Anda di halaman 1dari 7

A.

Biografi al-Tahtawi

            al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, ia merupakan


pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-
19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta merupakan kota yang berada di bagian selatan mesir
dan wafat pada tahun 1873 di kairo. Ketika Muhammad Ali mengambil alih kekayaan di Mesir,
harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa
menempuh pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar dan pada tahun 1822 ia
menyelesaikan studinya.

            Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-Attar yang banyak
mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke mesir. Gurunya al-Tahtawi ini
sering mengadakan kunungan kepada ahli-ahli dari Prancis tersebut untuk mengetahui kemajuan
ilmu pengetahuan mereka. Dan mereka pun menerima kunjungan itu dengan senang hatu karena
mereka bisa belajar bahasa arab dari gurunya al-Tahtawi.

            Setelah lulus menyelesaikan studinya di al-Azhar ia langsung mengajar disana, pada


tahun 1824 al-Tahtawi diangkat menjadi imam tentara dan dua tahun kemudian al-Tahtawi
diangkat menjadi imam para mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke
Paris.selama lima tahun di Paris ia tidak menyianyiakan waktunya tersebut, ketika sesampainya
disana ia langsung mencari guru khusus bahasa Prancis untuk mengajarinya belajar bahasa
Prancis. Dengan waktu singkat ia berhasil menguasai bahasa tersebut karena kesungguhannya
dalam mempelajari bahasa .itu. Terbukti selama masa tinggalnya di Paris al-Tahtawi berhasil
menterjemahkan 12 buku dan risalah, diantara risalah tersebut adalah tentang sejarah Alexander
Macedonia, mengenai ilmu pasti, risalah tentang ilmu tektik, risalah mengenai hak-hak manusia,
risalah tentang jasmani dan sebagainnya.

            Selain menterjemahkan buku-buku dan risalah, waktu di Paris ia sempatkan juga untuk
membaca buku-buku yang ada disana. Dan buku-buku yang dibaca antara lain buku-buku
sejarah, teknik, ilmu politik, ilmu bumu dan lain-lain. Dan ia juga membaca buku karangan
Montesquieu, Voltaire dan Roseau.
            Buku-buku yang dibaca al-Tahtawi rupanya mencakup berbagai lapangan ilmu
pengetahuan. Kelihatannya ia sengaja membaca lapangan-lapangan yang berbeda dan tidak
memfokuskan kesatu lapangan ilmu pengetahuan saja karena tujuannya ialah hanya
menterjemahkan buku-buku Prancis kedalam bahasa Arab. Dengan demikian pembaca-pembaca
Arab dapat mengetahui ilmu pengetahuan barat yang ia rasa perlu mereka ketahui untuk
kemajuan mereka.

            Sekembalinya dari Parisa, al-Tahtawi menjadi seorang guru bahasa Prancis dan
penterjemah di sekolah kedokteran. Disini ia membimbing penerjemah buku-buku ilmu
kedokteran. Dua tahun kemudian ia pindah ke Artileri untuk mengepali penerjemahan buku-buku
tentang ilmu teknik dan kemiliteran.

            Ditahun 1836 didirikan “sekolah penerjemah” oleh Muhammad Ali dan nama sekolah
tersebut berubah menjadi “sekolah bahasa-bahasa asing” yang diajarkan sekolah ini antara lain
bahasa Turki, Persia, Itali, dan juga ilmu-ilmu teknik, sejara dan ilmu bumi. Dan al-Tahtawi
dipercaya untuk menjadi pimpinan di sekolah ini. Selain dari mengajar dalam tugasnya termasuk
pula mengkoreksi buku-buku yang diterjemahkan murid-muridnnya. Menurut keterangan hampir
seribu buah buku yang diterjemahkan sekolah ini kedalam bahasa Arab.

Abas karena hal-hal yang kurang jelas dan tidak senang dengan al-Tahtawi lalu ia dipindahkan
ke Sudan untuk mengepalai sebuah sekolah dasar disana. Setelah Abas wafat ditahun 1854. Al-
Tahtawi dipanggil ke Kairo oleh Said yakni Pasya yang baru. Dan ia diangkat menjadi “kepala
sekolah militer”. Disana ia pentingkan pelajaran bahasa asing dan men gadakan satu bagian
khusus untuk penerjemahan. Ditahun 1863, Khedewi Ismail mengadakan “Badan Penerjemah
Undang-Undang Prancis” dan al-Tahtawi dipercayai untuk menjadi pimpinan tersebut.1

B. Karya-Karya dan Pemikiran Pembaharu al-Tahtawi

            Sekian jauh aktivitasnya ternyata terlihat bahwa al-Tahtawi berpusat kepada


penterjemahan dan mengepalai sekolah-sekolah dan ia juga pernah berpendapat bahwa
penterjemahan buku-buku barat kedalam bahasa Arab itu penting, agar umat islam dapat
mengetahui ilmu-ilmu yang membawa maju Barat, dan dengfan demikian umat Islam berusaha
pula memajukan diri mereka.
1
Harun Nasution. Pembaharuan dalam islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Bulan Bintang,
(Jakarta: 1975)hal.32.
            Disamping aktivitasnya dalam lapangan penterjemahan ternyata ia juga pernah menjadi
pimpinan dari surat kabar resmi yang diterbitkan Muhammad Ali. Selain memuat berita-berita
resmi dalam surat kabar tersebut diselipkan pengetahuan tentang kemajuan Barat, khususnya ia
terangkan teori Politik, Demokrasi, Aristokrasi, Monarki, dan lain sebagainnya.

