Pemikiran Islam
Oleh: Admin Blog on 02.21 / comment : 0
MUHAMMAD Abduh adalah murid setia Jamaluddin al-Afghani yang menjadi penerus
perjuangannya dalam mengobarkan semangat pembaharuan pemikiran Islam.
Namun, berbeda dengan gurunya yang revolusioner dan menempuh pendekatan politik,
Abduh adalah seorang "moderat" dan lebih banyak memusatkan perhatian pada bidang
pendidikan dan pendekatan kultural ketimbang kegiatan politis.
Suatu ketika, ia mengajak gurunya untuk meninggalkan perjuangan politik formil dan
memusatkan pada pendidikan. Ajakan itu ditolak Al-Afghani dengan mengatakan: "Saudara
nampaknya ingin mundur ke belakang."
Abduh dilahirkan tahun 1945 (versi lain mengatakan tahun 1849) dari keluarga petani di Desa
Mahillah, Mesir Hilir. Ayahnya, Abduh Ibnu Hasan Khairullah, berasal dari Turki yang telah
lama menetap di Mesir. Ibunya berasal dari bangsa Arab yang konon silsilah keturunannya
sampai kepada Umar bin Khattab.
Abduh diajar mengaji Al-Quran oleh orangtuanya. Sedangkan pelajaran baca-tulis
didapatkannya secara privat dari seorang guru yang didatangkan ayahnya. Pada usia 10 tahun,
ia dikirim ayahnya pada seorang Hafidz al-Quran. Dua tahun kemudian (dalam usia ke-12
tahun), ia telah dapat menghapal al-Quran dengan baik.
Ayahnya kemudian mengirim Abduh ke Thantha untuk belajar di sebuah sekolah agama.
Namun, sistem menghapal yang diterapkan di sana membuatnya tidak bisa bertahan karena
merasa tidak mengerti apa-apa. Ia pun pulang kampung dan berniat hendak menjadi petani.
Namun, niat itu tidak kesampaian. Ayahnya tetap memaksa agar ia meneruskan belajar di
Thantha. Akhirnya, ia terpaksa pergi, bukan ke Thantha, tapi ke rumah paman ayahnya
bernama Syeikh Darwisy Khadr untuk sembunyi. Darwisy kemudian mendidik Abduh untuk
belajar mencintai ilmu dan buku. Didikan Darwisy berhasil, Abduh akhirnya mau
meneruskan studi di Thantha.
TAHUN 1886 Abduh meneruskan studi ke Universitas Al-Azhar Kairo. Dan, dalam tahun
1872, ketika berusia 23 tahun, ia bertemu dengan al-Afghani yang berada di Mesir karena
diusir pemerintah Afghanistan.
Sejak itu, ia menjadi murid setia al-Afghani dan sering datang ke rumah gurunya itu untuk
mendengar ajaran tentang tata negara, filsafat, dan perjuangan menentang kolonialisme
Barat.
Lewat al-Afghani, ia pun berkenalan dengan karya-karya penulis Barat dan berbagai masalah
sosial-politik. Al-Afghani juga meyakinkan muridnya itu akan pentingnya jurnalistik.
Setelah lulus dari Al-Azhar (1877) dan menyabet gelar kesarjanaan Alim, Abduh diangkat
menjadi dosen Al-Azhar, juga mengajar di Universitas Darul Ulum (1879). Namun,
kemudian ia dipecat dari jabatannya sebagai dosen oleh pemerintah dengan alasan yang tidak
jelas.
Setahun kemudian, setelah terjadi pergantian pemerintahan, ia diangkat menjadi pemimpin
redaksi sebuah majalah resmi pemerintah.
Dengan tuduhan terlibat dalam aksi pemberontakan Urabi Pasha, tahun 1882 Abduh diusir
pemerintah dan pergi ke Libanon. Di analah ia mendapat undangan dari al-Afghani untuk
bergabung dengan gurunya itu di Prancis.
Di Paris, guru dan murid itu kemudian membentuk organisasi Al-Urwatul Wutsqa dan
menerbitkan majalah dengan nama yang sama.
Dari Paris Abduh kembali ke Libanon setelah beberapa bulan singgah di Tunisia. Dan, setelah
tiga tahun di Libanon, ia dibolehkan kembali ke Mesir atas jasa kawan-kawannya. Bahkan,
tahun 1889 ia diangkat menjadi hakim agama, penasihat Mahkamah Banding (1891), dan
Mufti Besar Mesir (1899) hingga akhir hayatnya tahun 1905.
DALAM melancarkan gerakan pembaharuannya, Abduh --bersama seorang pengikutnya
Muhammad Rasyid Ridha-- menerbitkan Majalah Al-Manar. Majalah itulah yang menjadi
corong gerakan pembaharuan Islam Abduh dan muridnya (Ridha).
