Anda di halaman 1dari 12

Makalah

MENGENAL SHAHIH BUKHORI DAN HUBUNGAN IMAM BUKHORI DENGAN

IMAM MUSLIM

Dosen Pengampu:

Ridwan Nurrohman, M.Ag.

Oleh :

Muhammad Fimansyah

Prodi : Ilmu Hadits (1B )

PROGRAM STUDI ILMU HADTS

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM

GARUT

1442 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kenikmatan kepada penulis,
diantaranya nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat sehat yang masih dapat dirasakan
penulis sampai saat ini. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi gelapnya kehidupan oleh
petunjuk agama Islam.

Hanya kepada Allah swt penulis panjatkan syukur, yang masih memberikan
kesehatan, akal pikiran, dan kemampuan belajar. Sehingga penulis mampu
menyelesaikan karya tulis yang berjudul MENGENAL SHAHIH BUKHORI, DAN
HUBUNGAN IMAM BUKHORI DENGAN IMAM MUSLIM ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari al-
ustadz Ridwan Nurrohman pada mata kuliah Hadits1 di Sekolah Tinggi Agama Islam
Persatuan Islam Garut.

Selain itu, penulis berharap makalah ini juga dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya untuk menambah wawasan kita tentang Imam Bukhori,
keistimewaan beliau, dan juga hubungan beliau dengan Imam Muslim.

Saya mengucapkan terima kasih kepada al-ustadz Ridwan Nurrohman selaku dosen
mata kuliah Hadits1 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, Oktober 2020

Muhammad Firmansyah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................


B. Rumusan Masalah..................................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................

A. Biografi Imam Bukhori (Wafat 256 H/870 M)......................................................

B. Metodologi Pengambilan Hadist............................................................................


C. Relasi Antara Imam Bukhory dan Imam Muslim..................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kitab-kitab Hadis dalam bentuk subjek-subjek khusus atau minat tertentu telah
muncul sejak abad pertama Hijrah. Kodifikasi-kodifikasi yang muncul berbeda-beda,
baik secara kuantitas dan kualitasnya, sesuai dengan kapasitas masing-masing
penyusunannya. Bahkan banyak pula karya-karya yang muncul pada paruh pertama
abad kedua Hijrah.

Pada akhir abad kedua sampai abad keempat Hijrah perubahan terjadi dengan
munculnya kitab-kitab Hadits yang hanya memuat Hadits Nabi dengan pengaturan
sistematika tertentu. Pada periode inilah munculnya kitab-kitab Hadis yang dikenal
dengan “Kutub al-Sittah”, yakni :

a. Ṡȃhih Al-Bukhari karya Imam Al-Bukhari (w.256H/870M)

b. Sahih Muslim karya Imam Muslim (w.261H/875M)

c. Sunan Abu Dawud karya Imam Abu Dawud (w.275H/888M),

d. Sunan at-Tirmizi karya Imam at-Tirmizi (w.279H/ 875M)

e. Sunan Ibn Majah karya Imam Ibn Majah (w.283H/896M) dan

f. Sunan al-Nasa’i karya Imam al-Nasa’i (w.303H/915M).

Abad ketiga hijriyah dinyatakan sebagai masa pemurnian dan penyempurnaan


penulisan kitab-kitab hadis. Periode ini berlangsung sejak masa pemerintahan
Khalifah al-Makmun (198-218 H) sampai kepada awal pemerintahan Khalifah al-
Muqtadir (295-320 H) dari Dinasti Abbasiyah. Pada periode ini para Ulama Hadis
memusatkan perhatian mereka kepada pemeliharaan keberadaan dan terutama
kemurnian Hadis-hadis Nabi s.a.w. hal tersebut mereka lakukan, selain sebagai
pemeliharaan terhadap Hadis Nabi, juga dalam rangka antisipasi terhadap kegiatan
pemalsuan Hadis yang semakin marak pada masa itu.

Diantara kegiatan yang dilakukan oleh para Ulama Hadis dalam rangka pemeliharaan
kemurnian Hadis Nabi s.a.w pada masa ini adalah: perlawatan ke daerah-daerah,
pengklasifikasian Hadis kepada Marfu, Mawquf dan Maqthu’, serta penyeleksian
kualitas hadis dan pengklasifikasiannya kepada Shahih, Hasan, dan Daíf.

