Anda di halaman 1dari 43

IDENTITAS BUKU

SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Buku ajar untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Tjipto Subadi, M.Si
Penulis : 1. Supriyanto/Q100200012.
2. Eko Wahono/Q100200021.
3. Edi Sujarwo/Q100200015.
4. Puji Hastutiningsih/Q100200016.
5. Danang Prasetya/Q100200028.
6. Indah Wigati P/Q100200019.
Terbit : 2021

i
PRAKATA

Teori dan praktik pendidikan selain dibangun di atas landasanIlmu Pendidikan,


juga di bangun di atas landasan ilmu‐ilmu lain, seperti Filsafat, Psikologi, dan
Sosiologi. Jika Psikologi terfokus pada pengembangan individual peserta didik dan
Filsafat terfokus pada hakekat pendidikan, hakekat peserta didik dan arah ke mana
mereka akan dikembangkan, maka Sosiologi terfokus pada pengembangan sosial
peserta didik, peran sosial lembaga pendidikan, dan pengaruh masyarakat dan sistem
non‐pendidikan terhadap lembaga pendidikan. Sosiologi yang memberikan landasan
pada teori dan praktik pendidikan disebut dengan Sosiologi Pendidikan. Karena itu,
calon guru Pendidikan Agama Islam, melalui Sosiologi Pendidikan, dibantu
memperoleh bekal‐bekal dasar yang terkait dengan pengembangan sosial peserta didik,
peran sosial lembaga pendidikan, dan pengaruh masyarakat dan sistem non‐pendidikan.
Dalam buku ini akan dibicarakan beberapa hal yang dianggap penting dari Sosiologi
Pendidikan. Di dalamnya dibahas mulai dari sejarah, teori, dan aspek‐aspek eksternal
pendidikan yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, untuk
itu komentar, saran, dan kritik membangun dari para pembaca untuk memperbaiki dan
melengkapi penjelasan serta uraian ini, dikesempatan lain, sangat penulis harapkan.
Daftar Isi

Ttd

Penulis
DAFTAR ISI

IDENTITAS BUKU........................................................................................................i

PRAKATA.......................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAGIAN 1.........................................................................................................................1

SOSIOLOGI PENDIDIKAN............................................................................................1

A. Konsep Sosiologi Pendidikan.....................................................................................1

B. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan........................................................................3

C. Sejarah Sosiologi Pendidikan.....................................................................................6

1. Sejarah Sosiologi....................................................................................................6

2. Sejarah Sosiologi Pendidikan.................................................................................9

D. Tujuan Sosiologi Pendidikan...................................................................................12

BAGIAN 2.......................................................................................................................17

SOSIOLOGI SECARA UMUM.....................................................................................17

A. Konsep Sosiologi......................................................................................................17

B. Interaksi Sosial.........................................................................................................18

1. Pengertian.............................................................................................................18

2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial........................................................................18

3. Faktor-faktor Pendorong Interaksi Sosial.............................................................19

4. Hubungan Antara Keteraturan Sosial dan Interaksi Sosial..................................19

5. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial............................................................................20

6. Interaksi Sosial Yang Bersifat Asosiatif...............................................................20

7. Interaksi Sosial Yang Bersifat Disasosiatif..........................................................21

C. Struktur Sosial..........................................................................................................21
1. Pengertian menurut para Ahli...............................................................................21

2. Unsur-Unsur Struktur Sosial................................................................................22

3. Fungsi Struktur Sosial..........................................................................................23

4. Ciri-Ciri Struktur Sosial.......................................................................................24

5. Elemen Dasar Struktur Sosial...............................................................................25

D. Institusi Sosial..........................................................................................................26

1. Pengertian.............................................................................................................26

2. Proses-Proses Pertumbuhan Kelembagaan (Institusi)..........................................27

3. Tipe-Tipe lembaga social.....................................................................................28

4. Unsur-Unsur Dalam Lembaga Sosial...................................................................29

5. Institusi Dalam Keluarga......................................................................................30

E. Perubahan Sosial......................................................................................................32

F. Lapisan Sosial..........................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38
BAGIAN 1
SOSIOLOGI PENDIDIKAN

A. Konsep Sosiologi Pendidikan


1. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Untuk mengerti dan memahami disiplin sosiologi pendidikan, maka
diperlukan telaah secara komprehensif, yang dimulai dari definisi, sejarah
kemunculannya sampai menjadi sebuah pendekatan yang diakui dan dikenal
luas. Mempelajari sosiologi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari telaah
komprehensif tersebut, karena kemunculan disiplin ilmu ini merupakan
persentuhan antara disiplin sosiologi dan ilmu pendidikan. Pada awalnya,
sosiologi dan ilmu pendidikan memiliki wilayah kajian yang berbeda.
Namun karena perkembangan sosial yang berlangsung menyebabkan kedua
disiplin ilmu ini bersinergi. Dengan kata lain, sosiologi pendidikan
merupakan subdisiplin yang menempati wilayah kajian yang menjembatani
disiplin sosiologi dengan ilmu pendidikan. Ruang jembatan tersebut secara
garis besar diisi dengan titik-titik persentuhan dalam konsep, teori,
metodologi, ruang lingkup, maupun pendekatan yang dipergunakan.
Secara historis, sosiologi dan pendidikan dianggap sebagai pengetahuan
kuno, yang keberadaannya berbarengan dengan awal mula adanya manusia.
Apabila sosiologi dipahami dalam arti luas, yakni sebagai social interraction
(interaksi sosial) atau human relationship (hubungan antar manusia), maka
sosiologi telah ada sejak zaman Nabi Adam. Namun sosiologi dalam
pengertian scientific (ilmu pengetahuan), yakni sebagai ilmu yang
tersistematisasi dan bermetode, maka baru diakui sejak abad ke 19 melalui
Auguste Comte (1798-1857), yang kemudian ia dikenal sebagai bapak
pendiri sosiologi.
Demikian juga dengan pendidikan, kalau pendidikan dipahami dalam arti
luas, yakni sebagai proses belajar, mengenal, dan mengetahui, maka
pendidikan telah ada sejak zaman Nabi Adam juga. Ketika Allah swt
mengajari Adam utuk mengenal nama-nama seluruh benda yang ada di
sekitarnya, dapat dikatakan bahwa peristiwa tersebut sebagai aktivitas

