Anda di halaman 1dari 25

Biografi Muhammad Abduh - Pembaharu

Pemikiran Islam
Oleh: Admin Blog on 02.21 / comment : 0

MUHAMMAD Abduh adalah murid setia Jamaluddin al-Afghani yang menjadi penerus
perjuangannya dalam mengobarkan semangat pembaharuan pemikiran Islam.
Namun, berbeda dengan gurunya yang revolusioner dan menempuh pendekatan politik,
Abduh adalah seorang "moderat" dan lebih banyak memusatkan perhatian pada bidang
pendidikan dan pendekatan kultural ketimbang kegiatan politis.
Suatu ketika, ia mengajak gurunya untuk meninggalkan perjuangan politik formil dan
memusatkan pada pendidikan. Ajakan itu ditolak Al-Afghani dengan mengatakan: "Saudara
nampaknya ingin mundur ke belakang."
Abduh dilahirkan tahun 1945 (versi lain mengatakan tahun 1849) dari keluarga petani di Desa
Mahillah, Mesir Hilir. Ayahnya, Abduh Ibnu Hasan Khairullah, berasal dari Turki yang telah
lama menetap di Mesir. Ibunya berasal dari bangsa Arab yang konon silsilah keturunannya
sampai kepada Umar bin Khattab.
Abduh diajar mengaji Al-Quran oleh orangtuanya. Sedangkan pelajaran baca-tulis
didapatkannya secara privat dari seorang guru yang didatangkan ayahnya. Pada usia 10 tahun,
ia dikirim ayahnya pada seorang Hafidz al-Quran. Dua tahun kemudian (dalam usia ke-12
tahun), ia telah dapat menghapal al-Quran dengan baik.
Ayahnya kemudian mengirim Abduh ke Thantha untuk belajar di sebuah sekolah agama.
Namun, sistem menghapal yang diterapkan di sana membuatnya tidak bisa bertahan karena
merasa tidak mengerti apa-apa. Ia pun pulang kampung dan berniat hendak menjadi petani.

Namun, niat itu tidak kesampaian. Ayahnya tetap memaksa agar ia meneruskan belajar di
Thantha. Akhirnya, ia terpaksa pergi, bukan ke Thantha, tapi ke rumah paman ayahnya
bernama Syeikh Darwisy Khadr untuk sembunyi. Darwisy kemudian mendidik Abduh untuk
belajar mencintai ilmu dan buku. Didikan Darwisy berhasil, Abduh akhirnya mau
meneruskan studi di Thantha.
TAHUN 1886 Abduh meneruskan studi ke Universitas Al-Azhar Kairo. Dan, dalam tahun
1872, ketika berusia 23 tahun, ia bertemu dengan al-Afghani yang berada di Mesir karena
diusir pemerintah Afghanistan.
Sejak itu, ia menjadi murid setia al-Afghani dan sering datang ke rumah gurunya itu untuk
mendengar ajaran tentang tata negara, filsafat, dan perjuangan menentang kolonialisme
Barat.
Lewat al-Afghani, ia pun berkenalan dengan karya-karya penulis Barat dan berbagai masalah
sosial-politik. Al-Afghani juga meyakinkan muridnya itu akan pentingnya jurnalistik.
Setelah lulus dari Al-Azhar (1877) dan menyabet gelar kesarjanaan Alim, Abduh diangkat
menjadi dosen Al-Azhar, juga mengajar di Universitas Darul Ulum (1879). Namun,
kemudian ia dipecat dari jabatannya sebagai dosen oleh pemerintah dengan alasan yang tidak
jelas.
Setahun kemudian, setelah terjadi pergantian pemerintahan, ia diangkat menjadi pemimpin
redaksi sebuah majalah resmi pemerintah.
Dengan tuduhan terlibat dalam aksi pemberontakan Urabi Pasha, tahun 1882 Abduh diusir
pemerintah dan pergi ke Libanon. Di analah ia mendapat undangan dari al-Afghani untuk
bergabung dengan gurunya itu di Prancis.
Di Paris, guru dan murid itu kemudian membentuk organisasi Al-Urwatul Wutsqa dan
menerbitkan majalah dengan nama yang sama.
Dari Paris Abduh kembali ke Libanon setelah beberapa bulan singgah di Tunisia. Dan, setelah
tiga tahun di Libanon, ia dibolehkan kembali ke Mesir atas jasa kawan-kawannya. Bahkan,
tahun 1889 ia diangkat menjadi hakim agama, penasihat Mahkamah Banding (1891), dan
Mufti Besar Mesir (1899) hingga akhir hayatnya tahun 1905.
DALAM melancarkan gerakan pembaharuannya, Abduh --bersama seorang pengikutnya
Muhammad Rasyid Ridha-- menerbitkan Majalah Al-Manar. Majalah itulah yang menjadi
corong gerakan pembaharuan Islam Abduh dan muridnya (Ridha).
Salah satu tujuan pokok gerakan pembaharuan Muhammad Abduh adalah memberantas
taklid, bid'ah, dan kejumudan, yang dipandang sebagai sebab kemunduran umat Islam, dan
menekankan keharusan melakukan ijtihad untuk melakukan interpretasi baru terhadap alQuran dan al-Hadits khususnya tentang soal-soal kemasyarakatan yang digariskan oleh Allah
pada tataran prinsip-prinsip umum tanpa perincian.
Satu hal yang menjadi keyakinannya adalah bahwa perbaikan kehidupan sosial umat
hendaklah dimulai dari individu. Hal itu berdasar atas QS 13:11 yang menyatakan, Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri.