Dari pemaparan di atas di antara yangvakan di bahas dalam makalah ini adalah
mengenai kitab shahih bukory, berkaitan dengan biografi pengarangnya,
metodologinya , dan relasi Imam Bukhori dan Imam Muslim.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah dalam makalah ini yang di terangkan oleh penulis
adalah sebagai berikut :

1. Siapakah Imam Bulhori ?

2. Bagaimana metode yang di pakai imam Bukhori dalam pengkodifikasian


hadist ?

3. Bagaimana relasi Imam Bukhori dan Imam Muslim ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini, penulis rumuskan dalam dua kategori, yakni
tujuan umum dan tujuan khusus:

1. Tujuan Umum

Sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Hadit1 di Sekolah


Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Garut

2. Tujuan khusus

1. Mengetahui Imam Bukhori

2. Mengetahui metode yang di pakai Imam bukhori

3. Mengetahui relasi antara Imam Bukhori dan Imam Muslim

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Bukhori (Wafat 256 H/870 M)

Imam Bukhori yang terkenal beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail
bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzibah al - Jafi Al bukhory. Ia lahir pada tahun 13
syawwal 194 H

Ayahnya Syaikh Ismail terkenal dengan panggilan Abu Hasan adalah seorang ulama
hadis yang masyhur di Bukhara yang pernah menjadi murid Imam Malik –Imam
Darul HIijrah-. Ia juga salah satu sahabat dari Hammad bin Ziyad dan Ibnu Mubarak,
tabi’in masyhur dan diterima riwayatnya di kalangan ulama hadis. Melihat
pertemanan ayahnya ini, kita bias melihat bahwa al-BUkhari dibesarkan di dalam
sebuah lingkungan keluarga yang Agamis dan dipenuhi semangat keilmuan. Imam
Ibnu Hibban mencantumkan biografi Syaikh Ismail dalam kitabnya Al-Tsiqat.

Silsilah keluarganya dimulai dari ayah buyutnya, Bardizbah atau Badzduzbah, yang
berasal dari Persia dan hingga meninggal tetap menganut agama majusi. Tetapi
cahaya Allah mulai menerangi keluarga ini saat ayah dari kakeknya Al-Mughirah
menyatakan kesilamannya di sepan gurunya, Yaman al-Ju’fi, Hakim serta mufti
Buhkara saat itu. Menurut kebiasaan, seorang suku atau kabilah, secara tidak langsung
ia harus menisbahkan silsilah keluarganya kepada seseorang atau kabilah tersebut.
Maka nama Al-Ju’fi tidak bias dihilangkan dari silsilah keluarga Imam Bukhari.
Demikian dalam Islam, hal ini dikenal dengan istilah “wala”.

Selain ayahnya dikenal sebagai seorang berilmu, juga sebagai ahli


wara’(menghindarkan diri dari hal-hal yang bersifat syubhat atau tidak jelas mengenai
halal ataupun haramnya) dan menjaga ketaqwaan. Dikisahkan sebelum ajal
menjemputnya, ia pernah mengatakan bahwa harta yang dimilikinya tidak ada
sedikitpun yang berbau syubhat apalagi haram.