1
pendidikan (QS. Al-Baqarah: 31): “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-
nama (benda) semuanya kemudian Dia perlihatkan kepada para Malaikat
seraya berfirman, ‘sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu
yang benar!’”. Tetapi sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,
ilmu pendidikan baru diakui pada abad 19, ketika para ahli berhasil
merumuskan obyek, metode, dan sistemnya.
Mempelajari sebuah ilmu sebaiknya dimulai dari definisinya.
Mengetahui definisi akan memudahkan kita untuk mengerti dan memahami
isinya. Begitu juga dalam mempelajari sosiologi pendidikan kita diharuskan
mengetahui apa definisi sosiologi pendidikan itu? Istilah sosiologi
pendidikan merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata; sosiologi
dan pendidikan.
Sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau cabang ilmu sosial yang
mempelajari secara sistematik kehidupan bersama manusia yang ditinjau dan
diamati dengan menggunakan metode empiris yang di dalamnya terkandung
studi tentang kelompokkelompok manusia, tatanan sosial, perubahan sosial,
sebab-sebab sosial, dan segala fenomena sosial yang mempengaruhi perilaku
manusia. 4 Jadi sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam
kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di
suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Secara terminologis, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi,
mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) sebagai upaya mempersiapkan
individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta
tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam berpikir
tajam, berperasaan, giat dalam berkreasi, toleransi pada yang lain,
berkompetensi dalam mengungkapkan bahasa tulis dan bahasa lisan dan
terampil berkreativitas. Sementara Azyumardi Azra menganggap pendidikan
sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pengertian
lain, pendidikan dipahami sebagai usaha manusia optimistik mendasar yang
dikenali dari aspirasi untuk kemajuan dan kesejahteraan. Pendidikan
dianggap sebagai tempat anak-anak bisa berkembang sesuai kebutuhan dan
potensi unik mereka. Selain itu juga sebagai salah satu arti terbaik dalam
mencapai kesetaraan sosial yang lebih tinggi. Banyak orang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan setiap orang hingga
potensi tertinggi mereka dan memberi kesempatan untuk mencapai
segalanya dalam kehidupan sesuai kemampuan alami mereka.
Sosiologi pendidikan merupakan suatu ilmu yang membicarakan
bagaimana proses interaksi sosial yang dilakukan oleh seorang individu
untuk mempengaruhi individu lain untuk mencari pengalaman baru serta
mengorganisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
F. G. Robbins dan Brown mendefinisikan sosiologi pendidikan adalah
“ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial
yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi
pengalamannya”.
Jadi, sosiologi pendidikan adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
membahas proses interaksi sosial anak-anak mulai dari keluarga, masa
sekolah sampai dewasa serta dengan kondisi-kondisi sosio kulturil yang
terdapat di dalam masyarakat dan negaranya.
B. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang interaksi antara individu-individu dengan kelompok, kelompok dengan
kelompok. Secara khusus sosiologi pendidikan itu membicarakan, melukiskan
dan menerangkan institusi-institusi, kelompok-kelompok, sosial dan proses
kelompok sosial, hubungan sosial dimana didalam dan dengannya manusia
memperoleh dan mengorganisir pengalaman-pengalamannya. Jadi sosiologi
pendidikan tidak hanya terbatas pada studi sekolah saja tetapi lebih luas lagi
ialah mencakup institusi-institusi sosial dengan batasan sepanjang pengaruh
daripada totalitas miliekulural terhadap perkembangan kepribadian anak.
Wilayah kajian sosiologi pendidikan memang sangat luas, namun
kajiannya tidak terlepas dari berbagai persoalan masyarakat dan yang
memungkinkan institusi pendidikan merekam berbagai persoalan dalam
masyarakat tersebut. Pendidikan yang dilembagakan seperti persekolahan,
dituntut untuk dapat merekam segala fenomena yang terjadi di masyarakat,
selanjutnya sekolah memberikan penjelasan kepada peserta didik terhadap
ontologis dari suatu peristiwa. Dengan adanya peristiwa tersebut diharapkan
peserta didik dapat menentukan arah dan sikap yang tepat dalam merespon
positif atau negatifnya sebuah peristiwa.
Mengingat banyaknya masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini,
mengharuskan masyarakat dituntut untuk turut serta aktif bahkan proaktif dan
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan persekolahan. Walaupun sangat
dirasakan bahwa tuntutan masyarakat selalu lebih besar daripada peranan
masyarakat itu sendir, padahal kepedulian masyarakat akan menentukan
meningkatnya pendidikan.
Menurut teori hirarki kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Armstrong
(1994) berlaku universal pada manusia hampir disepakati oleh ilmuan, yang inti
dari teori tersebut mengatakan bahwa manusia membutuhkan pemenuhan-
pemenuhan sebagai berikut:
a. Fisiologis: kebutuhan makan, minum dan hal-hal yang penting untuk
kehidupan.
b. Keselamatan atau keamanan: kebutuhan perlindungan dari bahaya dan
kehilangan kebutuhan fisiologis
c. Sosial: kebutuhan cinta, kasih sayang dan diterima sebagai anggota
kelompok sosial.
d. Penghargaan: kebutuhan memiliki harga diri yang stabil dan tinggi serta
kebutuhan untuk dihormati orang lain.
e. Pemenuhan diri: kebutuhan untuk mengembangkan potensi dan kecakapan,
untuk menjadi orang yang dipercaya orang lain.
Wilayah kajian sosiologi pendidikan yang cukup luas dengan segala aspek
kehidupan masyarakat dengan segala atributnya, menjadikan sosiologi
pendidikan sebuah disiplin ilmu yang penting diberiakan dilembaga pendidikan
tenaga kependidikan islam (LPTKI). Sebab kajian mengenai masyarakat tidak
akan putus-putusnya, terutama berkaitan dengan norma dan nilai yang dianut,
baik itu norma dan nilai yang berdasarkan budaya, terutama yang berdasarkan
agama.
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan
namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational
Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh
professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir
pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi. Mengenai ruang
lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok
bahasan berikut:
1. Hubungan system pendidikan dengan sistem social lain
2. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
3. Hubungan antar manusia dalam system pendidikan
4. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al.,
2007: 81).
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai
bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan
itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata
kepentingan masyarakat, baik pada level nasionalmaupun lokal. Sosiologi
Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang
memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan
dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar,
interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak
pendidikan pada kehidupan peserta didik (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007:
82). Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan
dituntut melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang
fenomena yang termasuk kedalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk
diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak
generalisasi empiric sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan
informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari
lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang
masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan
akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik
dan akan dapat menafsirkan fenomena – fenomena yang dihadapi secara
akurat. Penjelasan-penjelasan itu bias disampaikan melalui berbagai media
komunikasi.
2. Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan
yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan
itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya
faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk kedalam masyarakat melalui
berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam
perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan
tantangan baru.
3. Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan
pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang
memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan
sendiri.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi,
danutilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena social
dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih
fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan
berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara
orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi
peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas
sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan
lain.

