Anda di halaman 1dari 19

IMAM MALIK

===================================================================
Produksi : Merak Cipta Indokreasi
Penyusun : Tim Content
Kategori : Aplikasi Mobile
Sasaran : Masyarakat Umum
===================================================================

DAFTAR ISI
A. IMAM MALIK
Pendahuluan
Masa Kelahiran
Lingkungan Keluarga Ulama
Guru Yang Tegas
Daya Ingat Sangat Kuat
Usia Baligh Sudah Hafal Al Qur’an
Para Guru Imam Malik
Dasar Pemikirannya
Para Murid
Karya-karyanya
Pendapat Ulama Tentang Imam Malik
Pengaruhnya di Pemerintahan
Al Muwatta’
Madinah Pusat Madzab Malik
Perkembangan Madzab Malik
Imam Malik Meninggal
Penutup
Pendahuluan

Berkembangnya Agama Islam tidak terlepas dari peran Tokoh-tokoh Islam


pada zamannya masing-masing. Diantara tokoh Islam yang berperan dalam peradaban
Islam adalah Imam-imam Mazhab yang sangat mempengaruhi peradaban umat islam
khususnya dalam ilmu agama yang erat kaitannya pada masalah ilmu fiqih. Dimana ilmu
fiqih sangat berperan dalam pelaksanaan Ibadah dalam Agama Islam.
Imam Maliki yang bernama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amar
bin Amru bin Ghaiman bin Hutail bin Amru bin Al-Haris, merupakan salah seorang dari
empat mujtahid dalam bidang ilmu fiqih.
Imam malik berasal dari keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial
yang tinggi, baik sebelum datangnya islam maupun sesudahnya, sejak kecil Imam Malik
tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah
adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama ulama besarnya.
Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabadikan dalam dunia
pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Ar-
rasyid dan Al Makmun pernah jadi muridnya, Ulama ulama besar Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya.
Karya Imam malik terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh
yang berdasarkan himpunan Hadits Hadits pilihan, menurut beberapa riwayat
mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak
dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke
Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan Hadits Hadits dan membukukannya, Imam
Malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqihnya di
kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki. Mazhab ini sangat mengutamakan
aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum. Berkembangnya Agama Islam tidak
terlepas dari peran Tokoh-tokoh Islam pada zamannya masing-masing. Diantara tokoh
Islam yang berperan dalam peradaban Islam adalah Imam-imam Mazhab yang sangat
mempengaruhi peradaban umat islam khususnya dalam ilmu agama yang erat kaitannya
pada masalah ilmu fiqih. Dimana ilmu fiqih sangat berperan dalam pelaksanaan Ibadah
dalam Agama Islam.
Sebelum dapat memahami Imam Maliki beserta Mazhabnya, kita hauslah
mempelajari sejarah kehidupan ataupun biografinya dari sumber yang cukup kompeten di
bidangnya. Untuk itu Insya Allah penulis akan memaparkan riwayat kehidupan Imam
Maliki, dari semenjak lahir sampai beliau kembali ke Rahmat Allah SWT.

Masa Kelahiran

Imam Malik merupakan imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai
dalam islam dari segi umur. Nama lengkapnya ialah Malik bin Anas bin Malik bin Abi
‘Amar Al-Ashbahi Al-Yamani. Imam Malik yang memiliki nama lengkap Abu Abdullah
Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn
Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya al-
Asbahi, al-Madani, al-Faqih, al-Imam Da>r al-Hijrah, dan al-Humairi. Namun yang lebih
populer, beliau bersilsilahkan Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amar bin Amru bin
Ghaiman bin Hutail bin Amru bin Al-Haris. Beliau dilahirkan tiga belas tahun setelah
kelahihran Abu Hanifah, tepatnya pada tahun 93 H/12M di suatu tempat yang bernama
zulmarwah di sebelah utara ‘Al-Madinatul-Munawwarah’. Kemudian beliau tinggal di
‘Al-Akik’ sementara waktu yang akhirnya beliau menetap di Madinah.
Bermacam-macam pendapat ahli sejarah tentang tarikh kelahiran Imam
Maliki. Ada setengah pendapat yang mengatakan pada tahun 90, 94, 95 dan 97 hijrah
perselisihan tarikh terjadi sejak masa dahulu.
Imam Maliki adalah keturunan bangsa Arab dari Desa Zu Ashbah, sebuah
Desa di kota Himsyar, jajahan Negeri Yaman. Ibunya bernama Siti Al-Aliyah binti
Syuraik ibn Abdul Rahman ibnu Syuraik Al-Azdiyyah. Imam Maliki bin Anas. Imam
Maliki lahir ketika jaman sahabat telah berakhir sehingga Imam Maliki tidak termasuk
sahabat.

