Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Ilmu Qiroat

Andi Zausan Afifah, Andika, Adam Maulana.


Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Palopo,
andizausan12@gmail.com, am8360017@gmail.com, andhyka016@gmail.com

Abstract

"Thus this Book was handed down, indeed the Qur'an was derived on seven letters, so read the easy
one from it." (History of al-Bukhārī and Muslims). In this discussion, the author explains the brief
history and development of Qiraat science which aims to provide an overview of the stages of
development of Qiraat science which began with the descent of the Qur'an and there were disputes
in reading it, especially when the Messenger of Allah went to Medina and found many different
lahjahs and dialects so that in some histories of these hadiths about ahrufussab'a, The Prophet
explained to Allah why he made the request regarding the difference in the reading of the Qur'an,
namely that his people consisted of different walks of life and various ages. Some cannot read and
write, some are old and some are young, they are all readers of the Qur'an. They will be in trouble
if they are required to read the Qur'an with only one reading option. The Qur'an should be spread
to people all over the world. Therefore, Allah derived the Qur'an with many variations of the reading
commonly known as al-qirā'āt as-sab'.

Keywords: History, Qiraat Science, Development, Figures, Qur'an

Abstrak

“Demikianlah Kitab ini diturunkan, sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka
bacalah yang mudah darinya.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim). Bahasan kali ini penulis
menjelaskan terkait sejarah singkat dan perkembangan ilmu Qiraat yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tahapan perkembangan ilmu Qiraat yang bermula dari turunnya Al-Qur’an
dan terdapat perselisihan dalam membacanya terutama saat Rasulullah ke Madinah dan mendapati
banyak lahjah dan dialek yang berbeda sehingga dalam beberapa riwayat hadits-hadits tentang
ahrufussab'a ini, Nabi menjelaskan kepada Allah alasan mengapa ia melakukan permintaan terkait
perbedaan bacaan Al-Qur'an, yaitu bahwa umatnya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dan
beragam umur. Ada yang tidak bisa membaca dan menulis, ada yang sudah tua dan ada yang masih
muda, mereka semua adalah pembaca Al-Qur'an. Jika mereka diharuskan untuk membaca Al-Qur'an
dengan hanya satu pilihan bacaan saja, mereka akan berada dalam kesulitan. Al-Qur'an harus
disebarkan kepada orang-orang di seluruh dunia. Oleh karena itu, Allah kemudian menurunkan Al-
Qur'an dengan banyak variasi bacaan yang biasa dikenal sebagai al-qirā'āt as-sab'.

Kata kunci: Sejarah, Ilmu Qiraat, Perkembangan, Tokoh, Al-Qur’an.


1 Pendahuluan
Secara garis besar, Al-Qira'aat merupakan bentuk jamak dari qiro'ah dari qara'a
- yaqra'u - qirâ'atan. Secara konseptual, qira'at merupakan salah satu indikasi tajwid
yang digunakan oleh salah seorang imam quran, yang berbeda dengan tajwid
lainnya dalam tajwid. Klaim ini didasarkan pada rantai penularan kepada Nabi
SAW.
Sedangkan, jika dikutip dari tulisan yang berjudul “Mengenal Ilmu Qiraat” dari
Amiruddin, dijelaskan bahwa qiraat adalah cabang dari ilmu Ulum Al-Qur’an. Kata
qiraat merupakan bentuk jamak dari kata " ‫"ةأرﻗ‬, yang berasal dari ‫اةارﻗ‬-‫ارﻘﯾ‬-‫ارﻗ‬.
Lafadz tersebut adalah bentuk masdar yang artinya bacaan. Lafadz qara'a (‫ )أرﻗ‬juga
berarti mengumpulkan dan menghimpun. Ini berarti mengumpulkan huruf dan kata-
kata dan menempatkan mereka bersama-sama dalam sebuah pernyataan yang
terorganisir dengan baik.
Ada beberapa pendapat menurut para ulama terkait definisi Ilmu Qiraat,
menurut Muhammad Aly Al-Shabuni, qiraat diartikan sebagai bentuk suatu mazhab
tertentu dalam cara pengucapan Al-Qur’an berdasarkan sanad-sanadnya yang
sampai kepada Rasulullah. Sedangkan menurut Imam Syihabuddin Al-Qasthalani
beliau mengartikan qiraat sebagai ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta
perbedaan pengucapan dalam lafaz-lafaz Al-Qur’an. Diantaranya dalam
pengucapan I’rab, hazf, isbat, fashl, washl, ibdal yang diperoleh dengan
periwayatannya. Dengan ini ilmu Qiraat dan tajwid pada dasarnya sama-sama
mempelajari bagaimana cara membaca Al-Qur’an, walaupun hampir sama namun
terdapat perbedaan diantara keduanya yaitu, ilmu Qira’at adalah pengucapan lafaz
Al-Qur’an yang membahas terkait lafaz, kalimat, atau dialek bahasanya. Sedangkan
untuk ilmu tajwid adalah kaidah-kaidah yang bersifat teknis guna memperindah
bacaan Al-Qur’an dengan tidak mengeyampingkan hak dan mustahaqnya huruf.