Tapi sayangnya, ayahnya meninggal sewaktu Imam al-BUkahri belum beranjak


dewasa. Al-Bukhari dan adiknya termasuk beruntung karena ayahnya meninggalkan
harta warisan yang cukup untuk kehidupan yang selanjutnya. Ibundanyalah yang
akhirnya bertanggungjawab sebagai kepala keluarga. Tentang Ibunya, IBnu Hajar
mengatkan, ibunda Imam al-Bukhari adalah seorang ahli ibadah (efeksionis) yang
tekun hingga sebagian besar riwayat menjelaskan banyak terdapat karamah atau
kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Salah satunya adalah riwayat
yang menceritakan sewaktu Imam al-Bukhari kecilm pernah mengalami kehilangan
penglihatan atau buta. Dokter yang paling ahli pun tidak bias menyembuhkan hingga
suatu malam ibunya bermimpi bertemu dengan nabi Ibrahim yang berkata padanya,
“Wahai ibu, disebabkan oleh banyak doa dan tangismu, Allah akan mengembalikan
penglihatan anakmu”. Selain itu, ketika shalat malam, Sang ibu tak lupa untuk
memanjatkan doa untuk kesembuhan anaknya. Maka sewaktu paginya penglihatan
Imam al-Bukhari kembali seperti semula.
Sejak ayahnya meninggal, pendidikan dan pertumbuhan Imam al-Bukhari sepenuhnya
dibawah bimbingan ibunya. Segera ia dimasukkan ke surau (kuttab) untuk
mempelajari berbagai macam ilmu keislaman dan terutama untuk mengahafal
Alquran sebagaimana kebiasaan anak-anak kecil waktu itu. Disanalah ia mulai
mengenal Hadis Nabi. Abu Hatim al-Warraq, seorang murid dan sekretarisnya
mengatakan bahwa Imam al-Bukhari mengaku mulai mengenal hadis semasa surau ini
dan umurnya waktu itu sekitar sepuluh tahun, sekitar 204 atau 205 H. Suatu fase
dimana menurut ulama hadis seorang dibolehkan untuk mempelajari hadis Nabi
sekaligus meriwayatkannya. Terlepas dari perselisihan akan ulama yang melarangnya.

Bukhari mulai mempelajari hadis ketika usianya kurang dari sepuluh tahun . Beliau
melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Bagdad, Bashrah, Kuffah,
Makkah, Mesir, dan Syam. Meskipun usianya sangat muda, Bukhari memiliki
kecerdasan dan kemampuan menghafal yang luar biasa. Muhammad ibn Abi Hatim
menyatakan bahwa ia pernah mendengar Bukhari menceritakan bahwa dia dapat
ilham untuk mampu menghafal hadis. Ketika ditanya sejak usia berapa dia mendapat
ilham tersebut, Bukhari menjawab sejak usia sepuluh tahun atau bahkan kurang.

Kecerdasan Imam al-Bukhari tanda-tanda awal seorang ulama besar dalam diri al-
Bukhari mulai bersinar. Suatu hari di sebuah majelis ilmu dimana Allamah ad-
dakhili,sseorang ulama hadis di Bukhara mengajarkan hadis, al-Bukhari pun asyik
mendengarkan dan tekun mengikuti majelis tersebut hingga ketika Allamah ad-
Dakhili menyebutkan sebuah sanad hadis, Sufyan dari Abu Zubair dari Ibrahim, “Al-
Bukhari berkata, “bahwa Abu Zubair tidak pernah meriwayatkan dari Ibrahim. Sang
guru pun gelisah daterkejut. Tapi Al-Bukhari dengan tenang berakata,”Cobalah anda
teliti sanad aslinya”. Setelah ia meneliti sanad aslinya Al-Bukhari lah yang benar.
Kata Sang guru, “Coba jelaskan sanad tadi menurutmu”. Yang benar adalah Zubair,
yaitu Zubair bin ‘Adi bukan Abu Zubair dari Ibrahim. Ketika Imam al-Bukhari
menceritakan kisah ini, seorang bertanya,”unur berapa engkau saat itu?”Jawabnya,
“sebelas tahun”.

Dari sini terlihat Imam al-Bukhari telah awal sekali bergelut dan mencintai hadis.
Tidak hanya berhenti disitu saja, ia juga mampu membedakan dan menghukumi
manakah hadis yang sahih dari yang tidak, memeriksa dengan teliti sebuah jalur
periwayatan, menyebutkan biografi para rawi dari berbagai segi terutama yang
berkaitan dengan syarat-syarat diterimanya riwayat mereka, membandingkan berbagai
jalur periwayatan, juga menyimpulkan masalah-masalah yang terkandung dalam
sebuah matan hadis.

