Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TENTANG ILMU DAN SAINS PADA MASA

KHALID BIN YAZID

KELOMPOK 1 :
REDI FEBRIAN 1830211001
FENA NUR AFNIARTY 1830211003

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
SUKABUMI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas khadirat Allah SWT yang senantiasa kita mengambil
rahmat serta hidayahnya. Sehingga makalah tentang tokoh Khalid bin Yazid yang telah
diberikan kepda kami dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Penyelesaian tugas ini
bertujuan untuk meningkatkan wawasan para pembaca dan pengetahuan, selain itu tidak lupa
pula kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih sangat jauh dalam kata sempurna. Oleh
karena itu kami mohon keritik serta saran yang membangun, sehingga dapat membantu kami
dan memajukan kualitas serta kemampuan kami dalam penyusunan makalah. Atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Sukabumi, 09 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa Nabi Muhammad SAW, ilmu falak belum mengalami perkembangan
yang signifikan. Karena pada saat itu umat islam disibukan dengan upaya-upaya
menyebarluaskan ajaran islam keseluruh pelosok dunia. Sehingga aktifitas untuk
mengkaji tentang astronomi sangat kurang sekali. Jika pun ada, itu hanyalah sebatas
pengetahuan-pengetahuan langsung yang diberikan Allah SWT kepada Nabi SAW,
dan belum ada kajian ilmiahnya yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
Masa keemas an setelah islam menyebar sampai diluar Makkah dan Madinah,
mulailah para sahabat mengkaji khazanah ilmu falak. Namun, sebagaimana dijelaskan
Dr Muhammad Bashi Al-Thoiy dalam bukunya yang bertajuk Al-falak-Al-Taqwim,
kajian tentang ilmu falak secara mendalam baru dimulai pada masa pemerintahan
Dinasti Umayyah, yaitu tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Khalid bin Yazid
bin Muawiyah.
Khalifah Khalid dikenal sebagai pemimpin yang cinta akan ilmu pengetahuan.
Karenanya semasa ia memerintah, terjadi perubahan-perubahan mendasar, terutama
pada perkembangan keilmuan untuk mengkaji ilmu pengetahuan (Sains).
Abu Hasyim Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah bin Abi Sofyan merupakan seorang
Bani Umayyah, pernah menjadi kandidat khalifah dan selanjutnya menjadi seorang
panglima dibawah khalifah Abdul Malik bin Marwan. Sebagai putra khalifah Yazid
bin Muawaiyah dan adik khalifah Muawiyah bin Yazid, Khalid didukung oleh
beberapa faksi pro Umayah (terutama suku Bani Kalib dan Kindah) untuk
menggantikan kakanya, Muawiyah bin Yazid (dikenal juga dengan Muawiyah II). Ia
meninggal pada 684 dan saat itu pecah perang saudara islam II yang mengakibatkan
jatuhnya sebagaian besar wilayah Muslim ketangan Abdullah bin az-Zubair yang juga
mengangkat dirinya sebagai Khalifah.
Marwan bin al-Hakim menggeser Khalid sebagai khalifah Umayah
selanjutnya, dan setelah Perang Saudara Islam II berakhir, Khalid menjadi seorang
pejabat dan panglima dibawah kekuasaan khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Kelak muncul juga legenda bahwa Khalid merupakan seorang alkimiawan.
Walaupun tidak berdasarkan catatan sejarah apapun, legenda ini sampai ke Eropa
dengan nama latin “Calid”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Biografi tentang tokoh Khalid bin Yazid?