Utuk melakukan reformasi dan pembaharuan politik sekaligus membebaskan dunia Islam dari
penjajahan dan dominasi Barat, Abduh berpendirian bahwa hal itu akan tercapai dengan baik
melalui evolusi dan usaha-usaha bertahap; dan untuk menjamin bahwa pembaharuan politik
itu nanti akan menghasilkan perubahan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
luas, tidak hanya oleh segelintir orang, diperlukan juga pembaharuan bidang pendidikan yang
akan meningkatkan kualitas pendidikan dan memperluas kesempatan belajar pada rakyat
awam.
Abduh merasa yakin, hanya melalui reformasi pendidikanlah umat Islam di satu sisi akan
mendapatkan kebebasan dan kemampuan berpikir serta tahu akan hak-haknya, di sisi lain
meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan kewajibannya.
Usaha-usaha pendidikan, menurutnya, perlu diarahkan untuk menyintai diri sendiri,
masyarakat, dan negara. Bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu
diperbaiki dan itu ada kaitannya dengan etode pendidikan.
Sistem menghafal di luar kepala, katanya, perlu diganti dengan sistem penguasaan dan
penghayatan materi yang dipelajari.
Demikian sebagian dari pemikiran Abduh. Sepeninggalnya, upaya pembaharuannya
dilanjutkan oleh murid setianya, Muhammad Rasyid Ridha

Tuesday, 16 April 2013


SEJARAH DAN PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH
Posted by amry thanjung at 7:54:00 pm

A.

Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan


Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.

Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun


1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah,
mempunyai

silsilah

keturunan

dengan

bangsa

Turki.

Sedangkan

ibunya,

mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab. 1[1]

Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar Al


Qur'an, dan berkat otaknya yang cemerlang maka dalam waktu dua tahun, ia
1[1][1] Harun Nasution, Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mutazilah, hlm. 19.

telah
hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika ia
dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di
desa
Thantha.

Namun

karena

sistem

pembelajarannya

yang

dirasa

sangat

membosankan, akhirnya ia memilih untuk menimba ilmu dari pamannya, Syekh


Darwisy

Khidr

di

desa

Syibral

Khit

yang

merupakan

seseorang

yang

berpengetahuan luas dan penganut paham tasawuf. Selanjutnya, Muhammad


Abduh melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, di Kairo dan berhasil
menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1877.2[2]
Ketika menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemu
dengan seorang ulama' besar sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, Said
Jamaluddin Al Afghany, dalam sebuah diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarik
kepada Jamaluddin Al Afghany dan banyak belajar darinya. Al Afghany adalah
seorang pemikir modern yang memiliki semangat tinggi untuk memutus rantairantai kekolotan dan cara-cara berfikir yang fanatik.
Udara baru yang ditiupkan oleh Al Afghany, berkembang pesat di Mesir
terutama di kalangan mahasiswa Al Azhar yang dipelopori oleh Muhammad
Abduh. Karena cara berpikir Abduh yang lebih maju dan sering bersentuhan
dengan jalan pikiran kaum rasionalis Islam (Mu'tazilah), maka banyak yang
menuduh dirinya telah meninggalkan madzhab Asy'ariyah. Terhadap tuduhan itu
ia menjawab: "Jika saya dengan jelas meninggalkan taklid kepada Asy'ary, maka
mengapa saya harus bertaklid kepada Mu'tazilah? Saya akan meninggalkan
taklid kepada siapapun dan hanya berpegang kepada dalil yang ada".

B.

Latar Belakang Pemikiran Muhammad Abduh


Muhammad

Abduh

dilahirkan

dan

dibesarkan

dan

hidup

dalam

masyarakat yang sedang disentuh oleh perkembangan-perkembangan dasar di


2[2][2] Ibid. hal, 19-20

Eropa. Sayyid Quthub sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab, dalam


bukunya yang berjudul Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan
M. Rasyid Ridha, memberikan gambaran singkat mengenai masyarakat tersebut
yakni suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat pintu ijtihad,
mengabaikan peranan akal dalam memahami sariat Allah atau mengistinbatkan
hukum-hukum karena mereka telah merasa berkecukupan dengan hasil karya
para pendahulu mereka yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud)
serta yang berlandaskan khurofat. Sementara itu di Eropa hidup suatu
masyarakat yang mendewakan akal, khususnya setelah penemuan-penemuan
ilmiah yang sangat mengagumkan ketika itu.3[3]
Keadaan masyarakat Eropa tersebut sesungguhnya telah menanamkan
benih pengaruhnya sejak kedatangan ekspedisi prancis (Napoleon) ke Mesir
pada tahu 1798. Namun secara jelas tumbuhnya benih-benih tersebut mulai
dirasakan Muhammad Abduh pada saat ia memasuki pintu gerbang Al-Azhar.
Waktu itu, lembaga pendidikan tersebut para pembina dan ulamanya telah
terbagi kedalam dua kelompok., mayoritas dan minoritas. Kelompok pertama
menganut pola taqlid, yakni mengajarkan kepada siswa bahwa pendapatpendapat ulama terdahulu hanya sekedar dihapal, tanpa mengantarkan pada
usaha penelitian, perbandingan dan pentarjihan. Sedangkan kelompok kedua
menganut pola tajdid (pembaharu) yang menitik beratkan uraian-uraian mereka
ke arah penalaran dan pengembangan rasa. 4[4]
Berkat pengetahuan Abduh tentang ilmu tasawuf serta dorongan Syekh
Darwisy agar ia selalu mempelajari berbagai bidang ilmu, yang diterimanya
ketika usia muda dulu, maka tidak mengherankan jika naluri Abduh yang
didukung Syaikh tersebut membuat Abduh lebih condong untuk berpihak kepada
kelompok minoritas yang ketika itu dipelopori oleh Syekh Hasan Al -Thawil yang
telah mengajarkan filsafat dan logika jauh sebelum Al-Azhar mengenalnya. Pada
sisi lain pertemuan Abduh dengan Al-Afgani menjadikan Abduh aktif dalam
berbagai bidang sosial dan politik, dan kemudian mengantarkannya untuk

3[3][3] M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M.
Rasyid Ridha, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 17

4[4][4] Ibid, hal. 15

bertempat tinggal di Paris, menguasai bahasa Prancis, menghayati kehidupan


masyarakatnya, serta berkomonikasi dengan pemikir-pemikir Eropa ketika itu. 5[5]
C.

Corak Pemikiran Muhammad Abduh

1.