Lingkungan Keluarga Ulama


Beliaulah cikal bakal madzhab Maliki. Imam Malik yang berasal dari keluarga
Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam.
Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam,
mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang
memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ‘ilmu’ yang sangat
terkenal.
Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah.
Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari
ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat
kehadiran ulama-ulama besarnya.
Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa
saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya
untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai
derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan,
katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni
pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru
pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul
Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir.
Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan
ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya
kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabadikan dalam dunia pendidikan.
Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al
Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli
lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300
orang.

Guru Yang Tegas


Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat
murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia
menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali
Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah
dan berkata, ”Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.”
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala
dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam
Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja’far,
gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah,
Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai’at (janji setia) kepada
khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin
penduduk Madinah melakukan bai’at kepada khalifah yang mereka tak sukai.
Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai’at tanpa keikhlasan
seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja’far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan
pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja’far merasa terhina sekali. Ia pun
memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam
kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan
hal itu, Ja’far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat
menghalangi kehendak sang penguasa.
Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan
keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan
untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang
imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota
Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000
dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam
Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah
pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.
Dalam sebuah kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun
Al Rasyid (penguasa saat itu), tertarik mengikuti ceramah al Muwatta’ yang diadakan
Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam.
”Rasyid, leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat
menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun
akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan
mencari manusia,” nasihat Imam Malik kepada Khalifah Harun.
Sedianya, khalifah ingin jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu
diadakan. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Malik. ”Saya tidak dapat mengorbankan
kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.” Sang khalifah pun
akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan
rakyat kecil.

Daya Ingat Sangat Kuat


Imam Maliki mempunyai ingatannya sangat kuat dan sudah menjadi adat
kebiasaan apabilanya apabila beliau mendengar hadits-hadits Nabi dari para gurunya, lalu
dikumpulkan dengan bilangan hadits-hadits yang pernah beliau pelajari. Beliau
mendengar tiga puluh hadits dari seorang gurunya yang bernama Ibnu Syihab. Beliau
hanya dapat menghafal sebanyak dua puluh sembilan hadits lantaran itu beliau terus
menemui Ibnu Syihab dan bertanya kepadanya tentang hadits yang beliau lupakan itu,
namun Ibnu Syihab hanya menyuruh menyebutkan hadits yang Imam Maliki hafal
dengan kemudian ibnu syihab memberitahu hadits yang belum hafal itu.
Pada mulanya Imam Maliki bercita-cita ingin menjadi penyanyi. Ibunya
mengetahui bahwasanya putranya bercita-cita sedemikian, lalu memberitahukan terhadap
Imam Maliki bahwa penyanyi yang mukanya tidak bagus tidak disenangi oleh orang
banyak, oleh karena itu Ibunya meminta supaya Imam Maliki mempelajari ilmu fiqih
saja. Malik menerima nasihat Ibunya dengan baik.
Tujuan ibunya berkata demikian ialah hendak mencegah Maliki menjadi
seorang penyanyi, karena apa yang kita ketahui Imam Maliki adalah terkenal dengan
seorang yang tampan wajahnya. Kakek Imam Malik Abu Amar datang ke Madinah
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, karena itu ia tidak termasuk sahabat Rasulullah
SAW, tetapi termasuk golongan tabi’in. Imam Malik dilahirkan ditengah-tengah keluarga
yang kurang berada tetapi tekun mempelajari agama islam. Terutama mempelajari hadits-
hadits Nabi Muhammad SAW.
Imam Maliki adalah seorang yang miskin, Abdul Qasim rekannya berkata :
Aku pernah bersama Maliki semasa mencari ilmu. Pada suatu hari kayu bumbung
rumahnya telah roboh lalu beliau menjual kayu tersebut untuk mendapatkan sedikit uang
untuk perbelanjaan hidupnya. Tetapi pada akhirnya beliau mendapatkan kemurahan rizki
sehingga beliau menjadi orang kaya.