C. Sejarah Sosiologi Pendidikan


1. Sejarah Sosiologi
Jauh sebelum lahirnya sosiologi, sebetulnya telah ada perhatian dari para
intelektual terhadap masalah-masalah serta isu-isu yang berhubungan dengan
masyarakat dan perilaku manusianya. Para ahli filsafat Pencerahan
(Enlightenment) pada abad ke-18 sudah menekankan peranan akal budi dalam
memahami perilaku manusia dan memberikan landasan untuk hukum-hukum
dan organisasi negara. Arah pemikiran mereka menekankan pada dobrakan
utama terhadap pemikiran abad pertengahan yang bergaya dogmatis, di mana
perilaku manusia dan organisasi masyarakat terikat dalam hubungannya dengan
kepercayaan-kepercayaan agama.
Abad pencerahan pada abad ke-17 M merupakan abad berkembangnya
ilmu pengetahuan yang ditandai dengan berbagai macam penemuan di bidang
ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap
pandangan mengenai perubahan masyarakat yang sebelumnya dianggap sebagai
nasib yang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Muncul pemikiran
jika perubahan yang terjadi di dalam masyarakat harus dapat dijelaskan secara
rasional (masuk akal), dan berpedoman pada akal budi manusia. Maka
muncullah metode ilmiah. Beberapa pemikir yang menekankan pentingnya
metode ilmiah untuk mengamati masyarakat, diantaranya ada Francis Bacon dari
Inggris, Rene Descartes dari Prancis, dan Wilhelm Leibnitz dari Jerman.
(Sudarsono & Agustina, 2016).
Ibnu Khaldun (1332-1406), seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam
terkemuka asal Tunisia sudah merumuskan suatu model tentang suku bangsa
nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus bertipe menetap dalam
suatu hubungan yang kontras. Karya Khaldun yang dituliskan dalam buku yang
berjudul al-Muqaddimah tentang sejarah dunia dan sosial-budaya yang
dipandang sebagai karya besar (masterpiece) di bidang sosial.Teori sosial
Khaldun terkenal dengan “siklus peradaban”. Menurut Khaldun, setiap
peradaban berkembang melalui empat fase, yaitu: fase primitif atau nomaden,
fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan
kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun sering disebut
dengan fase; perintis, pembangun, penikmat, dan penghancur.
Pada mulanya, sosiologi masih menjadi bagian tak terpisahkan dari
filsafat. Pada waktu itu filsafat mencakup segala usaha-usaha pemikiran
mengenai masyarakat. Filsafat bahkan mendapat julukan sebagai “induk dari
ilmu pengetahuan” atau “Mater Scientia rum”, menurut Francis Bacon sebagai
“the great mother of the sciences”. Seiring dengan perkembangan zaman dan
tumbuhnya peradaban manusia, pelbagai ilmu pengetahuan, yang semula
tergabung dalam filsafat memisahkan diri dan berkembang mengejar tujuan
masing-masing. Sosiologi termasuk cabang ilmu yang memisahkan dari filsafat.
Sosiologi merupakan ilmu yang muncul jauh setelah kehadiran ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Meskipun pertanyaan mengenai perubahan di
masyarakat sudah ada ratusan tahun sebelum masehi, namun sosiologi dalam
pengertian sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat baru lahir belasan
abad kemudian. Awalnya, semua pengetahuan manusia jadi satu dalam filsafat,
tapi sejalan waktu terjadi spesialisasi, filsafat membentuk beberapa cabang ilmu
seperti astronomi, fisika, kimia, biologi, dan geologi, sedang filsafat kejiwaan
dan filsafat sosial berkembang menjadi psikologi dan sosiologi.
Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur
relatif muda yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali
diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut
sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang
pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy, yang diterbitkan dalam
tahun 1838. Karyanya mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap
metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi
dan klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini
merupakan pandangan baru pada saat itu. (Tjipto Subadi, 2009, h.6)
Istilah sosiologi dikemukakan pertama kali oleh seorang filsuf dari
Perancis yang bernama Auguste Marie Francois Savier Comte, atau terkenal
dengan sebutan Auguste Comte pada tahun (1798-1857), dalam bukunya
“Course de Philosophie Positive”. Karena jasanya maka Auguste Comte disebut
sebagai Bapak Sosiologi, dimana sosiologi berasal dari kata latin socius yang
berarti teman atau sesama dan kata logos dari bahasa Yunani yang artinya cerita.
Jadi pada awalnya sosiologi berarti bercerita tentang teman (masyarakat).Bagi
Comte, sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan yang mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antarmanusia yang
menguasai kehidupan.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan telah memiliki lapangan
penyelidikan, sudut pandang, metode dan susunan pengetahuan yang jelas.
Objek penelitiannya adalah tingkah laku manusia dan kelompok. Sudut
pandangnya memandang hakikat masyarakat, kebudayaan dan individu secara
ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuannya terdiri dari atas konsep-konsep dan
prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan dan
perkembangan pribadi.
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki objek studinya baik dari segi material
maupun formalnya. Dari segi material, objek studi sosiologi adalah manusia
baik, sebagai individu ataupun anggota suatu kelompok sosial. Sedangkan dari
segi formal, sosiologi memandang manusia sebagai perwujudan hubungan sosial
antar manusia serta proses yang timbul dari hubungan sosial dalam masyarakat
sehingga membentuk struktur sosial. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat yang
dimaksud dengan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem, adat istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan
terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
2. Sejarah Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan merupakan cabang ilmu pengetahuan yang baru,
berkembang menjelang di awal abad ke-20. John Dewey (1859-1952) adalah
tokoh pertama yang memandang begitu esensialnya hubungan antara lembaga
pendidikan dan masyarakat. Menurutnya, terlihat nyata adanya perubahan
struktur masyarakatdari bentuk semulanya. Dalam arus perubahan yang begitu
pesat tersebut, Dewey melihat betapa kecil, dan bahkan tidak ada sama sekali
peranan penyiapan anak didik yang dilakukan lembaga-lembaga pendidikan
supaya peserta didik bisa menyadari masyarakat baru yang sedang tumbuh di
sekitarnya.Dewey berupaya mengembangkan pengalaman belajar di kelas dan di
sekolah suatu bentuk kehidupan yang bisa menumbuhkan semangat sosial,
semangat saling membantu dan gotong royong. (Zaitun, 2016, h.8).
Manusia adalah makhluk sosial, yang selalu berkelompok dan saling
membutuhkan satu sama lain. Kajian sosiologi pendidikan menekankan
implikasi dan akibat sosial dari pendidikan dan memandang masalah-masalah
pendidikan dari sudut totalitas lingkup sosial kebudayaan, politik dan
ekonomisnya bagi masyarakat. Apabila psikologi pendidikan memandang gejala
pendidikan dari konteks perilaku dan perkembangan pribadi, maka sosiologi
pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian dari struktur sosial
masyarakat. Dilihat dari objek penyelidikannya sosiologi pendidikan adalah
bagian dari ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara
umum juga merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial. Sedangkan yang
termasuk dalam lingkup ilmu sosial antara lain: ilmu ekonomi, ilmu hukum,
ilmu pendidikan, psikologi, antropologi dan sosiologi. Dari sini terlihat jelas
kedudukan sosiologi dan ilmu pendidikan.
Pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri
dan kesadaran sosial. Dunia pendidikan merupakan keharusan melakukan
perubahan-perubahan dan penyesuaian seirama dengan arus modernisasi dan
transformasi yang berlangsung dalam masyarakat modern.Perubahan sosial yang
begitu cepat mengakibatkan hubungan antar manusia berubah pula, dari sifat
hubungan intim dalam kelompokprimer ke sifat hubungan impersonal dalam
kelompok sekunder. Pergeseran bersumber berbagai masalah sosial. Institusi
pendidikan tidak mampu mengejar perubahan sosial yang cepat itu.terutama
karena kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang menimbulkan berbagai
cultural lag. Dalam situasi semacam itu proses sosilisasi anak mengalami
kesulitan, sedangkan lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya.
Kemudian ahli sosiologi menyumbangkan pemikiran-pemikirannya, untuk turut
memecahkan masalah pendidikan itu, maka lahirlah suatu disiplin ilmu baru
yang disebut dengan sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan memandang pendidikan dari sudut struktur sosial
masyarakat. Tugas pendidik menurut sosiologi sebagai pemelihara kehidupan
dan mendorong kemajuan masyarakat. Pada umumnya kaum pendidik
memandang tujuan akhir pendidikan lebih bersifat sosialistis daripada
individualistis. Masyarakat pada hakikatnya merupakan sistem hubungan antara
satu dengan yang lain. Tiap masyarakat mengalami perubahan dan kontinuitas,
integrasi dan desintegrasi, kerjasama dan konflik.
Sosiologi pendidikan dikuliahkan pertama kali oleh Henry Suzzalo tahun
1910 di Teacher College, Universitas Columbia. Tetapi baru tahun 1917 terbit
texbook sosiologi pendidikan yang pertama kali karya Walter R. Smith dengan
judul “Introduction to Educational Sociology”. Pada tahun 1916 di Universitas
New York dan Columbia didirikan Jurusan Sosiologi Pendidikan. Himpunan
untuk studi sosiologi pendidikan dibentuk pada kongres Himpunan Sosiologi
Amerika dalam tahun 1923. sejak tahun itu diterbitkan buku tahunan sosiologi
pendidikan. Pada tahun 1928 terbitlah The Journal of Educational Sociology di
bawah pimpinan E. George Payne. Majalah Social Education mulai terbit dalam
tahun 1936. sejak tahun 1940 dalam Review of Educational Research dimuat
pula artikel-artikel yang mempunyai hubungan dengan sosiologi pendidikan.
Di Indonesia, mata kuliah sosiologi pendidikan baru muncul tahun 1967.
Mata kuliah ini dicantumkan dalam kurikulum Jurusan Didaktik dan Kurikulum
pada Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta. Setidaknya ada tiga faktor
yang menunjang pertumbuhan sosiologi pendidikan dalam tahun 1960-an di
Indonesia. Pertama, sifat pendidikan guru yang berubah-ubah mulai dengan
diperkenalkannya program pendidikan tahap pertama selama tiga tahun di
collegecollege pada tahun 1962. Kedua, Permintaan terhadap tenaga guru
semakin banyak, sehingga para mahasiswa- yang mengambil jurusan pendidikan
guru- yang sedang belajar di college-college menambah studinya selama satu
tahun lagi hingga mencapai gelar Bachelor of Education (Sarjana Muda
Pendidikan). Faktor kedua ini merangsang perkembangan studi akademik
pendidikan, dan dengan demikian merangsang pula pertumbuhan ilmu-ilmu
sosial dasar yangmenopangnya, yakni sosiologi, psikoligi, filsafat, dan sejarah.
Dari sini lahirlah permintaan-permintaan akan tenaga sosiolog untuk ikut
mengajar pada program-program studi akademis ini. Selanjutnya perkembangan
ini merangsang pula departemen-departemen pendidikan di universitas untuk
menyelenggarakan program-program diploma dan program gelar lainnya yang
lebih tinggi guna menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan.Menurut
pendapat Ary Gunawan, bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri dari empat
fase, yaitu:
a. Fase pertama, dimana sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang
kehidupan bersama filsafat umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang
filsafat, maka namanya adalah filsafat sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul keinginan-keinginan untuk membangun
susunan ilmu berdasarkan pengalaman-pengalamandan peristiwa-peristiwa
nyata (empiris). Jadi pada fase ini mulai adanya keinginan memisahkan diri
antara filsafat dengan sosial.
c. Sosiologi pada fase ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte
adalah “bapak sosiologi”, karena ialah yang pertama kali mempergunakan
istilah sosiologi dalam pembahasan tentang masyarakat. Sedangkan Saint
Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi sosiologi. Ia bermaksud
membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”. Dengan ilmu tersebut
Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot (1726-1781)
sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi menjadi
tumbuh sendiri.
d. Pada fase yang keempat ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-
sama memberikan batas yang tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus
memberikan pengertian-pengertian dan metode-metode sosiologi yang
khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam metodenya ini berada pada
akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche, Novalis, Adam Muller,
Hegel, dan lain-lain
Sosiologi pendidikan muncul sebagai suatu keharusan sejarah karena
dalam masyarakat terbukti pendidikan merupakan alat yang cukup ampuh untuk
memunculkan perubahan-perubahan sosial. Pendidikan juga menjadi factor yang
menentukan untuk menilai maju mundurnya suatu masyarakat. Masyarakat atau
negara yang sistem pendidikannya buruk akan mengalami hambatan dalam
pembangunan nasionalnya. Kaum pendidik sadar bahwa banyak hal dalam
sistem pendidikan tidak dapat dikaji dari disiplin ilmu pendidikan semata, perlu
urun rembug dari ilmuwan sosial, seperti sosiolog. Perkembangan masyarakat
yang pesat juga menjadi pendorong bagi berkembangnya sosiologi pendidikan
seperti saat ini.