Moderenisasi
Sebagaimana yang telah disinggung pada latar belakang pemikiran

Muhammad Abduh, bahwa semenjak perjumpaannya dengan Al- Afgani, Abduh


berusaha mengadakan penyesuaian ajaran Islam dengan tuntutan zaman,
seperti penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Gagasan penyesuaian inilah kemudian disebut dengan moderniasasi. Sumber
dari gagasan moderenisasi Abduh tersebut bersumber dari penentangannya
terhadap taqlid. Menurut Muhammad Abduh, Al-Quran memerintahkan kepada
ummatnya

untuk

menggunakan

akal

sehat

mereka,

serta

melarangnya

mengikuti pendapat-pendapat terdahulu tanpa mengikuti secara pasti hujahhujah yang menguatkan pendapat tersebut, walaupun pendapat itu dikemukakan
oleh orang yang seyogyanya paling dihormati dan dipercaya. Abduh menetapkan
tiga hal yang menjadi kritrea perbuatan taqlid ini, ketiga kriteria tersebut adalah:
a.

Sangat mengagung-agungkan para leluhur dan para guru mereka secara

berlebihan.
b.

Mengiktikadkan agungnya pemuka-pemuka agama yang silam, seolah-olah

telah mencapai kesempurnaan.


c.

Takut dibenci orang dan dikritik bila ia melepaskan fikirannya serta melatih

dirinya untuk berpegang kepada apa yang dianggap benar secara mutlak.
Berdasarkan pada pandangan tersebut, Abduh memahami Alquran,
terutama yang berkaitan denga kecaman terhadap sikap dan perbuatan taqlid
tersebut, walaupun menyangkut sikap kaum musrikin. Selanjutnya ia mengecam
kaum muslimin, khususnya yang berpengetahuan yang mengikuti pendapat
ulama-ulama terdahulu tanpa memperhatikan hujahnya. 6[6]

5[5][5] Ibid, hal. 18


6[6][6] Nur Cholis Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan,
1989), hal. 172

Berkaitan dengan modernisasi ini, Rahman memberikan pernyataan


bahwa seorang modernis biasanya memiliki beberapa ciri, diantaranya selalu
berusaha menghadapi segala situasi dengan penuh keyakinan serta keberanian,
dan gerakannya bersifat kerakyatan, serta senantiasa melibatkan pemikiran
pribadi. Kemudian kaum modernis yang telah menjadikan reformasi sebagai
tolak ukurnya adalah mereka yang berusaha menciptakan ikatan-ikatan positif
antara pemikiran Qurani dengan pemikiran modern. 7[7] Perpaduan antara kedua
pemikiran ini telah melahirkan beberapa lembaga sosial dan moral modern
dengan berorientasi pada Alquran.
Muhammad Abduh menyikapi peradaban Barat modern dengan selektif
dan kritis. Dia senantiasa menggunakan prinsip ijtihad sebagai metode utama
untuk meretas kebekuan pemikiran kaum muslimin. Abduh tidak pernah berfikir,
apalagi berusaha untuk mengambil alih secara utuh segala yang datang dari
dunia Barat. Karena ia beranggapan apa bila itu dilakukan berarti mengubah
taqlid yang lama dengan taqlid yang baru, juga karena hal tersebut tidak akan
berguna, disebabkan adanya perbedaan-perbedaan pemikiran dan struktur sosial
masyarakat masing-masing daerah.8[8] Islam menurut Abduh harus mampu
meluruskan kepincangan-kepincangan perbedaan barat serta membersihkan dari
segi-segi negatif yang menyertainya. Dengan demikian, perbedaan tersebut
pada akhirnya, akan menjadi pendukung terkuat ajaran Islam, sesaat setelah ia
mengenalnya dan dikenal oleh pemeluk-pemeluk Islam. 9[9]
2.

Reformis
Muhammad

Abduh

Adalah

seorang

pembaharu

yang

corak

pembaharuannya bersifat reformistik-rekonsturktif. Ini dikarenakan Muhammad


Abduh senantiasa melihat tradisi dengan perpektif membangun kembali. Agar
tradisi suatu masyarakat dapat survive dan terus diterima, ia harus dibangun
kembali. Pembangunan kembali ini tentunya dengan kerangka modern dan

7[7][7] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Arruzz, 2006), hal. 258

8[8][8] M. Qurais Shihab, Studi Kritis Tafsir Al Manar, hal. 19


9[9][9] Ibid, hal. 20

prasyarat rasional. Pemikiran pembaharuan yang bercorak reformistik dalam


bentuknya yang pertama secara filosofis. 10[10]
3.

Konservatif
Gerakan pembaharuan yang diinagurasikan Muhammad Abduh bersifat
konservatif, hal ini terlihat dari sikap Muhammad Abduh yang tidak bermaksud
mengubah potret diri Islam. Risalah Tauhid merupakan bukti dari pemikiran ini.
Muhammad Abduh dalam karya ini berupaya menegaskan kembali potret diri
Islam yang telah mencapai finalitas dan keunggulan. 11[11]
Demikianlah muncul ke permukaan ketiga tipologi pemikiran, yaitu
modernis,

reformis,

konservatif,

yang

dilontarkan

berkaitan

dengan

pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh. Ketiganya merupakan refleksi


dalam membaca segala pemikiran Muhammad Abduh. Dalam pembacaan itu
corak pertama lebih menekankan pada aspek slektifitas dan sikap kritis
Muhammad Abduh dalam menyikapi dan memandang peradaban barat. Corak
kedua lebih menekankan kepada upaya Muhammad Abduh dalam membangun
kembali tradisi Islam secara rekonstruktif. Sedangkan corak yang ketiga
memfokuskan bacaannya kepada upaya Muhammad Abduh dalam membela
Islam melalui finalitas dan keunggulan Islam.
D. Inti Pemikiran Muhammad Abduh
1.

Membebaskan pikiran dari ikatan taqlid dan memahami agama seperti kaum

salaf sebelum timbulnya pertentangan-pertentangan dan kembali dalam mencari


pengetahuan agama kepada sumbernya yang pertama dan mempertimbangkan
dalam lingkungan timbangan akal yang diberikan Allah SWT untuk mencari
keseimbangan dan mengurangi kecampuradukan dan kesalahan. Dengan cara ini
orang dianggap sebagai sahabat ilmu yang bergerak untuk meneliti rahasiarahasia alam, mengajak menghormati kebenaran dan untuk berpegang kepada
pendidikan jiwa dan perbaikan amal.
2.

Memperbaiki bahasa arab dan susunan kata, baik dalam percakapan

resmi atau dalam surat menyurat antar manusia.