Selain Allamah ad-Dakhili, gutu-guru awalnya di Bukhara antara lain Muhammad bin
Salam al-Baikandi, Abdullah Muhammad bin al-Musnadi, dan Ibrahim bin Asy’ab.
Bersama para ulama ini, keilmuwan Imam al-Bukhari mengalami peningkatan
sekaligus dating pula pengakuan dari para ulama dan teman sejawatnya akan keluasan
pengetahuan hadisnya. Kadang mereka merasa minder dan khawatir jika dalam hal
periwayatan suatu hadis dating teguran pembenaran dari Imam al-Bukhari. Tak jarang
teman-teman sejawatnya meminta dirinya untuk menguji hafalan hadis dan
membenarkan kesalahan dalam sebuah periwayatan. Ahkan gurunya sendiri,
Muhammad bin Salam Al-Bukandi juga merasakan hal yang demikian. “Setiap kali
Muhammad bin Ismail mengahadiri majleisku, pikiranku terasa tidak berkonsentrasi
dan senantiasa khawatir jika dia banyak membenarkan penyampaian riwayat dariku”.

Sebelum kepergiannya keluar Bukhara untuk mencari ilmu, Salim bin Mujahid
menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu hajar al-Asqalani : “Ketika
aku di rumah Muhammad salam al-Baikandi, ia berkata padaku, cobalah carikan aku
seorang anak kecil yang ke dengar telah menghafal 70.000 hadis”. Segera aku
mencari anak kecil tersebut. Aku menemuinya dan kukatakan, “Apa benar engkau
mengahafl 70.000 hadis? “Jawab Imam al-Bukhari, “Benar , bahkan lebih dari itu.
Aku tidak akan menyebutkan riwayat hadis dari seorang sahabat atau tabi’in kecuali
telah kuketahui asal sanad tersebut dan mengafalnya sebagaimana aku menghafal
Alquran dan Sunnah Rasul-Nya.”Dalam riwayat lain diceritakan bahwa ia
mengatakan,”Aku hafal hadis di luar kepala sebanyak seratus ribu hadis sahih dan dua
ratus ribu hadis lain yang tidak sahih.

Muhammad bin Salam al-Baikandi berkata pada Imam al-Bukhari “wahai al-Bukhari,
sebelum engkau pergi meninggalkan Bukhara, tolong engkau periksa kitabku, apakah
ada banyak kesalahan di dalamnya?”Seorang sahabatnya lalu bertanya,”apa kelebihan
dari pemuda ini hingga engkau adalah yang termahir dalam bidang hadis di Bukhara
ini?,”Al-Baikandi menjawab, “Pemuda ini tiada duanya”. Al-Bukhari pun segera
memeriksa kitab gurunya itu lalu memulai perjalanannya. Ternyata tugas yang
diberikan tersebut menjadi pertemuan terakhir sebelum gurunya meninggal dunia saat
Al-Bukhari sedang dalam perjalanan mencari ilmunya.

Dan pada saat beliau berusia mencapai enam puluh dua tahun, beliau wafat pada
malam Idul Fitri tahun 256 H atau pada tanggal 31 agustus 870 M. Sebelum wafat,
beliau berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan sorban.
Jenazah beliau dikuburkan setelah zuhur di Khartank, nama sebuah desa di
Samarkand.

B. Metodologi Pengambilan Hadist

Dalam pengambilan hadist Imam Bukhori memakai metodologi yang sangat di siplin,
baik dari sisi sanad nya , matan nya dsb. Dan yang paling menonjol dalam metodologi
pengambilan hadist beliau mendatangi para musnid nya. Dengan begitu di antara
persyaratan yang beliau kemukakan untuk hadist sahih di antaranya :

1. Perawi harus ‘adil, dhabith, tsiqah, tidak mudallis (berdusta)

2. Sanadnya bersambung (Muttashil), tidak mursal, munqathi’, atau

mu’dhal.

3. Matan hadits tidak janggal dan tidak cacat.


Berkenaan dengan syarat ittishal yang ditetapkan Bukhari, al- Husaini,
mengutip keterangan Ibn Hajar, menjelaskan bahwa maksud dari ittishal
adalah bahwa seorang perawi tidak saja harus sezaman (mu’asharah) dengan
marwi ‘anhu (orang yang diriwayatkan haditsnya oleh

perawi), tetapi harus juga bertemu (liqa’) meskipun hanya sekali. Oleh

karena itu, maka ulama mengatakan bahwa Bukhari memiliki dua syarat;
syarat mu’asharah dan syarat liqa’.

Di samping beberapa syarat di atas, Bukhari juga menetapkan

kriteria tingkat perawi (thabaqat al-Ruwat) dalam haditsnya. Hammam


Abdurrahim menjelaskan thabaqat al-Ruwat menurut Bukhari sebagai
Berikut .