Imam Maliki sering mendapat bantuan yang berupa derma, bahkan Harun Ar-
Rasyid pernah memberikan derma padanya sebanyak tiga ribu dinar. Harta Imam Maliki
diperdayakan sebagai modal bagi perniagaannya. Beliau tidak berniaga sendiri, akan
tetapi beliau mengadakan Al-Mudaa-rabah. Setelah kaya, beliau memakai pakaian yang
harganya mahal dan memakai wangi-wangian yang baik. Beliau memakai sebentuk
cincin bertuliskan dengan perkatan

"‫الوكيل‬ ‫"حسبي الله وننعم‬


Di pintu rumahnya ada tulisan "‫الله‬ ‫"ما شاء‬
Dengan berpadukan ayat suci Al-Quran :

"‫الله‬ ‫"ولول اذ دخلت جنتك قلت ما شاء‬


Imam Maliki mempelajari bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan,
seperti ilmu hadits dan ilmu fiqih. Beliau seorang yang sangat aktif dalam mencari ilmu
dan sering mengadakan pertemuan dengan para ahli hadits dan ulama

Usia Baligh Sudah Hafal Al Quran

Sejak kecil, beliau mendapat pendidikan dari ayahnya yang telaten mengurus
puteranya dan suka meneliti kembali pelajarannya. Pernah Imam Malik salah menjawab
pertanyaan ayahnya. Ayahnya lalu bilang bahwa ia lantaran banyak membuang waktu
dengan bermain burung dara, ternyata itu merupakan pelajaran yang lekat dan berharga
bagi ibn Malik, dan sejak itu beliau berkonsenttrasi pada studinya. Kecerdasannya terlihat
dari kemampuannya menghafal Alquran sejak usia baligh dan pada usia tujuh belas tahun
telah menguasai ilmu-ilmu agama. Dalam belajar ilmu Hadits, beliau tidak berkelana
namun berkesempatan belajar pada ulama-ulama terkemuka ketika mereka mengunjungi
kota Madinah.
Dengan kesungguhan dan ketekunan Imam Malik dalam menuntut ilmu serta
kontribusi para gurunya, Imam malik kemudian muncul sebagai ulama besar khususnya
di bidang Hadits di Madinah. Terkait dengan pengumpulan Hadits, Imam Malik dikenal
seorang yang teliti, karena beliau menolak perawi yang tidak tsiqat, dan tidak akan
meriwayatkan Hadits kecuali yang sahih dan perawinya yang tsiqat.
Kepribadian dan sikap Imam Malik dikenal juga seorang yang sederhana dan rendah hati.
Hal ini dapat kita jelaskan hubungan beliau dengan penguasa politik yang sangat baik,
meski tidak memberi sokongan apapun kecuali hanya memberi nasehat yang tulus, adalah
tugas seorang terdidik untuk menemui penguasa dan memerintahkan mereka berbuat
ma’tuf dan melarang berbuat munkar. Dan pada suatu saat khalifah Abu Ja’far meminta
Imam Malik menulis buku yang dapat disebar luaskan sebagai hukum negara di seluruh
dunia Islam, dan akan digunakan untuk mengadili dan memrintah, siapa yang
menyalahinya akan dituntut.
Namun Imam Malik tak sependapat dengan mengatakan bahwa para sahabat
Nabi SAW telah tersebar di seluruh dunia Islam, khususnya di masa khalifah Umar yang
biasa mengirim sahabat sebagai guru, orang sudah belajar dari sahabat tersebut dan setiap
generasi juga telah belajar dari generasi sebelumnya. Oleh karena itu sangat
memungkinkan dalam banyak kasus terdapat lebih dari satu pilihan untuk mengamalkan
ajaran Islam, akibatnya timbul berbagai pola dan kebanyakan mempunyai kedudukan
yang sama. Maka jika orang mencoba mengubah dari yang sudah mereka ketahui kepada
yang tidak mereka ketahui maka mereka akan menganggap itu adalah bid’ah. Dengan
demikian lebih baik membiarkan tiap kota dengan pengetahuan Islamnya sebagaimana
adanya. Abu Ja’far menghargai pandangan Imam Malik ini. Bahkan ketika khalifah itu
menghendaki agar Imam Malik membacakan kitab itu kepada putera khalifah, Imam
Malik menjawab, pengetahuan tidak mendatangi orang, tetapi oranglah yang mendatangi
pengetahuan.