10[10][10] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 265

11[11][11] Ibid, hal. 266

3.

Pembaharuan di bidang politik, ini dilakukannya di Majlis Syura

sejak ia dipilih menjadi anggota majelis itu. 12[12]


Kita melihat di sini agenda pembaharuan dibidang bahasa, politik, dan
akidah dan tunutunan umum. Dan dalam semua sisi itu, Abduh mengemukakan
kritik yang membangun. Sedangkan inti seluruhnya adalah pendidikan Islam. Ia
melihat bahwa rusaknya masyarakat Islam karena salahnya pendidikan. 13[13]
E.

Aggenda Pembaharuan Muhammad Abduh


1.

Purifikasi

Purifikasi atau pemurnian ajaran islam telah mendapat tekanan serius dari
Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bidah dan khurafah yang
masuk dalam kehidupan beragama kaum muslimin.
2.

Reformasi
Dengan

agenda

reformasinya,

Muhammad

Abduh

berambisi

untuk

melenyapkan sistem dualisme dalam pendidikan di Mesir. Dia menawarkan


kepada sekolah modern agar menaruh perhatian pada aspek agama dan moral.
Dengan mengandalkan aspek intelektual saja sekolah modern hanya akan
melahirkan pendidikan yang merosot moralnya.14[14]
Sedangkan kepada sekolah agama, seperti Al-Azhar, Muhammad Abduh
menyarankan agar dirombak menjadi lembaga pendidikan yang mengikuti
sistem pendidikan modern. Sebagai pionirnya, ia telah memperkenalkan ilmuilmu Barat kepada Al-Azhar, disamping tetap menghidupkan ilmu-ilmu Islam
klasik yang orisinil, seperti Muqodimah karya Ibnu Khaldun. 15[15]

12[12][12] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan,
1995), hal. 487 488

13[13][13] Muhammad Al Bahiy, Pemikiran Islam Modern, terj. Suadi Saad, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1986), hal. 95

14[14][14] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intlektual, terj.
Ashin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1995), hal. 70

15[15][15] Ibid, hal. 77-78

Reformasi pendidikan tinggi Islam difokuskan Muhammad Abduh pada


Universitas almamaternya, Al-Azhar. Muhammad Abduh menyatakan bahwa
kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku kelasik berbahasa Arab
yang berisi dogma ilmu kalam untuk membela Islam. Akan tetapi kewajiban
belajar juga terletak pada mempelajari sains-sains modern, serta sejarah dan
agama Eropa, agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka capai.
Usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah memperjuangkan matakuliah
filsafat

agar

diajarkan

di

Al-Azhar.

Dengan

belajar

filsafat,

semangat

intlektualisme Islam yang padam diharapkan hidup kembali.


3.

Pembelaan Islam
Muhammad Abduh lewat Risalah Al-Tauhidny tetap mempertahankan

potret diri Islam. Hasratnya untuk menghilangkan unsur-unsur asing merupakan


bukti ia tetap yakin dengan kemandirian Islam. Muhammad Abduh berusaha
mempertahankan potret Islam dengan dengan menegaskan bahwa jika pikiran
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hasil yang dicapainya otomatis akan
selaras dengan kebenaran Illahi yang dipelajari melalui agama.
4.

Reformulasi

Agenda reformulasi tersebut dilaksanakan Muhammad Abduh dengan cara


membuka kembali

pintu ijtihad.

Menurutnya,

kemunduran kaum muslim

disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan ekternal. Muhammad Abduh
dengan reformulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan akal
pikiran manusia dari tidur panjangnya.16[16]
F.

Manhaj Pemikiran Keagamaannya


Islam adalah agama yang terdiri dari beberapa aspek yang saling

berhubungan, satu dengan yang lainnya. Yaitu Aqidah (Teologi), Syariah


(Hukum Islam), dan Akhlak (tasawuf). Namun dalam kesempatan ini, penulis
memilih hanya membahas sedikit manhaj pemikiran Muhammad Abduh tentang
Syariah dan Aqidah. Karena inilah yang mungkin paling mempengaruhi

16[16][16] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan
Era Rsullullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 246-247

seseorang
dalam bertindak.17[17]
1.

Hukum Islam
Dalam salah satu tulisannya, Abduh membagi syariat menjadi dua

bagian, yaitu; hukum yang pasti (al Ahkam al Qathiyah) dan hukum yang tak
ditetapkan secara pasti dengan nash dan ijma. Hukum yang pertama, bagi setiap
muslim wajib mengetahui dan mengamalkannya. Hukum yang seperti ini
terdapat

dalam

al-Quran

dan

rinciannya

telah

dijelaskan

Nabi

melalui

perbuatannya, serta disampaikan oleh kaum muslimin secara berantai dengan


praktek. Hukum ini merupakan hukum dasar yang telah disepakati(mu jma
alahi) kepastiannya. Hal ini bukan merupakan lapangan ijtihad dan dalam
hukum yang telah pasti serupa ini, seseorang boleh bertaklid. Yang kedua adalah
hukum yang tidak ditetapkan dengan tegas oleh nash yang pasti dan juga tidak
terdapat

konsensus

ulama

di

dalamnya. Hukum inilah yang merupakan lapangan ijtihad, seperti masalah


muamalah, maka kewajiban semua orang untuk mencari dan menguraikannya
sampai jelas.18[18]
Disinilah peranan para mujtahid, dan dari masalah ini pula lahir madzhabmadzhab fiqh yang merupakan cerminan dari keragaman pendapat dalam
memahami nash-nash yang tidak pasti tersebut.
Abduh
Menurutnya,

sangat
mereka

menghargai
adalah

para

mujtahid

orang-orang

yang

dari

madzhab

telah

apapun.

mengorbankan

kemampuannya yang maksimal untuk mendapatkan kebenaran dengan niat


yang ikhlas serta ketaqwaan yang tinggi kepada Allah. Berbeda pendapat adalah
hal yang biasa, dan tidak selamanya merupakan ancaman bagi kesatuan umat.
Yang dapat menimbulkan bencana adalah jika pendapat yang berbeda-beda
17[17][17] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, hlm 25.
18[18][18] Ibid, hlm 26.