D. Tujuan Sosiologi Pendidikan


Sosiologi Pendidikan merupakan ilmu terapan daripada ilmu sosiologi.
Sosiologi sebagai disiplin ilmu sosial tertua merupakan ilmu yang mengkaji
perilaku masyarakat dalam berbagai aspeknya, dalam perkembangannya
sosiologi berkembang pesat, demikian pola cabang-cabang dan teori-teori yang
dipergunakannya juga semakin berkembang. Perkembangan masyarakat yang
semakin kompleks dengan berkembangnya Saat ini kita mengenal istilah seperti
sosiologi pembangunan, sosiologi pertanian, sosiologi pendidikan, sosiologi
kesehatan, dan sosiologi industri.
Ilmu Pendidikan adalah seni dan strategi mengajar yang merupakan
bagian ilmu sosial. Ilmu Pendidikan semata tidak akan mampu menelaah
pendidikan dalam masyarakat yang semakin lama semakin kompleks. Oleh
karena itu muncul sosiologi pendidikan yang akan menjawab pertanyaan -
pertanyaan tentang masalah pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat,
terutama menyangkut aspek sekolah, guru, lingkungan dan masyarakat secara
khusus dan secara umum.
Sosiologi Pendidikan adalah cabang dari sosiologi yang membahas
struktur dan proses pendidikan di masyarakat, secara khusus dan secara umum.
Secara khusus membahas aspek-aspek sosial dari pendidikan pada tingkat
individu, keluarga, dan sekolah. Secara umum membahas berbagai ide, maupun
pranata sosial yang berpengaruh terhadap struktur dan dinamika proses
pendidikan.
Sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, sosiologi pendidikan memiliki
tujuan. Bebarapa ahli seperti Francis Bacon mengemukan bahwa sosiologi
pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai
tempat dan cara individu memperoleh dan mengorganisasi pengalamannya.
Sedangkan George S. Harrington mengatakan bahwa tujuan sosiologi
pendidikan adalah:
a. To Understand the role of the Teacher in the community and the school as
an instrument of social progress and social factors affecting school.
b. To understand the democratic ideologies, our cultures and economic and
social trends in relation of both formal and informal educational agencies.
c. To understand social forces and their effects upon individuals.
d. To socialize the curriculum, and
e. To use techniques of research and critical thinking to achieve these aims.
Tujuan sosiologi pendidikan diatas, bahwa masyarakat sangat
menggantungkan harapan besar terhadap proses dan interaksi yang terjadi dalam
dunia pendidikan. Pendidikan merupakan instrument peningkatan kemajuan
masyarakat, perkembangan ideologi, budaya dan ekonomi. Sehingga pendidikan
merupakan sebuah kekuatan sosial sekaligus dapat digunakan untuk melakukan
penelitian dan kritik terhadap upaya-upaya pencapaian sesuatu di
masyarakat.Sementara itu menurut S.Nasution, dikemukakan bahwa tujuan
sosiologi pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik
dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam hal ini harus
diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap
perkembangan kepribadian anak.
b. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan
sosial. Pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan
masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih
mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula. Di samping itudengan
pengetahuan dan ketrampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas
serta kreativitas sosial.
c. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam
masyarakat. Berdirinya lembaga pendidikan dalam masyarakat sering
disesuaikan dengan tingkatan daerah dimana lembaga pendidikan itu berada.
d. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis tenaga kependidikan dalam
kegiatan sosial. Peranan aktivitas tenaga kependidikan dalam berpartisipasi
aktif dalam kegaiatan sosial kemasyarakatan. Menjadi motor penggerak dari
peningkatan taraf hidup sosial.
e. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan.
Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus
bertolak pada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila
sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar
untuk menentukan tujuan pendidikan nasional serta tujuan pendidikan
lainnya.
f. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang terdidik
dalam kegiatan sosial. Peranan dan aktivitas warga yang berpendidikan
sering menjadi ukuran tentang maju dan berkembangnya kehidupan
masyarakat. Menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup sosial.
g. Memberikan kepada tenaga kependidikan latihan-latihan yang efektif dalam
bidang sosiologi sehingga dapat memberikan kontribusi secara cepat dan
tepat terhadap masalah pendidikan. Sosiologi pendidikan sesungguhnya
tidak hanya membahas hal-hal yang berkenaan dengan proses belajar saja,
akan tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat
dianalisis sosiologis.
Dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para
pendidik, selain berharga untuk menganalisis pendidikan juga bermanfaat untuk
memahami hubungan antar manusia di sekolahserta struktur masyarakat.
Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah-masalah sosial dalam
pendidikan saja, melainkan hal-hal pokok lain seperti tujuan pendidikan,
kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya.
Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya adalah untuk mempercepat
dan meningkat pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Kemudian jika difahami dari beberapa tujuan sosiologi pendidikan di
atas, maka untuk konteks di Indonesia, antara lain; (1) berusaha memahami
peranan sosiologi daripada kegiatan sekolah terhadap masyarakat, terutama
apabila sekolah ditinjau dari segi kegiatan intelektual. Dengan begitu sekolah
harus bisa menjadi suri teladan di dalam masyarakat sekitarnya dan lebih luas
lagi, atau dengan singkat mengadakan sosialisasi intelektual untuk memajukan
kehidupan di dalam masyarakat; (2) untuk memahami seberapa jauhkah guru
dapat membina kegiatan sosial anak didiknya untuk mengembangkan
kepribadian anak; (3) untuk mengetahui pembinaan ideologi Pancasila dan
kebudayaan nasional Indonesia di lingkungan pendidikan dan pengajaran.; (4)
untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat
sekitarnya agar pendidikan mempunyai kegunaan praktis di dalam masyarakat
dan negara seluruhnya; (5) untuk menyelidiki faktor-faktor kekuatan masyarakat
yang bisa menstimulus pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak; (6)
memberi sumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pendidikan; (7)
memberi pegangan terhadap penggunaan prinsip-prinsip sosiologi untuk
mengadakan sosiologi perilaku dan kepribadian anak didik.
Tujuan Sosiologi Pendidikan dalam konteks Pendidikan di Indonesia
adalah memberikan pembekalan dasar-dasar ilmiah sosiologi kepada para guru
atau calon guru agar mampu mengetahui, memahami, menerapkan dan
melaksanakan dimensi sosiologi dalam pendidikan, sehingga tercapai tujuan
pendidikan nasional. Dengan demikian akan tercapai aspek profesionalisme
pada guru, secara pribadi maupun sosial.
BAGIAN 2
SOSIOLOGI SECARA UMUM

A. Konsep Sosiologi
Secara estimologis ‘Sosilogi’ berasal dari bahasa Latin dan Yunani,
yakni kata ‘socius’ dan ‘logos’. ‘Socius’ (Yunani) yang berarti ‘kawan’,
‘berkawan’, ataupun ‘bermasyarakat’, sedangkan ‘logos’ berarti ‘ilmu’ atau bisa
juga ‘berbicara tentang sesuatu’. Dengan demikian secara harfiah istilah
“sosiologi” dapat diartikan ilmu tentang masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok
dan struktur sosialnya.
Secara terminologis, beberapa ahli mendefinisikan sosiologi secara agak
berbeda. Marx Weber memandang sosiologi sebagai studi tentang tindakan
sosial antar hubungan sosial. Sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan
memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta hubungan sosial
untuk sampai pada penjelasan kausal. Pitirim A. Sorokin mengatakan bahwa
sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari: (a) Hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka ragam gejala-gejala sosial (misal: antara gejala
ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; dan
gerakan masyarakat dengan politik); (b) Hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala-gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial (misal: gejala
geografis dan biologis).
Dari berbagai definisi yang dikemukan oleh para ahli dapatlah
disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau cabang ilmu
sosial yang mempelajari secara sistematik kehidupan bersama manusia yang
ditinjau dan diamati dengan menggunakan metode empiris yang di dalamnya
terkandung studi tentang kelompok-kelompok manusia, tatanan sosial,
perubahan sosial, sebab-sebab sosial, dan segala fenomena sosial yang
mempengaruhi perilaku manusia. Jadi sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain
dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat
atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
B. Interaksi Sosial
1. Pengertian
Interaksi social merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
Ciri-ciri interaksi sosial menurut Charles P. Loomis:
a. Jumlah pelaku dua orang atau lebih.
b. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol atau
lambang.
c. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini, dan
masa yang akan datang.
d. Adanya tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.
2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial :
a. Kontak Sosial
b. Sifat-sifat kontak sosial:
c. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif.
d. Kontak sosial positif : mengarah pada suatu kerjasama.
e. Kontak sosial negatif : mengarah pada suatu pertentangan atau konflik.
f. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder.
g. Kontak sosial primer : bertemu muka secara langsung. Contohnya :
kontak guru dan siswa didalam kelas, jabat tangan, dsb.
h. Kontak sosial sekunder : melalui suatu perantara. Contoh : menitipkan
pesan lewat teman.
Komunikasi merupakan hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya
kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik,
atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. 5 unsur pokok dalam
komunikasi yakni komunikator, komunikan, pesan, media, dan efek. Tiga
tahap penting dalam proses komunikasi :
1) Encoding : Gagasan yang akan dikomunikasikan yang diwujudkan
dalam bentuk kalimat atau gambar.
2) Penyampaian.
3) Decoding : Proses mencerna dan memahami kalimat serta gambar yang
diterima.
3. Faktor-faktor Pendorong Interaksi Sosial
1) Imitasi merupakan suatu tindakan meniru orang lain, baik dalam sikap
maupun tingkah laku. Contoh : gaya bicara, tingkah laku, pola pikir,
model rambut, dsb.
2) Sugesti merupakan pemberian pengaruh berupa pandangan, sikap,
maupun perilaku sehingga orang yang mendapat pengaruh tersebut akan
mengikuti tanpa berpikir panjang. Sugesti berasal dari:
a. Orang yang berwibawa, kharismatik atau yang punya pengaruh
terhadap yang dipengaruhi, seperti orangtua, ulama, dsb.
b. Orang yang mempunyai status lebih tinggi dari yang disugesti.
c. Kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.
d. Reklame atau iklan di media massa.
Faktor-faktor seseorang mudah disugesti yakni antara lain: terhambatnya
daya pikir kritis, kemampuan atau keadaan berpikir terpecah belah, orang
yang ragu-ragu.
3) Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara keseluruhan). Proses
identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang.
4) Simpati merupakan proses dimana seseorang merasa tertarik kepada
pihak lain. Dalam proses simpati, seseorang turut merasakan apa yang
dialami orang lain.
5) Empati merupakan simpati mendalam yang dapat mempengaruhi
kejiwaan dan fisik seseorang. Ex: pada suku Asmat dan Dani di Papua,
ada tradisi potong jari untuk menghormati dan merasakan kepedihan
keluarga yang sedang berkabung.
4. Hubungan Antara Keteraturan Sosial dan Interaksi Sosial
Keteraturan social merupakan hubungan yang selaras dan serasi antara
interaksi sosial, nilai sosial, dan norma sosial. Tahap-Tahap Pencapaian
Keteraturan Sosial :
a. Tertib Sosial merupakan kondisi kehidupan suatu masyarakat yang
aman, dinamis, dan teratur dimana setiap individu bertindak sesuai hak
dan kewajibannya.
b. Order merupakan sistem norma dan nilai sosial yang berkembang,
diakui, dan dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat.
c. Keajegan merupakan suatu kondisi keteraturan yang tetap dan tidak
berubah sebagai hasil dari hubungan antara tindakan, nilai dan norma
sosial yang berlangsung secara terus menerus.
d. Pola merupakan corak hubungan sosial yang tetap dalam interaksi
sosial.
5. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Dua macam Proses Interaksi Sosial menurut Gillin:
1) Proses Asosiatif (bersekutu) merupakan proses menuju terbentuknya
persatuan atau integrasi sosial.
2) Proses Disasosiatif (memisahkan) merupakan sering disebut juga sebagai
proses oposisi yang berarti cara berjuang melawan seseorang atau
sekelompok orang yang mencapai tujuan tertentu.
6. Interaksi Sosial Yang Bersifat Asosiatif
Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antarindividu atau kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pelaksanaannya, kerja sama
memiliki 5 bentuk yakni Kerukunan atau gotong royong, Bargaining,
Kooptasi, Koalisi, dan Joint-Venture.
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan lawan. Bentuk-bentuk akomodasi, sebagai berikut:
Koersi, Kompromi, Arbitrasi, Mediasi, Konsiliasi, Toleransi, Stalemate,
Segregasi, Ajudikasi, Eliminasi, Domination, Keputusan Mayoritas,
Minority Consent, Konversi, dan Genjatan Senjata.
Asimilasi merupakan usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan antar
individu atau antar kelompok guna mencapai suatu kesepakatan berdasarkan
kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