2. Sejarah ilmu Sains pada masa Khalid bin Yazid?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui sejarah ilmu Sains pada masa Khalid bin Yazid?
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Sains?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Khalid bin Yazid
KhaIid bin Yazid bin Muawwiyah, (lahir pada tahun 635 Masehi, dan wafat
pada tahun 704 Masehi). Ia merupakan orang Arab pertama yang memiliki
ketertarikan terhadap ilmu kimia dengan mempelajari tulisan-tu1isan mengenai ilmu
kimia yang berasal dan terjemahan buku karya kimiawan Yunani. Ia juga dikenal
sebagai seorang penulis buku tentang ilmu kimia, banyak tulisannya mengenai ilmu
kimia, namun buku-buku tersebut sekarang sudah tidak ada lagi yang bisa ditemukan.
Namun demikian, sudah banyak ahli kimia yang mengutip tulisan dan Khalid bin
Yazid.
Buku-buku tentang ilmu kimia karya KhaIid bin Yazid ditulis kembali oleh
seorang kimiawan yang juga seorang penemu besar, bernama Jabir bn Hayyan. Di
Eropa dikenal sebagal Bapak ilmu kimia. Kemunculan Khalid bin Yazid dalam
kaitannya dengan ilmu kima adalah: bahwa dia belajar ilmu kimia dan obat-obatan
dari Monk Marianos. Ilmu Kimia tersebut dijabarkan kembali oleh Khalid bin Yazid
dan terjemahan bahasa Yunani (tahap pertama) dilanjutkan tahap inovasi serta
penemuan, dengan menggunakan buku-buku bab ilmu Kimia dan Yunani serta Mesir
yang dia dapatkan dengan demikian para ahli kimia Arab pun dapat mulai mencoba
sekaligus mengadakan penelitian dengan menggunakan acuan dan buku hasil
terjemahan tersebut. Gambaran dan praktek yag pertama kali dilakukan oleh para ahli
kimia tersebut ditulis dalam kitab al-Fihrist, yaitu ensiklopedia yang ditulis oleh Al-
Ndim dari Arab pada tahun 988 CE. Dalam ensiklopedia tersebut, ada bab yang
membahas tentang ilmu kimia yang menyebutkan asal-usul dari ilmu tersebut, dan
juga terdapat daftar nama-nama dan para ahli kimia Yunani yang termashyur pada
masa itu.
2.2 Sejarah ilmu Sains pada masa Khalid bin Yazid
Menguasai teknologi persenjataan merupakan salah satu faktor yang membuat
Kekhalifahan Islam di masa kejayaan menjadi begitu tangguh. Selain mumpuni dalam
seni pembuatan pedang, dunia Islam pun mampu menggenggam teknologi pembuatan
bubuk mesiu – bahan peledak yang digunakan untuk meriam. Sesuatu yang baru
diketahui peradaban Barat pada abad ke-14 M.
Meski sejumlah pakar bersepakat bahwa mesiu (gunpowder) pertama kali
ditemukan peradaban Cina pada abad ke-9 M. Namun, fakta sejarah juga
menyebutkan bahwa ahli kimia Muslim bernama Khalid bin Yazid (wafat tahun 709
M) sudah mengenal potassium nitrat (KNO3) bahan utama pembuat mesiu pada
abad ke-7 M. Dua abad lebih cepat dari Cina.
”Rumus dan resepnya dapat ditemukan dalam karya-karya Jabir Ibnu Hayyan
(wafat tahun 815 M), Abu Bakar Al-Razi (wafat tahun 932) dan ahli kimia Muslim
lainnya,” papar Prof Al-Hassan. Dari abad ke abad, istilah potasium nitrat di dunia
Islam selalu tampil dengan beragam nama seperti natrun, buraq, milh al-ha’it, shabb
Yamani, serta nama lainnya.Salah satu kelebihan peradaban Islam dibandingkan Cina
dalam penguasaan teknologi pembuatan mesium adalah proses pemurnian potasium
nitrat. Sebelum bisa digunakan secara efektif sebagai bahan utama pembuatan mesiu,
papar Al-Hassan, potasium nitrat harus dimurnikan terlebih dahulu. Ada dua proses
