rasyid Ridha telah berhasil melahirkan sebuah kelompok yang disebut
kelompok al-Manar dan kelompok ini telah berjasa dalam memerangi taklid,
bid’ah, dan khurafat, mengembalikan semua umat Islam kepada agama
mereka, dan menjadikan agama tersebut sebagai akidah dan jalan hidup
mereka.9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rasyid Ridha atau lengkapnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha lahir
pada hari Rabu, 27 Jumadil Ula 1282 H atau 18 Oktober 1865 M di

9
Ibid. Hlm, 38

9
Qalamun, sebuah Desa yang terletak di pantai laut tengah, sekitar tiga
mil jauhnya di sebelah kota Tripoli, Libanon.
2. Kondisi umat Islam pada masa Rasyid Ridha dibagi menjadi tiga
golongan antara lain: Golongan yang berpikiran jumud, Golongan yang
berkiblat kepada kebudayaan modern, dan Golongan yang
menginginkan pembaharuan Islam.
3. Visi dan misi dari Rasyid Ridha ini bertujuan melaksanakan
pembaharuan di bidang agama, sosial, dan ekonomi, menjelaskan
bukti-bukti kebenaran Islam dan keserasiannya dengan kemajuan
zaman, meningkatkan mutu pendidikan Islam, dan memacu umat
Islam agar dapat mengejar umat-umat lain dalam berbagai bidang
yang diperlukan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan umat.
4. Sedangkan ide-ide pemikiran Rasyid Ridha dalam dunia Islam antara
lain: pemikiran dibidang Agama, politik, dan hukum.
5. Dalam kiprahnya melakukan pembaharuan di kalangan umat Islam,
Rasyid Ridha telah berhasil melahirkan sebuah kelompok yang disebut
kelompok al-Manar dan kelompok ini telah berjasa dalam memerangi
taklid, bid’ah, dan khurafat, mengembalikan semua umat Islam kepada
agama mereka, dan menjadikan agama tersebut sebagai akidah dan
jalan hidup mereka.

DAFTAR RUJUKAN

A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-


Manar, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-
Press, 1984-1985

10
Fadil Sj, Perang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Malang:
UIN-Press, 2008

11

Anda mungkin juga menyukai