1. Tingkatan pertama adalah para perawi yang terkenal ‘adil, dhabith,

dan lama bersama gurunya.

2. Tingkatan kedua adalah para perawi yang terkenal ‘adil, dhabith,

tetapi sebentar bersama gurunya.

3. Tingkatan ketiga adalah para perawi yang lama bersama gurunya,

tetapi kurang kedhabithannya.

4. Tingkatan Keempat adalah para perawi yang sebentar bersama gurunya dan
kurang kedhabithannya.

5. Tingkatan kelima adalah para perawi yang terdapat cacat atau cela pada
dirinya.

Dari kelima tingkatan perawi (Thabaqat al-Ruwat) di atas, Bukhari mengambil


tingkatan pertama dari para perawi hadits untuk diambil hadits darinya. Dengan
demikian baik syarat (syuruth al-Shihhah) hadits maupun tingkatan perawinya
Bukhari tampaknya selalu mengambil kriteria yang tertinggi.

Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahawa imam bukhori sangat di siplin dalam
penelitian hadist dengan sangat baik dengan mengeluarkan kriteria syarat syarat
musnid dengan thabaqah - thabaqah tertentu.
C. Relasi Antara Imam Bukhory dan Imam Muslim

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim biasa disebut dengan Ash Shahihain. Kadua
tokoh hadis ini biasa disebut Asy Syaikhani atau Asy Syaikhaini, yang berarti dua
orang tua yang maksudnya dua tokoh ulama ahli hadis. Imam Al-Ghazali dalam kitab
Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti mereka berdua
meriwayatkannya. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas
Shahih Muslim, antara lain, karena al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya
dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadis mu'an'an; agar
dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup
dengan "kemungkinan" bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.

Al-Bukhari mentakhrij hadis yang diterima para perawi tsiqqat derajat utama dari segi
hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadis dari rawi derajat
berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat
kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur
Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.

Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan -


sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam
menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan
berbagai sumber pada masa kehidupan guru-gurunya. Ia juga tidak membuat
kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah
alasan lainnya.

Namun prinsipnya, tidak semua hadis Bukhari lebih shahih ketimbang hadis Muslim
dan sebaliknya. Hanya pada umumnya kesahihan hadis riwayat Bukhari itu lebih
tinggi daripada kesahihan hadis dalam Shahih Muslim.

Bab III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kitab shahih bukhory adalah kitab yang di susun langsung oleh imam
bukhory dan bisa juga di sebut kitab musnad shahih bukhory dengan
penelitian dan pengumpulan hadist memakai di siplin ilmu menurut ulumul
hadist yang beliau pelajari dan diantara metode yang beliau pakai adalah ;
memberikan syarat yang ketat kepada penyampai hadist, mendatangi
penyampai hadist, pengelompokan bab perbab dalam kitab nya.

Relasi imam bukhory dan muslim adalah dua muhaddist yang terkenal saling
memberikan kontribusi kepada ummat agar lebih mempelajari dan
mengamalkan hadist hadist yang di anggap shahih dan maqbul, dan kedua
muhaddist tersebut sering di kenal dengan nama riwayat hadist nya mutafaqun
'alaihi dan mereka di sebut juga As Syaikhani.

A. Saran

Saya berharap kepada para pembaca agar lebih meneliti dan lebih menjelaskan
apa yang kurang dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon. (2008). Ulumul Hadits. Jakarta: Amzam.


Husein Bahreisj. Himpunan Hadis Shahih Muslim. Surabaya: Al-Ikhlas.
Khon. Ulumul Hadits.
M.Sholahudin, Agus Supyadi. (2011). Ulumul Hadis. Bandung: Daftar Pustaka.

Muhsin, Masrukhan. Metode Imam Bukhori Dalam jami' As Sahih. JURNAL HADIST . Des
2006

Sasongko, Agung . Mengenal Imam Bukhori. REPUBLIKA.CO.ID. 2014

Al-Asqalani , Ibnu Hajar .Muqaddimah Fath Al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari.1424/2004


M.Cairo: Dar al-Hadis

Anda mungkin juga menyukai