Para Guru Imam Maliki


Sewaktu Imam Malik menuntut ilmu, beliau memiliki guru yang banyak. Da
dalam kitab Tahzibul –asma wallughat menerangkan bahwa Imam Malki memiliki
pernah belajar kepada sembilan ratus orang syekh. Tiga ratus darinya dari golongan
Tabi’in, dan enam ratus lagi dari Tabi’it-Tabi’in. Mereka semua adalah orang yang
terpilih dan cukup dengan syarat yang dapat dipercaya dalam bidang agama dan hukum
fiqih.
Antara lain syekh-syekhnya ialah Rabi’ah bin Abdul Rahman Furukh. Beliau
berguru kepadanya ketika masih kecil, sebagai buktinya ialah ucapan terhadap ibunya:
aku pergi dan aku menulis pelajaran. Ibunya menyiapkan pakaian yang lengkap. Dengan
kain sorban serta menyuruh beliau hadir kerumah Rabi’ah untuk belajar menulis. Ibunya
meminta Ia belajar ilmu akhlak dari Rabi’ah sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Maliki mematuhi perintah ibunya.
Untuk mempelajari hadits beliau berguru kepada ulama hadits yang terkenal
pada masa itu, ialah Nafi’ Maula Ibnu Umar (wafat 117 H) dan Ibnu Syaibah Az-Zuhri
(wafat 124 H). Syekh Imam Maliki yang lainnya ialah Imam Nafi’ Maula Abdullah bin
Umar, yang dikenal sebagai perawi yang masuk dalam daftar “Silsilah Adz-Dzahadiyah”
(rantai emas) yaitu riwayat hadits dari Syafi’i dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari
Umar bin Al-Khathab. Imam Maliki tidak menerima hadits yang tidak diketahui
pengambilannya sekalipun pembawa hadits tersebut seorang yang baik dalam bidang
agama. Imam maliki pernah berguru kepada Abdul Rahman bin Harmuz Al-‘Araj selama
kurang lebih tujuh tahun. Pada masa itu beliau tidak pernah belajar kepada guru lain.
Beliau pernah memberi buah kurma kepada anaknya Abdul Rahman, dengan tujuan
supaya mereka memberitahukan kepada mereka yang hendak datang menemui Imam
Maliki bahwa Imam Maliki sedang sibuk. Tujuan beliau ialah supaya syekh Abdul
Rahman dapat mencurahkan waktu untuknya dengan itu dapatlah beliau leluasa
mempelajari sebanyak yang beliau sukai. Kadang kala beliau belajar dengan syekh itu
satu hari penuh.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al-Muqbiri, Na’imul
Majmar, Az-Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin
Dinar, dan lain-lain.
Diantara gurunya lagi ialah Nafi’i ‘Auli Abdullah, Ja’far bin Muhammad Al-
Baqir, Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Abdul Rahman bin Zakuan, Yahya bin Sa’id
Al-Anshari, Abu Hazim Salmah bin Dinar, Muhammad bin Al-Munkadir, dan Abdullah
bin Dinar, dan masih banyak lagi dari golongan Tabi’in sebagaimana yang diterangkan
oleh An-Nawawi.
Tanpa putus-putusnya Imam Malik mengabdi di bidang pendidikan selama 62
tahun.