tersebut dijadikan sebagai tempat berhukum, dengan tunduk kepada pendapat


tertentu saja, tanpa berani melakukan kritik atau mengajukan pendapat lain.
Keseragaman berfikir dalam semua hal adalah kemustahilan.
Menurutnya, setiap muslim harus memandang bahwa hasil ijtihad ulama
masa lalu sebagai hasil pemikiran manusia biasa yang tidak selamanya benar.
Sikap yang harus diambil umat Islam dalam perbedaan pendapat adalah kembali
kepada sumber asli . Untuk itu, Abduh menunjukkan dua cara yang harus
dilakukan oleh umat Islam sesuai dengan adanya dua kelompok sosial yang
biasanya terdapat dalam masyarakat Islam yaitu mereka yang memilki ilmu
pengetahuan dan yang awam. Dia berpendapat bahwa kelompok pertama wajib
melakukan ijtihad langsung kepada al Quran dan as Sunnah. Dalam hal ini
ijtihad dituntut, karena kekosongan ijtihad dapat menyebabkan mereka akan
mencari keputusan hukum di luar ketentuan syara. Dalam perkembangan
zaman,tidak dapat ditahan laju perkembangan situasi dan kondisi yang muncul.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian ulang tentang beberapa pendapat
hasil ijtihad ulama terdahulu, agar hasil ijtihad itu selalu sesuai dengan situasi
dan

kondisinya. Jadi yang mereka ijtihadkan bukan hanya masalah-masalah

yang belum ada hukumnya, tetapi juga mengadakan reinterpretasi terhadap


hasil ijtihad terdahulu.19[19]
Bagi kelompok kedua yang awam, sikap yang harus diambilnya adalah
mengikuti pendapat orang yang mereka percayai, dengan mempertimbangkan
kedalaman ilmu dan ketaqwaan dari orang yang diikutiya pendapatnya. Jadi
setiap dikerjakan oleh orang awam mempunyai dasar kuat yang dia sendiri
mengetahui dasarnya dan tidak mengamalkan suatu perbuatan secara pembabi
buta. Dengan sikap ini, umat Islam akan selamat dari bahayatak lid. Abduh
berpendapat bahwa kebenaran dapat didapatkan dimana-mana, tidak hanya
pada
suatumadzhab tertentu.
19[19][19] Ibid, hlm 29.

seorang

guru

atau

Menurut Rasyid Ridla, madzhab dalam pengertian Muhammad Abduh


adalah lebih ditekankan pada cara pengambilan hukum dari nash yang ditempuh
oleh seorang mujtahid tertentu. Jadi bukan dalam artian mengikuti dan tunduk
pada hasil mujtahid tertentu, tetapi bermadzhab adalah dengan mengikuti caracara atau metode yang mereka tempuh dalam beristinbath hukum. Dengan
demikian bermadzhab bukan bagi mereka yang awam, seperti umum dipahami,
tetapi bagi mereka yang berijtihad dalam lingkungan madzhab tertentu. Mereka
ini dalam istilah Ushul Fiqh adalah Mujtahid Bi al-Madzhab. 20[20]
Maka fanatisme madzhab yang biasanya terjadi di kalangan awam dapat
dihindari dan sikap taklid bisa diatasi. Akan tetapi, menurut Abduh, yang terjadi
di masyarakat adalah sebaliknya. Generasi sesudah mujtahid mengikuti hasil
ijtihad yang mereka dapatkan, bukan mengambil cara yang ditempuh oleh para
imam. Akibatnya, terjadinya perselisihan pendapat yang membawa perpecahan
di kalangan muslimin sendiri. Fanatisme madzhab pun mucul dan taklid tidak
bias dihindarkan.
Abduh menuding para fuqaha sesudah mujtahid sebagai peletak batu
pertama

dari

timbulnya

fanatisme

tersebut,

dengan

menambah

atau

memperluas hasil ijtihad para ulama terdahulu. Sehingga menurutnya ajaran


agama dengan segala permasalahannya bukan semakin jelas, namun semakin
rumit. Orang tidak bisa membedakan antara ajaran dasar Islam dengan ajaran
madzhab yang bersumber dari fuqaha. Kitab madzhab dijadikan bahan rujukan
dan kitab al Quran ditinggalkan, sehingga seakan-akan sia-sia Allah mengutus
Rasul yang membawa kitab tersebut. 21[21]
Oleh karena itu, dalam berijtihad kaum muslimin harus berpedoman
kepada al Quran dan as Sunnah. Hal inilah yang mendorongnya untuk
menggalakkan ijtihad di kalangan intelektual dan mengikis taklid buta dalam
20[20][20] Sayyid Qutub, Khasha'ish At-Tashawwur Al-Islam, hlm 79.
21[21][21] Muhammad Abduh, hlm 40.

masyarakat. Beliau membandingkan sikap umat Islam yang demikian itu dengan
sikap kaum Yahudi yang taklid kepada pendapat pemimpin agama mereka,
seperti

digambarkan

Allah

dalam surat at-Taubah, ayat 32. Sehingga mereka mengalami kemunduran


setelah memperoleh kejayaan.
Tantangannya yang keras terhadap taklid tampaknya juga dilandasi oleh
pandangan teologinya yang memberikan harkat yang tinggi kepada manusia
dengan anugerah akal yang ada padanya, di samping kebebasan untuk
mempergunkan akal tersebut. Dengan keduanya, seharusnya manusia juga
mampu memahami nash-nash yang mujmal. Dengan demikian manusia tidak
selayaknya tunduk dan mengikuti hasil pemikiran orang lain tanpa memikirkan
alasan-alasan yang mendasari pendapat tersebut. Walaupun beliau juga
mengakui bahwa tidak semua orang sanggup berijtihad. Akan tetapi bagi mereka
yang awan pun taklid tidak boleh dilakukan.
Di samping itu, agaknya apa yang dia saksikan di Barat juga merupakan
salah satu sebab tantangannya yang keras terhadap taklid. Dia melihat
kemajuan barat yang menurut pemahamnnya disebabkan oleh terbebasnya
mereka dari ikatantakl id dan bebasnya mereka dalam menggunakan akal dalam
berpikir dan memahami sesuatu. Tampaknya Abduh menginginkan keadaan
seperti itu bias diterapkan di kalangan muslimin, sehingga kemajuan di Barat
dapat juga dirasakan kaum muslimin dengan lebi baik.
2.