2 Metode Penelitian
A. Jenis Penulisan
Penulisan artikel ilmiah ini bersifat deskriptif analisis. Metode analisis deskriptif
adalah metode pemecahan masalah atau metode kerja dimana situasi atau keadaan
suatu objek masalah dideskripsikan, dijelaskan dan dianalisis dari sudut pandang
penulis, berdasarkan hasil penelitian studi literatur (telaah pustaka).

B. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder.
Data sekunder dapat diperoleh dari perpustakaan yang dikumpulkan seperti jurnal,
dokumentasi, data dari lembaga penelitian dan data dari instansi terkait.

C. Teknik Pengumpulan
Data Teknik pengumpulan data melalui studi literatur, studi literatur yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan data mengenai sejarah kemunculan dan perkembangan
ilmu Qiroat.

3 Hasil dan Pembahasan


Sejarah singkat terkait ilmu Qiraah dan perkembangannya, diketahui bahwa
terdapat perbedaan pendapat tentang waktu turunnya qira'at, dengan kata lain ada
yang mengatakan bahwa qira'at diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya
Al-Qur'an. Ada juga yang mengatakan bahwa qira'at mulai diturunkan di Madinah
setelah peristiwa Hijrah, di mana banyak orang mulai masuk Islam dan memiliki
berbagai macam dialek dalam pengucapan Bahasa Arab. Semua pendapat ini
memiliki dasar yang kuat, tetapi kita dapat mengkompromikan dua pendapat ini
bahwa qira'at memang mulai muncul di Mekah pada saat yang sama dengan
turunnya Al-Qur'an, tetapi qira'at di Mekah tidak begitu perlu karena tidak ada
perbedaan dialek, hanya satu lahjah saja yang digunakan di Mekah yaitu Quraisy.
Qiraat mulai digunakan setelah Nabi Muhammad di Madinah, di mana banyak
orang dari berbagai suku dan dialek mulai masuk Islam dan mempelajari Al-
Qur’an. Selain perbedaan-perbedaan tersebut, pembahasan kodifikasi ilmu qira'at
mengandung makna pembahasan sejarah perjalanan ilmu qira'at. Beberapa tahapan
perkembangan ilmu Qiraat itu sendiri, yaitu:
1. Qira'at pada masa Nabi.
Nabi Muhammad SAW mensosialisasikan Al-Qur’an kepada masyarakat Arab
yang terdiri dari berbagai macam kalangan dan status sosial yang beragam, ada
orang awam yang tidak bisa membaca dan menulis atau yang disebut “ummi”,
ada orang tua yang tidak cakap lagi mengucapkan kata-kata dengan tegas dan
jelas, ada anak kecil dan lain sebagainya. Sementara nabi mempunyai beban
yang berat untuk mensosialisasikan Al-Qur’an kepada mereka. Al-Qur’an
merupakan kitab suci yang disamping bertujuan untuk memberikan hidayah
atau petunjuk kepada segenap umat manusia, terutama umat Islam, Al-Qur’an
juga sebuah kitab bacaan yang perlu dibaca. Nama Al-Qur’an diartikan sebagai
bacaan atau sesuatu yang dibaca. Oleh karena itu pada saat malaikat Jibril
memerintahkan kepada nabi untuk membacakan Al-Qur’an dengan satu huruf
atau satu macam bacaan, nabi langsung mencoba bertoleransi kepada malaikat
Jibril agar keharusan itu diperingan lagi. Ternyata Allah melalui malaikat Jibril
memberikan keringanan (rukhshah) kepada nabi sampai kepada tujuh huruf
atau macam bacaan.