pemurnian potasium nitrat yang tercantum dalam naskah berbahasa Arab. Proses
pemurnian yang pertama dicetuskan Ibnu Bakhtawaih pada awal abad ke-11 M.
Dalam kitab yang ditulisnya berjudul Al-Muqaddimat yang disusun pada tahun 402
H/1029 M, Ibnu Bakhtawaih menjelaskan tentang pembekuan air dengan
menggunakan potasium nitrat – yang disebut sebagai shabb Yamani.
Proses pemurnian potasium nitrat juga termaktub dalam buku berjudul Al-
Furusiyyah wa Al-Manasib Al-Harbiyyah karya Hasan Al-Rammah – ilmuwan
Muslim pada abad ke-13 M. Dalam karyanya itu, Al-Rammah menjelaskan proses
pemurnian potasium nitrat secara komplet. “Prosesnya purifikasi yang disusun Al-
Rammah menjadi standar baku yang dapat kita temuka dalam beragaman risalah
kemiliteran,” imbuh Prof Al-Hassan.
Al-Rammah menjelaskan secara rinci dan jelas tentang proses pemurnian
potasium nitrat. Metode pembuatan potasium nitrat ini kerap diklaim peradaban Barat
sebagai temuan Roger Bacon. Namun klaim itu dipatahkan sendiri oleh ilmuwan barat
bernama Partington. “Proses pembuatan saltpetre – nama lain potasium nitrat –
pertama kali diketahui dari Hasan Al-Rammah.
Prof Al-Hassan menemukan fakta bahwa potasium nitrat begitu banyak
digunakan pada saat meletusnya Perang Salib. Pada tahun 1249 M, Raja Louis IX dari
Prancis mengobarkan Perang Salib VII. Pasukan tentara Perang salib dari Prancis
berniat menyerbu Mesir. Dalam Pertempuran Al-Mansurah yang meletus tahun 1250
M, pasukan tentara Salib dibuat kocar-kacir oleh pasukan Muslim.Bahkan, Raja Louis
IX pun takluk dan ditahan karena tak mampu menghadapi kehebatan mnocong
meriam dan roket. Pada saat itu, pasukan Muslim sudah menggunakan bubuk mesiu
sebagai bahan peledak meriam. Jean de Joinville, salah seorang perwira tentara
Perang Salib, menjelaskan dengan betapa hebatnya dampak proyektil yang
ditembakkan meriam tentara Muslim terhadap pasukan tentara Prancis.
Kalangan sejarawan menafsirkan kesaksian Joinville itu. Menurut para
sejarawan, proyektil yang dijelaskan Joinville itu pastilah mengandung bubuk mesiu.
Kehebatannya mampu membuat kocar-kacir pasukan tentara Salib. Lembaga Ruang
Angkasa Amerika Serikat (NASA) dalam publikasinya mengenai sejarah roket juga
mengakui teknologi militer dunia Islam di abad ke-13 M. “Pasukan tentara Muslim
melengkapi persenjataannya dengan roket yang ditemukannya sendiri. Saat Perang
Salib VII mereka menggunakannya untuk melawan pasukan Prancis yang dipimpin
Raja Louis IX.” Dua dasawarsa berikutnya Raja Louis mencoba kembali menyerang
Tunisia.
Namun, dendamnya itu justru berakhir dengan kematian baginya. Pasukan
Muslim dibawah kekuasaan Dinasti Mamluk dengan mesiu dan senjatanya kembali
membuat kocar-kacir tentara Salib. Sejarawan Inggris, Steven Runciman dalam
bukunya A History of the Crusades menuturkan bahwa mesiu digunakan secara besar-
besaran pada 1291 M di akhir Perang Salib.
Sejak itu, persenjataan militer menggunakan mesiu secara besar-besaran Pada
tahun 1453 M, Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki juga mampu menaklukkan
kepongahan Konstantinopel dengan mesiu dan meriam raksasa. Dalam empat risalah
berbahasa Arab disebutkan pada perang Ayn Jalut di Palestina pada tahun 1260 M
antara tentara Islam sudah menggunakan meriam kecil yang bisa dijinjing saat
bertempur melawan Mongol.