Bagian Aqidah

Sebagai seorang pemikir yang termasuk mengagungkan akal sebagai


sumber inspirasi kehidupan, Abduh sedikit banyak dipengaruhi pemikiranpemikiran mutazilah. Hal ini terlihat dari buku-bukunya, di antaranya Rislah
Tauhd. Pemikiran Abduh mengenai qada dan qadar, agaknya sejalan dengan
sikap dan pandangan hidupnya yang dinamis. Di samping memandang qada dan
qadar sebagai salah satu segi aqidah Islamiyah yang penting, ia juga
menekankan pentingnya pemahaman yang benar dalam masalah ini. Meskipun

tampaknya dia tidak menyebut soal qada dan qadar sebagai salah satu pilar-pilar
keimanan, tetapi dia memasukkan masalah ini ke dalam aspek aqidah Islamiyah.
Rupanya,
pendapat Abduh ini tidak jauh berbeda, untuk tidak dikatakan sama, dari
pendapat gurunya, Jamaluddin al Afghany dalam masalah ini. 22[22]
Menurutnya, bahwa keyakinan yang benar tentang masalah qada' dan
qadar akan membawa muslimin ke arah kejayaan dan kemajuan. Sebaliknya
pemahaman yang salah terhadap keduanya, akan menyebabkan mereka ke
dalam kehancuran. Seperti yang pernah terlihat dalam sejarah Islam.
Pemahaman Abduh tentang hal ini, mungkin disebabkan kondisi yang
dilihat olehnya, baik dalam pengembaraannya ke negeri-negeri Barat, maupun
kondisi Mesir sendiri yang masih dalam jajahan Perancis. Dia melihat aqidah
yang dianut umumnya umat Islam ketika itu, yaitu paham qada' dan qadar yang
telah berwujud fatalisme, yang justru telah membuat mereka dalam keadaan
statis dan beku. Konsekuensinya, umat semakin mundur dan tidak ada kemauan
untuk berbuat yang lebih baik.
Konsekuensi logis dari pendapat ini adalah manusia bebas menjatuhkan
pilihannya. Dan apapun perbuatan yang dipilih dan dilakukannya, Tuhan telah
lebih mengetahuinya. Jadi, peran Tuhan dalam hal ini adalah mengetahui, dan
peran tersebut tidak menjadi penghalang bagi kebebasan manusia dalam
memilih perbuatan sesuai dengan kehendak bebasnya yang diberikan Tuhan.
Mempercayai qada' dan qadar, menurutnya adalah juga meyakini bahwa
setiap kejadian atau peristiwa dilatar belakangi oleh sebab. Rangkaian sebabsebab tersebut menciptakan suatu keteraturan. Sehingga kejadian atau peristiwa
yang telah berlalu dapat ditelusuri atau dipelajari. Sumber dari segala sebab
tersebut, menurut Abduh, Allah adalah Tuhan yang mengatur segala sesuatu
menurut kebijaksanaan-Nya. Dia menjadikan setiap peristiwa menurut hukumnya
22[22][22] Muhammad Abduh, 42.

sendiri yang merupakan komponen dari suatu kerangka atau sistim yang tidak
berubah-ubah. Itulah yang disebutnya dengan istilah sunnatullah (hukum alam
Tuhan), dan manusia tidak dapat melepaskan diri serta harus tunduk kepada
setiap
sunnah yang ditetapkan Tuhan. Maka, keyakinan yang kuat terhadap hukum
alam bukanlah berarti mengingkari adanya kekuasaan Tuhan, justru hal itu
sejalan dengan keyakinan akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan hukum
alam tersebut. Dengan demikian, nasib manusia akan sesuai dengan apa yang
telah dipilihnya. Pandangan Abduh yang demikian akan lebih jelas terlihat ketika
dia membicarakan masalah perbuatan manusia. 23[23]
Menurutnya, manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam
memilih

dan

menentukan

perbuatannya.

Manusia

dengan

akalnya

mempertimbangkan akibat perbuatan yang akan dilakukan, kemudian dia


mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri dan selanjutnya mewujudkan
perbuatan itu dengan daya yang ada pada dirinya. Jelas bahwa bagi Muhammad
Abduh,

manusia

secara

alami

mempunyai

kebebasandalam

menentukan

kemauan dan perbuatan. Manusia tidak berbuat sesuatu kecuali setelah dia
mempertimbangkan

akibat-akibatnya

dan

atas

pertimbangan

inilah

dia

mengambil keputusan melaksanakan atau tidak melaksanakan perbuatan yang


dimaksud.
Namun,

manusia

tidak

mempunyai

kebebasan

tanpa

batas

atau

kebebasan absolut. Abduh membatasi kebebasan manusia dengan memberikan


contoh yang tergambar dalam peristiwa-peristiwa alamiah, seperti angin badai,
kebakaran dan peristiwa-peristiwa lain yang tak terduga. Artinya, kebebasan
manusia mempunyai batas-batasnya, terutama sekali karena di atas manusia
masih ada kekuasaan Tuhan. Kekuasaan Tuhan yang membatasi kemauan dan
kebebasan manusia itu terjadi melalui hukum ciptaan Tuhan. Tuhan menjadikan
segala wujud di alam ini di bawah hukum alam, dalam suatu sistem hukum
23[23][23] Muhammad Abduh, hlm 50.

sebab akibat yang ditetapkan-Nya. Atas dasar itu, kiranya dapat dikatakan
bahwa

terjadinya

peristiwa-peristiwa

yang

mengakibatkan

kerugian

pada

manusia sebenarnya disebabkan oleh ketidak mampuan manusia sendiri dalam


menguasai dan mengantisipasi hukum alam yang berintikan hukum sebab akibat
itu.24[24]

24[24][24] Muhammad Abduh, hlm 51.