Salah satu tujuan pokok gerakan pembaharuan Muhammad Abduh adalah memberantas
taklid, bid'ah, dan kejumudan, yang dipandang sebagai sebab kemunduran umat Islam, dan
menekankan keharusan melakukan ijtihad untuk melakukan interpretasi baru terhadap alQuran dan al-Hadits khususnya tentang soal-soal kemasyarakatan yang digariskan oleh Allah
pada tataran prinsip-prinsip umum tanpa perincian.
Satu hal yang menjadi keyakinannya adalah bahwa perbaikan kehidupan sosial umat
hendaklah dimulai dari individu. Hal itu berdasar atas QS 13:11 yang menyatakan, Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri.
Utuk melakukan reformasi dan pembaharuan politik sekaligus membebaskan dunia Islam dari
penjajahan dan dominasi Barat, Abduh berpendirian bahwa hal itu akan tercapai dengan baik
melalui evolusi dan usaha-usaha bertahap; dan untuk menjamin bahwa pembaharuan politik
itu nanti akan menghasilkan perubahan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
luas, tidak hanya oleh segelintir orang, diperlukan juga pembaharuan bidang pendidikan yang
akan meningkatkan kualitas pendidikan dan memperluas kesempatan belajar pada rakyat
awam.
Abduh merasa yakin, hanya melalui reformasi pendidikanlah umat Islam di satu sisi akan
mendapatkan kebebasan dan kemampuan berpikir serta tahu akan hak-haknya, di sisi lain
meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan kewajibannya.
Usaha-usaha pendidikan, menurutnya, perlu diarahkan untuk menyintai diri sendiri,
masyarakat, dan negara. Bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu
diperbaiki dan itu ada kaitannya dengan etode pendidikan.
Sistem menghafal di luar kepala, katanya, perlu diganti dengan sistem penguasaan dan
penghayatan materi yang dipelajari.
Demikian sebagian dari pemikiran Abduh. Sepeninggalnya, upaya pembaharuannya
dilanjutkan oleh murid setianya, Muhammad Rasyid Ridha
A.
silsilah
keturunan
dengan
bangsa
Turki.
Sedangkan
ibunya,
mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab. 1[1]
telah
hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika ia
dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di
desa
Thantha.
Namun
karena
sistem
pembelajarannya
yang
dirasa
sangat
Khidr
di
desa
Syibral
Khit
yang
merupakan
seseorang
yang
B.
Abduh
dilahirkan
dan
dibesarkan
dan
hidup
dalam
3[3][3] M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M.
Rasyid Ridha, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 17
1.
Moderenisasi
Sebagaimana yang telah disinggung pada latar belakang pemikiran
untuk
menggunakan
akal
sehat
mereka,
serta
melarangnya
mengikuti pendapat-pendapat terdahulu tanpa mengikuti secara pasti hujahhujah yang menguatkan pendapat tersebut, walaupun pendapat itu dikemukakan
oleh orang yang seyogyanya paling dihormati dan dipercaya. Abduh menetapkan
tiga hal yang menjadi kritrea perbuatan taqlid ini, ketiga kriteria tersebut adalah:
a.
berlebihan.
b.
Takut dibenci orang dan dikritik bila ia melepaskan fikirannya serta melatih
dirinya untuk berpegang kepada apa yang dianggap benar secara mutlak.
Berdasarkan pada pandangan tersebut, Abduh memahami Alquran,
terutama yang berkaitan denga kecaman terhadap sikap dan perbuatan taqlid
tersebut, walaupun menyangkut sikap kaum musrikin. Selanjutnya ia mengecam
kaum muslimin, khususnya yang berpengetahuan yang mengikuti pendapat
ulama-ulama terdahulu tanpa memperhatikan hujahnya. 6[6]
Reformis
Muhammad
Abduh
Adalah
seorang
pembaharu
yang
corak
7[7][7] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Arruzz, 2006), hal. 258
Konservatif
Gerakan pembaharuan yang diinagurasikan Muhammad Abduh bersifat
konservatif, hal ini terlihat dari sikap Muhammad Abduh yang tidak bermaksud
mengubah potret diri Islam. Risalah Tauhid merupakan bukti dari pemikiran ini.
Muhammad Abduh dalam karya ini berupaya menegaskan kembali potret diri
Islam yang telah mencapai finalitas dan keunggulan. 11[11]
Demikianlah muncul ke permukaan ketiga tipologi pemikiran, yaitu
modernis,
reformis,
konservatif,
yang
dilontarkan
berkaitan
dengan
Membebaskan pikiran dari ikatan taqlid dan memahami agama seperti kaum
3.
Purifikasi
Purifikasi atau pemurnian ajaran islam telah mendapat tekanan serius dari
Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bidah dan khurafah yang
masuk dalam kehidupan beragama kaum muslimin.