Meriam dan mesiu digunakan dalam peperang di abad pertengahan untuk
menakuti kuda-kuda dan pasukan kavaleri musuh. Selain menggunakan mesiu untuk
persenjataan, pada era itu juga digunakan untuk membuat mercon. Dinasti Mamluk
dalam perayaan-perayaan di abad ke-14 M, dilaporkan biasa menampilkan atraksi
petasan. Istilah petasan sudah disebutkan dalam harraqat al-naft or harraqat al-barud.
Seorang penjelajah asal Prancis bernama Bertrandon de la Brocquiere
terperangah melihat pertunjukan petasan ketika tiba di Beirut pada tahun 1432 M.
Saat itu, penduduk Beirut tengah bersuka cita merayakan hari Idul Fitri. Brocquiere
mengaku baru pertama kali melihat pertunjukan mercon. Pada era itu bangsa Prancis
belum mengenal dan melihat mercon. Pada waktu itula, Brocquiere kemudian
mencoba mempelajari rumus dan resep rahasia pembuatan mercon. Ia lalu membawa
rumus-rumus yang diperolehnya ke Prancis. Sementara itu, untuk pertama kalinya
mercon dikenal di Inggris pada tahun 1486 M ketika Henry VII menikah. Sejak era
kekuasaan Ratu Elizabeth I, mercon dan kembang api mulai populer.
Sejak abad ke-13 M, peradaban Islam sudah mampu menyusun rumus dan
komposisi mesiu serta bahan lainnya yang digunakan untuk membuat berbagai jenis
bahan peledak. Peradaban Barat lalu meniru dan menggunakan teknologi yang
dimiliki dan dikuasai umat Islam di era keemasan itu. Meski berutang kepada
peradaban Islam, pencapain sangat tinggi yang diraih umat Islam dalam teknologi
pembuatan mesiu dan meriam kerap kali dihilangkan para sejarawan Barat. Sejarah
Barat selalu menyebutkan sejarah mesiu dari Cina langsung ke Barat, tanpa menyebut
pencapaian di dunia Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa Khalid bin Yazid menguasai teknologi persenjataan merupakan
salah satu faktor yang membuat Kekhalifahan Islam di masa kejayaan menjadi begitu
tangguh. Selain mumpuni dalam seni pembuatan pedang, dunia Islam pun mampu
menggenggam teknologi pembuatan bubuk mesiu – bahan peledak yang digunakan
untuk meriam. Sesuatu yang baru diketahui peradaban Barat pada abad ke-14 M.
Namun sejumlah pakar bersepakat bahwa mesiu (gunpowder) pertama kali ditemukan
peradaban Cina pada abad ke-9 M. Namun, fakta sejarah juga menyebutkan bahwa
ahli kimia Muslim bernama Khalid bin Yazid (wafat tahun 709 M) sudah mengenal
potassium nitrat (KNO3) bahan utama pembuat mesiu pada abad ke-7 M. Dua abad
lebih cepat dari Cina.
Selain itu khalid bin Yazid memakarsai penerjemahaan buku-buku tentang
kedokteran, kimia dan astrologi Yunani kedalam Bahasa Arab. Sehingga anak-anak
dan pemuda muslim dapat mudah untuk mempelajarinya.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami sajikan dalam makalah ini, mungkin masih banyak
kekurangan yang perlu dibenahi. Kami membuka pintu keritik serta saran bagi yang
berkenan untuk pembenahan makalah ini. Sehingga kesalahan yang dapat dibenahi,
serta menjadi pelajaran untuk pembuat makalah yang lebih sempurna ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azzein,.2011.
http://www.google.com/amp/s/azzein.wordpress.com/2011/10/19/biografi-
khalid-bin-yazid (diakses pada 10-03-2020).

Diwanti, Umi. 2018. https://www.umidiwanti.com/2018/12/khalid-bin-yazid


(diakses pada 10-03-2020).

Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Perseda.

Anda mungkin juga menyukai