Anda di halaman 1dari 3

Tujuan akad

1. Akad ijarah: bertujuan untuk memberikan barang atau manfaat dengan imbalan.
2. Akad rahn: bertujuan agar kreditor bisa mencari piutangnya.
3. Akad i’arah: bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada seseorang untuk
melakukan hal tertentu.1

Penerapan kaidah dalam akad

Akad ijarah

Dalam akad ijarah berlaku ketentuan terkait objek ijarah yaitu sebagai berikut:

a) Sewa adalah suattu yang dijanjikian dan dibayar nasabah kepada LKSsebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat di jadikan harga jual beli dapat pila
dijadikan sewa dalam ijarah.
b) Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran, waktu, tempat
dan jarak.

Akad rahn

Dalam akad rahn berlaku ketentuan terkait marhun yaitu sebagai berikut:

a) Barang jaminan(marhun) harus berupa harta berharga baik benda bergerak maupun
tidak bergarak yang boleh dan dapat diperjualbelikan, termasuk aset keuangan berupa
sukuk, efek syariah atau surat berharga syariah lainnya.
b) Dalam hal barang jaminan merupakan musya’ (bagian dari kepemilikan bersama),
maka musya’ yang digadaikan harus sesuai dengan porsi kepemilikannya.
c) Barang jaminan boleh diasuransikan sesuai dengan peraturan perudang-undangan
yang berlaku atau yang telah disepakati.2

Ragam akad
1. Pembagian akad dilihat dari sisi penanaman.

Akad musamma adalah akad-akad yang sudah dijelaskan ketentuan hukumnya dalam
fikih, seperti akad ijarah, jual beli, dan syirkah.

Akad ghoiru musamma adalah akad-akad yang belum ada dan belum dijelaskan
ketentuannya dalam fikih.

2. Pembagian akad dilihat dari aspek legalitasnya.

Akad yang tidak legal adalah akad yang diperbolehkan oleh syariah seperti rahn dan
hibah.

1
Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih Muamalah dinamika teori Akad dan implementasinya dalam ekonomi
syariah, (Jakarta, Rajawali Pers, 2016), hlm. 47.
2
Ibid, hlm. 49-50
Akad yang legal adalah akad-akad yang dilarang dalam syariah seperti jual beli
minuman keras.

3. Perbagian akad dilihat dari aspek sah atau tidaknya akad.

Akad sah adalah akad yang memenuhu seluruh syarat-syarat sah akad seperti
menyewakan manfaat barang tertentu dengan upah yang tertentu juga dalam masa
yang telah ditentukan.

Akad fasid (tidak sah) adalah akad yang memenuhu sebagian syarat-syarat sah akad
seperti menyewakan barang, tetapi besaran upahnya belum diketahui atau belum jelas.

4. Pembagian akad dilihat dari aspek lizum.

Akad lazim bagi salah satu pihak akad seperti dalam akad rahndan kafalah itu menjadi
lazim bagi rahin(debitur) dan kafil(pihak yang ditanggung) tetapi menjadi tidak lazim
bagi kreditor dan pihak yang ditanggung karena akad rahn dan kafalah itu dilakukan
untuk kepentingan kreditor, maka kreditor bisa melepaskan haknya setiap saat.

Akad ghairu lazim bagi seluruh pihak akad dimana seluruh pihak akad memiliki hak
untuk membatalkan akad seperti akad i’arah, akad wadiah dan kafalah.

5. Pembagian akad dilihat dari aspek jual beli hak.

Akad mu’awadhoh adalah akad yang dinmana salah satu pihak memberikan sesuatu
utuk mendapatkan sesuatu yang alain sebagai imbalannya seperti akad ijarah dan bai’.

Akad tabarru’at adalah akad yang didasarkan pada ta’awun dari salah satu pihak akad
seperti akad i’arah dan akad hibah.

6. Pembagian akad dilihar adari aspek dhoman.

Akad amanah adalah akad yang dimana objek akad yang berpindah kepemilikan
kepada pihak lain itu menjadi amanah ditangannya dan tidak bertanggung jawab atas
barang tersebut seperti akad i’arah, akad ida’(titipan), syirkah dan wishayah.

Dalam akad wadiah misalnya saat terjadi ijab qobul dan setiap pihak telah menerima
objek akad ynag menjadi tujuannya, maka risiko barang tetapi menjadi risiko
pemiliknya(penitip).

Akad yang terdiri dari dhoman dan amanah seperti akad ijarah dan rahn dimana objek
sewa itu menjadi amanah bagi penyewa tetapi manfaat barang menjadi tanggung
jawabnya.

7. Pembagian akad dilihat dari aspek target.


Akad yang bertujuan sebagai jaminan seperti akad rahn dan kafalah.
8. Pembagian akad dilihat dari sisi keberlangsungan(istimrariyah).
Akad mustamirah yaitu akad yang memerlukan waktu tertentu seperti akad ijarah,
i’arah dan wakalah karena realisasi akad ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit
seperti dalam akad ijarah memanfaatkan objek ijarah itu memerlukan waktu.

9. Pembagian akad dilihat dari akad inti dan pelengkap.

Dilihat dari sisi akad inti adalah akad yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada
akad lain seperti pada akad ijarah, ijab qabul jual beli, wadiah dan lain-lain.

Akad pelengkap yaitu setiap akad yang berfungsi melengkapi akad lain, seperti akad
rahn sebagai pelengkap akad akad qord dan kafalah.3

Bidang fiqh mu’amalah (dalam arti sempit) Al-ahkam Al-madaniyah

Dalam bidang ini fiqh mu’amalah membahas tentang jual beli (bayi), membeli barang yang
belum jadi, dengan disebutkan sifat-sifatnya dan jenisnya (sallam), gadai(ar-rahn), kapailitan
(taflis), pengampunan (hajru), perdamaian (al-sulh), pemindahan utang (al-hiwalah), jaminan
utang (ad-dhaman al-kafalah), perseroan dagang (syrikah), perwakilan (wikalah), titipan (al-
wadi’ah), pinjam-meminjam (al-ariyah), merampas atau merusak harta oarang lain (al-ghash),
hak membeli paksa (syuf’ah), memberi modal dengan bagi utang (qiradh), penggarapan tanah
(al-muzaro’ah musaqoh), sewa-menyewa (al-ijaroh), mengupah orang untuk menemukan
barang yang hilang (al-ji’alah), membuka tanah baru (ihya al-mawat) dan barang temuan
(luqathah).4

3
Ibid, hlm.69-74.
4
H. A. Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Pengembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta, Prenada Media
Group, 2010), hlm. 50.

Anda mungkin juga menyukai