2.
Reformasi
Dengan
agenda
reformasinya,
Muhammad
Abduh
berambisi
untuk
12[12][12] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan,
1995), hal. 487 488
13[13][13] Muhammad Al Bahiy, Pemikiran Islam Modern, terj. Suadi Saad, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1986), hal. 95
14[14][14] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intlektual, terj.
Ashin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1995), hal. 70
agar
diajarkan
di
Al-Azhar.
Dengan
belajar
filsafat,
semangat
Pembelaan Islam
Muhammad Abduh lewat Risalah Al-Tauhidny tetap mempertahankan
Reformulasi
pintu ijtihad.
Menurutnya,
disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan ekternal. Muhammad Abduh
dengan reformulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan akal
pikiran manusia dari tidur panjangnya.16[16]
F.
16[16][16] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan
Era Rsullullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 246-247
seseorang
dalam bertindak.17[17]
1.
Hukum Islam
Dalam salah satu tulisannya, Abduh membagi syariat menjadi dua
bagian, yaitu; hukum yang pasti (al Ahkam al Qathiyah) dan hukum yang tak
ditetapkan secara pasti dengan nash dan ijma. Hukum yang pertama, bagi setiap
muslim wajib mengetahui dan mengamalkannya. Hukum yang seperti ini
terdapat
dalam
al-Quran
dan
rinciannya
telah
dijelaskan
Nabi
melalui
konsensus
ulama
di
sangat
mereka
menghargai
adalah
para
mujtahid
orang-orang
yang
dari
madzhab
telah
apapun.
mengorbankan
seorang
guru
atau
dari
timbulnya
fanatisme
tersebut,
dengan
menambah
atau
masyarakat. Beliau membandingkan sikap umat Islam yang demikian itu dengan
sikap kaum Yahudi yang taklid kepada pendapat pemimpin agama mereka,
seperti
digambarkan
Allah
Bagian Aqidah
tampaknya dia tidak menyebut soal qada dan qadar sebagai salah satu pilar-pilar
keimanan, tetapi dia memasukkan masalah ini ke dalam aspek aqidah Islamiyah.
Rupanya,
pendapat Abduh ini tidak jauh berbeda, untuk tidak dikatakan sama, dari
pendapat gurunya, Jamaluddin al Afghany dalam masalah ini. 22[22]
Menurutnya, bahwa keyakinan yang benar tentang masalah qada' dan
qadar akan membawa muslimin ke arah kejayaan dan kemajuan. Sebaliknya
pemahaman yang salah terhadap keduanya, akan menyebabkan mereka ke
dalam kehancuran. Seperti yang pernah terlihat dalam sejarah Islam.
Pemahaman Abduh tentang hal ini, mungkin disebabkan kondisi yang
dilihat olehnya, baik dalam pengembaraannya ke negeri-negeri Barat, maupun
kondisi Mesir sendiri yang masih dalam jajahan Perancis. Dia melihat aqidah
yang dianut umumnya umat Islam ketika itu, yaitu paham qada' dan qadar yang
telah berwujud fatalisme, yang justru telah membuat mereka dalam keadaan
statis dan beku. Konsekuensinya, umat semakin mundur dan tidak ada kemauan
untuk berbuat yang lebih baik.
Konsekuensi logis dari pendapat ini adalah manusia bebas menjatuhkan
pilihannya. Dan apapun perbuatan yang dipilih dan dilakukannya, Tuhan telah
lebih mengetahuinya. Jadi, peran Tuhan dalam hal ini adalah mengetahui, dan
peran tersebut tidak menjadi penghalang bagi kebebasan manusia dalam
memilih perbuatan sesuai dengan kehendak bebasnya yang diberikan Tuhan.
Mempercayai qada' dan qadar, menurutnya adalah juga meyakini bahwa
setiap kejadian atau peristiwa dilatar belakangi oleh sebab. Rangkaian sebabsebab tersebut menciptakan suatu keteraturan. Sehingga kejadian atau peristiwa
yang telah berlalu dapat ditelusuri atau dipelajari. Sumber dari segala sebab
tersebut, menurut Abduh, Allah adalah Tuhan yang mengatur segala sesuatu
menurut kebijaksanaan-Nya. Dia menjadikan setiap peristiwa menurut hukumnya
22[22][22] Muhammad Abduh, 42.
sendiri yang merupakan komponen dari suatu kerangka atau sistim yang tidak
berubah-ubah. Itulah yang disebutnya dengan istilah sunnatullah (hukum alam
Tuhan), dan manusia tidak dapat melepaskan diri serta harus tunduk kepada
setiap
sunnah yang ditetapkan Tuhan. Maka, keyakinan yang kuat terhadap hukum
alam bukanlah berarti mengingkari adanya kekuasaan Tuhan, justru hal itu
sejalan dengan keyakinan akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan hukum
alam tersebut. Dengan demikian, nasib manusia akan sesuai dengan apa yang
telah dipilihnya. Pandangan Abduh yang demikian akan lebih jelas terlihat ketika
dia membicarakan masalah perbuatan manusia. 23[23]
Menurutnya, manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam
memilih
dan
menentukan
perbuatannya.