2. Qira'at pada masa Sahabat dan Tabi'in.


Sepeninggal Nabi Muhammad, para sahabat Nabi melanjutkan tradisi yang
dimulai oleh Nabi, yaitu mengajarkan Al-Qur'an kepada murid-muridnya.
Beberapa dari mereka yang masih berada di Madinah dan Mekah mengajarkan
Al-Qur'an kepada murid-muridnya, diantaranya seperti Ubay bin Ka'b, Utsmân
bin 'Affân dan Zaid bin Tsabit. Ketika Islam menyebar ke negara-negara lain,
terutama pada masa Abu Bakar dan 'Umar bin Khathtab, diperlukan personal
untuk mengajarkan Islam kepada penduduk setempat. Harus disebutkan di sini
bahwa pengajaran qira'at para sahabat kepada murid-muridnya didasarkan pada
cara membaca yang diterima dari Nabi. Pembacaan mereka berbeda-beda
sesuai dengan kaidah ajaran "al-Ahruf as-Sab'ah". Setelah kematian mereka,
muncul generasi ketiga di antara Tabi'in yang juga berperan dalam penyebaran
Ilmu Qira'at di negara-negara tersebut. Hasilnya adalah lahirnya generasi baru
di bidang Qira'at.
3. Munculnya Komunitas Ahli Qira'at.
Hasil yang didapatkan dari kegiatan pengajaran Al-Qur’an dari generasi
sahabat dan Tabi’in adalah munculnya komunitas ahli Qira’at pada setiap
negeri Islam. Ibnu al-Jazari dalam kitabnya “Al-Nasyr fi al-Qira’at al-
‘Asyr” menyebutkan tentang komunitas tersebut.

4. Kodifikasi Ilmu Qira'at.


Fase ini berlangsung bersamaan dengan masa penulisan berbagai macam ilmu
keislaman, seperti ilmu hadis, tafsir, tarikh dan lain sebagainya, yaitu sekitar
permulaan abad kedua Hijriyah. Maka pada fase ini mulai muncul karya-karya
dalam bidang qira’at. Sebagian ulama muta’akhirîn berpendapat bahwa yang
pertama kali menuliskan buku tentang ilmu qira’at adalah Yahyâ bin Ya’mar,
ahli qira’at dari Bashrah.

5. Pembentukan Qira'at Sab'ah.


Banyaknya tanah qira'at yang tersebar di banyak negara muslim menimbulkan
kerancuan di banyak kalangan, terutama di kalangan awam. Hal ini
menyebabkan sebagian ulama qira'at membuat rambu-rambu yang dapat
memilih qira'at mana yang dianggap sah. Tanda-tanda yang relevan adalah
pertama: seseorang harus mutawatir, terkenal di kalangan ahli qira'at. Kedua:
harus sesuai dengan ras Utsmaniyah, dan ketiga: harus sesuai dengan aturan
bahasa Arab. Dari sini muncul inisiatif Ab Bakr Ahmad bin Mûsâ al-Baghdâd
Ibn Mujahid untuk menyederhanakan pembacaan semua imam paling
berpengaruh di negara-negara Islam. Tujuh imam kemudian dipilih untuk
mewakili nilai-nilai negara Islam masing-masing. Yang terpilih adalah:
- Dari Madinah: Imam Nafi' bin Abî Nu'aim al-Ashfihâni (umur hidup
127 H)
- Dari Makkah: 'Abdullâh bin Katsr al-Makki (umur hidup 120 H)
- Dari Bashra: Abû 'Amr al-Bashri (wafat 153 H)
- Dari Syam: 'Abdullâh bin 'Amir al-Syâmi (w. 118 H)
- Dari Kufah: Tiga imam dipilih, yaitu: 'Âshim bin Abî al-Najud (w. 127
H)
- Hamzah bin Habib al-Zayyat (w. 156 H)
- 'Alî bin Hamzah al-Kisâ'i (w 189 H)
Pemilihan tujuh imam didasarkan pada kriteria yang sangat ketat. Ibnu Mujahid
sendiri menyebutkan kriteria tersebut dalam kitabnya “al-Sab’ah”, yaitu: ia
harus ahli dalam bidang qira’at, mengenal qira’at, yang terkenal dan shadz,
mengetahui riwayat dan mengetahui bahasa Arab.

6. Menyederhanakan Perawi Imam Qira'at Sab'ah.


Pada kitab “al-Sab’ah” Ibnu Mujâhid masih menyertakan banyak perawi dari
setiap Imam dari Imam Tujuh. Kemudian pada periode berikutnya, muncul
seorang ahli qira’at kenamaan dari Andalus yang bernama Utsmân bin Sa’id,
Abû ‘Amr al-Dânî (w. 444 H) menyederhanakan para perawi dari setiap Imam
Qira’at Tujuh menjadi dua pada setiap Imam. Al-Dânî berpendapat bahwa
adanya dua rawi pada setiap Imam lebih memudahkan menghafal materi qira’at
dari masing-masing Imam.