G. Metode Muhammad Abduh dalam Pembaharuan

Dalam melakukan perbaikan Muhammad Abduh memandang


bahwa suatu perbaikan tidaklah selamanya datang melalui revolusi
atau cara serupa. Seperti halnya perubahan sesuatu secara cepat
dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan metode
pemikiran pada umat islam. Melaui pendidikan, pembelajaran,dan
perbaikan akhlaq. Juga dengan pembentukan masyarakat yang
berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam
agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta rasa aman dan
keteguhan dalam menjalankan agama islam. Muhammad Abduh
menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan
lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih
besar dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran
dalam mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan. Sebagaimana
telah didefinisikan bahwa pembaharuan (tajdid) adalah kebangkitan
dan penghidupan kembali dalam bidang keilmuan Islam dan aplikasi
sebagaimana pada zaman Rasullullah dan para sahabat. Yang
selama ini sempat hilang, terlupakan, bahkan terhapus dari tubuh
umat Islam.25[25]

25[25][25] Nasution, Harun.1984.teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa


Perbandingan. Jakarta: UI-Press. Hal, 172

Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad Abduh


bahwa metodenya dalam perbaikan adalah jalan tengah. Dalam hal
ini beliau membagi umat Islam kepada 2 bagian yaitu:
1.

Mereka yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa

yang berhubungan dengan itu semua. Mereka itu yang biasa disebut
al-muqallid.
2.

Mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang silau dan

kagum akan barat serta berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan


kemajuannya dalam bidang materi.
Metode

dalam

pembaharuan

yang

digunakan

oleh

Muhammad Abduh adalah mengambil jalan tengah antara kedua


kelompok diatas. Menyeimbangkan antara kedua jalan tersebut.
Yaitu antara kelompok yang berpegang teguh pada kejumudan
taqlid dan mereka yang berlebihan dalam mengikuti barat baik itu
pada budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana
yang

diungkapan

oleh

Muhammad

Abduh

dalam

metode

pembaharuannya: sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan


berfikir

dari

ikatan

belenggu

taqlid

dan

memahami

agama

sebagaimana salaful ummat terdahulu. Yang dimaksud dengan


salaful umat di sini adalah kembali kepada sumber-sumber yang asli
yaitu al-quran dan al-hadist sebagaimana yang dipraktikkan oleh
para salafus shaleh terdahulu.
H.

Dampak Pemikiran Muhammad Abduh dalam Pemikiran

Islam Kontemporer
Muhammad Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan
pembaharuan dalam pemikiran Islam. Ide-idenya yang cemerlang,
meninggalkan dampak yang besar dalam tubuh pemikiran umat
Islam. beliaulah pendiri sekaligus peletak dasar-dasar sekolah

pemikiran pada zaman modern juga menyebarkannya kepada


manusia. Walau guru beliau Jamal Al-Afghani adalah sebagai orang
pertama yang mengobarkan percikan pemikiran dalam jiwanya,
akan tetapi Imam Muhammad Abduh sebagai mana diungkapkan
Doktor. Muhammad Imarah, adalah seorang arsitektur terbesar
dalam gerakan pembaharuan dan reformasi atau sekolah pemikiran
modern. Melebihi guru beliu Jamaluddin Al-Afghani.
Muhammad Abduh memiliki andil besar dalam perbaikan dan
pembaharuan

pemikiran

Islam

kontemporer.

pembaharuan yang beliau lakukan diantaranya:

Telah

banyak

1.

Reformasi Pendidikan
Muhammad

Abduh

memulai

perbaikannya

melalui

pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama guna


menyelamatkan masyarakat mesir. menjadikan perbaikan sistem
pendidikan sebagai asas dalam mencetak muslim yang shaleh.
2.

Mendirikan Lembaga dan Yayasan Sosial.


Sepak terjang dalam perbaikan yang dilakukan Muhammad

Abduh tidak hanya terbatas pada aspek pemerintahan saja seperti


halnya perbaikan pendidikan dan Al-Azhar. Akan tetapi lebih dari itu
hingga mendirikan beberapa lembaga-lembaga sosial. Diantaranya:
Jamiah khairiyah islamiyah,jamiah ihya al-ulum al-arabiyah,dan
juga jamiah at-taqorrub baina al-adyan.
3.

Mendirikan Sekolah Pemikiran.


Muhammad Abduh adalah orang pertama yang mendirikan

sekolah pemikiran kontemporer. Yang memiliki dampak besar dalam


pembaharuan pemikiran islam dan kebangkitan akal umat muslim
dalam menghadapi musuh-musuh islam yang sedang dengan
gencar menyerang umat muslim saat ini.26[26

26[26][26] Ridho, Muhammad Rashid. Tarikh al-Ustaadz al-Imam Muhammad


Abduh. Mesir: Al-Manar. Hal, 56-5

KESIMPULAN
Muhammad Abduh Adalah seorang tokoh filsafat yang terkenal pada
masanya, Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.
Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, beliau memulai
pendidikannya dengan mempelajari Al-Quran dan dengan kecerdasannya beliau
bisa menghafal Al-Quran sejak usia 12 tahun.

Dan beliau melanjutkan

pendidikan formalnya di Uneversitas Al-Azhar Kairo.


Ide-ide yang dibawa oleh Syeikh Muhammad Abduh telah mengubah
pandangan umat Islam terhadap Islam yang sering taqlid dengan sebagian
sarjana Muslim yang jumud dan pasif. Syeikh Muhammad Abduh berjasa dalam
memberi

gambaran

yang

jelas

tentang

keperluan

umat

Islam

kepada

pembaharuan, khususnya dalam bidang pendidikan. Ide pembaharuan Syeikh


Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan, khususnya di Universitas Al-Azhar
telah

memberi

kesan

yang

mendalam

terhadap

perkembangan

ilmu

pengetahuan umat Islam. Antara ide tersebut ialah: mewujudkan mata pelajaran
Matematik, Geometri, Algebra, Geografi, dan Sejarah, mewujudkan farmasi
khusus

untuk

pelajar

Universitas

Al-Azhar,

menyediakan

gaji

guru

dari

perbendaharaan negara dan waqaf negara, memperbaiki asrama pelajar dengan


menekankan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan, mengganti metode
pengajaran yang bersifat hafalan kepada penalaran atau lebih dekat dengan
diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