Manusia
dengan
akalnya
manusia
secara
alami
mempunyai
kebebasandalam
menentukan
kemauan dan perbuatan. Manusia tidak berbuat sesuatu kecuali setelah dia
mempertimbangkan
akibat-akibatnya
dan
atas
pertimbangan
inilah
dia
manusia
tidak
mempunyai
kebebasan
tanpa
batas
atau
sebab akibat yang ditetapkan-Nya. Atas dasar itu, kiranya dapat dikatakan
bahwa
terjadinya
peristiwa-peristiwa
yang
mengakibatkan
kerugian
pada
yang berhubungan dengan itu semua. Mereka itu yang biasa disebut
al-muqallid.
2.
dalam
pembaharuan
yang
digunakan
oleh
diungkapan
oleh
Muhammad
Abduh
dalam
metode
dari
ikatan
belenggu
taqlid
dan
memahami
agama
Islam Kontemporer
Muhammad Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan
pembaharuan dalam pemikiran Islam. Ide-idenya yang cemerlang,
meninggalkan dampak yang besar dalam tubuh pemikiran umat
Islam. beliaulah pendiri sekaligus peletak dasar-dasar sekolah
pemikiran
Islam
kontemporer.
Telah
banyak
1.
Reformasi Pendidikan
Muhammad
Abduh
memulai
perbaikannya
melalui
KESIMPULAN
Muhammad Abduh Adalah seorang tokoh filsafat yang terkenal pada
masanya, Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.
Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, beliau memulai
pendidikannya dengan mempelajari Al-Quran dan dengan kecerdasannya beliau
bisa menghafal Al-Quran sejak usia 12 tahun.
gambaran
yang
jelas
tentang
keperluan
umat
Islam
kepada
memberi
kesan
yang
mendalam
terhadap
perkembangan
ilmu
pengetahuan umat Islam. Antara ide tersebut ialah: mewujudkan mata pelajaran
Matematik, Geometri, Algebra, Geografi, dan Sejarah, mewujudkan farmasi
khusus
untuk
pelajar
Universitas
Al-Azhar,
menyediakan
gaji
guru
dari
DAFTAR PUSTAKA
Abduh Muhammad. Risalah Tauhid, Cet. VII, Mesir: Dar al Manar, 1353 H
Al Bahiy, Muhammad. Pemikiran Islam Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, Jakarta: Djambatan, 1995
Madjid, Nur Cholis. Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989
Nasution Harun, Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mutazilah, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1981
Nasution, Harun. teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI-Press, 1984
Ridha Muhammad Rasyid, Trkh Ustadz al-Imam al-Syaikh Muhammad Abduh,
Juz I, Cet. II, Mesir: Dar al-Manr, 1367 H
Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intlektual, terj.
Ashin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1995
Sani, Abdul. Lintas Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern dalam Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Peersada, 1998
Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M.
Rasyid ridha, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994
Suharto,Toto. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Arruzz, 2006
Syari, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005
Qutub Sayyid, Khasha'ish At-Tashawwur Al-Islam: Republika, 2002, Jakarta
pendapat dari Muhammad Abduh sehingga tak heran majalah ini juga
berpengaruh besar bagi para ulama di Minangkabau membuat mereka terdorong
untuk menerbitkan majalah al Munir.Majalah al Munir banyak memuat artikel
terjemahan yang diambil dari majalah al Manar di Mesir tak dipungkiri majalah
ini beredar luas ditanah jawa,bahkan A.Dahlanlah yang menerjemahkan
beberapa artikel al Munir ke dalam bahasa Jawa ditujukan untuk pembaca di
jawa ,meski peredaran majalah ini sempat dilarang Belanda,tetapi kaum muda di
Sumatera terinspirasi al Munir dengan mendirikan lembaga pendidikan bernama
sumatera Thawalha tahun 1918 ,sebuah sistem pendidikan bersifat modern baik
kelas maupun kurikulum.Pembaharuan Abduh juga berpengaruh pada diri
A.Hassan walau dulu sempat mengenal ajaran Wahabi termasuk ayahnya,namun
melalui tulisan-tulisan yang terdapat dalam majalah al Imam yang didirikan Tahir
Djalaluddin tersebut A.Hassan mampu membuka hatinya yang mendorong
mendirikan organisasi persatuan Islam atau Persis .Pengaruh pembaharuan
Muhammad Abduh di Indonesia membawa dampak luar biasa bagi perjalanan
panjang sejarah Indonesia