+ =
Pembauran budaya dimana 2 kelompok meleburkan kebudayaan mereka
sehingga melahirkan 1 kebudayaan yang baru.
Akulturasi merupakan perpaduan 2 kebudayaan yang berbeda dan
membentuk suatu kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan ciri
kepribadian masing-masing.

+ =

7. Interaksi Sosial Yang Bersifat Disasosiatif


Persaingan merupakan perjuangan berbagai pihak untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
Kontravens merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya
ketidakpuasan dan ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan
yang tidak diungkapkan secara terbuka. 5 bentuk kontravensi menurut
Leopold Wiese dan Howard Becker: 1. Kontravensi umum, 2. Kontravensi
sederhana, 3. Kontravensi intensif, 4. Kontravensi rahasia, 5. Kontravensi
taktis
Pertentangan atau Konflik suatu perjuangan individu atau kelompok
sosial untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan.
Bentuk-bentuk khusus pertentangan: Pertentangan pribadi, Pertentangan
rasial. Pertentangan antarkelas social, Pertentangan politik, Pertentangan
internasional.

C. Struktur Sosial
1. Pengertian menurut para Ahli
 George C. Homan, Mengaitkan struktur sosial dengan perilaku elementer
(mendasar) dalam kehidupan sehari-hari.
 Talcott Parsons, Berpendapat bahwa struktur sosial adalah keterkaitan
antarmanusia.
 Coleman, Melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan
antarmanusia dan antarkelompok manusia.
 Kornblum, Menekankan konsep struktur sosial pada pola perilaku
individu dan kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang yang
menciptakan hubungan antarindividu dan antarkelompok dalam
masyarakat.
 Soerdjono Soekanto, Melihat struktur sosial sebagai sebuah hubungan
timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan.
 Abdul Syani, Melihat struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam
kehidupan masyarakat. Tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat
merupakan jaringan dari unsur-unsur sosial yang pokok, seperti
kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial,
kekuasaan, dan wewenang.
 Gerhard Lenski, Mengatakan bahwa struktur sosial masyarakat diarahkan
oleh kecenderungan panjang yang menandai sejarah.
2. Unsur-Unsur Struktur Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dalam suatu masyarakat
yang tertata dalam suatu struktur yang cenderung bersifat tetap. Tatanan
sosial dalam kehidupan masyarakat itu diharapkan dapat berfungsi dengan
baik, sehingga akan tercipta suatu keteraturan, ketertiban, dan kedamaian
dalam hidup bermasyarakat. Untuk mewujudkannya diperlukan adanya
unsur-unsur tertentu. Apa saja unsur yang terdapat dalam suatu struktur
sosial dalam masyarakat? Menurut Charles P. Loomis, struktur sosial
tersusun atas sepuluh unsur penting berikut ini.
a. Adanya pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh para anggota
masyarakat yang berfungsi sebagai alat analisis dari anggota masyarakat.
b. Adanya perasaan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat
c. Adanya tujuan dan cita-cita yang sama dari warga masyarakat.
d. Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dijadikan sebagai
patokan dan pedoman bagi anggota masyarakat dalam bertingkah laku.
e. Adanya kedudukan dan peranan sosial yang mengarahkan pola-pola
tindakan atau perilaku warga masyarakat.
f. Adanya kekuasaan, berupa kemampuan memerintah dari anggota
masyarakat yang memegang kekuasaan, sehingga sistem sosial dapat
berlanjut.
g. Adanya tingkatan dalam sistem sosial yang ditentukan oleh status dan
peranan anggota masyarakat.
h. Adanya sistem sanksi yang berisikan ganjaran dan hukuman dalam
sistem sosial, sehingga norma tetap terpelihara.
i. Adanya sarana atau alat-alat perlengkapan sistem sosial, seperti pranata
sosial dan lembaga.
j. Adanya sistem ketegangan, konflik, dan penyimpangan yang menyertai
adanya perbedaan kemampuan dan persepsi warga masyarakat.
3. Fungsi Struktur Sosial
Dalam sebuah struktur sosial, umumnya terdapat perilaku perilaku sosial
yang cenderung tetap dan teratur, sehingga dapat dilihat sebagai pembatas
terhadap perilaku-perilaku individu atau kelompok. Individu atau kelompok
cenderung menyesuaikan perilakunya dengan keteraturan kelompok atau
masyarakatnya. Seperti dikatakan di atas, bahwa struktur sosial merujuk
pada suatu pola yang teratur dalam interaksi sosial, maka fungsi pokok dari
struktur sosial adalah menciptakan sebuah keteraturan sosial yang ingin
dicapai oleh suatu kelompok masyarakat. Sementara itu, Mayor Polak
menyatakan bahwa struktur sosial dapat berfungsi sebagai berikut.
a. Pengawas sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan-kemungkinan
pelanggaran terhadap norma, nilai, dan peraturan kelompok atau
masyarakat. Misalnya pembentukan lembaga pengadilan, kepolisian,
lembaga adat, lembaga pendidikan, lembaga agama, dan lain-lain.
b. Dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial kelompok atau
masyarakat karena struktur sosial berasal dari kelompok atau masyarakat
itu sendiri. Dalam proses tersebut, individu atau kelompok akan
mendapat pengetahuan dan kesadaran tentang sikap, kebiasaan, dan
kepercayaankelompok ataumasyarakatnya. Individu mengetahui dan
memahami perbuatan apa yang dianjurkan oleh kelompoknya dan
perbuatan apa yang dilarang oleh kelompoknya.
4. Ciri-Ciri Struktur Sosial
Segala sesuatu pasti memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakan
dengan sesuatu yang lain. Misalnya masyarakat desa mempunyai ciri-ciri
tersendiri, seperti bersifat gotong royong, mengutamakan kebersamaan,
tidak ada spesialisasi dalam pembagian kerja, dan lain-lain yang
membedakan dengan masyarakat perkotaan yang cenderung individualistis
dan adanya pembagian pekerjaan sesuai dengan keahlian. Begitupun juga
dalam struktur sosial. Abdul Syani menyebutkan bahwa ada beberapa cirri
struktur sosial, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan social yang dapat
memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan memberikan batas-batas
pada aksi-aksi yang kemungkinan besar dilakukan secara organisatoris.
b. Struktur sosial mencakup semua hubungan sosial di antara individu-
individu pada saat tertentu. Artinya segala Bentuk pola interaksi sosial
dalam masyarakat telah tercakup dalam suatu struktur sosial.
c. Struktur sosial merupakan realitas sosial yang bersifat statis, sehingga
dapat dilihat sebagai kerangka tatanan dari berbagai bagian tubuh yang
membentuk struktur. Misalnya dalam sebuah organisasi terdapat ketua,
wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi yang kesemuanya
membentuk suatu struktur.
d. Struktur sosial merupakan tahapan perubahan dan perkembangan
masyarakat yang mengandung dua pengertian, yaitu sebagai berikut.
Pertama, di dalam struktur sosial terdapat peranan yang bersifat empiris
dalam proses perubahan dan perkembangan. Kedua, dalam setiap
perubahan dan perkembangan tersebut terdapat tahap perhentian, di
mana terjadi stabilitas, keteraturan, dan integrasi sosial yang
berkesinambungan sebelum kemudian terancam oleh proses
ketidakpuasan dalam tubuh masyarakat.
5. Elemen Dasar Struktur Sosial
Pada dasarnya, struktur sosial memiliki empat komponen atau elemen
dasar, yaitu status sosial, peranan, kelompok, dan institusi.