Abduh Muhammad. Risalah Tauhid, Cet. VII, Mesir: Dar al Manar, 1353 H
Al Bahiy, Muhammad. Pemikiran Islam Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, Jakarta: Djambatan, 1995
Madjid, Nur Cholis. Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989
Nasution Harun, Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mutazilah, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1981
Nasution, Harun. teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI-Press, 1984
Ridha Muhammad Rasyid, Trkh Ustadz al-Imam al-Syaikh Muhammad Abduh,
Juz I, Cet. II, Mesir: Dar al-Manr, 1367 H
Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intlektual, terj.
Ashin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1995
Sani, Abdul. Lintas Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern dalam Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Peersada, 1998
Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M.
Rasyid ridha, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994
Suharto,Toto. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Arruzz, 2006
Syari, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005
Qutub Sayyid, Khasha'ish At-Tashawwur Al-Islam: Republika, 2002, Jakarta

Muhammad Abduh,seorang tokoh pembaharu Islam berasal dari Mesir kemudian


kemunculannya didunia Islam tak lepas dari kemunduran umat Islam saat itu
yang tidak terjadi di Mesir saja tetapi dunia Islam secara keseluruhan.Atas
kondisi ini muncullah beberapa tokoh pembaharu Islam salah satunya
Muhammad Abduh salah satu murid jamalludin al Afgani yang dikenal
cerdas.Pemikiran Abduh tentang pembaharuan Islam begitu fenomenal sehingga
berpengaruh luar biasa bagi dunia Barat termasuk pembaharuan Islam di
Indonesia.Awal pembaharuan di Indonesia juga tak lepas dari pengaruh
pemikiran Muhammad Abduh mengingat kondisi umat Islam kala itu tidak jauh
berbeda dengan kondisi umat Islam di Mesir yakni kemunduran umat Islam
terutama karena sistem penyebaran Islam yang kurang sempurna dampak dari
islamisasi dilakukan oleh walisongo yang unik paduan ajaran Islam serta adat
Istiadat berpengaruh besar pada proses penyebaran Islam diwilayah Indonesia
sehingga terjadi singkritisme dengan ajaran Islam ditunjang pendidikan
tradisional yang bersifat kolot membuat kemunduran Islam kian berada diujung
tanduk.Asal mula masuknya pembaharuan Islam Indonesia diawali dengan
masuknya faham wahabi yang dibawa oleh kaum padri di Minangkabau dengan
gerakan radikal,keras meski akhirnya hancur gerakan padri akibat kekalahan dari
kolonial Belanda. Gerakan pembaharuan berikutnya adalah pembaharuan
Muhammad Abduh yang kemudian diterima oleh kalangan muslim Indonesia
terlihat dari munculnya sejumlah organisasi ,majalah Islam dan tokoh
pembaharu yang membawa pemikiran Abduh dalam pembaharuannya .Pengaruh
pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia demikian besar terlihat menjamurnya
beragam organisasi Islam salah satunya organisasi al Irsyad yang didirikan oleh
syekh ahmad muhammad assurkaty al anshary pernah kenal dekat dengan
sayyid rashid ridla disaat Rasyid sedang mendirikan perkumpulan pendidikan
adda wah wal Irsyad kemudian Ia juga telah mengenal tulisan Abduh tahun 1905
termuat dimajalah al Manar sewaktu Ia bermukim di Mekkah dan telah
berlangganan majalah al Manar.Pemikiran Abduh memberi semangat bagi
ahmad Arssurkaty untuk mendirikan organisasi al Irsyad 6 September 1914 dan
al Irsyad inilah dikembangkan menjadi sekolah-sekolah al Irsyad yang diambil
dari nama pergerakan didirikan rasyid ridla.Pergerakan al Irsyad terdiri kalangan
Arab bergerak dalam bidang pendidikan yakni memperbaiki sistem pemahaman
agama dengan meningkatkan bahasa arab,menghilangkan kesenjangan sosial
dikalangan masyarakat.Pengaruh pembaharuan Muhammad Abduh pada
organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh KH A.Dahlan 18 november 1912
kemudian Muhammadiyah lahir atas pengaruh Abduh mengingat sang pendiri
Muhammadiyah dulu pernah belajar agama di Mekah ,A.Dahlan pernah
membaca majalah al Manar karya Abduh serta lewat perantara kh Bakir ,maka Ia
dapat berkenalan dengan Rasyid Ridla sempat bertukar pikiran hingga cita-cita
pembaharu meresap dalam sanubarinya.Gerakan pembaharuan Muhammadiyah
bergerak dalam bidang keagamaan,pendidikan salah satunya bertujuan
mengajak masyarakat Indonesia menjalankan ajaran Allah yang sebenarnya
.Pemikiran Abduh memberi inspirasi tokoh Islam kala itu menerbitkan majalah
sejenis yang dipelopori Syekh Tahir Djaluddin berasal dari Minangkabau yakni
majalah al Imam didirikan di Singapura tahun 1906.Majalah al Imam membahas
masalah agama dan pembaharuan kemudian majalah ini sering mengutip

pendapat dari Muhammad Abduh sehingga tak heran majalah ini juga
berpengaruh besar bagi para ulama di Minangkabau membuat mereka terdorong
untuk menerbitkan majalah al Munir.Majalah al Munir banyak memuat artikel
terjemahan yang diambil dari majalah al Manar di Mesir tak dipungkiri majalah
ini beredar luas ditanah jawa,bahkan A.Dahlanlah yang menerjemahkan
beberapa artikel al Munir ke dalam bahasa Jawa ditujukan untuk pembaca di
jawa ,meski peredaran majalah ini sempat dilarang Belanda,tetapi kaum muda di
Sumatera terinspirasi al Munir dengan mendirikan lembaga pendidikan bernama
sumatera Thawalha tahun 1918 ,sebuah sistem pendidikan bersifat modern baik
kelas maupun kurikulum.Pembaharuan Abduh juga berpengaruh pada diri
A.Hassan walau dulu sempat mengenal ajaran Wahabi termasuk ayahnya,namun
melalui tulisan-tulisan yang terdapat dalam majalah al Imam yang didirikan Tahir
Djalaluddin tersebut A.Hassan mampu membuka hatinya yang mendorong
mendirikan organisasi persatuan Islam atau Persis .Pengaruh pembaharuan
Muhammad Abduh di Indonesia membawa dampak luar biasa bagi perjalanan
panjang sejarah Indonesia

Anda mungkin juga menyukai