Dasar Pemikirannya
Pemikiran Imam Malik di bidang hukum Islam/ fikih sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Madinah sebagai pusat timbulnya sunah Rasulullah SAW dan sunah
sahabat merupakan lingkungan kehidupan Imam Malik sejak lahir sampai wafatnya. Oleh
sebab itu, pemikiran hukum Imam Malik banyak berpegang pada sunah-sunah tersebut.
Kalau terjadi perbedaan satu sunah dengan yang lain, maka ia berpegang pada tradisi
yang biasa berlaku di masyarakat Madinah. Menurut pendapatnya, tradisi masyarakat
Madinah ketika itu berasal dari tradisi para sahabat Rasulullah SAW yang dapat dijadikan
sumber hukum. Kalau ia tidak menemukan dasar hukum dalam Al-Quran dan sunah, ma-
ka ia memakai qiyas (kias) dan al-maslahah al-mursalah (maslahat/kebaikan umum).
Hukum-hukum fiqih yang diberikan oleh Imam Maliki ialah berdasarkan Al-
Quran dan Hadits. Imam Malik menjadikan hadits sebagai pembantu dalam memahami
Al-Quran. Imam Malik sangat berhati-hati tentang riwayat-riwayat hadits karena menjaga
dari kekeliruan diantara hadits sahih dengan hadits dha’if (lemah). Beliau menganggap
perbuatan atau amalan penduduk-penduduk Madinah adalah sebagai hujjah dan sumber
yang terpenting dalam hukum fiqih.
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah
banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang
valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab
ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah
anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang
dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum,
meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
Para Murid
Kebanyakan imam-imam yang termasyhur pada Zaman Imam Maliki adalah
murid beliau dan murid-muridnya datang dari berbagai penjuru negeri.
Telah diceritakan dari Imam Maliki bahwa murid-muridnya ialah guru-guru
dari golongan tabi’in mereka itu adalah : Az-Zuhri, Ayub Asa-syakh-fiyani, Abul Aswad,
Rabi’ah bin Abi Abdul Rahman, Yahya bin Said Al-Ansari, Mura bin ‘Uqbah dan
Hisyam bin ‘Arwah.
Diantara murid dari golingan bukan tabi’in ialah Nafi’i bi Abi Nu’im,
Muhammad bin Ajlan, Salim bin Abi Umaiyyah, Abu An-Nadri, Maula Umar bin
Abdullah.
Diantara murid-murid Imam Maliki dari Mesir adalah:
o Abu Muhammad bin Abdullah bin Wahab bin Muslim
o Abu Abdullah bin Abdur Rahman bin Qasim
o Asyhab bin Abdul Aziz
o Abu Muhammad bin Abdullah bin Abdui Hakim
o Ashbaq bin Faraj
o Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim
o Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad.[16]
Dari sahabatnya antara lain Sufyan Ath-Thauri Al-Liat bin Sa’d, Hama bin
Salamah, Hama bin Zaid, Sufyan bin Uyainah, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Syarijh Ibnu
Lahi’ah dan Ismail bin Kathir. Sedangkan diantara murid-murid yang lain adalah Ibnul
Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin
Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu
Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu
Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi. Muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi
al Anshari.