Status kelompok
sosial

Stuktur
sosial

Peran
sosial institusi

Dalam proses interaksi sosial tersebut, muncul apa yang dinamakan


sebuah penghargaan terhadap sesuatu hal. Penghargaan yang lebih tinggi
terhadap sesuatu hal menyebabkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih
tinggi. Gejala tersebut menyebabkan timbulnya lapisan sosial dalam
masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu
kelompok dalam kedudukan yang berbedabeda secara vertikal. Hal ini
pernah disampaikan oleh Pitirim Sorokim yang menyebutkan bahwa sistem
lapisan dalam masyarakat merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
setiap masyarakat yang hidup teratur. Siapa yang memiliki sesuatu yang
berharga dalam jumlah banyak dianggap oleh masyarakat mempunyai
kedudukan dalam lapisan atas. Selain pembedaan masyarakat secara
hierarkis kita juga mengenal pembedaan sosial yang sifatnya tidak hierarkis
yaitu pembedaan agama, ras, suku bangsa, dan jenis kelamin. Nah
pembedaan-pembedaan dalam masyarakat secara horisontal maupun vertikal
merupakan bagian struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Struktur
sosial mempunyai beragam bentuk di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk
struktur sosial tersebut adalah pelapisan sosial, stratifikasi sosial, dan
diferensiasi osial. Yang membedakan ketiga bentuk tersebut merupakan
status dan peran yang dimiliki setiap individu di dalam masyarakat. Akan
tetapi secara prinsipil bentukbentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga macam kelas, yaitu kelas ekonomis, kelas politis, dan yang didasarkan
pada jabatan-jabatan tertentu dalam nasyarakat.