Gambar 1 Imam Asy-Syatibi

Berlanjut pada salah satu tokoh yang cukup berpengaruh dalam


perkembangan ilmu Qiraat yaitu imam Asy-Syatibi, beliau bernama lengkap
Al-Qasim bin Firruh bin Khalaf bin Ahmad Al-Raiyni al-Dharir Ash-Syatibi
Al-Andalusi. Beliau seorang ahli maqashid Syariah, w. 790 H beliau juga
seorang peneliti kreatif yang berkat penemuannya, para ulama qira'at bisa lebih
mudah mempelajari disiplin yang mereka amalkan. Karya Imam ash-Syatibi
yang paling monumental adalah Hirz al-Amani wa Wajh al-Tahani fi al-Qira'at
al-Sab'i atau lebih dikenal dengan Matan Syatibi. Imam asy-Syatibi tidak hanya
melakukan inovasi baru dari bentuk natsar ke dalam bentuk syair. Tapi ia juga
menggunakan kode abjad atau rumus untuk setiap imam dan perawinya, tanda
kode ini merupakan salah satu sumbangsihnya kepada generasi selanjutnya
untuk memudahkan memahami dan mengidentifikasi ragam qira’at antar satu
imam dengan imam yang lain. Yang dengan kontribusinya imam Asy-Syatibi
mendaji salah satu tokoh yang cukup berpengaruh dalam sejarah dan
perkembangan ilmu Qiraat.

4 Kesimpulan
Setelah mengetahui sejarah dan perkembangan ilmu qiraah, maka selaku
muslim yang dimana Al-Qur'an adalah pedoman hidup maka tidak ada alasan bagi
kita untuk tidak dapat mempelajari dan memahaminya, jika dilihat dari perjuangan
Rasulullah dan para sahabatanya untuk dapat menyampaikan wahyu dari Allah
SWT kepada seluruh umat rahmatan lil alamiin. Adapun hikmah mengetahui dan
mempelajari ilmu qiraah diantaranya yaitu:
1. Bukti nyata kehati-hatian Al-Qur'an terhadap perubahan dan
penyimpangan, meskipun memiliki banyak qiroah, namun tetap
terpelihara.
2. Memudahkan bagi seluruh umat manusia untuk dapat membaca dan
memahami Al-Qur'an.
3. Membuktikan mukjizat Al-Quran karena dalam qiroat yang berbeda
ternyata juga dapat memunculkan istinbat hukum yang berbeda. Contoh
dari masalah ini adalah susunan kata: "wa arjulakum" dalam surat Al-
Maidah ayat 6, yang juga bisa dibaca sebagai "wa arjulikum" dalam qiroah
lainnya. Jadi yang pertama menunjukkan aturan bahwa kedua kaki dicuci
dengan mencuci. Lain menunjukkan aturan menggosok kedua kaki (al-
mash) dengan khuf atau sejenis sepatu.
4. Satu qiroat dapat membantu menjelaskan/menafsirkan qiroat lain yang
maknanya masih belum jelas. Contoh soal ini: Dalam surat ke-9 ayat
Jum'at, yang diucapkan "Fas'au", kata aslinya berarti berjalan cepat, tetapi
kemudian dijelaskan oleh qiroat lain: "famdhou", yang berarti pergi,
jangan lari.
Meskipun memiliki qiraat yang berbeda namun tetap bisa menjadi pedoman
hidup bagi kita semua dan membuat kita yakin bahwa tidak ada keraguan di
dalamnya.
Daftar Pustaka

HaHuwa.blogspot.com. Juli 2020. Pengenalan (Pengertian, Sejarah dan Hikmah).


Diakses pada 27 Oktober 2022, dari https://hahuwa.blogspot.com/2020/07/pembahasan-
ilmu-qiraat-pengertian.html.
News.detik.com. 26 Juni 2021. Mengenal Ilmu Qiraat, Asal Usul dan Perbedaannya
dengan Tajwid. Diakses pada 27 Oktober 2022, dari https://news.detik.com/berita/d-
5620321/mengenal-ilmu-qiraat-asal-usul-dan-perbedaannya-dengan-tajwid.
Safrizaljuly.com. November 2021. Ilmu Qira’at dan Sejarah Perkembagannya.
Diakses pada 27 Oktober 2022, dari https://www.safrizaljuly.com/2021/11/ilmu-qiraat-
dan-sejarah-perkembangannya.html.
Fathurrozi Moh. 24 Februari 2020. Kontribusi Besar Imam Asy Syatibi dalam Ilmu
Qira’at Al’Qur’an. Diakses pada 27 Oktober 2022, https://nu.or.id/ilmu-al-
quran/kontribusi-besar-imam-asy-syatibi-dalam-ilmu-qira-at-al-qur-an-XEith.

Anda mungkin juga menyukai