Pada tahun 1870 didirikan majalah Raudatul Madaris yang bertujuan memajukan bahasa Arab
dan menyebarkan ilmu-ilmu pengetahuan modern kepada khalayak ramai. Majalah itu
mengadung tulisan-tulisan tentang sastra Arab, ilmu Falak, ilmu Bumi, ilmu Akhlak dan lain
sebagainnya.

            Selain dari mengarang untuk majalah-majalah tersebut diatas al-Tahtawi juga mengarang
buku. Diantara buku-bukunya yang terpenting adalah.

Þ    Takhlisul-Ibriz fi Talkhisi Bariz (“Intisari dari Kesimpulan Tentang Paris”)

Isi dari buku ini mengenai kesan-kesan al-Tahtawi tentang perjalanan ke Paris, selama ia tinggal
disana dan perjalanan pulang ke Mesir. Buku ini bukan hanya menceritakan sejarah
perjalanannya ke Paris tetapi yang terpenting menerangkah hal-hal yang bersangkutan dengan
hidup dan kemajuan orang Eropa yang telah ia lihat di Paris. Didalamnya ia terangkan sistem
pemerintahan Prancis, Reolusi ditahun 1789, cara pemeliharaan kesehatan penduduk Paris
(Rumah sakit, pengobatan dan sebagainya), ilmu-ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah
Paris, konstitusi Prancis, adat istiadat eropa dan lain sebagainnya. Karena sangat pentingga buku
ini untuk mengetahui hidup dan kemajuan Eropa bagi orang islam diwaktu itu, ia terjemahkan
kedalam bahasa Turki dan dianjurkan oleh Muhammad Ali supaya dibaca oleh pegawai-
pegawaimpemerintahannya.

Þ    Manahijul-albab al-Misriyyah, fi manahijil-adab al-‘asriyyah (“Jalan Bagi Orang Mesir


untuk Mengetahui Literatur Modern”)

Buku ini menerangkan betapa pentingnya kemajuan ekonomi bagi kemajuan negara dan juga
dalam buku ini ia menjelaskan bahwa pemerintahan yang baiklah yang dapat memajukan
ekonomi, dan oleh karena itu buku tersebut menerangkan ketatanegaraan yang baik menurut
paham tradisional dalam islam. Raja atau sultan mempunyai kekuasaan eksekutif yang mutlak,
tetapi kekuasaan itu harus dibatasi oleh syariat dalam syura (para ulama). Jadi Raja harus
menghormati ulama dan memandang mereka sebagai pembantunya dalam soal pemerintahan.
Dan menurutnya syariat harus disesuaikan dengan keadaan dan situasi modern dan kaum ulama
harus mengetahui kemajuan modern untuk dapat menafsirkan syariat sesuai dengan kebutuhan
masyarakat modern. Oleh karena itu mereka harus mempelajari pengetahuan dari Barat.

Þ    Al-Mursyidul-Amin lil Banati wal Banin (“Petunjuk Bagi Pendidikan Putra dan Putri)

Menurutnya pendidikan dasar harus bersifat Universal dan sama bentuknya untuk setiap
golongan, didikan menengah harus memiliki kualitas tinggi. Anak-anak perempuan harus
mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak-anak laki-laki. Kaum ibu harus mempunyai
didikan, agar menjadi istri yang baik dan bukan hanya menjadi kebutuhan jasmani bagi suaminya
saja akan tetapi mampu menjadi teman suami dalam kehidupan intelektual, dan juga agar dapat
bekerja sebagai lelaki dalam batas-batas kesanggupan dan pembawaan mereka, dan selanjutnya
untuk mereka agar dapat melepaskan diri dari kekosongan waktu di rumah tangga dan dari
kebiasaan mengobrol dengan tetangga.

Menurutnya fungsi pendidikan bukan hanya memberi ilmu pengetahuan tetapi yang terpenting
adalah menanamkan kepribadian dan hub al-watan (rasa patriotisme). Patriotisme adalah dasar
yang kuat untuk mendorong orang membentuk masyarakan yang memiliki peradaban. al-
Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama sekali yang menganjurkan patriotisme. Paham bahwa
seluruh dunia islam adalah tanah air tiap orang muslim, telah berubah tekanannya. Tanah air
sekarang ditekankan artinya pada tumpah darah seseorang bukan seluruh dunia islam. Jadi ada
dua persaudaraan, persaudaraan islam dan persaudaraan setanah air. Mengenai kedua hal tersebut
bagi al-Tahtawi tidak jelas. Tapi perkembangan dalam dunia islam selanjutnya membuat
persaudaraan setanah air lebih kuat dari pada persaudaraan keislaman. Dalam kewajiban
seseorang terhadap tanah airnya termasuk mengadakan persatuan, tunduk kepada undang-undang
dan sedia mengorbankan harta dan diri. Diantara hak yang terpenting bagi seorang warga negara
ialah kemerdekaan, karena kemerdekaan yang dapat mewujudkan masyarakat yang sejati dan
patriotisme yang kokoh.
Þ    Anwaru Taufiq al-Jalil fi Akhbari Misra wa Tausiqi Bani Imail (“Cahaya Taufik yang Agung
pada Berita-berita Mesir dan pengukuhan anak Keturunan Khedewi Ismail)