D. Institusi Sosial
1. Pengertian
Istilah Institusi berasal dari kata Intitution yang menunjuk pada
pengertian tentang suatu yang telah mapan. Dalam pengertian sosiologis,
intitusi dapat dilukiskan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam
kehidupan masyarakat. Lembaga-lembaga pada mulanya terbentuk dari suatu
kebiasaan yang dilakuan terus-menerus sampai menjadi adat-istiadat,
kemudian berkembang menjaadi tata kelakuan. Menurut Hoarton dan Hunt,
Lembaga sosial (institutation) bukanlah sebuah bangunan, bukan kumpulan
dari sekelompok orang, dan bukan sebuah organisasi. Lembaga
(institutations) adalah suatu system norma untuk mencapai suatu tujuan atau
kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting atau secara formal,
sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan
pokok manusia. Dengan kata lain Lembaga adalah proses yang terstruktur
(tersusun} untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu. Pendapat para
tokoh tentang Difinisi Lembaga sosial :
 Koentjaraningkrat : Pranata social adalah suatu system tatakelakuan dan
hubungan yang berpusat kepada akatifitas social untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
 Leopold Von Weise dan Becker : Lembaga sosial adalah jaringan proses
hubungan antar manusia dan antar kelompok yang berfungsi memelihara
hubungan itu beserta pola-polanya yang sesuai dengan minat
kepentingan individu dan kelompoknya.
 Robert Mac Iver dan C.H. Page : Lembaga sosial adalah prosedur atau
tatacara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia
yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.
 Soerjono Soekanto, Pranata sosial adalah himpunana norma-norma dari
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam
kehiduppan masyarakat.
2. Proses-Proses Pertumbuhan Kelembagaan (Institusi)
Dalam sosiologi dikenal ada empat tingkatan dalam proses pelembagaan,
yaitu sebagai berikut.
1) Cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuataan.
2) Cara membuat ini berlanjut dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan
(fokways), yaitu perbuatan yang selalu diulang-ulang di setia usaha
mencapai tujuan tertentu.
3) Apabila kebiasaan itu kemusian diterima sebagai patokan atau norma
pengatur kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat unsur
pengawas dan jika terjadi penyimpangan, pelakunya akan dikenakan
sanksi.
4) Tata kelakuan yang semakin kuat yang mencerminkan kekuatan pola
masyarakat yang mengikata para anggotanya. Tata kelakuan semacam ini
di sebut adat-istiadat, maka ia akan mendapat sanksi yang lebih keras. Di
Lampung misalnya, suatu keaiban atau pantangan apabila seorang gadis
sengaja mendatangi pria idamannnya karena rindu yang tidak tertahan,
bahkan ia dapat dikucilkan dari hubungan bujang gadis lainnya yang di
anggap tidak suci.
Kemudian pendapat lain tentang timbulnya institusi sosial dapat
terjadi melalui 2 cara yang pada dasarnya ada kesamaan antara
keduanya, yaitu : secara tidak terencana dan secara terencana. Secara
tidak terencana maksudnya adalah institusi itu lahir secara bertahap
dalam kehidupan masyarakat, biasanya hal ini terjadi ketika masyarakat
dihadapkan pada masalah atau hal-hal yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan hidup yang sangat penting. Contohnya adalah
dalam kehidupan ekonomi dimasa lalu, untuk memperoleh suatu barang
orang menggunakan system barter, namun karena dianggap sudah tidak
efisien dan menyulitkan, maka dibuatlah uang sebagai alat pembayaran
yang diakui masyarakat, hingga muncul lembaga ekonomi seperti bank
dan sebagainya. Untuk dapat membedakan kekuatan tingkatan mengikat
norma secara sosiologis dikenal empat macam norma :
1) Cara (usage) . Norma ini menunjukan suatu bentuk perbuatan dan
mempunyai kekuatan sangat lemah. Cara (usage) lebih menonjol dalam
hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan
terhadap norma ini tidak akan mengakibatkan hukuman tetapi biasanya
dapat celaan. Contoh cara makan yang berisik, minim sambil bersuara
dll.
2) Kebiasaan folkways) menunjukan pada perbuatan yang diulang-ulang
dalam bentuk yang sama. Contoh orang yang mempunyai kebiasaan
memberikan hormat kepada orang yang lebih tua usianya dll.
3) Adat istiadat (custom) Tata kelakuan yang telah berlangsung lama dan
terintegrasi secara kuat dengan pola perilaku masyrakat dapat
meningkatkan kekuatan normatifnya menjadi adat istiadat.
3. Tipe-Tipe lembaga social
1) Berdasarkan sudut perkembangan
a. Cresive institution yaitu istitusi yang tidak sengaja tumbuh dari adat
istiadat masyarakat. Contoh institusi agama, pernikahan dan hak
milik.
b. Enacted institution yaitu institusi yang sengaja dibentuk untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Contohnya institusi pendidikan
2) Berdasarkan sudut nilai yang diterima oleh masyarakat.
a. Basic institutions yaitu institusi social yang dianggap penting untuk
memlihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat.
Contohnya keluarga, sekolah, Negara dianggap sebagai institusi
dasar yang pokok.
b. Subsidiary institutions yaitu institusi social yang berkaitan dengan
hal-hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting dan berbeda
di masing-masing masyarakat.
3) Berdasarkan sudut penerimaan masyarakat .
a. Approved atau social sanctioned institutions yaitu institusi social
yang diterima oleh masyarakat misalnya sekolah atau perusahaan
dagang.
b. Unsanctioned institutions yaitu institusi yang ditolak masyarakat
meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya. Contoh
organisasi kejahatan.
4) Berdasarkan sudut penyebarannya.
a. General institutions yaitu institusi yang dikenal oleh sebagian besar
masyarakat. Contohnya institusi agama.
b. Restrikted institutions intitusi social yang hanya dikenal dan dianut
oleh sebagian kecil masyarakat tertentu. Contohnya islam, protestan,
katolik dan budha.
5) Berdasrkan sudut fungsinya
a. Operative institutions yaitu institusi yang berfungsi menghimpun
pola-pola atau cara- cara yang diperlukan dari masyarakat yang
bersangkutan. Contoh institusi ekonomi.
b. Regulative institutions yaitu institusi yang bertujuan mengawasi adat
istiadat atau tata kelakuan dalam masyarakat. Contoh institusi
hukum dan poltik seperti pengadilan dan kejaksaan.
4. Unsur-Unsur Dalam Lembaga Sosial
Persamaan diantara berbagai lembaga tersebut karena fungsinya yang
agak sama yaitu mengkonsolidasikan dan menstabilisasikan. Untuk
melaksanakan fungsi ini dipergunakan teknik-teknik yang agak
sama. Teknik-teknik tersebut antara lain:
1) Tiap-tiap lembaga mempunyai lambing-lambangnya. Negara mempunyai
bendera, Agama mempunyai lambing bulan sabit berbintang, salib,
swastika dan sebagainya. Selain itu gedung-gedung sering menjadi
semacam lambing pula, seperti Gedung Putih di Washington, Kremlin di
Mokswa Downing street di London, dan lain-lain.
2) Lembaga-lembaga kebanyakan mengenal pula upacara-upacara dank
ode-kode kelakuan formil, berupa sumpah-sumpah, ikrar-ikrar,
penbacaan kewajiban-kewajiban dan sebagainya. Maksud dari kode-kode
formil dan upacara-upacara demikian itu adalah untuk menginsafkan
peranan-peranan sosial yang dibebankan oleh lembaga-lembaga itu
kepada para anggota masyarakat. Kode formil tersebut hanya merupakan
suatu pedoman bagi segenap tindak-tanduk yang diperlukan dalam
berbagai situasi untuk menjalankan suatu peranan sosial sebagaimana
dikehendakinya oleh suatu lembaga.
3) Tiap-tiap lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta
rasionalisasi-rasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membenarkan
atau mengagungkan peranan-peranan sosial yang dikehendaki oleh
lembaga-lembaga itu.
5. Institusi Dalam Keluarga
Keluarga adalah unit social yang terkecil dalam masyarakat. Dan juga
institusi pertama yang dimasuki seorang manusia ketika dilahirkan.
a. Proses terbentuknya Keluarga.
Pada umumnya keluarga terbentuk melalui perkawinan yang sah
menurut agama, adat atau pemerintah dengan proses seperti diawali
dengan adnya interaksi antara pria dan wanita, interaksi dilakukan
berulang-ulang, lalu menjadi hubungan social yang lebih intim sehingga
terjadi proses perkawinan. Setelah terjadi perkawinan, terbentuklah
keturunan , kemudian terbentuklah keluarga inti Yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana hubungan antara lembaga keluarga dengan
lembaga agama
b. Tujuan Perkawinan.
Untuk mendapatkan keturunan. Untuk meningkat derajat dan
status sosial baik pria maupun wanita. mendekatkan kembali hubungan
kerabat yang sudah renggang. Agar harta warisan tidak jatuh ke orang
lain.
c. Fungsi keluarga
 Fungsi Reproduksi artinya dalam keluarga anak-anak merupakan
wujud dari cinta kasih dan tanggung jawab suami istri meneruskan
keturunannya.
 Fungsi sosialisasi artinya bahwa keluarga berperan dalam
membentuk kepribadian anak agar sesuai dengan harapan orang tua
dan masyarakatnya. Keluarga sebagai wahana sosialisasi primer
harus mampu menerapakan nilai dan norma masyarakat melalui
keteladanan orang tua.
 Fungsi afeksi artinya didalam keluarga diperlukan kehangatan rasa
kasih saying dan perhatian antar anggota keluarga yang merupakan
salah satu kebutuhan manusia sebagai makluk berpikir dan bermoral
(kebutuhan integratif) apabila anak kurang atau tidak
mendapatkannya , kemungkinan ia sulit untuk dikendalikan nakal,
bahkan dapat terjerumus dalam kejahatan.
 Fungsi ekonomi artinya bahwa keluarga terutama orang tua
mempunyai kewajiban ekonomi seluaruh keluarganya . Ibu sebagai
sekretaris suami didalam keluarga harus mampu mengolah keuangan
sehingga kebutuahan dalam rumah tangganya dapat dicukupi.
 Fungsi pengawasan social artinya bahwa setiap anggota keluarga
pada dasarnya saling melakukan control atau pengawasan karena
mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam menjaga nama baik
keluarga .
 Fungsi proteksi (perlindungan) artinya fungsi perlindungan sangat
diperlukan keluarga terutma anak , sehigngga anak akan merasa
aman hidup ditengah-tengah keluarganya. Ia akan merasa terlindungi
dari berbagai ancaman fisik mapun mental yang dating dari dalam
keluarga maupun dari luar keluarganya.
 Fungsi pemberian status artinya bahwa melalui perkawinan
seseorang akan mendapatkan status atau kedudukan yang baru di
masyarakat yaitu suami atau istri. Secara otomatis mereka akan
diperlakukan sebagai orang yang telah dewasa dan mampu
bertanggung jawab kepada diri, keluarga, anak-anak dan
masyarakatnya.
d. Peran dan fungsi lembaga pendidikan
1) Fungsi manifestasi pendidikan
a. MMenolong mengembangkan potensinya demi pemenuhan
kebutuhan hidupnya.
b. Melestarikan kebudayaan dengan caramengajarkannya dari
generasi kegenerasi berikutnya.
c. Merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran
ketrampilan berbicara dan mengembangkan cara berpikir
rasional.
d. Memperkaya kehidupan dengan cara menciptakan
kemungkainan untuk berkembangnya cakrawala intelektual dan
cinta rasa keindahan.
e. Meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui
bimbingan pribadi dan berbagai kursus
f. Menciptakan warga Negara yang patreotik melalui pelajaran
yang menggambarkan kejayaan bangsa.
g. Membentuk kepribadian yaitu susunan unsur dan jiwa yang
menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap
individu.
2) Fungsi lembaga Dalam Pendidikan.
Fungsi ini berkaitan dengan fungsi lembaga pendidikan secara
tersembunyi yaitu menciptakan atau melahirkan kedewasaan peserta
didik. Singkat kata bahwa fungsi pendidikan yang berkaitan dengan
fungsi yang nyata (manifest) adalah :
a. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah
b. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan
bagi kepentaingan masyarakat.
c. Melestarikan kebudayaan
d. Menanamkan ketrampilan yang perlu bagi partisipasi dalam
demokrasi.

E. Perubahan Sosial
Diusulkan pada abad ke-19, evolusi sosial, yang kadang-kadang disebut
sebagai Evolusi Unilineal, adalah teori pertama yang dikembangkan untuk
antropologi. Teori ini menyatakan bahwa masyarakat berkembang menurut satu
tatanan universal evolusi budaya, meskipun dengan kecepatan yang berbeda,
yang menjelaskan mengapa ada berbagai jenis masyarakat yang ada di dunia. E.
B. Tylor, Lewis Henry Morgan, dan Herbert Spencer (seorang sosiolog) adalah
evolusionis sosial abad ke-19 yang paling terkenal. Mereka mengumpulkan data
dari misionaris dan pedagang; mereka sendiri jarang pergi ke masyarakat yang
mereka analisis. Mereka mengatur data bekas ini dan menerapkan teori umum
yang mereka kembangkan ke semua masyarakat.
Evolusionis sosial mengidentifikasi tahapan evolusi universal untuk
mengklasifikasikan masyarakat yang berbeda sebagai dalam keadaan
kebiadaban, barbarisme, atau peradaban. Morgan lebih lanjut membagi
kebiadaban dan barbarisme ke dalam sub-kategori: rendah, menengah, dan
tinggi. Tahapan tersebut terutama didasarkan pada karakteristik teknologi, tetapi
mencakup hal-hal lain seperti organisasi politik, perkawinan, keluarga, dan
agama. Karena masyarakat Barat memiliki teknologi paling maju, mereka
menempatkan masyarakat tersebut pada peringkat peradaban tertinggi.
Masyarakat pada tahap kebiadaban atau barbarisme dipandang secara inheren
lebih rendah dari masyarakat yang beradab. Teori evolusi sosial Spencer, yang
sering disebut sebagai Darwinisme Sosial tetapi disebut filsafat sintetik,
mengusulkan bahwa perang mendorong evolusi, menyatakan bahwa masyarakat
yang melakukan lebih banyak peperangan adalah yang paling berevolusi. Dia
juga menciptakan frase "survival of the fittest" dan menganjurkan agar
masyarakat dapat bersaing, sehingga memungkinkan yang paling cocok dalam
masyarakat untuk bertahan hidup. Dengan ide-ide ini, Spencer menentang
kebijakan sosial yang akan membantu orang miskin. Para ahli egenetika
menggunakan ide Spencer untuk mempromosikan pembersihan intelektual dan
etnis sebagai kejadian 'alami'.
Ada dua asumsi utama yang tertanam dalam evolusionisme sosial:
kesatuan psikis dan keunggulan budaya Barat. Kesatuan psikis adalah konsep
yang menunjukkan bahwa pikiran manusia memiliki karakteristik serupa di
seluruh dunia. Artinya, semua orang dan masyarakatnya akan melalui proses
perkembangan yang sama. Asumsi superioritas Barat bukanlah hal yang aneh
untuk periode waktu tersebut. Asumsi ini berakar dalam pada kolonialisme
Eropa dan berdasarkan fakta bahwa masyarakat Barat memiliki teknologi yang
lebih canggih dan keyakinan bahwa Kristen adalah agama yang benar.
Evolusionis abad kesembilan belas berkontribusi pada antropologi
dengan memberikan metode sistematis pertama untuk memikirkan dan
menjelaskan masyarakat manusia; akan tetapi, para antropolog kontemporer
memandang evolusionisme abad kesembilan belas terlalu sederhana untuk
menjelaskan perkembangan masyarakat di dunia. Secara umum, evolusionis
abad kesembilan belas mengandalkan pandangan rasis tentang perkembangan
manusia yang populer saat itu. Misalnya, baik Lewis Henry Morgan dan E. B.
Tylor percaya bahwa orang-orang di berbagai masyarakat memiliki tingkat
kecerdasan yang berbeda, yang mengarah pada perbedaan sosial, pandangan
tentang kecerdasan yang tidak lagi berlaku dalam sains kontemporer.
Evolusionisme abad kesembilan belas diserang keras oleh para partikular sejarah
karena dianggap spekulatif dan etnosentris pada awal abad ke-20. Pada saat yang
sama, pendekatan materialis dan pandangan lintas budaya mempengaruhi
Antropologi Marxis dan Neo-evolusionis.