Karya-karyanya
Tidak hanya berceramah, Imam Maliki juga berbakat mengarang, menyusun
buku dalam berbagai materi yang cukup menakjubkan. Para penulis buku biografi
berkata, bahwa Imam Maliki memiliki buku dalam berbagai bidang, diantaranya; bidang
perbintangan, berhitung dan ilmu falak yang bermanfaat dijadikan rujukan. Beliau juga
memiliki buku dalam bidang tafsir yaitu; “At-Tafsir Li Gharib Al-Quran”.
Imam Maliki sebagai pengarang buku, diantaranya beliau mengarang booklet
kecil, “Risalah kepada Ibnu Wahab” dalam bidang tauhid, buku Imam Maliki yang paling
terkenal adalah “Kitab Al-Muwatta” yang artinya “Al-Muyassir” atau “ Al-Musahhil”
atau yang mempermudah.
Imam Maliki mewarisi lebih dari selusin karya tulis, termasuk Muwatta yang
termasyhur itu, kitab yang dianggap terpenting setelah Al-Quran. Risalahnya menelaah
bidang agama, etika, dan Fiqh Islam. Menurut Syah Waliyullah, kitab imam itu
merupakan himpunan hadits Nabi yang paling sahih, dipilih dengan penelitian sumber
yang amat cermat. Ia menyusun kitab itu setelah mengadakan pembuktian kebenaran dan
penyaringan yang saksama. Perhatian utamanya ialah rawi dan perawi yang tahan uji, dan
ia sungguh-sungguh berusaha memastikan tidak memuat rawi palsu. Semula Muwatta
memuat 10.000 hadits, tetapi dalam edisi pembetulannya Imam Malik mengurangi
jumlah itu sampai hanya 1.720. Kitab itu telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa
dengan 16 edisi yang berlainan.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al-
Muwatta lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya
berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyhur
adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah Al-Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh,
yaitu Al-Kutub As-Sittah ditambah Al-Muwatta. Ada pula ulama yang menetapkan
Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn
Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum
mnegetahui bandingannya.
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al-Muwatta tidak semuanya Musnad, ada
yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600
hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping
itu ada 61 hadits tanpa penyandar, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari
orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan
jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang
penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan
mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada
yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti Al-
Auza’i., Ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin
Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy-Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, Al-
Qaththan dan Abi Ishaq.
An-Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan
jujur, terpercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada
meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah,
karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya
sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama
menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Malik bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam
buku yang terkenal hingga kini, Al-Muwatta.

Pendapat Ulama Tentang Imam Malik

Para ulama juga mengakui beliau sebagai ahli hadits yang sangat tangguh.
Jika beliau memberikan hadits kepada siapa pun, beliau terlebih dulu berwudhu
kemudian duduk di atas tikar untuk shalatnya dengan tenang dan tawadhu'. Beliau sangat
tidak suka memberikan hadits sambil berdiri, di tengah jalan, atau, dengan cara tergesa
gesa., berikut in pendaat para ulama’ terhadap Imam Malik

1. Imam Asy Syafi’i : " Jika dibicarakan tentang hadits, maka Imam Malik
adalah bintangnya, dan jika dibicarakan soal keulamaan, maka Imam
Malik jugalah yang menjadi bintangnya. Tidak ada seorang pun yang
terpercaya dalam bidang ilmu Allah dibandingkan Imam Malik. Imam
Malik dan Ibnu 'Uyainah adalah dua orang sahabat yang mumpuni di
bidang ilmu ilmu Allah. Seandainya mereka berdua tidak ada, niscaya
hilang juga ilmu orang - orang Hijaz."
2. Imam Yahya bin Sa'id Al Qaththan dan Imam Yahya bin Ma’in
memberikan gelar kepada beliau sebagai Amirul Mu'minin fi Al Hadits.
3. Al Bukhari menyatakan bahwa sanad yang dikatakan ashahhul asanid
adalah apabila sanad itu terdiri dari Imam Malik, Nafi’, dan 'Abdullah
bin 'Umar Radhiyallahli 'anhuma.
4. Masyarakat Hijaz memberikan gelar kehormatan kepada beliau dengan
julukan 'Sayyid Fuqaha 'il Hijaz.'

Beliau juga dikenal sebagai ulama yang sangat keras dalam mempertahankan
pendapatnya yang diyakini benar. Beliau pernah diadukan kepada Khalifah Ja’far bin
Sulaiman oleh paman Khalifah sendiri. Beliau dituduh tidak menyetujui pembaiatan pada
Khalifah. Menurut Ibnu Al jauzi, beliau disiksa dengan hukuman cambuk sebanyak tujuh
puluh kali sampai ruas lengannya sebelah atas bergeser dari persendian pundaknya.
Siksaan ini dilakukan karena fatwa beliau tidak sesuai dengan kehendak dan kemauan
Khalifah. Penyiksaan yang dilakukan Khalifah itu bukan menurunkan popularitasnya di
mata masyarakat luas, bahkan namanya menjadi harum dan berkibar serta kedudukannya
menjadi lebih terhormat di kalangan para ahli ilmu.

Pengaruhnya di Pemerintahan
Imam Malik masyhur oleh ketulusan dan kesalehannya. Ia selalu bertindak
sesuai dengan keyakinannya. Ancaman atau kemurahan hati tidak akan dapat
membelokkan dia dari jalan yang lurus. Sebagai anggota kelompok yang gemilang pada
awal masa Islam, ia tidak dapat dibeli, dan dengan semangat keberaniannya selalu
membuktikan bahwa ia adalah bintang pembimbing bagi para pejuang kemerdekaan.
Ketika ia berumur 25 tahun, kekhalifahan berada di tangan khalifah Abasiyah,
Mansur, seorang teman yang memandang tinggi kecendekiawannya. Tetapi, Imam Malik
sendiri lebih senang bila Fatimiyyin Nafs Zakiya yang menjadi khalifah. Sumpah setia
rakyat kepada Mansur dinyatakannya tidak mengikat, karena dilakukan dengan paksaan.
Ia mengutip hadits Nabi yang menyatakan ketidakabsahan perceraian paksa.
Ketika Jafar, kemenakan Mansur, diangkat menjadi gubernur baru Madinah,
ia membujuk penduduk kota suci itu mengulang sumpah setia mereka kepada Mansur. Ia
melarang Imam Malik menyiarkan fatwanya tentang ketidakabsahan perceraian paksa.
Sebagai seorang pemegang prinsip yang teguh, dan pemberani, ia tidak mengacuhkan
larangan itu. Akibatnya ia dijatuhi hukuman 70 dera yang dilibaskan ke punggungnya
yang telanjang. Dengan baju berlumuan darah ia diarak di atas unta di sepanjang jalan
Madinah. Namun, kebuasan gubernur itu tetap gagal menggetarkan atau melemahkan hati
imam muda itu. Mendengar kejadian ini, khalifah Mansur segera menghukum gubernur
Madinah itu, dan menyuruh ia memint maaf kepada Imam Malik.
Pada 174 H, Khalifah Harun ar-Rasyid tiba di Madinah dengan kedua
putranya, Amin dan Ma’mun. Ia memanggil Imam menghadap ke baliurang untuk
menceramahkan Muwatta. Imam datang di baliurang, tetapi menolak memberikan
ceramah. Ia berkata: “Rasyid, hadits ialah pelajaran yang dihormati dan dijunjung tinggi
leluhur Anda. Bila Anda tidak menghormatinya, orang lain pun demikian juga.” Alasan
penolakan itu diterima khalifah, dan baginda bersama kedua putranya bersedia datang ke
tempat Imam Malik untuk mengikuti kuliah Imam tersebut.
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero
dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan
pedang memasuki Masjid Kufa. Tetpi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak
beranjak dari tmpatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah
menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti
itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia
menawarkan tempat duduknya sendiri kepad Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.
Kaum Muslimin di Arab barat hanya menganut Madzhab Maliki.

Al Muwatha’
Al Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan.
Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di
kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai
memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan
memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta’ tak akan lahir bila
Imam Malik tidak ‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad,
Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya.
Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada
salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al
Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak ada
duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih
dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula,
kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya
memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa
dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab
Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas
berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan
mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain
fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra,
Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al
Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad
al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik
li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab
Maliki.

14. Madinah Pusat Madzab


Malik
Mazhab Maliki timbul dan berkembang di Madinah. kemudian tersiar di
sekitar Hedzjaz. Di Mesir, Mazhab Maliki sudah mulai muncul dan berkembang selagi
Imam Malik masih hidup. Di antara yang berjasa mengembangkannya adalah para murid
Imam Malik sendiri: Abdul Malik bin Habib as-Sulami, Isma’il bin Ishak, Asyhab bin
Abdul Aziz al-Kaisy, Abdurrahman bin Kasim, Usman bin Hakam, dan Abdur Rahim bin
Khalid. Selain di Mesir, Mazhab Maliki ini juga dianut oleh umat Islam yang berada di
Maroko, Tunisia, Tripoli, Sudan, Bahrain, Kuwait, dan daerah Islam lain di sebelah barat,
termasuk Andalusia. Filsuf Ibnu Rusyd yang di dunia Barat dikenal sebagai Com-
mentator dari Aristoteles termasuk pengikut Imam Malik. Sementara itu, di dunia Islam
sebelah timur Mazhab Maliki ini kurang berkembang.

Perkembangan Madzab Maliki

Penyebaran mazhab ini sangat jelas dapat dilihat dalam proses pembukaan dan
masuknya penduduk Afrika dalam Islam, baik di Negara Libia, Tunisia, Ai-Jazair
maupun Maghrib, demikian pula dengan Negara Sudan, dan Muritania, serta Negara-
negara Afrika lainnya; yang sebelummya sudah dimulai dengan pembukaan Andalusia
(Sepanyol) pulau Siqilia, dan pulau lain.[24]
Demikian pula Mesir di masa Imam Maliki, Mazhab ini disebarkan oleh
sebagian du’at yang diantaranya; Asy-Syafi’I dating ke Mesir, mayoritas daerah pesisir
menganut Mazhab Asy-Syafi’i, adapun yang bukan daerah pesisir, masih tetap menganut
Mazhab Maliki sampai sekarang.
Mazhab Maliki ini muncul di Madinah Al-Munawwarah, lalu menyebar ke
Hijaz dalam kurun waktu yang cukup lama, hingga masuknya Mazhab Hambali, yang
kemudian mengganti mazhab Maliki di Mekkah sampai sekarang.
Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal
amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan,
sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Quran, Sunnah
Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah),
qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau
dilarang oleh dalil tertentu).
Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak,
Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga
negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas
penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir,
jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya
negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.

16. Imam Maliki Meninggal


Ketika Imam Maliki semakin menua mendekati 90 tahun, beliau tetap selalu
datang ke Masjid Rasulullah SAW duduk diantara makam dan mimbar untuk
menyampaikan pelajaran dihadapan sekian banyak muridnya, shalat berjama’ah, melayat,
menjenguk orang sakit, menyelesaikan kewajiban, memenuhi undangan. Kini beliau tidak
sanggup lagi duduk di masjid dan melaksanakan aktifitas kesehariannya. Masyarakat
sabar akan semua itu dan menerimanya dengan ikhlas, mereka sangat mengagungkan dan
menghormatinya, hingga Imam Maliki meninggal dunia. Mazhab Imam Maliki
merupakan pelopor dalam bidang fiqih, para murid beliau yang terkenal pandai pada
waktu itu menyebarkan mazhabnya dan mengikuti methodenya dalam menentukan
hukum
Imam Maliki wafat pada tahun 800 M tepatnya tahun 179 H.[25]

Penutup
Imam Malik mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam, yang disebut
sebagai Mazhab Maliki.Hukum-hukum fiqih yang diberikan oleh Imam Maliki ialah
berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Imam Malik menjadikan hadits sebagai pembantu
dalam memahami Al-Quran. Imam Malik sangat berhati-hati tentang riwayat-riwayat
hadits karena menjaga dari kekeliruan diantara hadits sahih dengan hadits da’if (lemah).
Beliau menganggap perbuatan atau amalan penduduk-penduduk Madinah adalah sebagai
hujjah dan sumber yang terpenting dalam hukum fiqih,
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero
dunia Islam. Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga
dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara
berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Quran,
Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al
Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak
didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).

Anda mungkin juga menyukai