Buku ini mengandung sejarah Mesir dari mulai zaman Fir’aun, ia memperlihatkan
kebanggaannya akan peradaban dan kemajuan ekonomi Mesir pada zaman Fir’aun. Mesir
modern adalah lanjutan dari Mesir zaman Fir’aun, dan karena itu ia tak enggan menulis syair-
syair yang memuju Fir’aun. Mesir modern betul Islam, tetapi bukan semua penduduk Mesir
beragama islam. Orang-orang beragama islam harus diberi kemerdekaan beragama, dan mesir
Islam dan Mesir bukan islam adalah bersaudara.

            Semua ini adalah konsep baru bagi dunia Islam dizaman al-Tahtawi. Persaudaraan yang
dikenal orang adalah persaudaraan keislaman, dan tanah air adalah seluruh negara Islam dan
sejarah adalah sejarah islam. Dalam konsep baru ini terdapat benih Nasionalisme.

Þ    Al-Qaul as-Sadid fil-Ijtihad wa-Taqlid (“Perkataan yang Benar Tentang Ijtihad dan Taklid”)

Al-Tahtawi hanya menjelaskan syariat-syariat dan rupa-rupa ijtihad dalam Islam, ijtihad mutlak,
ijtihad dalam mazhab, ijtihad dalam fatwa. Tetpi bagaimanapun, penjelasan-penjelasan al-
Tahtawi ini menarik perhatian orang pada ijtihad, dan akhirnya membawa pada pendapat bahwa
pintu ijtihad adalah terbuka bukan tertutup.2

2
Ramayulis dan Samsul Nizar. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh
Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia). PT. (Ciputat Press Group, Ciputat: 2005).hal 36.
Latar belakang

Pembaharuan di Mesir Tumbuhnya gerakan pembaharuan dalam islam, merupakan wujud


dari bentukkesadaran umat Islam dari ketertinggalan dan keterbelakangan mereka. Banyaknya
persoalanyang dihadapi umat islam, dari persoalan Intern seperti adanya penyimpangan ajaran
Islamdari ajaran sebenarnya dengan banyak bermunculan hadis-hadis palsu, sistem
pemerintahanotoriter yang dipimpin khadewi Ismail, serta keadaan sosial keagamaan di Mesir
pada saaatitu sangat memprihatinkan dengan munculnya tahayul, bid’ah dan kurafat.
Kemudianditambah lagi persoalan Ekstern umat yang ditimbulkan dari tekanan penjajahan
bangsa-bangsa Barat yang menuntut segera diatasi dan dipecahkan masalahanya.

Gerakan modernisasi dalam dunia Islam dipelopori oleh para tokoh Islam yangberusaha
sekuat tenaga untuk kembali kepada ajaran Islam yang benar, dan berusaha kembaliuntuk
memajukan Islam dan umatnya. Para pemimpin islam menyadari kelemahan,ketertinggalan, dan
keterbelakangan dari berbagai aspeknya, setelah banyak diantara merekayang berdialog atau
berhadapan langsung dengan kemajuan peradaban bangsa Barat.Menyadari kekalahan dan
kelemahan dalam berbagai aspek kehidupan dari bangsa-bangsa Barat, Umat Islam mulai bangkit
kembali untuk mengejar ketertinggalan danketerbelakangan. Bangsa yang pertama kali
merasakan ketertinggalan dan keterbelakanganitu adalah Turki Utsmani dan Mesir.

Secara garis besar, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya prosespembaharuan
pendidikan islam, yaitu:

1. Faktor kebutuhan pragmatis umat islam yang sangat membutuhkan satu sistem
yangbetul-betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslimyang
berkualitas, bertakwa, dan beriman kepadaAllah SWT.

2. Agama Islam sendiri melalui ayat suci Al-Quran banyak menyuruh ataumenganjurkan
umat Islam untukselalu berfikir serta selalu membaca dan menganalisissesuatu untuk kemudian
bisa diterapkan atau bisa menciptakan sesuatu yang baru dariapa yang kita lihat.

3. Adanya kontak Islam dengan Barat.


Dan secara historis, kesadaran pembaharuan dan modernisasi pendidikan di Mesir
berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798M.
Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napolen
Bonapartemenjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India, yang pada
waktuitu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris. Konon, kedatangan Napolen ke
Mesirtidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh
orangdiantaranya pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab,Yunani,
peralatan eksperimen (seperti: teleskop, mikroskop, kamera, dan lain sebagainya),serta seribu
orang sipil.

Anda mungkin juga menyukai