F. Lapisan Sosial
Stratifikasi sosial adalah pembedaan atau pengelompokan para
anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Menurut
sosiolog Italia, Gaetano Mosca bahwa pembedaan di dalam masyarakat ini
terkait dengan konsep kekuasaan, yakni ada sekelompok orang memang
berkuasa atas kelompok orang yang lain. Selain terkait dengan konsep
kekuasaan, stratifikasi sosial juga memiliki keterkaitan dengan konsep status
sosial - sebuah konsep yang dikemukakan oleh antropolog Amerika Serikat,
Ralph Linton. Dengan adanya status sosial, baik itu status utama (master status),
status yang diraih (achieved status), dan status yang diperoleh (ascribed status).
Adanya perbedaan-perbedaan status sosial itu juga turut mempengaruhi
pembentukan stratifikasi social.
Stratifikasi sosial menurut Pitirim Sorokin adalah perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).
Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang berjudul Social
Stratification mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang adalah
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan
prestise.
Statifikasi sosial menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial sebagai
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan
prestise.
Stratifikasi sosial menurut Astried S. Susanto adalah hasil kebiasaan
hubungan antarmanusia secara teratur dan tersusun sehingga setiap orang
mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang baik secara
vertikal maupun mendatar.
Stratifikasi sosial menurut D. Hendropuspito adalah tatanan vertikal
berbagai lapisan sosial berdasarkan tinggi rendahnya kedudukan. Proses
terbentunknya stratifikasi sosial terjadi melalui dua cara; (1) terjadi secara
alamiah selaras dengan pertumbuhan masyarakat, dan (2) terjadi secara
disengaja atau direncanakan manusia. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau
dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
1) Ukuran kekayaan
Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari
jumlah materiil saja. Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan
ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang
ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk
lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang
tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal,
benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun
kebiasaannya dalam berbelanja,serta kemampuannya dalam berbagi kepada
sesame
2) Ukuran kekuasaan dan wewenang
Ukuran kekuasaan dan wewenang adalah kepemilikan kekuatan
atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai sumber produksi atau
pemerintahan. Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling
besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam
masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari
ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat
menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan
wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3) Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat
pula diukur dari sisi kekayaan materiil. Orang-orang yang disegani atau
dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial
masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat
tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak
jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang
berprilaku dan berbudi luhur.
4) Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling
menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu
pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan),
atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun
sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang
disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya,
sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar
untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi,
menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial
Ada beberapa jenis stratifikasi sosial dalam masyarakat, biasanya hal ini
terkait dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat tersebut.
Berikut ini adalah jenis-jenis stratifikasi sosial yang dijabarkan oleh
sosiolog Universitas Indonesia, Kamanto Sunarto.
1) Stratifikasi usia (age stratification). Dalam sistem stratifikasi ini anggota
masyarakat yang lebih muda memiliki hak dan kewajiban yang berbeda
dengan anggota masyarakat yang lebih tua, contohnya anak sulung akan
mendapatkan prioritas lebih dibandingkan anak bungsu, hal ini dapat
dilihat dari sistem ahli waris di beberapa kerajaan di dunia. Di Britania
Raya, Ratu Elizabeth II menjadi Ratu Inggris karena ia merupakan putri
sulung Raja George VI. Lalu di Jepang ada Akihito yang menjadi Kaisar
Jepang setelah ayahnya, Hirohito mangkat.
2) Stratifikasi jenis kelamin (sex stratification). Hal ini terkait dengan jenis
kelamin seseorang, dimana antara laki-laki dan perempuan memiliki hak
dan kewajiban yang berbeda-beda, dan bahkan terkadang cenderung
hirarkis. Dalam masyarakat patriatki, kedudukan laki-laki berada di atas
perempuan, sementara dalam struktur masyarakat matriarki, perempuan-
lah yang ada di atas laki-laki. Stratifikasi jenis ini sering bersinggungan
dengan masalah-masalah gender.
3) Stratifikasi agama (religious stratification). Stratifikasi jenis ini terkait
dengan kedudukan agama atau kepercayaan yang dianut oleh
sekelompok individu, terhadap agama atau kepercayaan kelompok lain.
4) Stratifikasi etnis (ethnic stratification). Stratifikasi ini berhubungan
dengan posisi kelompok etnis tertentu, terhadap kelompok etnis lainnya.
5) Stratifikasi ras (racial stratification). Stratifikasi ini menekankan pada
aspek ras manusia sebagai pondasi membentuk struktur masyarakat.
Stratifikasi ini adalah sisa-sisa dari
periode imperialisme dan kolonialisme, misalkan
politik apartheid di Afrika Selatan maupun masa-
masa holokaus saat Jerman Nazi berkuasa di Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi & Toto Suharto, 2006,Revitalisasi Pendidikan Islam, Tiara Wacana,
Yogyakarta.
Agus Sudarsono & Agustina T.W., 2016, Pengantar Sosiologi, UNY, Yogyakarta.
Ali Maksum, 2013, Sosiologi Pendidikan, UIN Sunan Ampel, Surabaya.
Maryati,Kun,.Sosiologi :KelompokPeminatanIlmu
- IlmuSosialuntukSMA/MA.2,[Schülerband]KelasXI.Suryawati,Juju,(edisike-
Kurikulum2013,SekolahMenengahAtas/MadrasahAliyah).Jakarta. ISBN978-
602-254-134-9. OCLC958873421
Marzuki,S.(1997).HukumModern"InsitusiSosial".TemaUtama,37-43.
Muhammad Arif, 2008,Pendidikan Islam Transformatif,LKiS, Yogyakarta.
Nasution, S., 2010, Sosiologi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Raharjo,Puji(2009). SosiologiuntukSMAdanMAkelasXI
(PDF).Jakarta:PusatPerbukuanDepartemenPendidikanNasional.hlm. 21.
ISBN978-979-068-751-6.
SosiologiUNP.(2021,Maret26).RetrievedfromSosiologi:http://sosiologi.fis.unp.ac.id/ima
ges/download/BAHAN/STRUKTUR%20SOSIAL%20INDONESIA.pdf
Sunarto2004,hlm. 83 :"Inallsocieties--
fromsocietiesthatremeagerlydevelopedandhavebarelyattainedthedawningofcivil
ization,downtothemostadvancedandpowerfulsocieties--
twoclassesofpeopleappear--aclassthatrulesandaclassthatisruled(Mosca,1939)".
Syani,A.(2012).SosiologiSkematika,Teori,danTerapan,.Jakarta:PT.BumiAksara.
Tjipto Subandi, 2009, Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan: Suatu Kajian Boro dari
Perspektif Sosiologis Fenomenologis, UMS Surakarta.
Widianti,Wida(2009). Sosiologi2untukSMAdanMAkelasXIIPS
(PDF).Jakarta:DepartemenPendidikanNasional.hlm. 3. ISBN978-979-068-750-
9.
Wrahatnala,Bondet(2009). Sosiologijilid2untukSMAdanMAkelasXI
(PDF).Jakarta:PusatPerbukuanDepartemenPendidikanNasional.hlm. 19.
ISBN978-979-068-748-6.
Yunus A. Bakar, 2014,Filsafat Pendidikan Islam, UIN Sunan Ampel, Surabaya.
Zaitun, 2016, Sosiologi Pendidikan: Teori dan Aplikasinya, Kreasi Edukasi, Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai