Anda di halaman 1dari 91

Al-Biruni

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Al-Biruni

Abu Raihan Al-Biruni (juga, Biruni, Al Biruni; lahir 5 September 973 – meninggal 13


Desember 1048 pada umur 75 tahun) (bahasa Persia: ‫ابوریحان بیرونی‬ ; bahasa Arab: ‫أبو الريحان‬
‫ )البيروني‬merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia,
filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang
matematika, filsafat, obat-obatan, dan menyatakan bumi itu bulat

Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan Danau
Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia belajar
matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur.

Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn
Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di universitas
dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma'mun Khawarazmshah. Abu Raihan
Al-Biruni juga mengembara ke India dengan Mahmud dari Ghazni dan menemani dia dalam
ketenteraannya di sana, mempelajari bahasa, falsafah dan agama mereka dan menulis buku
mengenainya. Dia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa Yunani, bahasa Suriah,
dan bahasa Berber, bahasa Sanskerta.

Karya
Al-Biruni menulis banyak buku dalam bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa Arab.

Berikut karya-karya Al-Biruni ialah:


 Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan
menggunakan altitude maksima matahari.
 Ketika berusia 22, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi
peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi
pada bidang datar.
 Ketika berusia 27, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk kepada
hasil kerja lain yang dihasilkan oleh dia (sekarang tiada lagi) termasuk sebuah buku
tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang,
dan 2 buku tentang sejarah.
 Dia membuat penelitian mengenai jari-jari Bumi senilai 6.339,6 kilometer (hasil ini
diulang di Barat pada abad ke 16).

Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku.

Sumbangannya pada bidang matematika yakni:

 Aritmatika teoretis and praktis


 penjumlahan seri
 Analisis kombinatorial
 kaidah angka 3
 Bilangan irasional
 teori perbandingan
 definisi aljabar
 metode pemecahan penjumlahan aljabar
 Geometri
 Teorema Archimedes
 Sudut segitiga

Hasil karyanya selain bidang matematika yaitu:

 Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau
menolak (bahasa Arab ‫ )تحقيق ما للهند من مقولة معقولة في العقل أم مرذولة‬- sebuah ringkasan
tentang agama dan filosofi India
 Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau (bahasa Arab ‫ )اآلثار الباقية عن القرون الخالية‬- kajian
komparatif tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda,
dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan sejarah.
 Peraturan Mas'udi (bahasa Arab ‫ )القانون المسعودي‬- sebuah buku tentang Astronomi,
Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya kepada
Mas'ud, putra Mahmud dari Ghazni.
 Pengertian Astrologi (bahasa Arab ‫ )التفهيم لصناعة التنجيم‬- pertanyaan dan jawaban model
buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa Persia
 Farmasi - tentang obat dan ilmu kedokteran
 Permata (bahasa Arab ‫ )الجماهر في معرفة الجواهر‬tentang geologi, mineral, dan permata,
dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud
 URL: (Inggris) Al Beruni "On Stones" online complete text
 Astrolab
 Buku ringkasan sejarah
 Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
 Sejarah Khawarazm

Abu Raihan Al-Biruni atau disebut juga dengan nama Al Biruni merupakan matematikawan
Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli
farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.
Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku.

Biografi
Abu rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni lahir pada 4 september 973 M di Kath (Kiva
sekarang). Sebuah kota di sekitar wilayah aliran sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Masa
kecilnya tidak banyak diketahui. Al-biruni dalam biografinya mengaku sama sekali tidak
mengenal ayahnya dan hanya sedikit mengenal kakeknya.

Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-biruni juga fasih dalam beberapa bahasa
seperti: Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan Suriah. Semasa muda dia menimba ilmu
matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur.

Saat berusia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya dibidang sains. Dia juga kerap
bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, Imuwan besar Muslim lainnya yang begitu
berpengaruh di Eropa.

Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20 tahun,
Dinasti Khwarizmi digullingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad dari Gurgan. Saat itu, Al-
Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur.

Pada 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di wilayah itu
selama beberapa tahun. Selama tinggal di gurgan, Al-Biruni menyeleseikan salah satu karyanya
The Chronology of Ancient Nations. Sekira 11 tahun kemudian, dia kembali ke Khwarizmi.

Sekembalinya dari Gurgan, Al-Biruni menduduki jabatan terhormat sebagai pensihat sekaligus
pejabat istana bagi pengganti Emir Ma’mun. pada 1017, situasi politik kembali bergolak
menyusul kematian anak kedu Emir Ma’mun akibat pemberontakan. Khwarizmi pun diinvasi
oleh Mahmud Ghazna pada 1017. Mahmud lalu membawa para pejabat istana Khwarizmi untuk
memperkuat kerajaanya yang bermarkas di Ghazna, afganistan. Al-Biruni adalah seorang
Ilmuwan dan pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa
Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu Khammar.
Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana
dan ilmuwan ke istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan para
ilmuwan ke wilayah kekuasaanya. Ibnu Sina sempat menerima undangan bernada ancaman dari
Mahmud agar datang dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.

Meski Mahmud terkesan memaksa. Al-Biruni menikmati keberadaanya di Ghazna, Di Istana, dia
dihormati dan dengan leluasa dapat mengembangkan pengetahuan yang dikuasainya. Salah satu
tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog istana bagi Mahmud dan penggantinya.

Pada 1017 hingga 1030, Al-Biruni berkesempatan melancong ke India. Selama 13 tahun, dia
mengkaji seluk-beluk India hingga melahirkan apa yang disebut Indologi atau studi tentang
India. Di negeri Hindustan itu dia mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental
yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakinan atau
kepercayaan yang dianut masyarakat di subbenua India.

Al-Biruni meninggal pada 13 Desember 1048 pada umur 75 tahun.

Karya
 Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan
menggunakan altitude maksima matahari.
 Ketika berusia 22, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi
peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi
pada bidang datar.
 Ketika berusia 27, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk kepada
hasil kerja lain yang dihasilkan oleh dia (sekarang tiada lagi) termasuk sebuah buku
tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang,
dan 2 buku tentang sejarah.
 Dia membuat penelitian radius Bumi kepada 6.339,6 kilometer (hasil ini diulang di Barat
pada abad ke 16).

Sumbangan pada bidang matematika:


 Aritmatika teoritis and praktis
 penjumlahan seri
 Analisis kombinatorial
 kaidah angka 3
 Bilangan irasional
 teori perbandingan
 definisi aljabar
 metode pemecahan penjumlahan aljabar
 Geometri
 Teorema Archimedes
 Sudut segitiga

Hasil kerya selain bidang matematika yaitu:


 Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau menolak
(bahasa Arab ‫ )تحقيق ما للهند من مقولة معقولة في العقل أم مرذولة‬- sebuah ringkasan tentang agama
dan filosofi India
 Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau (bahasa Arab ‫ )اآلثار الباقية عن القرون الخالية‬- kajian
komparatif tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda,
dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan sejarah.
 Peraturan Mas'udi (bahasa Arab ‫ )القانون المسعودي‬- sebuah buku tentang Astronomi,
Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya kepada
Mas'ud, putra Mahmud dari Ghazni.
 Pengertian Astrologi (bahasa Arab ‫ )التفهيم لصناعة التنجيم‬- pertanyaan dan jawaban model
buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa Persia
 Farmasi - tentang obat dan ilmu kedokteran
 Permata (bahasa Arab ‫ )الجماهر في معرفة الجواهر‬tentang geologi, mineral, dan permata,
dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud
 Astrolab
 Buku ringkasan sejarah
 Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
 Sejarah Khawarazm

Sumbangan:
Astronomi - ”Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi
untuk Sultan Ma’sud,”papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi.
Selain itu, Al-Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary
sphere. Al-Biruni juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat. Al-Biruni tercatat
sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan penomena astronomi.
Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kupulan sejumlah bintang. Pada
1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab Al-
Qanun Al Mas’udi.

Astrologi - Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan
astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang
penting dalam bidang astrologi.

Ilmu Bumi - Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi.
Atas perannya itulah dia dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Dia juga memberi kontribusi
signifikan dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi.

Kartografi - Kartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-
Biruni telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi
pembuatan peta.

Geodesi dan Geografi - Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang
Kath Khawarzmi dengan menggunakan ketinggian matahari. ”Kontribusi penting dalam geodesi
dan geografi telah dibuat disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur
bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,” papar John J O’Connor dan Edmund F Robertson
dalam MacTutor History of Mathematics.

Geologi - Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia
menulis tentang geologi India.

Mineralogi - Dalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahir atau Book of Precious Stones, Al-Biruni
menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau,
kekerasan, kepadatan, serta beratnya.

Metode Sains - Al-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode saintifik dalam setiap
bidang yang dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahir dia tergolong ilmuwan
yang sangat eksperimental.

Optik - Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-
Haitham yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahwa
kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.

Antropologi - Dalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia


menulis secara detail studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur
Tengah, Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah
mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam
studi antropologi.

Psikologi Eksperimental - Al Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat
penemuan konsep reaksi waktu.

Sejarah - Pada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology.
Sayangnya buku itu kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma li’l-Hind
atau Penelitian tentang India, Al-Biruni telah membedakan antara metode saintifik dengan
metode historis.
Indologi - Dia adalah ilmuwan pertama yang mengkaji secara khusus tentang India hingga
melahirkan indologi atau studi tentang India.

Matematika - Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika,


khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan
lainnya.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
republika.co.id

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2015/03/biografi-al-biruni-filsuf-ilmuwan-persia.html

Biografi Al-Biruni
Abu Raihan Al-Biruni (bahasa Persia: ‫ابوریحان بیرونی‬ ; bahasa Arab: ‫ )أبو الريحان البيروني‬terlahir
menjelang terbit fajar pada 4 september 973 M di Kath (Kiva sekarang). Sebuah kota di sekitar
wilayah aliran sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Tokoh yang lebih dikenal dengan nama
Biruni atau Al Biruni merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis
ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang
kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.

Al-biruni juga fasih dengan sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan
Suriah. Semasa muda dia menimba ilmu matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur.

Menginjak usia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya dibidang sains. Dia juga kerap
bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, Imuwan besar Muslim lainnya yang begitu
berpengaruh di Eropa.  Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu.
Ketika berusia 20 tahun, Dinasti Khwarizmi digullingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad
dari Gurgan. Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu
Mansur.
Beberapa tokoh ulama yang pernah menjadi gurunya
sewaktu kecil adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraqi, Syekh Abdusshamad bin
Abdusshamad, dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Berbagai ilmu yang diajarkan kepadanya, adalah
ilmu pasti, Astronomi dan ilmu Kedokteran. Tak mengherankan bila ia dikenal sebagai ahli di
berbagai bidang sejak masa belia, Dia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa
Yunani, bahasa Suriah, dan bahasa Berber, bahasa Sanskerta.

Al-Biruni mengatakan, “Penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda
kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita dapat menyimpulkan ke
Esaan dan ke Agungan Allah.”

Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam Al-Qur’an :

ٗ ‫ٱلَّ ِذينَ يَ ۡذ ُكرُونَ ٱهَّلل َ قِ ٰيَ ٗما َوقُع‬  ١٩٠ ‫ب‬


   ۡ‫ُودا َو َعلَ ٰى جُ نُوبِ ِهم‬ ِ َ‫ت أِّل ُوْ لِي ٱأۡل َ ۡل ٰب‬
ٖ َ‫ار أَل ٓ ٰي‬ ِ َ‫ٱختِ ٰل‬
ِ َ‫ف ٱلَّ ۡي ِل َوٱلنَّه‬ ۡ ‫ض َو‬ ِ ‫ت َوٱ َ ۡر‬
‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو ِ أۡل‬ ۡ
ِ ‫إِ َّن فِي خَ ل‬
ۡ
َ َ‫ض َربَّنَا َما َخلَقتَ ٰهَ َذا ٰبَ ِطاٗل س ُۡب ٰ َحن‬ ‫أۡل‬ ۡ
١٩١ ‫ار‬ ِ َّ‫اب ٱلن‬ َ ‫ك فَقِنَا َع َذ‬ ِ ‫ت َوٱ َ ۡر‬ ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
ِ ‫َويَتَفَ َّكرُونَ فِي خَ ل‬

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka  (Ali Imran: 190-
191).

Karya Al-Biruni
Al-Biruni menulis banyak buku dalam bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa Arab.

Berikut karya-karya Al-Biruni ialah:


 Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan
menggunakan altitude maksima matahari.
 Ketika berusia 22, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi
peta, “Kartografi”, yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi
pada bidang datar.
 Ketika berusia 27, dia telah menulis buku berjudul “Kronologi” yang merujuk kepada
hasil kerja lain yang dihasilkan oleh dia (sekarang tiada lagi) termasuk sebuah buku
tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang,
dan 2 buku tentang sejarah.
 Dia membuat penelitian mengenai jari-jari Bumi senilai 6.339,6 kilometer (hasil ini
diulang di Barat pada abad ke 16).

Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku.

Sumbangannya pada bidang matematika yakni:

 Aritmatika teoretis and praktis


 penjumlahan seri
 Analisis kombinatorial
 kaidah angka 3
 Bilangan irasional
 teori perbandingan
 definisi aljabar
 metode pemecahan penjumlahan aljabar
 Geometri
 Teorema Archimedes
 Sudut segitiga

Selain pada bidang matematika, Al-Biruni berperan besar pula pada cabang ilmu lainnya melalui
bukunya antara lain :

 Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau
menolak (bahasa Arab ‫ – )تحقيق ما للهند من مقولة معقولة في العقل أم مرذولة‬sebuah ringkasan
tentang agama dan filosofi India
 Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau (bahasa Arab ‫ – )اآلثار الباقية عن القرون الخالية‬kajian
komparatif tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda,
dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan sejarah.
 Peraturan Mas’udi (bahasa Arab ‫ – )القانون المسعودي‬sebuah buku tentang Astronomi,
Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas’ud, sebagai dedikasinya
kepada Mas’ud, putra Mahmud dari Ghazni.
 Pengertian Astrologi (bahasa Arab ‫ – )التفهيم لصناعة التنجيم‬pertanyaan dan jawaban model
buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa Persia
 Farmasi – tentang obat dan ilmu kedokteran
 Permata (bahasa Arab ‫ )الجماهر في معرفة الجواهر‬tentang geologi, mineral, dan permata,
dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas’ud
 Al Beruni “On Stones” online complete text
 Astrolab
 Buku ringkasan sejarah
 Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
 Sejarah Khawarazm

Abu Rayhan al-Biruni pun menghabiskan masa-masa akhir hayatnya di Ghazni(pakistan) dan
meninggal kemudian dikuburkan disana. pada tahun 1.048. demi mengenang jasanya, para
astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.

BIOGRAFI AL BIRUNI
SANG CENDIKIAWAN MUSLIM

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kita kesehatan jasmani ataupun rohani,dan memberikan nikmat dan kasih
sayangnya kepda kita semua.dan tak lupa kita haturkan solawat dan serta salam kepada junjngan
kita Nabi kita Muhammad SAW.yang telah menuntun manusia dari jalan yang gelap gulita ke
jalan yang terang benderang seperti yang sedang kita rasakan sekarang.
Akhirnya, kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas di mata kuliah
Ilmu Alamiah Dasar.Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam materi kuliah ini
yang telah membimbing kita serta mengayomi kita dalam cara penulisan karya ilmiyah ini.Dan
pada makalah ini saya akan membahas suatu judul mengenai sebuah biografi seorang Ilmuan
Islam,yaitu ‘’Al Biruni’’ dengan secara jelas dan ringkas yang bertujuan untuk memberikan
manfaat bagi kita semua.Amin.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….…1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..2
BAB I : PENDAHULUAN
I.A.Latar Belakang………………………………………………………………………......3
I.B.Rumusan Masalah………………………………………………………………...……..3
I.C.Manfaat Penulisan…………………………………………………….…………...…….3
BAB II : PEMBHASAN
II.A.Pembahasan Umum…………………………………………………………………4-5-6
II.B.Pembahasan Khusus……………………………………………………………………..6
BAB III : PENUTUP
III.A.Kesimpulan…………………………………………………………………………….7
III.B.Saran…………………………………………………………………………………...7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...8
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Al Biruni adalah seorang ilmuan Islam yang terkenal karena telah banyak menyumbangkan
berbagai sumbangannya yang berbentuk karya-karya tulisan. Para ilmuwan modern menyebut al-
Biruni sebagai salah satu ilmuwan terbesar abad pertengahan. Ia juga dikenal sebagai sarjana
yang cerdas, berbakat, dan mempunyai pikiran yang orisinal. Ia mahir matematika, astronomi,
fisika, sejarah, geografi, bahasa, dan budaya. Dalam ilmu agama, ia dikenal sebagai seorang guru
agama dan cendikiawan Islam yang jujur dan objektif.

B. Perumusan Masalah
Dengan berdasarkan uraian Latar Belakang di atas,maka dalam penelitian ini permasalahan
yang akan kita bahas adalah Biografi Al Biruni secara singkat namun jelas,serta karya-karya
dalam segala bidang Ilmu pengetauhan yang telah beliau curahkan dalam sejarah peradaban
manusia.

C.Tujuan Penulisan
Sebagai pengetahuan tentang sejarah singkat Ilmuan-ilmuan Islam yang telah mencurahkan
segala karya-karyanya dalam peradaban manusia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Sejarah Singkat Al Biruni
Abu rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni terlahir menjelang terbit fajar pada 4
september 973 M di Kath (Kiva sekarang). Sebuah kota di sekitar wilayah aliran sungai Oxus,
Khwarizm (Uzbekistan). Masa kecilnya tidak banyak diketahui. Al-biruni dalam biografinya
mengaku sama sekali tidak mengenal ayahnya dan hanya sedikit mengenal kakeknya.
Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-biruni juga fasih dengan sederet bahasa
seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan Suriah. Semasa muda dia menimba ilmu
matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur.
Menginjak usia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya dibidang sains. Dia juga
kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, Imuwan besar Muslim lainnya yang
begitu berpengaruh di Eropa.
Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20
tahun, Dinasti Khwarizmi digullingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad dari Gurgan. Saat
itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur.

Pada 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di wilayah itu
selama beberapa tahun. Selama tinggal di gurgan, Al-Biruni menyeleseikan salah satu karyanya
The Chronology of Ancient Nations. Sekira 11 tahun kemudian, dia kembali ke Khwarizmi.
Sekembalinya dari Gurgan, Al-Biruni menduduki jabatan terhormat sebagai pensihat
sekaligus pejabat istana bagi pengganti Emir Ma’mun. pada 1017, situasi politik kembali
bergolak menyusul kematian anak kedu Emir Ma’mun akibat pemberontakan. Khwarizmi pun
diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada 1017. Mahmud lalu membawa para pejabat istana
Khwarizmi untuk memperkuat kerajaanya yang bermarkas di Ghazna, afganistan. Al-Biruni
adalah seorang Ilmuwan dan pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang
dibawa Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dikter, Ibnu Khammar.
Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana
dan ilmuwan ke istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan para
ilmuwan ke wilayah kekuasaanya. Ibnu Sina sempat menerima undangan bernada ancaman dari
Mahmud agar dating dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.
Meski Mahmud terkesan memaksa. Al-Biruni menikmati keberadaanya di Ghazna, Di Istana,
dia dihormati dan dengan leluasa dapat mengembangkan pengetahuan yang dikuasainya. Salah
satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog istana bagi Mahmud dan penggantinya.
Pada 1017 hingga 1030, Al-Biruni berkesempatan melancong ke India. Selama 13 tahun, dia
mengkaji seluk-beluk India hingga melahirkan apa yang disebut Indologi atau studi tentang
India. Di negeri Hindustan itu dia mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental
yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakinan atau
kepercayaan yang dianut masyarakat di subbenua India.
Di era keemasan Islam, Al-Biruni telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuwan tertua
yang berhubungan dengan fifik bumi. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-
Biruni jugan menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains. Sejarah sains
mencatat, ilmuwan yang hidup diera kekuasaan dinasti Samanid itu merupakan salah satu
pelopor metode saintifik eksperimental. Dialah ilmuwan yang bertanggunag jawab
memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebgai
seorang perintis psikologi eksperimental.
Al-Biruni merupakan saintis pertama yang menelaborasi eksperimaen yang berhubungan
dengan fenomena astronomi sumbangan yang dicurahkanya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan sungguh tidak ternilai. Al-Biruni pun tidak hanya menguasai beragam ilmu seperti
fisika, Antropologi, psikologi, kima, astrologi, sejarah, geografis, geodesi, matematika, farmasi,
kedokteran dan filsafat, tetapi juga turut memberikan kontribusi yang begitu besar bagi setiap
ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya.
Al-Biruni wafat di usai 75 tahun pad 13 Desember 1048 di Ghazna. Untuk mengenang
jasanya, pada astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.

B.Karya-Karya Besar Al Biruni


Selama hidupnya, Al-Biruni menghasilkan karya-karya yang besar,antara lain:
1.Di dalam bidang Astronomi
Di dalam bidang ini beliau mengarang buku yang berjudul Masudic Canon yang
didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Ma’sud. Atas karyanya itu, Ma’sud menghadiahkan
seekor gajah bermuatan penuh dengan perak. Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang
ditermanya itu ke kas Negara. Sebagai bentuk penghargaan, Ma’sud juga menjamin Al-Biruni
dengan uang pension yang dapat membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan
ilmu pengetahuan. Al-Biruni telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasikan table
Astronomi untuk Sultan Ma’sud, “Papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang
Astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan
armillary sphere. Dia bahkan mengatakan bahwa bentuk bumi adalah bulat.
Al-Biruni tercatat sebgai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan
fenomena astronomi. Dia menduga galaksi bima sakti adalah kumpulan sejumlah bingtang. Pada
1031 dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang, Al-Qanun Al Mas’udi.

2.Di dalam bidang Astrologi


Di dalam bidang Ilmu ini beliau menulis buku yang berjudul The Elements of Astrology.

3.Dalam ilmu bumi


Al-Biruni menghasilkan sejumlah sumbangan penting sehingga dia dinobatkan sebagai
“Bapak Geodesi”. Dia juga memberi kontribusi signifikan katografi, geologi,geografi dan
mineralogy. Kartografi adalah ilmu membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni
telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah setudi tentang proyeksi pembuatan
peta. Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khwarizmi
dengan menggunakan ketinggian matahari. “kontribusi penting dalam bidang geodesi dan
geografi telah disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memeperkenalkan teknik mengukur bumi dan
jaraknya menggunakan triangulasi,” papar John J. O’Connor dan Edmund F. Robertson dalam
MacTutor History of Mathematics.

4.Dalam Bidang Geologi


Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya dia menulis
tentang geologi India.
5. Dalam bidang Mineralogy
Sementara itu Dalam bidang Mineralogy dia menulis kitab berjudul Al wahir _Jaatau Book of
Precious Stones yang menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasikan setiap mineral
berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya.Al-Biruni telah berperan
mengenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang dipelajarinya. Misalnya, dalam Al-
Jamawir yang sangat eksperimental.

6. Pada bidang Optic


Al-Biruni bersama Ibnu Al-Haitham termasuk ilmuwan pertama yang mengkaji dan
mempelajari ilmu optic. Dialah yang pertama kali menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih
cepat dari kecepatan suara.

7. Dalam Ilmu Social


Al-Biruni didapuk sebagai antropolog pertama didunia. Dia menulis secara detail studi
kompertaif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania, dan
Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia
juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.

8.Dalam bidang Sejarah


Pada usia 27 tahun, dia telah menulis buku sejarah yang berjudul Chronology. sayangnya buku
ini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya, Fi Tahqiq ma Li’I-Hid atau penelitian tentang
India, dia membedakan metode saintifik dengan metode histories.

9.Dalam bidang Matematika


Dia juga memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khusunya
dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri, dan lainnya.

C.Pendapat para Ilmuan mengenai sosok Al Biruni


“Dia salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah manusia”. Begitulah Al-Sabra menjuluki Al-
Biruni, ilmuwan muslim serba bisa dari abad ke 10M. bapak sejarah Sains Barat, George Sarton
pun mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ‘Semua pasti
sepakat bahwa Al-Biruni adlaah seoarang Ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman”, cetus
Sarton.

Bukan tanpa alas an jika Sarton dan Serba mendapuknya sebagai ilmuwan yang agung.
Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang fenimenal. Sejarah mencatat Al-Biruni
sebgaia sarjana muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari seluk-beluk India dan tradisi
Brahminical. Kerja kerasnya ini menobatkannya sebagai “Bapak Idiologi”.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari untaian makalah diatas bisa kita tarik kesimpulan bahwasannya Abu
Raihan Muhammad bin Ahmad Al Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan pada 362
H atau bulan September 973 M, di desa Khath yang merupakan ibukota kerajaan
Khawarizm, Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal
dengan nama Al Biruni. Nama "Al Biruni" sendiri berarti 'asing', yang dinisbahkan
kepada wilayah tempat tanah kelahirannya, yakni Turkmenistan. Kala itu, wilayah
ini memang dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing."Abu Raihan
Muhammad ibn Al-Biruni merupakan Dokter,Astronom,Matematikawan,ahli
Fisika, ahli Geografi, dan Sejarahwan. Dia mungkin sosok paling menonjol di
seluruh bimasakti para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu
pengetahuan Islam.

B.Saran
Sebagai seorang muslim kita harus mengenal,mengerti,memahami para Tokoh-
tokoh yang mana telah mencurahkan segala kemampuannya dalam Ilmu segala
pengetahuan dalam sejarah peradaban islam maupun peradaban dunia.
DAFTAR ISI

id.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni

http://ariciap.blogspot.com/2012/10/sejarah-fisika-abu-raihan-al-
biruni.html

info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-al-biruni.html

www.dakwatuna.com › Narasi Islam › Resensi Buku

www.sufiz.com/.../abu-raihan-al-biruni-ilmuwan-muslim-terbesar-
sepanjang sejarah

sejarah.kompasiana.com/.../historiografi-islam-al-biruni-362-448-h-
4498

info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-al-biruni.html

http://usuluddinperbandinganagama2209.blogspot.co.id/2015/01/biografi-al-birunisang-
cendikiawan.html

BIOGRAFI ABU AL-RAIHAN MUHAMMAD BIN AHMAD


AL KHAWARIZMI AL-BIRUNI
Nama lengkap al-Biruni adalah Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad
al-Khawarizmi al-Biruni. Saintis ensiklopedis abad ke-9 ini dilahirkan di kota
Khawarizmi, salah satu kota di wilayah Uzbekistan pada tahun 362 H (973 M).
Adapun nama Al-Biruni berasal dari kata Birun dalam bahasa Persia yang berarti
kota pinggiran. Dinamakan demikian karena tanah kelahirannya terletak di
pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm. Kota tersebut memang
dahulu dikenal termasuk wilayah Persia. Sehingga, al-Biruni biasanya dikenal
ilmuan dari Persia Timur.
Tradisi an lingkungan di negeri al-Biruni mempengaruhi karakter dan
keilmuannya. Pada waktu itu, merupakan masa-masa emas bidang sains Islam di
wilayah Asia Tengah.
Ia hidup sezaman dengan Abu Nashr Manshur, astronom kenamaan asal
Khurasan yang menguasai karya-karya klasik Yunani seperti Ptolomeus dan
Menelaus. Al-Biruni bahkan pernah belajar langsung ilmu astronomi kepadanya.
Gurunya Abu Nashr Manshur meskipun seorang pengkaji filsafat Yunani, akan tetapi framework
pemikirannya tidak terpengaruh oleh filsafat paripatetik Yunani.
Frame ini diajarkannya kepada al-Biruni. Makanya al-Biruni dikenal cukup keras dan lugas
menyikapi fenomena filsafat paripatetik Yunani. Dengan ajaran Gurunya itu, al-Biruni tampil
sebagai kritikus yang keras terhadap filsafat Yunani. Ia pernah berkorespondensi dengan Ibn
Sina, mendiskusikan tentang filsafat dan pengaruhnya terhadap cendekiawan muslim waktu itu
(Sains dan Peradaban di Dalam Islam, halaman 115). Selain sezaman dengan dua ilmuan
tersebut, al-Biruni juga semasa dengan al-Haitsam, seorang ilmuan muslim ahli fisika.
Ia termasuk ilmuan yang memiliki modal kecerdasan matematis. Al-Biruni senantiasa menolak
segala asumsi yang lahir dari khayalan. Pemikirannya logis, tapi tidak pernah menafikan teologi.
Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika, astronomi,
bahkan psikologi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari eksperimen dan bukan
sebaliknya.
Al-Biruni termasuk saintis esiklopedis, karena pakar dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Memang tradisi para cendekiawan muslim dahulu adalah mereka tidak cukup puas menguasai
dalam satu bidang ilmu saja. Al-Biruni selain dikenal sebagai seorang ahli matematika, juga
menguasai bidang-bidang sains lainnya.
Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan karya tidak kurang dari 146 buku (sebagian
ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku). Kebanyakan merupakan
karya bidang astronomi yakni ada sekitar 35. Sisanya buku tentang astrologi, geografi,
farmakologi, matematika, filsafat, agama, dan sejarah.
Bidang sains yang dikuasainya adalah astronomi, geodesi, fisika, kimia, biologi, dan
farmakologi. Selain itu ia juga terkenal sebagai peneliti bidang filsafat, sejarah, sosiologi dan
ilmu perbandingan agama. Tentang bidang sosial ini al-Biruni mendapat gelar seorang
antropolog, karena penelitiannya yang serius tentang kehidupan keagamaan orang India.
Hasil risetnya dibukukan dengan judul Tahqiq maa lii al-Hindi min Maqulah Maqbulah fi
Al-‘Aqli aw Mardzwilah dan Tarikh al-Hindi.
Di antara pencapaian intelektualnya tersebut, peletakan dasaar-dasar trigonometri merupakan
prestasi besar al-Biruni di bidang matematika. Trigonometri adalah cabang ilmu matematika
yang membahas tentang sudut segitiga.
Di dalamnya terdapat istilah-istilah trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan tangen. Dasar-dasar
dari teori trigonometrik ini ternyata telah lama dikenal oleh ilmuan muslim terdahulu abad
kesembilan Masehi. Al-Biruni dikenal sebagai matematikawan pertama di dunia yang
membangun dasar-dasar trigonometri.
Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian dikembangkan ilmuan Barat. Dan
diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu, seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni
sendiri pernah mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan
dari mana-mana tempat di dunia.
Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di Yunani, akan tetapi pematangannya ada di tangan
al-Biruni. Ia mengembangkan teori trigonometri berdasarkan pada teori Ptolemeus. Hukum Sinus
(The Sine Law) adalah temuannya yang memperbaiki teori Ptolemeus.
Hukum ini merupakan teori yang melampaui zamannya. Seperti yang popular dalam
trigonometri modern terdapat hukum sinus. Hukum sinus ialah pernyataan tentang sudut segitiga.
Rumus ini berguna menghitung sisi yang tersisa dari segitiga dari 2 sudut dan 1 sisinya
diketahui.
Prestasi al-Biruni lebih diakui daripada Ptolemeus karena dua alasan:
Pertama, teorinya telah memakai sinus sedangkan Ptolemeus masih sederhana, yaitu
menggunakan tali atau penghubung dua titik di lingkaran (chord).
Kedua, teori trigonometri al-Biruni dan para saintis muslim penerusnya itu menggunakan bentuk
aljabar sebagai pengganti bentuk geometris.
Rumus sinus dinyatakan rumus praktis dan lebih cainggih. Menggunakan logika matematika
modern dan sangat dibutuhkan dalam perhitungan-perhitungan rumit tentang sebuah bangunan.
Dunia arsitektur sangat memanfaatkannya untuk mengukur sudut-sudut bangunan. Ilmu
astronomi juga diuntungkan. Dalam tradisi Islam, dimanfaatkan dalam ilmu falak, penghitungan
bulan dan hari.
Penggunaan aljabar dalam teori trigonometri al-Biruni sangat dimungkinkan menggunakan teori
aljabar Al-Khawrizmi, seorang matematikawan muslim asal Khawarizm. Ia merupakan generasi
matematikawan asal Khurasan sebelum al-Biruni.
Menurut Raghib al-Sirjani, ilmu aljabar Al-Khawarizmi tidak hanya menginspirasi
matematikawan Khurasan dan sekitarnya, seperti Abu Kamil Syuja al-Mishri, al-Khurakhi dan
Umar Khayyam saja, akan tetapi karya agungnya Al-Jabar wa Muqabalah menjadi buku induk di
universitas Eropa. Dan al-Biruni termasuk saintis pengkaji temuan Al-Khawarizmi tersebut.
Makanya, teori trigonometri modern al-Biruni sesungguhnya sangat berjasa terhadap ilmu
aljabar Al-Khawarizmi. Sebab, berkat temuan al-Khawarizmi terutama temuannya tentang angka
nol, al-Biruni mampu mengangkat ilmu trigonometri Ptolemeus menjadi teori yang berpengaruh
hingga era matematika modern saat ini.
Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa dalam segitiga, seperti 0, 30, 45, 60, 90.
Penemuan ini tentu sangat memberi kontribusi terhadap ilmu-ilmu lainnya. Seperti ilmu fisika,
astronomi dan geografi. Karena memang ilmu matematika merupakan dasar dari ilmu-ilmu
astronomi dan fisika.
Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya masih sederhana dan belum bisa dikatakan sebagai
trigonometri dalam ilmu matematika modern. Hukum sinus itulah merupakan hukum matematika
penting dalam ilmu trigonometri.
Teori ini memberi kontribusi yang cukup besar terhadap pengembangan ilmu yang lain. Ia telah
menggunakan kaedah penetapan longtitude untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari
mana-mana tempat di dunia.
Di saat ia mencapai kematangan intelektual, al-Biruni banyak didukung oleh para sultan dan
penguasa untuk mengembangkan keilmuannya untuk bidang astronomi dan fisika.
Ia pernah menulis al-Qanun al-Mas’udi, karya tentang planet-planet atas dukungan Sultan Mas
’ud dan dihadiahkan kepadanya. Buku ini merupakan ensiklopedi astronomi yang paling besar,
tebalnya lebih dari 1.500 halaman. Di dalamnya ia menentukan puncak gerakan matahari,
memperbaiki temuan Ptolemeus.
Al-Biruni juga pernah tinggal dan bekerja untuk sebagian besar hidupnya di istana Sultan
Mahmud, dan putranya, Mas’ud. Selama bergaul itulah al-Biruni banyak menghasilkan karya-
karya astronomi dan matematika.
Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains. Karya-karya
peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin sekaligus.
Selain mendapat pujian dari ummat Islam, al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang tinggi
dari bangsa-bangsa Barat. Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli
Indologi yang berada ratusan tahun di depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama
memujinya.
Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga saat ini adalah pada tahun 1970, International
Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni kepada salah satu kawah di bulan.
Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni
Crater).
http://jihan12.blogspot.co.id/

Abu Raihan Al Biruni atau lebih dikenal dengan nama singkat Biruni atau Al Biruni. Tokoh
yang berasal dari Persia ini terkenal di berbagai bidang, matematika, astronomi, fisika filsafat,
farmasi dan menulis ensiklopedia. Al Biruni juga dikenal sebagai seorang guru. Beberapa
muridnya juga menjadi populer sebagai orang yang memiliki peran dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.

Al Biruni
Al Biruni dilahirkan di daerah pinggiran Kath dekat kota Khawarizm. Daerah ini sekarang
dikenal dengan Karakal, Pakistan. Dari bukti sejarah yang ditemukan nama Al Biruni berasal
dari nama tempat tinggalnya Birun. Garis keturunannya berasal dari Tajik, memang bukan
berasal dari garis keturunan darah biru. Selama 25 tahun kehidupan umurnya hanya di habiskan
di daerah kelahirannya. Lebih lanjut mengenai keluarga, istri dan anaknya tidak ada ditemukan
bukti sejarah.
Guru Al Biruni dikenal sebagai seorang ahli matematika juga. Sebut saja Abu Nashr Mansur.
Sementara teman temanya juga bukan orang asing lagi di dunia ilmu pengetahuan. Ada nama
Abu Ali Al Hussain, Avicenna atau Ibn Sina. Dalam hubungannya dengan Ibn Sina, seorang
ahli sejarah, filsuf terkenal di arab dimulai sebagai rekan kerja di sebuah universitas dan pusat
ilmu yang dibangun oleh putra raja Abu Al Abbas Ma’mun. Dala rangka menambah ilmu yang
dimiliki Al Biruni pernah belajar sampai ke negeri India.
Tujuan belajar ke India adalah untuk mempelajari kebudayaan dan bahasa di sana. Terkait
dengan banyaknya naskah ilmu pengetahuan yang berasal dari India, langkah ini diambil agar Al
Biruni bisa menerjemahkan naskah tersebut ke dalam bahasa ibunya. Tidak hanya melakukan
perjalan begitu saja. Dalam periode tersebut Al Biruni juga mengambil kesempatan untuk
menulis sebuah buku yang berjudul Ta’rikh Al Hind (sejarah India). Buku tersebut berisi akan
penjelasan kebudayaan, adat istiadat, kepercayaan masyarakat India pada abad pertengahan.
Meskipun semua tulisannya ditemukan dalam literatur bahasa arab, namun Al Biruni dikenal
memiliki kemampuan menguasai bahasa Yunani, Bahasa Sanskerta, Bahasa Syria dan bahasa
Bar Bar. Baca: Hasil Karya Al Biruni.

AMA lengkap al-Biruni adalah Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Khawarizmi al-Biruni.
Saintis ensiklopedis abad ke-9 ini dilahirkan di kota Khawarizmi, salah satu kota di wilayah
Uzbekistan pada tahun 362 H (973 M). Adapun nama Al-Biruni berasal dari kata Birun dalam
bahasa Persia yang berarti kota pinggiran. Dinamakan demikian karena tanah kelahirannya
terletak di pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm. Kota tersebut memang
dahulu dikenal termasuk wilayah Persia. Sehingga, al-Biruni biasanya dikenal ilmuan dari Persia
Timur.

Tradisi dan lingkungan di negeri al-Biruni mempengaruhi karakter dan keilmuannya. Pada waktu
itu, merupakan masa-masa emas bidang sains Islam di wilayah Asia Tengah.

Ia hidup sezaman dengan Abu Nashr Manshur, astronom kenamaan asal Khurasan yang
menguasai karya-karya klasik Yunani seperti Ptolomeus dan Menelaus. Al-Biruni bahkan pernah
belajar langsung ilmu astronomi kepadanya. Gurunya Abu Nashr Manshur meskipun seorang
pengkaji filsafat Yunani, akan tetapi framework pemikirannya tidak terpengaruh oleh filsafat
paripatetik Yunani.

Frame ini diajarkannya kepada al-Biruni. Makanya al-Biruni dikenal cukup keras dan lugas
menyikapi fenomena filsafat paripatetik Yunani. Dengan ajaran Gurunya itu, al-Biruni tampil
sebagai kritikus yang keras terhadap filsafat Yunani. Ia pernah berkorespondensi dengan Ibn
Sina, mendiskusikan tentang filsafat dan pengaruhnya terhadap cendekiawan muslim waktu itu
(Sains dan Peradaban di Dalam Islam, halaman 115). Selain sezaman dengan dua ilmuan
tersebut, al-Biruni juga semasa dengan al-Haitsam, seorang ilmuan muslim ahli fisika.

Ia termasuk ilmuan yang memiliki modal kecerdasan matematis. Al-Biruni senantiasa menolak
segala asumsi yang lahir dari khayalan. Pemikirannya logis, tapi tidak pernah menafikan teologi.
Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika, astronomi,
bahkan psikologi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari eksperimen dan bukan
sebaliknya.

Al-Biruni termasuk saintis esiklopedis, karena pakar dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Memang tradisi para cendekiawan muslim dahulu adalah mereka tidak cukup puas menguasai
dalam satu bidang ilmu saja. Al-Biruni selain dikenal sebagai seorang ahli matematika, juga
menguasai bidang-bidang sains lainnya.

Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan karya tidak kurang dari 146 buku (sebagian
ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku). Kebanyakan merupakan
karya bidang astronomi yakni ada sekitar 35. Sisanya buku tentang astrologi, geografi,
farmakologi, matematika, filsafat, agama, dan sejarah.

Bidang sains yang dikuasainya adalah astronomi, geodesi, fisika, kimia, biologi, dan
farmakologi. Selain itu ia juga terkenal sebagai peneliti bidang filsafat, sejarah, sosiologi dan
ilmu perbandingan agama. Tentang bidang sosial ini al-Biruni mendapat gelar seorang
antropolog, karena penelitiannya yang serius tentang kehidupan keagamaan orang India.

Hasil risetnya dibukukan dengan judul Tahqiq maa lii al-Hindi min Maqulah Maqbulah fi
Al-‘Aqli aw Mardzwilah dan Tarikh al-Hindi.

Di antara pencapaian intelektualnya tersebut, peletakan dasaar-dasar trigonometri merupakan


prestasi besar al-Biruni di bidang matematika. Trigonometri adalah cabang ilmu matematika
yang membahas tentang sudut segitiga.

Di dalamnya terdapat istilah-istilah trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan tangen. Dasar-dasar
dari teori trigonometrik ini ternyata telah lama dikenal oleh ilmuan muslim terdahulu abad
kesembilan Masehi. Al-Biruni dikenal sebagai matematikawan pertama di dunia yang
membangun dasar-dasar trigonometri.

Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian dikembangkan ilmuan Barat. Dan


diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu, seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni
sendiri pernah mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan
dari mana-mana tempat di dunia.

Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di Yunani, akan tetapi pematangannya ada di tangan
al-Biruni. Ia mengembangkan teori trigonometri berdasarkan pada teori Ptolemeus. Hukum Sinus
(The Sine Law) adalah temuannya yang memperbaiki teori Ptolemeus.

Hukum ini merupakan teori yang melampaui zamannya. Seperti yang popular dalam
trigonometri modern terdapat hukum sinus. Hukum sinus ialah pernyataan tentang sudut segitiga.
Rumus ini berguna menghitung sisi yang tersisa dari segitiga dari 2 sudut dan 1 sisinya
diketahui.

Prestasi al-Biruni lebih diakui daripada Ptolemeus karena dua alasan:


Pertama, teorinya telah memakai sinus sedangkan Ptolemeus masih sederhana, yaitu
menggunakan tali atau penghubung dua titik di lingkaran (chord).

Kedua, teori trigonometri al-Biruni dan para saintis muslim penerusnya itu menggunakan bentuk
aljabar sebagai pengganti bentuk geometris.

Rumus sinus dinyatakan rumus praktis dan lebih cainggih. Menggunakan logika matematika
modern dan sangat dibutuhkan dalam perhitungan-perhitungan rumit tentang sebuah bangunan.
Dunia arsitektur sangat memanfaatkannya untuk mengukur sudut-sudut bangunan. Ilmu
astronomi juga diuntungkan. Dalam tradisi Islam, dimanfaatkan dalam ilmu falak, penghitungan
bulan dan hari.

Penggunaan aljabar dalam teori trigonometri al-Biruni sangat dimungkinkan menggunakan teori
aljabar Al-Khawrizmi, seorang matematikawan muslim asal Khawarizm. Ia merupakan generasi
matematikawan asal Khurasan sebelum al-Biruni.

Menurut Raghib al-Sirjani, ilmu aljabar Al-Khawarizmi tidak hanya menginspirasi


matematikawan Khurasan dan sekitarnya, seperti Abu Kamil Syuja al-Mishri, al-Khurakhi dan
Umar Khayyam saja, akan tetapi karya agungnya Al-Jabar wa Muqabalah menjadi buku induk di
universitas Eropa. Dan al-Biruni termasuk saintis pengkaji temuan Al-Khawarizmi tersebut.

Makanya, teori trigonometri modern al-Biruni sesungguhnya sangat berjasa terhadap ilmu
aljabar Al-Khawarizmi. Sebab, berkat temuan al-Khawarizmi terutama temuannya tentang angka
nol, al-Biruni mampu mengangkat ilmu trigonometri Ptolemeus menjadi teori yang berpengaruh
hingga era matematika modern saat ini.

Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa dalam segitiga, seperti 0, 30, 45, 60, 90.
Penemuan ini tentu sangat memberi kontribusi terhadap ilmu-ilmu lainnya. Seperti ilmu fisika,
astronomi dan geografi. Karena memang ilmu matematika merupakan dasar dari ilmu-ilmu
astronomi dan fisika.

Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya masih sederhana dan belum bisa dikatakan sebagai
trigonometri dalam ilmu matematika modern. Hukum sinus itulah merupakan hukum matematika
penting dalam ilmu trigonometri.

Teori ini memberi kontribusi yang cukup besar terhadap pengembangan ilmu yang lain. Ia telah
menggunakan kaedah penetapan longtitude untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari
mana-mana tempat di dunia.

Di saat ia mencapai kematangan intelektual, al-Biruni banyak didukung oleh para sultan dan
penguasa untuk mengembangkan keilmuannya untuk bidang astronomi dan fisika.

Ia pernah menulis al-Qanun al-Mas’udi, karya tentang planet-planet atas dukungan Sultan Mas
’ud dan dihadiahkan kepadanya. Buku ini merupakan ensiklopedi astronomi yang paling besar,
tebalnya lebih dari 1.500 halaman. Di dalamnya ia menentukan puncak gerakan matahari,
memperbaiki temuan Ptolemeus.
Al-Biruni juga pernah tinggal dan bekerja untuk sebagian besar hidupnya di istana Sultan
Mahmud, dan putranya, Mas’ud. Selama bergaul itulah al-Biruni banyak menghasilkan karya-
karya astronomi dan matematika.

Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains. Karya-karya


peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin sekaligus.

Selain mendapat pujian dari ummat Islam, al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang tinggi
dari bangsa-bangsa Barat. Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli
Indologi yang berada ratusan tahun di depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama
memujinya.

Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga saat ini adalah pada tahun 1970, International
Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni kepada salah satu kawah di bulan.
Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni
Crater).*

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Istitut Studi Islam Darussalam Gontor Ponorogo

Rep: Admin Hidcom

Editor: Cholis Akbar

https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2011/09/30/644/al-biruni-matematikawan-
penemu-trigonometri-modern.html

-Biruni dikenal sebagai salah satu ilmuwan yang memiliki banyak bakat. Sebagai bukti banyak karya
karya yang lahir dari pemikiran Al Biruni dari berbagai bidang. Bidang matematika dan ilmu falak /
astronomi menjadi contoh bidang yang sangat dikuasai oleh Al Biruni. Buku buku yang ditulis mejadi
karya agung Al Biruni rata rata dalam bahasa Persia.

Hasil Karya Biruni


Pada saat bermumur tujuh belas tahun, Al Biruni melakukan penelitian garis lintang Kath, Khawarizm
dengan menggunakan altitude maxima matahari (solar maxima). Berlanjut di usia dua pulu dua tahun
beberapa hasil penelitian termasuk beberapa proyeksi peta dan kartografi menjadi objek hasil kerjanya.
Dalam penelitian ini tercakup di dalamnya bagaimana menggambar permukaan bumi di bidang datar. 
Al Biruni

Pada saat berumur 27 tahun, Al biruni menulis sebuah buku dengan judul Chronology. Buku ini
memaparkan hasil kerja yang telah dilakukannya. Selain itu beberapa buku tentang penelitian
perbintangan, buku tentang sistem bilangan desimal (bilangan berbasis sepuluh) dalam bidang
matematika, buku buku tentang sejarah sebanyak dua buah. Dalam geografi, Al biruni melakukan
penelitian dan pembuktian jari-jari bumi sebesar 6339,6 km, kemudian berdasarkan penelitian tersebut
barulah bangsa eropa dan amerika melakukan penelitian lebih detail tentang jari jari bumi ini.
Sebuah karya besar sejarah yang di hasilkan Al Biruni yaitu buku Tarikh Al Hind. Buku ini menceriterakan
sejarah peradaban dari India. Namun sebelumnya Al Biruni juga pernah menulis sebua buku bertema
sejarah orang orang jaman purba dengan judul Al Ardhul Baqiyah anil Qurnil Khaliyah. Pada abad ke
sembilan belas bukut tersebut dialih-bahasakan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Chronology of
Ancient Nations. Terakhir kali buku tersebut dicetak dalam bahasa Inggris pada tahun 1993.
Kembali ke bidang astronomi, sebuah buku pernah ditulis untuk raja yang berkuasa saat itu, yakni
Sultan Masud Al Gaznawi. Buku dengan judul Al Qanunul Mas’udi fil Hai’ah wan Nujum memuat report
dari seluk beluk ilmu falak. Selanjutnya dalam hubungan matematika astronomi, penggunaan geometri
dalam ilmu astronomi ditulislah buku At Tafhim fi Awa’il Sina’atit Tanjim.
Semua buku yang ditulis oleh Al Biruni, merupakan buku buku yang berisi sebuah karya asli beliau.
Originality buku tersebut sangat di akui dunia. Buku buku tersebut mampu menjadi kitab yang
memberikan arahan akan penyelesaian masalah yang sering diperdebatkan ilmuwan lainnya pada waktu
itu. Terlebih dibidang geografi dimana saat itu masih diperdebatkan tentang rotasi bumi (berputarnya
bumi pada sumbunya) lalu juga tentang ketetapan garis latitude ( garis lintang) dan garis longitude
(garis bujur), dan beberapa hipotesis tentang alam semesta dan isinya yang bersifat berubah rubah.
Beberapa ahli berpendapat bahwasanya teori relativitas yang diperkenalkan oleh Einstein merupakan
pengembangan dari teori yang pernah diperkenalkan Al Biruni.

Pakar Batu Akik dan Perhiasan


Telah disampaikan bahwasanya begitu luas akal dan pikiran. Berbagai ilmu pengetahuan telah dikuasai
begitu mudah oleh Al Biruni. Ilmu lain yang dikuasainya yaitu mengenai geologi. Sehingga, dengan
pengetahuan geologinya, dia mampu mengenal tentang batu batu dan logam mulia. Berjilid jilid sudah
Al Biruni menrampungkan karya yang membahas tentang hal ini. Dalam bukunya tersebut dia
menganalisa sekitar delapan belas jenis batu permata dari persepktif nilai ekonomi, nilai kemolekan
(estetika) dan moralita (etika). Buku tersebut berjudul Kitabul Jamahir Ma’rifatul Jawahir.
Seorang penulis buku terkenal pada tahun 1982, mengungkapkan bahwasanya Al Biruni bisa
membawakan tiga unsur keperibadian yang sempurna dalam permasalahan batu akik. Al Biruni mampu
menjadi teladan moral dan etika secara filosofis, Al Biruni mampu menjadi ahli mineralog serta pakar
batu mulia, terakhir dia mampu menjadi pengamat yang memberikan penilaian terhadap batu mulia
tersebut. Dengan demikian, unsur manfaat, penilaian secara ekonomi serta peran harga beserta nilai
keindahan batu mulia menjadi komplit dalam pengetahuannya.
Penulisan buku yang telah dirampungkan Al Biruni telah mencapai 180 buah judul buku yang mencakupi
sisi ilmu pengetahuan sains dan juga sisi kemanusiaan. Hanya saja baru sedikit yang bisa dikumpulkan
secara utuh.
Buku buku lainnya yang telah di tulis oleh Al Biruni diantaranya Kitabusy Syahdalah (sebuah buku
berisikan tentang pengobatan dan farmasi, “Tahdid Nihayatul Amakin” buku yang berisi tentang
penentuan letak suatu kota dengan sistem koordinat lintang dan bujur, “Kitabul Kusuf wal Khusuf ala
Khayalul Hunud” (Berisi pembahasan bagaimana tafsiran orang orang India kuno terhadap terjadinya
gerhana bulan maupun gerhana matahari “Maqalid Ilmul Hay’ah” yang menjelaskan tentang dasar dasar
ilmu astronomi.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, kiprah Biruni di negara India, Cina dan lainnya di Asia, maka dia
dijuluki sebagai bapak pembangun pengetahuan dari timur. Biruni di anggap sebagai konektor antara
barat ( saat itu julukan untuk pusat peradaban di baghdad. Dalam filsafat, Habibulhaq Nadvi Syes
menyatakan dua prinsip utama dalam karya filsafat Al biruni adalah tentang kebaikan dan keutamaan.
Dimana ke dua hal tersebut akan terkait satu sama lain (marthayunanda). Baca: Biografi Al Biruni.

http://sejarahmatematika1.blogspot.co.id/2015/04/hasil-karya-al-biruni.html

Dia adalah salah satu ilmuwan terbesar dalam seluruh sejarah manusia.” Begitulah AI Sabra
menjuluki Al-Biruni — ilmuwan Muslim serba bisa dari abad ke-10 M. Bapak Sejarah Sains
Barat, George Sarton pun begitu mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam
disiplin ilmu. ”Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat
hebat sepanjang zaman,” cetus Sarton.

Bukan tanpa alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung.
Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal. Sejarah mencatat, Al-
Biruni sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk
India dan tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan
kebudayaan India.

Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang
India, Al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ — studi tentang India. Tak cuma itu,
ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Di era keemasan
Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang
berhubungan dengan lingkungan fisik bumi.

Selain itu, Al-Biruni juga dinobatkan sebagai ‘antropolog pertama’ di seantero jagad. Sebagai
ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni juga menjadi pelopor dalam berbagai metode
pengembangan sains. Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era kekuasaan Dinasti
Samanid itu merupakan salah satu pelopor merote saintifik eksperimental.

Dialah ilmuwan yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan metode eksperimental dalam
ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebagai seorang perintis psikologi eksperimental. Dia juga
merupakan saintis pertama yang mengelaborasi eksperimen yang berhubungan dengan fenomena
astronomi. Sumbangan yang dicurahkannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tak
ternilai.

Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam ilmu seperti; fisika, antropologi, psikologi, kimia,
astrologi, sejarah, geografi, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran, serta filsafat. Dia juga
turun memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya itu. Dia juga
mengamalkan ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para
muridnya.

Ilmuwan kondang itu bernama lengkap Abu Rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni. Dia
terlahir menjelang terbit fajar pada 4 September 973 M di kota Kath – sekarang adalah kota
Khiva – di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Sejarah masa kecilnya
tak terlalu banyak diketahui. Dalam biografinya, Al-Biruni mengaku sama sekali tak mengenal
ayahnya, hanya sedikit mengenal tentang kakeknya.

Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-Biruni juga fasih sederet bahasa seperti Arab,
Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi, dan Suriah. Al-Biruni muda menimba ilmu matematika dan
Astronomi dari Abu Nasir Mansur. Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-Biruni telah menulis
beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu
Sina – ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.

Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20 tahun,
Dinasti Khwarizmi digulingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad, dari Gurganj. Saat itu, Al-
Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur. Pada tahun 998
M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di wilayah itu selama
beberapa tahun.

Selama tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah menyelesaikan salah satu karyanya yakni menulis
buku berjudul The Chronology of Ancient Nations. Sekitar 11 tahun kemudian, Al-Biruni
kembali ke Khwarizmi. Sekembalinya dari Gurgan dia menduduki jabatan yang terhormat
sebagai penasehat sekaligus pejabat istana bagi penggati Emir Ma’mun. Pada tahun 1017 M,
situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedua Emir Ma’mun akibat
pemberontakan.
Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada tahun 1017 M. Mahmud lalu membawa para
pejabat Istana Khwarizmi untuk memperkuat kerjaannya yang bermarkas di Ghazna,
Afghanistan. AL-Biruni merupakan salah seorang ilmuwan dan pejabat istana yang ikut
diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke Ghazna adalah matematikus,
Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu Khammar.

Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana
dan ilmuwan ke Istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan
para ilmuwan ke wilayah kekuasaannya. Ibnu Sina juga sempat menerima undangan bernada
ancaman dari Mahmud agar datang dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana
Ghazna.

Meski Mahmud terkesan memaksa, namun Al-Biruni menikmati keberadaannya di Ghazna. Di


istana itu, dia dihormati dan dengan leluasa bisa mengembangkan pengetahuan yang
dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog isatana bagi Mahmud dan
penggantinya.

Pada tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan untuk melancong ke India.
Selama 13 tahun, sang ilmuwan Muslim itu mengkaji tentang seluk beluk India hingga
melahirkan apa yang disebut indologi atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu, Al-Biruni
mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek
dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakian atau kepecayaan yang dianut masyarakat di sub-
benua India.

Selama hidupnya, dia juga menghasilkan karya besar dalam bidang astronomi lewat Masudic
Canon yang didedikasikan kepada putera Mahmud bernama Ma’sud. Atas karyanya itu, Ma’sud
menghadiahkan seekor gajah yang bermuatan penuh dengan perak. Namun, Al-Biruni
mengembalikan hadiah yang diterimanya itu ke kas negara.

Sebagai bentuk penghargaan, Ma’sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pensiun yang bisa
membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan. Dia juga berhasil
menulis buku astrologi berjudul The Elements of Astrology. Selain itu, sang ilmuwan itu pun
menulis sederet karya dalam bidang kedokteran, geografi, serta fisika. Al-Biruni wafat di usia 75
tahun tepatnya pada 13 Desember 1048 M di kota Ghazna. Untuk tetap mengenang jasanya, para
astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.

Sumbangan Sang Ilmuwan

* Astronomi

”Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi untuk Sultan
Ma’sud,”papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi. Selain itu, Al-
Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary sphere. Al-Biruni
juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat.
Al-Biruni tercatat sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan
penomena astronomi. Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kupulan
sejumlah bintang. Pada 1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang
berjudul Kitab Al-Qanun Al Mas’udi.

* Astrologi
Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Hal
itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang penting dalam
bidang astrologi.

*Ilmu Bumi
Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi. Atas
perannya itulah dia dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Dia juga memberi kontribusi signifikan
dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi.

*Kartografi
Kartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah
menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi pembuatan peta.

* Geodesi dan Geografi


Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khawarzmi dengan
menggunakan ketinggian matahari. ”Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi telah dibuat
disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya
menggunakan triangulasi,” papar John J O’Connor dan Edmund F Robertson dalam MacTutor
History of Mathematics.

* Geologi
Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia menulis
tentang geologi India.

* Mineralogi
Dalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahir atau Book of Precious Stones, Al-Biruni menjelaskan
beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan,
kepadatan, serta beratnya.

* Metode Sains
Al-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang
dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahir dia tergolong ilmuwan yang sangat
eksperimental.

* Optik
Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham yang
mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahwa kecepatan
cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.

* Antropologi
Dalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia menulis secara detail
studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania,
serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi
Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.

* Psikologi Eksperimental
Al Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat penemuan konsep reaksi waktu.

* Sejarah
Pada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology. Sayangnya buku itu
kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma li’l-Hind atau Penelitian
tentang India, Al-Biruni telah membedakan antara menode saintifik dengan metode historis.

* Indologi
Dia adalah ilmuwan pertama yang mengkaji secara khusus tentang India hingga melahirkan
indologi atau studi tentang India.

*Matematika

Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khususnya dalam
bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan lainnya. (heri
ruslan–republika)

https://www.gaulislam.com/al-biruni-ilmuwan-pendiri-tiga-ilmu

Al-BIRUNI (973-1048 M) Astronom berjuluk “Guru Segala Ilmu”

0 comments
Cendikiawan Muslim

Nama lengkap beliau adalah Abu Arrayhan Muhammad Ibnu Ahmad Al-Biruni. Dalam sumber lain di tulis
Abu Raihan Muhammad Al Bairuni. Beliau lebih terkenal dengan nama Al-Biruni. Nama beliau tercatat
dengan tinta emas dalam sejarah sebagai ilmuwan dan filosof Muslim yang serba bisa. Dengan
penguasaan beliau terhadap pelbagai ilmu pengetahuan dan bidang lainnya, beliau mendapatkan
julukan sebagai “Ustadz fil „ulum” atau guru segala ilmu dan ilmuawan modern menyebut beliau
professor par exellence. Meskipun sebagian besar ilmuwan Muslim masa lalu memang memiliki
kemampuan multidimensi, namun beliau tampaknya lebih menonjol.

Beliau tak hanya menguasai bahasa Arab dan undang-undang islam, tapi juga Sanskrit, Greek, Ibrani dan
Syiria. Beliau memiliki pengetahuan tentang filsafat Yunani, yang menjadi salah satu sebab beliau
menjadi sarjana agung yang pernah dilahirkan oleh dunia Islam. Beliau berhasil membuktikan,
menyandingkan ilmu dan filsafat telah memungkinkan agama bisa terus hidup subur dan berkembang
serta membantu meyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat.

Beliau telah menghasilkan lebih dari 150 buah buku. Di antara buku-buku itu adalah “Al-Jamahir fi Al-
Jawahir” yang berbicara mengenai batu-batu permata; “Al-Athar Al-Baqiah” berkaitan kesan-kesan lama
peninggalan sejarah, dan “Al-Saidalah fi Al Tibb”, tentang obat-obatan. Penulisan beliau tentang sejarah
Islam telah diterjemahkan kedalam bahasa inggris dengan judul “Chronology of Ancient Nation”. Banyak
lagi buku tulisan beliau diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baik di Museum Escorial, Spanyol.

Beliau mendirikan pusat kajian astronomi mengenai system tata surya. Kajian beliau dalam bidang sains,
matematika dan geometri telah menyelesaikan banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan
sebelumnya. Sumbangan beliau terhadap kemajuan sains, matematika dan astronomi yang kini menjadi
salah satu symbol peradaban dunia Barat, sungguh sangat nyata.

Beliau lahir pada tanggal 15 september 973 di Kath, Khawarazm, daerah yang sekarang lebih dikenal
dengan nama Kara-kalpakskaya, Uzbekistan. Sejak usia muda, beliau sudah tertarik pada astronomi dan
matematika. Beliau banyak belajar kepada astronom dan ahli matematika terkemuka kala itu, Abu Nasr
Mansur. Pada tahun 900 atau saat usia beliau baru menginjak 17 tahun, beliau sudah melakukan
pengamatan serius dibidang astronomi, yakni dengan menghitung garis lintang Kath melalui
pengamatan ketinggian maksimum Matahari.

Ketika usia beliau belum genap 22 tahun, beliau telah menulis kertas kerja meski dalam bentuk pendek.
Sayangnya, semua kertas kerja beliau hilang ditelan sejarah. Salah satu karya beliau yang bisa selamat
adalah kartografi yang berguna dalam proyeksi pembuatan peta. Sepeti halnya mendeskripsikan
proyeksi beliau mengenai belahan Bumi melalui pesawat, beliau pada usia 22 tahun dengan fasih
membaca proyeksi peta yang ditemukan orang lain dan mendiskusikannya dalam risalah.

Tapi sayang, masa-masa ketika beliau hidup adalah masa-masa genting dunia Islam. Situasi politik yang
berkembang saat itu juga turut memengaruhi dan menentukan arah kehidupan beliau. Penguasa
Khwarazm adalah Banu Iraq dan secara kebetulan guru beliau, Abu Nasr Mansur adalah seorang
pangeran dari keluarga tersebut. Pada tahun 995 terjadi kudeta politik. Perang saudara pun
berkecamuk. Sebagai murid, beliau terkena imbas persoalan politik tersebut. Beliau kemudian melarikan
diri dari Khwarazm sehingga beliau kemudian tidak mengetahui bagaimana nasib sang guru. Minat dan
kecenderungannya untuk mempelajari serta meluaskan dimensi ilmu pengetahuannya telah mendorong
beliau merantau sehingga kenegara India. Tetapi semasa berada di India, beliau telah ditawan oleh
sultan mahmood al-ghaznawi. Setelah mengetahui keilmuwan beliau, sang sultan pun menugaskan
beliau sebagai ulama istana. Kesempatan itu digunakan sepenuhnya oleh beliau untuk mempelajari
bahasa Sanskrit dan bahasa lain di India. Disana beliau mendapat kesempatan untuk mengenali agama
Hindu dan filsafat India. Hasilnya beliau menulis beberapa buku yang mempunyai hubungan dengan
masyarakat India dan kebudayaan Hindu. Dalam satu tulisan beliau menyatakan, ajaran Hindu
berasaskan konsep

penjelmaan yang mempunyai persamaan dengan ajaran tauhid dalam Islam dan Triniti dalam agama
Kristen.

Tembok penjara tidak menjadi penghalang kepada beliau untuk terus menuntut dan menghasilkan
karya-karya yang besar dalam pelbagai bidang. Sumbangan beliau kepada ilmu dan peradaban India
amat besar. Sumbangan beliau yang paling penting ialah dalam penciptaan kaidah penggunaan angka-
angka India dan kajian beliau mencari ukuran bumi menggunakan perhitungan matematika. Beliau
meninggal dunia pada 1048 M di Ghazna (Afghanistan), setelah berkhidmat dengan cemerlang dalam
kejayaan selama 40 tahun.

Menurut Max Meyer Hoff, Al-Biruni adalah seorang yang paling menonjol dikalangan para cendikiawan
Islam yang mewarnai era kegemilangan sains. Al-Biruni berpandangan dalam berbagai bidang, bahwa
seseorang harus menggunakan sumber-sumber yang ada dalam bentuknya yang asli, menyiasati secara
terperinci sumber tersebut dengan objektif dan melakukan penyelidikan melalui pengamatan dan ujian.
Beliau hidup sezaman dengan Ibnu Sina dan dikatakan pernah bertemu dengan ilmuwan terkenal itu.
Sumbangan beliau sangat banyak dan index hasil kerjanya melebihi 60 muka surat. Karya saintifikasi
beliau digabung dengan sumbangan Al-Haitam, dan para saintis muslim lain, meletakan batu asas awal
dalam bidang sains modern.

Beliau membuat sumbangan asli dan penting dalam bidang sains, misalnya tujuh cara penentu arah.
Penentu arah utara dan selatan. Beliau membuat teknik perkiraan (Kiraan) matematika untuk
memastikan suatu musim. Beliau menulis mengenai matahari dan pergerakannya, serta gerhana. Beliau
juga telah menciptakan alat astronomi. Beberapa abad sebelum saintis lain beliau telah membincangkan
bahwa bumi berputar pada paksinya dan membuat perkiraan tepat latitude dan longitude. Penemuan
ini terkandung dalam buku beliau Al-Athar Al-Baqia. Beliau juga orang pertama yang membuat ujian
terperinci yang berkaitan dengan fenomena astronomical. Beliau menyatakan bahwa cahaya lebih laju
daripada bunyi. Kepakaran beliau dalam bidang astronomi ditambah dengan fisika menyatakan ramalan-
ramalan beliau mengenai kejadian gerhana bulan dan matahari. Beliau juga mampu membuat perkiraan
yang tepat dengan lapan elemen dan kompaun, termasuk pelbagai logam dan batu-batu permata.
Dalam bidang seperti ini beliau menulis Al-Tafhim Li Awali Sina‘ati Al-Tanjim dan kitab Al-Jamahir.

Popularitas dan kecendikiawanan beliau itulah yang menarik perhatian Sultan Mahmood Al-Ghaznawi,
hingga beliau menjadi ulama istana. Perlu diketahui bahwa Sultan Mahmood adalah putra Sultan
Masood. Sultan Mahmood telah membawa beliau dalam perjalanan yang panjang di India, sampai
terhitung 20 tahun. Dalam perjalanan itu beliau mengembara ke beberapa tempat dan mempelajari
falsafah hidup, matematika, geografi, dan agama dari orang Pundit. Sebaliknya beliau mengajar mereka
bahasa Greek, sains dan falsafah yang beliau kuasai. Kitab Al-Hind karangan beliau menceritakan secara
terperinci kehidupan di India, menyentuh pelbagai agama, bahasa dan budaya.

Pada tahun 1030 M, beliau menulis bukunya yang termasyhur, Al-Qonun Al-Masudi Fi Al-Haiwa Al-
Nujum. Buku ini dikarang selepas pulang dari India dan di dedikasikan kepada Sultan Mahmood. Beliau
membicarakan beberapa theorem trigonometri, astronomi, solar, lunar dan pergerakan planet.

Beliau adalah seorang saintis Islam tulen yang benar-benar mendapat manfaat dari ajaran Islam dan
kajian saintifik. Beliau berkata ―Pengalamanku dalam kajian astronomi, geometri, dan ujian-ujian dalam
bidang fisika membuktikan kepadaku bahwa suda tentu ada satu kuasa yang merancang dan kuasa
tersebut tidak terbatas. Penemuan-penemuanku dalam bidang astronomi menunjukan adanya sesuatu
yang kompleks, yang menakjubkan dalam alam semesta. Ini membuktikan adanya satu sistem yang tidak
boleh dijelaskan hanya melalui fisika dan sabab musabab material semata-mata‖.

Beliau tidak menyalahgunakan kepakarannya untuk mendapatkan popularitas, kekuasaan maupun


kekayaan. Apabila Sultan Masood menghadiahkan uang perak yang di bawa oleh tiga ekor unta, sebagai
penghargaan terhadap karya-karya beliau, khususnya kitab Al-Qonun, beliau menolaknya dengan baik
dan berkata

 "Saya menekuni dunia ilmu karena kecintaan terhadap 

ilmu pengetahuan, bukan karena uang."

http://gratiselalu.blogspot.co.id/2012/12/al-biruni-973-1048-m-astronom-berjuluk.html
kumpulan 10

SEJARAH & SUMBANGAN AL-BIRUNI TERHADAP PERKEMBANGAN

PERADABAN ISLAM DI DUNIA.

PENDAHULUAN

                                             

          Kelahiran Islam di kota Makkah dan kemunculan kerajaan Islam pertama di Madinah

merupakan detik bersejarah kelahiran satu tamadun baru yang telah merubah sejarah dunia.

Tamadun ini bukan sahaja telah berjaya merubah corak dan budaya hidup masyarakat Arab

Pra-Islam yang bertuankan nafsu dan kejahiliyahan kepada cara hidup baru yang

bertunjangkan akhlak dan peradaban tinggi malah ia juga turut merubah geo-politik dunia.

          Dengan asuhan dan bimbingan Rasulullah s.a.w. dan kemudiannya diteruskan oleh para

sahabat (s.a.w), penduduk Tanah Arab yang terdiri daripada berbagai bangsa dan keturunan

berjaya disatukan dengan ikatan akidah dan ukhuwwah Islamiyah. Mereka muncul sebagai satu

umat yang berakhlak, berketerampilan dan sedia berkorban demi Islam. Dalam tempoh waktu

yang singkat, kuasa besar Rom dan Parsi yang dulunya memandang remeh terhadap bangsa

Arab kini terpaksa tunduk kepada kekuasaan Islam. Oleh itu dari abad ke 7 hingga ke 18

Masihi, dunia telah didominasi dan dicorak oleh tamadun Islam. Dalam jangka masa tersebut

khususnya pada abad ke 9 hingga ke 13 Masihi, sejarah telah merakamkan bagaimana

tamadun Islam telah melahirkan ramai sarjana ulung dalam berbagai ilmu pengetahuan.
              Pada waktu itu kemajuan ilmu sains dan teknologi serta ilmu-ilmu yang lain yang

dimiliki oleh dunia Islam tiada dapat ditandingi oleh mana-mana bangsa atau negara. Di setiap

ibu kota pemerintahan Islam khususnya Baghdad (di Asia), Cordova (di Eropah) dan

Iskandariah (di Afrika), kegiatan keilmuan dan kebudayaan berlaku dengan bersemarak serta

disertai segenap lapisan masyarakat. Ramai sarjana dan pelajar dari negara luar khususnya

daripada negara-negara Kristian Eropah datang untuk mempelajari serta mendalami berbagai

bidang dan cabang ilmu pengetahuan.

             Di sepanjang sejarah kegemilangan tamadun Islam, para sarjana Muslim dan sarjana

non-Muslim yang bernaung di bawah pemerintahan Islam telah berjaya membuat kemajuan dan

pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan serta sains dan teknologi. Mereka telah menempa

satu sejarah tamadun kemanusiaan yang amat mengagumkan meliputi aspek politik, sosial dan

ekonomi.

ISI KANDUNGAN
 Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni
(973 - 1048)

1.    Sejarah latar belakang Al-Biruni

          Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan pada 362 H

atau bulan September 973 M, di desa Khath yang merupakan ibu kota kerajaan Khawarizm,

Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al-Biruni.

Nama "Al-Biruni" sendiri berarti 'asing', yang dinisbahkan kepada wilayah tempat tanah

kelahirannya, yakni Turkmenistan. Ketika itu, wilayah ini memang dikhususkan menjadi

pemukiman bagi orang-orang asing.


Beliau dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al-Biruni tumbuh dan besar

dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan. Meskipun tidak banyak diketahui tentang

masa mudanya, termasuk pendidikan formalnya, namun ulama yang tawadlu ini dikenal amat

mencintai ilmu dan gemar membaca dan menulis sejak remaja. Tidak heran ketika beliau di

usia muda beliau tersohor sebagai seorang ahli di banyak bidang ilmu. Ketika berusia 17 tahun,

beliau meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan menggunakan altitude maksima

matahari. Ketika berusia 22 tahun, beliau menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian

proyeksi peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi

pada bidang datar. 

Apabila berusia 27 tahun, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk

kepada hasil kerja lain yang dihasilkan oleh beliau (sekarang tiada lagi) termasuk sebuah buku

tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang, dan

2 buku tentang sejarah.  Beliau membuat penelitian radius bumi kepada 6.339,6 kilometer (hasil

ini diulang di Barat pada abad ke 16).

Sebagai ilmuwan ulung, Al-Biruni tidak berhenti mengais ilmu, termasuk dalam setiap

penjelajahannya ke beberapa negeri. Penjelajahan tokoh ini pertama kali ke daerah Jurjan,

dekat Laut Kaspia (Asia Tengah).

Al-Biruni melanglang buana hingga ke India bersama kumpulan ekspedisi Sultan

Mahmoud. Di sini, ia banyak menyalurkan karya tulis, baik berupa buku mahupun artikel ilmiah

yang di sampaikannya dalam beberapa pertemuan. Selain menghasilkan karya, penjelajahan

bersama sang Sultan ini juga menghasilkan dibukanya kawasan India bahagian timur ini

sebagai basis baru dakwah Islam Al-Biruni.

Dalam rangkaian 'tur' nya di India ini, Al Biruni memanfaatkan waktu terluang bagi

penelitian sekitar adat istiadat dan perilaku masyarakat setempat. Dari penelitiannya, beberapa
karya telah beliau tulis. Tidak hanya itu, Al-Biruni pula yang pertama memperkenalkan

permainan catur 'ala' India ke negeri-negeri Islam, serta menjelaskan malah trigonometri

lanjutan dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind.

Kepiawaian dan kecerdasan Al-Biruni merangsang dirinya mendalami sekitar ilmu

astronomi. Ia mulai memberikan perhatian yang besar terhadap kemungkinan gerak bumi

mengelilingi matahari.

Ketika seorang ilmuwan, kata Al-Biruni, akan memutuskan untuk membezakan

kebenaran dan kepalsuan, dia harus menyelidik dan mempelajari alam. Kalau pun ia tidak

memerlukan hal ini, maka ia perlu berfikir tentang hukum alam yang mengatur cara-cara kerja

alam semesta. Ini akan dapat mengarahkannya untuk mengetahui kebenaran dan membuka

jalan baginya untuk mengetahui Wujud' yang mengaturnya.

Dalam bukunya, A1-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan, "penglihatan menghubungkan

apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari

penciptaan alam tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah." Prinsip ini dipegang teguh dalam

setiap penyelidikannya. Ia tetap kritikal dan tidak memutlakkan metodologi dan hasil

penelitiannya.

Pandangan Al-Biruni ini berbeza sekali dengan pandangan saintis Barat moden yang

melepaskan sains dari agama. Pandangan mereka tentang alam berusaha menafikan

keberadaan Allah sebagai pencipta.

Keberhasilan Al-Biruni di bidang sains dan ilmu pengetahuan ini membuat decak kagum

dikalangan Barat. Max Mayerhof misalnya mengatakan, "Abu Raihan Muhammad lbn Al-Biruni

dijuluki Master, dokter, astronomi, matermatika, ahli fizik, ahli geografi, dan sejarahwan.

Pengakuan senada juga dilontarkan sejarahwan asal India, Si J.N. Sircar.


Seperti dikutip Jamal Ahmed, ia menulis, "Hanya sedikit yang memahami fizik dan

matermatika. Di antara yang sedikit itu yang terbesar di Asia adalah Al Biruni, sekaligus filsuf

dan ilmuwan. Ia unggul sekaligus di kedua bidang tersebut". Tokoh dan ilmuwan besar ini

akhirnya menghadap Sang Ilahi Rabbi pada 1048 M, dalam usia 75 tahun di Ghazna (kini

wilayah Afganistan).

1.    Sumbangan Al-Biruni terhadap perkembangan peradaban  Islam di dunia.

Karya Al-Biruni

Selama hidupnya, al-Biruni menghasilkan karya besar dalam bidang Astronomi

lewat Masudic Canon yang didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Ma’sud. Al-Biruni juga

banyak menulis buku astrologi, yaitu The Elements of Astrology. Pada tahun 1031, dia

merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang, Al-Qanun Al-Mas’udi.

Ia juga yang menduga galaksi Bima Sakti adalah kumpulan sejumlah bintang. Al-Biruni

merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Dalam

ilmu bumi, ia dinobatkan sebagai “Bapak Geodesi”. Dia juga memberi kontribusi signifikan

kartografi, geologi, geografi dan mineralogi.

Pada usia 27 tahun, dia telah menulis buku sejarah yang berjudul Chronology. Sayangnya,

buku ini telah hilang. Dia juga memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan

matematika, khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmetika, bilangan irasional, teori rasio,

geometri, dan lain sebagainya.

Al-Biruni juga berhasil membuat karya dalam bidang geologi. Salah satunya tentang geologi

India (Fi Tahqiq ma Li’I-Hind) atau penelitian tentang India. Dia membedakan metode saintifik
dengan metode historis. Al-Biruni tercatat sebagai pelopor eksperimental lewat penemuan

konsep reaksi waktu.

Sementara dalam bidang mineralogi, ia menulis kitab berjudul Al-Jawahir atau Book of

Precious Stones yang menjelaskan beragam mineral. Al-Biruni bersama Ibnu Haitham termasuk

ilmuwan pertama yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama kali

menemukan bahawa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.

1.      Dalam Bidang Fizik dan Matematika.

Dalam perlindungan Sultan Mas’udi, Al-Biruni menyelesaikan bukunya yang amat berharga

tentang ilmu perbintangan, matematika, dan geografi: “Al-Qanun fi’Ulumi Al-Haiati Wal-Nujumi”.

Dalam buku ini Al-Biruni membuktikan bahawa bumi bulat, planet dan bintang bulat, baik yang

tidak bergerak mahupun yang bergerak, kemudian berputar mengelilingi matahari dan bulan

berdasarkan garis paksi mengelilingi bumi. Dia menemukan gerakan kerak bumi yang berputar

condong, dan gerakan peredaran bumi mengelilingi matahari dalam satu tahun. Ia

mengemukakan konsep kekuatan grafitasi bumi, yang merupakan satu bukti bahawa bumi

berputar pada paksinya. Dalam “Al-Qanun’, Al-Biruni membuktikan bahawa bintang bergerak

mengelilingi poros rasi bintang. Al-Biruni menciptakan metode matematika yang baru untuk

menentukan empat arah mata angin, dimana pun juga manusia berada di bumi, di darat,

mahupun di laut. Dalam “Al-Qanun”, Al-Biruni menyajikan daftar-daftar matematika, yang

mempergunakan segitiga sama kaki, dibuat dari lempengan yang panjang yang dilakukan

dengan bentuk geometris secara teratur (simetris).

      Dalam bidang matematika, Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi

pengembangan matematika khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan

aritmatika, teori rasio, geometri dan lainnya. Sumbangan terbesar Al-Biruni adalah
pemikirannya dalam bidang matematika iaitu konsep besar sudut segitiga 180odan

memperkirakan nilai π adalah 3.14 dan nilai 0,68 untuk sin (40 dg).

Dalam pengamatan Al-biruni dikatakan bahawa benda yang bergerak cepat dapat menyusul

benda yang mendahuluinya seperti bulan yang mendahului matahari kerana gerak bulan jauh

lebih cepat dari matahari. Sebagai seorang fizik, Al-Biruni memberikan sumbangan penting bagi

pengukuran jenis berat (specific gravity) berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat.

Konsep ini sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini bahawa seluruh benda tertarik oleh gaya

graviti.

2.      Dalam Bidang Astronomi

Pada 1031 M, dia merampungkan explopedia astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab

Al-Qanun Al Mas'udi. Karya Al-Biruni ini memuat secara komprehensif dan terperinci hasil karya

tentang astronomi. 

Penemuan Al-Biruni dalam bidang astronomi adalah astrolobe, salah satu instrumen untuk

mengetahui posisi sebuah planet. Dengan menggunakan astrolobe, posisi terdekat dan terjauh

sebuah planet dan bintang-bintang dapat ditentukan. Al-Biruni juga diakui sebagai astronomi

yang mengatakan bahawa bumi berputar pada paksinya. Bumi juga memiliki graviti atau daya

tarik.

Al-Biruni diakui sebagai seorang yang berhasil melakukan observasi astronomi dengan

tingkat ketepatan dan ketelitian yang luar biasa. Karya al-Battani dalam bidang ini berjudul

Mengenai Sains Bintang. Karya ini di Barat diterjemahkan dengan judul De Scientia Stellarum.
3.      Dalam Bidang Astrologi

Al-Biruni merupakan ilmuwan yang pertama kali membezakan istilah astronomi dengan

astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Al-Biruni juga menghasilkan beberapa karya

yang penting dalam bidang astrologi. Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi

pengembangan Ilmu Bumi. Atas peranannya dia dinobatkan sebagai 'Bapak Geodesi'. Dia juga

memberi kontroversi signifikan dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi.

4.      Dalam Bidang Optik

Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham

yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahawa

kecepatan Cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.

5.      Dalam Bidang Antropologi

Dalam ilmu sosial, Al-Biruni diangkat sebagai antropologi pertama di dunia. Ia menulis

secara terperinci berkaitan dengan antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah,

Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan kerana telah mengembangkan

antropologi Islam.

2.    Kesan hasil daripada sumbangan Al-Biruni kepada tamadun dunia.

i)              Pengembangan Konsep


Karya Al-Biruni pada masa Barat dimulakan dengan gerakan renaisans dikaji dan diteliti

ulang kemudian dibuatkan ulasan oleh ilmuan Italia bernama C.A. Nallino. Jadi, dari sana dapat

terlihat dengan jelas gambaran prestasi gemilang yang telah berhasil dicapai para ilmuan

muslim pada abad 10 dalam bidang astronomi. Prestasi mereka itu sudah sangat hebat sekali.

Jika ini dibandingkan dengan prestasi astronomi bangsa Barat yang memasuki abad 18 saja,

mereka masih sibuk membicarakan perdebatan, apakah bumi itu bundar atau datar, apakah

bumi sebagai pusat tata surya ataukah matahari.

ii)            Aplikasi konsep

Teori Al-Biruni tentang penemuan harga π dapat diaplikasikan untuk menghitung luas

dan keliling sebuah lingkaran, luas dan isipadu bola yang dipelajari dalam bidang matematika

dan fisika. Dengan penelitian terhadap radius bumi termaksud perkiraannya tentang harga π

maka kita boleh menghitung seberapa besar luas permukaan bumi yang kita tempati sekarang

dan seberapa luas isipadunya.

Penemuannya dalam bidang astronomi, karografi, geodesi, geografi, geologi,

mineralogy dapat diaplikasikan untuk mengetahui bentuk permukaan bumi beserta isinya dan

mengetahui tentang tata surya yang dipelajari dalam bidang fisika dan geografi.

Al-Biruni mengemukakan bahawa bumi, bulan dan planet berputar mengelilingi matahari

sehingga saat ini kita dapat mengetahui tentang penanggalan masehi. Bagi umat Islam,

astronomi sangat penting sekali karena peribadatan dalam Islam, seperti salat, puasa, lebaran,

haji, dan lain-lain berhubungan langsung dengan masalah tata surya.


Pembahagian berdasarkan garis bujur bumi, maka waktu bumi dibagi berdasarkan

waktu GMT atau sekarang lebih dikenal dengan CET (Central Europian Time) iaitu bertempat di

suatu kota di Inggeris yang bernama Grevinch sehingga waktu suatu tempat dapat ditentukan

dengan konsep penambahan 15o ke arah timur maka waktu akan bertambah sebesar satu jam

dari waktu Greenwich.

iii)           Pengembangan Konsep Ke depan

Dengan penelitian Al-Biruni tentang penentuan garis lintang dan garis bujur, maka kami

berfikir di suatu saat akan menciptakan alat yang canggih di mana alat itu boleh mendeteksi

lokasi-lokasi daerah yang mengandung bahan tambang tanpa terjun langsung ke daerah

tersebut dengan bantuan satelit. Sesungguhnya, kemunculan Al-Biruni sebagai seorang tokoh

keilmuan tersohor telah mengangkat martabat ahli falsafah daripada terus diberikan pelbagai

stigma dan label yang berbentuk negatif serta merubah peranan yang sepatutnya dimainkan

oleh ahli falsafah itu sendiri.

KESIMPULAN

                  Sejarah dan sumbangan Al-Biruni terhadap perkembangan peradaban islam di

dunia tidak asing lagi di pentas ilmu sains pada abad pertengahan. Dunia sains mengenalnya
sebagai salah seorang putera Islam terbaik dalam bidang falsafah, astronomi, kedoktoran, dan

fizik. Wawasan dan pengetahuannya yang demikian luas, meletakkan dirinya sebagai pakar

dan ilmuwan Muslim tersohor pada awal abad pertengahan.

                Walaupun tidak banyak catatan sejarah yang mengisahkan latar belakang

pendidikannya, namun beberapa sumber menyebutkan bahawa ilmuwan ulung ini memperoleh

pendidikan daripada beberapa ulama kenamaan pada zamannya, antara lain Syeikh Abdus

Shamad. Dalam bidang kedoktoran, ia belajar dengan Syeikh Abul Wafa' Al-Buzayani, serta

kepada Syeikh Abu Nasr Mansur bin Ali bin Iraqi dalam bidang matematik dan astronomi. Tidak

hairan apabila ulama menulis ini terkenal sebagai seorang ahli dalam pelbagai bidang ilmu

semenjak usia muda. 

                 Sebagai ilmuwan ulung, Al-Biruni tidak pernah berhenti menerokai dan mendalami

bidang ilmu, termasuk dalam setiap pengembaraannya ke beberapa negeri, seperti ke Iran dan

India. Selain menghasilkan karya, penjelajahan bersama Sultan  juga menjadikan kawasan

India sebelah timur sebagai kawasan baru untuk menyebarkan dakwah Islamiah.

                 Al-Biruni memanfaatkan masa terluang melakukan kajian berkaitan adat istiadat dan

budaya masyarakat tempatan. Berasaskan kajiannya inilah beberapa karya agungnya lahir.

Bukan itu sahaja, Al-Biruni jugalah orang yang pertama memperkenalkan permainan catur 'ala'

India ke negara-negara Islam, serta menjelaskan permasalahan trigonometri yang lebih

mendalam dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind. Kecerdikan Al-Biruni merangsang dirinya

mendalami ilmu astronomi.              Al-Biruni tidak hanya dalam bidang ilmu sains. Beliau juga

mahir dalam ilmu falsafah. Pemikiran falsafah Al-Biruni banyak dipengaruhi oleh pemikiran

falsafah Al-Farabi, Al-Kindi, dan Al-Mas'udi (meninggal 956 M). Hidup sezaman dengan ahli

falsafah dan pakar ilmu perubatan, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak berdialog dengan Ibnu Sina,

sama ada secara langsung mahupun melalui surat menyurat.


              Hasil kajian dan penelitian, akhirnya adalah untuk mengakui akan wujudnya Allah

sebagai maha pencipta. Menurut Al-Biruni jika seorang ilmuwan ingin membezakan kebenaran

dan kepalsuan, dia perlu menyelidiki dan mempelajari alam. Dalam bukunya Al-Jamahir, Al-

Biruni juga menegaskan, "Penglihatan adalah penghubung apa yang kita lihat dengan tanda-

tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Daripada penciptaan alam tersebut kita akan

menemukan kewujudan Yang Maha Pencipta". Pandangan Al-Biruni ini tentu berbeza sekali

dengan pandangan saintis Barat pada zaman moden ini yang mengetepikan sains daripada

agama. Pandangan mereka tentang alam seolah-olah menafikan keberadaan Allah sebagai

pencipta.

                Kejayaan Al-Biruni dalam bidang sains dan ilmu pengetahuan ini turut mendapat

pujian ilmuwan Barat. Max Mayerhof misalnya menyatakan, "Abu Raihan Muhammad ibn Al-

Biruni digelar sebagai ahli kedoktoran, astronomi, matematik, ilmu fizik, geografi , dan sejarah.

Dia mungkin sosok paling menonjol dan peneraju zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam."

Pengakuan yang sama juga dinyatakan oleh ahli sejarah asal India, Si JN Sircar. Beliau menulis

"Hanya sedikit yang memahami fizik dan matematik. Di antara yang sedikit itu yang terbesar di

Asia adalah Al-Biruni, sekaligus ahli falsafah dan ilmuwan. Ia pakar dalam kedua bidang

tersebut." Tokoh dan ilmuwan ulung ini akhirnya menghadap Ilahi Rabbi pada 1048 M, semasa

berusia 75 tahun.

RUJUKAN

11.  http://info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-al-biruni.  html#O4rgGR1uwgrO7Hfb.99
  2.  http://ariciap.blogspot.com/2012/10/sejarah-fisika-abu-raihan-al-biruni.html

33.    http://gratiselalu.blogspot.com/2012/12/al-biruni-973-1048-m-astronom-berjuluk.html

44.Mohd Faizal bin Mat Pesa & Wan Mohd Tarmizi Wan Othman, Pengajian Tamadun

Islam, Modul Politeknik Merllimau Melaka, Jun 2013.

55.    Mahayudin Hj. Yahya, Tamadun Islam, Fajar Bakti Sdn. Bhd, 1998.

LAMPIRAN

1.    Ilustrasi dari kerja-kerja astronomi al-Biruni, menjelaskan fasa yang berlainan bulan

2.    Rajah menggambarkan kaedah yang dicadangkan

dan digunakan oleh Al-Biruni untuk menganggarkan jejari dan lilitan Bumi
3.    Empat arah dan bahagian Politik Iran oleh Al-Biruni.

4.    Buku astronomi -The Elements of Astrology


5.    Kitab berjudul Al-Jawahir atau Book of Precious Stones
http://dka3maju.blogspot.co.id/

by : Ir. Akmal[1]

            Al-Biruni (juga dikenal di dunia Barat dengan sebutan Aliboron) adalah salah satu
ilmuwan terbesar dalam sejarah Islam.  Sebagian ahli bahkan tak ragu menyebutnya sebagai
ilmuwan terbesar yang pernah ada.  Namanya dikenal luas jauh melampaui jamannya, baik di
dunia Islam maupun Barat.  Sejarawan sains sekelas George Sarton menyebut abad kesebelas
Masehi sebagai ‘era Al-Biruni’.[2]
        Bidang keahlian al-Biruni meliputi fisika, antropologi, psikologi, astronomi, kimia, sejarah,
geografi, geodesi, geologi, matematika, farmasi, filosofi, dan ia juga seorang guru agama.  Ia
dikenal sebagai kritikus ilmu kimia dan astrologi, penyusun ensiklopedi, penjelajah, dan seorang
ulama pengikut aliran Asy’ariyah.[3]
            Ia adalah sarjana Muslim pertama yang secara khusus mempelajari seluk-beluk tradisi
dan kehidupan bangsa India sehingga dinobatkan sebagai Bapak Indologi.  Al-Biruni juga
dikenal sebagai Bapak Geodesi dan Antropolog pertama di dunia.  Dalam bidang metode
eksperimen ilmiah, ia adalah salah satu pelopor yang menerapkan metode tersebut dalam ilmu
mekanika. Dialah orang pertama yang menggunakan berbagai eksperimen yang berhubungan
dengan fenomena astronomis, dan juga seorang pelopor dalam bidang psikologi eksperimental.
[4]

Perjalanan Hidup
            Nama lengkapnya adalah Abu ar-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Khawarizmi al-
Biruni.  Ia lahir di Khwarizm, Asia Tengah, pada tahun 362 H (973 M).  Tempat kelahirannya
kini berada di wilayah Uzbekistan, tepatnya di kota Khiva.  Nama “al-Biruni” berasal dari kata
“Birun” dalam bahasa Persia yang berarti “pinggiran kota”, sesuai dengan tanah kelahirannya
yang terletak di pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm.[5]
            Bahasa ibu al-Biruni adalah bahasa Persia, demikian juga kebudayaan masyarakat
kampung halamannya menginduk pada kebudayaan Persia.  Selain bahasa Persia, al-Biruni juga
menguasai banyak bahasa lain, yaitu Arab, Iberia, Suryani, Sansekerta, dan Yunani.[6]
            Selama tinggal di kampung halaman, al-Biruni sempat belajar astronomi dan matematika
dari Abu Nashr Manshur.  Beliau adalah seorang ilmuwan yang merupakan keturunan berdarah
biru di wilayah Khwarizmi.  Guru sekaligus partner al-Biruni ini dikenal sebagai ilmuwan yang
banyak mengeksplorasi karya-karya ilmuwan Yunani, seperti Ptolemeus dan Menelaus.  Salah
satu hasil pencapaian terbesarnya di bidang trigonometri adalah persamaan yang disebut sebagai
Hukum Sinus (The Sine Law).[7]
            Al-Biruni hidup semasa dengan ilmuwan Muslim lainnya yang cukup kontroversial, yaitu
Abu Ali al-Husin bin Abdullah bin Sina, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Ibnu Sina. 
Selain memiliki hubungan yang cukup akrab, keduanya juga terlibat dalam perdebatan seru
melalui korespondensi.[8]
            Akhir abad kesepuluh dan awal abad kesebelas Masehi adalah masa-masa yang penuh
pergolakan di wilayah Khwarizmi.  Pada saat itu, Khwarizmi adalah bagian dari sebuah negara
yang pusat pemerintahannya berada di Bukhara.  Ada beberapa kerajaan lain yang berdiri di
sekitarnya dan salah satunya adalah dinasti Ghaznawi yang berpusat di Ghaznah, Afghanistan.
            Pada usia dua puluh tahun, al-Biruni pergi ke negeri Jurjan dan bekerja pada Pangeran
Syamsul Ma’ali Qabus bin Wasykamir.  Pada kesempatan ini, al-Biruni sempat berkenalan
dengan para ilmuwan besar yang bekerja di istana tersebut, salah satunya adalah Ibnu Sina.  Di
Istana Jurjan ini pula al-Biruni mulai menulis buku.
            Sekitar tahun 400 H (1010 M), al-Biruni kembali ke Khwarizm dan bekerja pada
penguasa Khwarizm pada saat itu, yaitu Abu Abbas al-Ma’mun atau yang biasa disebut sebagai
Khwarizmsyah.  Al-Biruni diberi keleluasaan untuk melakukan penelitian, sementara keadaan
politik di Khwarizmi tetap penuh gejolak.  Pada akhirnya, Khwarizmsyah terbunuh dan
Khwarizmi diambil alih oleh Dinasti Ghaznawiyyah dengan rajanya Mahmud bin Sabkatkin atau
Mahmud al-Ghaznawi.
            Karena kecerdasannya, Mahmud al-Ghaznawi membiarkan al-Biruni hidup.  Al-Biruni
kemudian diajak ikut serta dalam ekspedisi penaklukan di India.  Di India, Al-Biruni pun segera
menyibukkan diri dengan meneliti corak kehidupan masyarakat di sana.  Karya al-Biruni tentang
India adalah salah satu masterpiece yang dikenang sepanjang masa.
            Setelah tinggal cukup lama di India, al-Biruni pergi ke Ghaznah dan terus memelihara
hubungan baik dengan pihak istana.  Al-Biruni melakukan penelitian dan terus menulis hingga
akhir hayatnya.  Sepanjang hidup, al-Biruni telah menulis tidak kurang dari 146 buku (sebagian
ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku) yang terdiri dari 35 buku
tentang astronomi, 4 buku tentang astrolab, 23 buku tentang astrologi, 9 buku tentang geografi,
10 buku tentang geodesi dan teori perpetaan, 15 buku tentang matematika, 2 buku tentang
mekanika, 2 buku tentang obat-obatan dan farmakologi, 1 buku tentang meteorologi, 2 buku
tentang mineralogi, 4 buku tentang sejarah, 2 buku tentang India, 3 buku tentang agama dan
filsafat, dan masih banyak lagi.  Dari sekian banyak, hanya 22 yang diketahui keberadaannya
sekarang, dan 13 saja yang pernah dipublikasikan.[9]
            Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa al-Biruni wafat pada tahun 440 H (1048 M),
kecuali sebagian yang berpendapat bahwa ia hidup hingga tahun 442 H (1050 M).  Al-Biruni
dikenang baik oleh dunia Islam maupun dunia Barat dan mendapatkan banyak penghargaan
dalam berbagai bentuk meskipun ia telah lama wafat.

Astronomi
            Al-Biruni adalah orang pertama yang melakukan eksperimen untuk memahami fenomena
astronomis.  Di Khurasan ia mengamati dan menjelaskan secara rinci  peristiwa gerhana matahari
dan gerhana bulan, sekaligus memberikan posisi bintang-bintang secara akurat pada saat gerhana
bulan.
            Penemuan-penemuannya di bidang astronomi dimuat dalam salah satu karya terbesarnya,
yaitu kitab Al-Qanun Al-Mas’udi Fii Al-Hai’ah wa An-Nujum (didedikasikan pada Mas’ud, putra
Mahmud al-Ghaznawi) yang dikenal dalam bahasa latin sebagai Canon Mas’udicus.  Dalam
buku ini, al-Biruni membuat tabel astronomi sekaligus mengkritisi tabel-tabel astronomi yang
dibuat oleh para ilmuwan pendahulunya.  Buku ini juga memperkenalkan teknik perhitungan
matematis untuk menganalisa percepatan gerak planet, sekaligus menegaskan bahwa jarak antara
Bumi dan Matahari lebih besar daripada yang dikemukakan oleh Ptolemeus.[10] 
Kitab Al-Qanun Al-Mas’udi pertama kali dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Mas’ud
al-Ghaznawi yang begitu tertarik pada sains dan mempertanyakan sebab terjadinya perbedaan
panjang siang dan malam di berbagai tempat di dunia.  Sebagai ucapan terima kasih atas
pembuatan kitab yang tebalnya nyaris 1500 halaman itu, Mas’ud memberikan koin perak
sebanyak muatan seekor gajah.  Al-Biruni menolak pemberian tersebut dan memberikannya
kepada Baitul Maal serta meyakinkan Mas’ud bahwa ia bisa hidup tanpa kekayaan tersebut.[11]
            Al-Biruni memperkenalkan metode observasi astronomi baru yang disebut sebagai
‘observasi tiga titik’.  Sebelum era al-Biruni para astronom menggunakan metode Hipparchus
yang relatif tidak akurat, yaitu menggunakan interval musim untuk memperhitungkan berbagai
parameter yang berkaitan dengan matahari.  Metode perhitungan dengan observasi tiga titik ala
al-Biruni adalah kontribusi yang sangat penting dan masih digunakan enam abad setelahnya oleh
para astronom, antara lain Taqiyyuddin ad-Dimasyqi, Tycho Brahe dan Nicolaus Copernicus.
[12]
            Selain menyumbang berbagai metode perhitungan dalam bidang astronomi, al-Biruni
juga menciptakan berbagai instrumen.  Ia merumuskan pembuatan astrolab dan planisfernya
sendiri, juga merancang sextant yang pertama.  Al-Biruni juga menciptakan hodometer
sederhana, dan kalender lunisolar mekanik pertama yang merupakan contoh awal dari mesin
pemroses data.  Dengan berbagai peralatan dan metode yang diciptakannya sendiri, al-Biruni
dapat menentukan kiblat dari tempat mana pun di muka bumi dan menentukan waktu shalat
secara tepat.
            Ide dan penjelasan mengenai ‘tabung observasi’ telah ditemukan dalam sebuah karya al-
Biruni.  Meskipun tabung observasi sederhana ini tidak menggunakan lensa, namun
memungkinkan pengamat untuk memfokuskan pengamatan pada sebuah bagian langit dengan
menyingkirkan gangguan-gangguan cahaya.  Tabung observasi ini kemudian diadopsi oleh para
ilmuwan setelahnya dan mempengaruhi perkembangan teleskop modern.
            Al-Biruni banyak membaktikan waktunya untuk mengamati matahari, pergerakannya,
dan fenomena gerhana.  Ia juga salah seorang ilmuwan pertama yang berpendapat bahwa Bumi
berotasi terhadap sumbunya dan terlibat dalam berbagai diskusi mengenai teori heliosentris.
            Al-Biruni secara tegas menarik garis pembatas antara astronomi dan astrologi.  Ia adalah
astronom yang secara tegas menolak astrologi karena metode yang digunakan lebih berdasarkan
asumsi belaka dan juga karena pandangan-pandangan astrologi yang bertentangan dengan ajaran
Islam.[13]

Ilmu-Ilmu Kebumian
            Al-Biruni memberikan banyak kontribusi dalam ilmu-ilmu kebumian.  Karena jasa-
jasanya di bidang perpetaan, ia dinobatkan sebagai Bapak Geodesi.  Ia juga memberikan
kontribusi yang sangat banyak dalam bidang ilmu kartografi, geografi, geologi dan mineralogi. 
Pada usia 22 tahun, al-Biruni telah menulis berbagai karya ilmiah, termasuk sebuah penelitian
mengenai proyeksi peta atau kartografi, yang di dalamnya tercakup sebuah metode
memroyeksikan sebuah hemisfer ke sebuah bidang datar.[14]  Al-Biruni adalah salah satu
ilmuwan pertama yang menemukan metode untuk menentukan garis lintang dan bujur secara
akurat.[15]
            Pada usia 17 tahun, al-Biruni menghitung ketinggian kota Kath di Khwarazm.  Ia juga
memecahkan persamaan geodesi yang rumit untuk menghitung diameter Bumi.  Hasil
perhitungannya (yaitu 6.339,9 km) hanya meleset 16,8 km dari hasil perhitungan modern, yaitu
6.356,7 km.  Sementara para pendahulunya menghitung diameter Bumi dengan mengamati
matahari secara terus-menerus dari dua lokasi yang berbeda, al-Biruni mengembangkan metode
baru dengan perhitungan-perhitungan trigonometri berdasarkan sudut antara suatu tempat di
dataran rendah dengan puncak gunung yang menghasilkan perhitungan yang lebih akurat dan
memungkinkan untuk dihitung oleh seorang pengamat dari satu lokasi saja.[16]
            Al-Biruni dikenal sebagai ilmuwan yang paling ahli dalam soal memetakan kota-kota dan
mengukur jarak di antaranya.  Buku Al-Qanun Al-Mas’udi-nya mencantumkan koordinat lebih
dari enam ratus tempat di dunia.  Ia seringkali memadukan hasil pengamatan astronomi dengan
perhitungan matematis dalam mengembangkan metode-metode untuk menentukan lokasi secara
akurat.  Teknik-teknik yang serupa juga digunakannya untuk mengukur ketinggian gunung,
kedalaman lembah, dan luas horison.
            Dalam bidang geologi, al-Biruni memberikan banyak sumbangan dalam menentukan
masa lalu sebuah negeri.  Dengan mengamati bebatuan di India, ia berkesimpulan bahwa dataran
India dulunya adalah lautan yang kemudian menjadi dangkal oleh endapan.[17]  Ia juga
menjelaskan bagaimana jazirah Arab dahulunya pernah tenggelam di bawah laut dengan
mengamati bekas-bekasnya pada batu dan karang.
            Dalam bidang pertambangan, al-Biruni menggagas dasar-dasar ilmiah bagi serta cara
menambang dalam bukunya Al-Jamaahir fii Ma’rifat Al-Jawaahir.  Buku ini menjelaskan
berbagai macam logam, tempat-tempat asalnya, cara mengeluarkannya dari tambang, campuran
dan jenis kotoran yang ada padanya, dan berbagai manfaatnya.[18]  Al-Biruni melakukan ratusan
eksperimen untuk menghasilkan pengukuran yang terdokumentasikan dengan baik dalam
berbagai bahasa.  Perhitungan berat mineral yang dilakukannya akurat hingga tiga angka
desimal, dan nyaris sama akuratnya seperti pengukuran modern untuk jenis-jenis mineral yang
sama.[19]
           
Fisika dan Matematika
            Al-Biruni sejak dulu telah merumuskan gravitasi sebagai gaya yang menarik segala
benda ke arah pusat bumi.[20]  Ia adalah ilmuwan pertama yang melakukan eksperimen dalam
bidang statika dan dinamika, khususnya dalam menentukan berat spesifik.  Melalui
eksperimennya, al-Biruni berhasil menunjukkan perbedaan berat antara air tawar dan air laut,
dan antara air panas dan air dingin.
            Bersama Ibnu al-Haitsam, al-Biruni adalah ilmuwan pertama yang menyadari bahwa
kecepatan cahaya dapat diukur.  Ia juga yang pertama sekali menyatakan bahwa kecepatan
cahaya jauh lebih cepat daripada kecepatan suara.  Al-Biruni menyanggah pendapat Galenus
yang mengatakan bahwa cahaya bersumber dari mata ke objek benda yang dilihat dan bukan
sebaliknya.
            Al-Biruni memberikan sumbangan yang sangat besar dalam disiplin ilmu matematika,
terutama dalam bidang aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, dan aritmetika.  Dalam bidang
aljabar, al-Biruni meneruskan pekerjaan al-Khawarizmi dan memberikan banyak tambahan. 
Dalam bidang geometri, al-Biruni adalah pelopor dalam merumuskan metode untuk
menggambar pada permukaan bola, juga menghitung diameter bumi dengan rumus-rumus
matematika.[21]  Sebagaimana Abu Nashr Manshur, al-Biruni juga mahir dalam menggunakan
rumus-rumus trigonometri.  Al-Biruni-lah yang pertama kali memperkenalkan konsep tangen
dan kotangen.[22]  Al-Biruni juga menggunakan prinsip-prinsip geometri untuk membuktikan
rumus kalkulus yang ditemukan oleh Tsabit bin Qurah.  Penemuan ini di kemudian hari diklaim
sebagai temuan Isaac Newton oleh dunia Barat.  Selain itu, al-Biruni menulis beberapa buku
tentang aritmetika.  Ia juga memaparkan sejarah angka India dan perpindahannya ke Arab serta
pengembangannya kemudian.[23]

Kimia, Biologi dan Farmakologi


            Bersama al-Kindi dan Ibnu Sina, al-Biruni adalah salah satu ahli kimia pertama yang
menolak teori transmutasi logam sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ilmuwan pada masa
tersebut.  Al-Biruni juga menyusun kitab yang merupakan ensiklopedi farmakologi yang
merupakan gabungan dari seni pengobatan Islam dengan seni pengobatan India.  Dalam
bukunya, al-Biruni memaparkan penggunaan berbagai jenis tanaman, termasuk berbagai jenis
jamur, untuk keperluan pengobatan.[24]
            Al-Biruni juga termasuk ilmuwan yang paling awal dalam mengamati fenomena-
fenomena ‘menyimpang’ pada tumbuhan, hewan dan manusia, termasuk fenomena kembar
siam.  Ia juga mengamati fenomena perkawinan pada beberapa jenis bunga.[25]
            Pada tahun 1051 M, Al-Biruni menulis sebuah kitab berjudul Kitab As-Saydalah (The
Book of Drugs).  Kitab ini adalah salah satu karya ilmuwan Muslim paling berharga di bidang
farmakologi.  Dalam buku ini ia memberikan penjelasan mendetil tentang kandungan obat-
obatan dan menggarisbawahi peranan farmasi dan tugas-tugas seorang ahli farmasi.[26]

Ilmu-Ilmu Sosial dan Sastra


            Di masa mudanya, yaitu ketika masih tinggal di Istana Jurjan, al-Biruni telah meneliti dan
memperbandingkan banyak aspek dalam kehidupan berbagai bangsa.  Ia merangkum perbedaan
sistem kalender dan hari raya bagi berbagai bangsa di dunia dalam bukunya yang berjudul Al-
Atsar Al-Baqiyah min Al-Qurun Al-Khaliyah. 
‘Antropolog pertama’ adalah gelar yang diberikan kepada al-Biruni, terutama berkat
penelitiannya yang komprehensif terhadap seluk-beluk kehidupan masyarakat India.  Ia sempat
lama tinggal di India, dan waktu itu dimanfaatkannya dengan menuliskan catatan yang lengkap
tentang negeri itu, termasuk sejarah politik dan militer, budaya, corak sosial, keagamaan, filsafat,
sastra, adat istiadat, dan tradisinya.  Hasil penelitian ini dirangkum dalam masterpiece-nya yang
berjudul Tahqiq maa lii al-Hindi min Maqulah Maqbulah fi Al-‘Aqli aw Mardzawilah.  Karena
penelitiannya yang sangat mendalam terhadap kehidupan masyarakat India, seperti sudah
disebutkan di awal tulisan ini, ia pun dijuluki sebagai ahli Indologi yang pertama di dunia.
Buku al-Biruni tentang India menjadi rujukan para ahli hingga berabad-abad setelah masanya. 
Sebagai cabang ilmu, Indologi sendiri baru banyak ditekuni pada abad 18 Masehi, atau tujuh
abad setelah era al-Biruni.[27]

Agama dan Pemikiran


            Selain sebagai ilmuwan, al-Biruni juga dikenal sebagai ahli agama.  Ia memahami filsafat
Yunani dan filsafat India, sekaligus juga memberikan berbagai kritik terhadapnya.  Al-Biruni
terlibat dalam perdebatan yang hangat dengan Ibnu Sina mengenai pemikiran filsafat dan sufi. 
Al-Biruni adalah pengikut aliran Asy’ariyah dan kerap terlibat dalam perdebatan dengan aliran
Mu’tazilah.  Karena keseriusannya dalam mempelajari agama-agama, al-Biruni pun dianggap
sebagai pelopor yang mengilhami kelahiran ilmu perbandingan agama sebagaimana yang dikenal
kini.[28]
            Al-Biruni juga tidak memisahkan antara agama dan sains.  Baginya, mempelajari
fenomena-fenomena alam adalah sebuah kewajaran bagi manusia dalam usahanya memahami
kebesaran Allah SWT.  Berbagai penemuan di bidang sains semakin membuatnya yakin bahwa
ada Sumber Kekuatan yang Maha Besar yang mengatur alam semesta ini sehingga tercapai
keteraturan yang sedemikian rupa.  Menurutnya, Al-Qur’an tidak pernah bertentangan dengan
sains.  Indera pendengaran dan penglihatan dianggapnya sebagai modal terpenting karena
keduanya adalah alat bantu yang memungkinkan manusia untuk mengamati tanda-tanda
kekuasaan Allah SWT.[29]
            Karena keyakinannya terhadap ajaran Islam, al-Biruni senantiasa menolak segala asumsi
yang lahir dari khayalan.  Dengan alasan tersebut ia menolak ilmu astrologi dan filsafat India
yang menurutnya lebih condong kepada ilmu kira-kira belaka.  Dalam segala hal, al-Biruni
menghendaki dasar pemikiran yang logis dan dapat dibuktikan secara empiris.
            Hasil dari pemikiran semacam ini adalah metode ilmiah yang selalu dipergunakan al-
Biruni dalam setiap penelitiannya.  Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam
bidang mekanika, astronomi, bahkan psikologi.  Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari
eksperimen dan bukan sebaliknya.
            Al-Biruni juga menekankan pentingnya melakukan eksperimen secara berulang-ulang. 
Hal itu dianggap perlu untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi akibat kesalahan sistematis
atau acak, misalnya kesalahan akibat penggunaan instrumen-instrumen kecil atau human error. 
Jika sebuah alat menghasilkan kesalahan acak karena adanya cacat maka eksperimen harus
diulang beberapa kali dan kemudian dianalisa secara kualitatif sehingga menghasilkan penilaian
yang tepat.  Metode yang digunakan al-Biruni dalam eksperimen-eksperimennya nyaris tak
berbeda dengan metode penelitian yang digunakan dewasa ini.[30]
            Dalam segala hal, al-Biruni memandang penting sikap objektif dan melepaskan diri dari
hawa nafsu yang dapat melalaikan manusia dari mendapatkan pemahaman yang benar.  Dalam
kitab Al-Atsar Al-Baqiyah min Al-Qurun Al-Khaliyah, ia berpesan dalam kata pengantarnya,
“Kita mesti membersihkan jiwa kita dari semua sebab-sebab yang membutakan manusia
terhadap kebenaran – kebiasaan lama, semangat berkelompok, persaingan pribadi atau nafsu
(dan) keinginan untuk mempengaruhi.”[31]
            Meski menyibukkan diri dengan mempelajari berbagai bidang keilmuan dengan serius,
al-Biruni juga dikenal karena sifat humorisnya yang seringkali mengejutkan, namun
digunakannya secara efektif.  Salah satu contohnya adalah kata-kata yang ia gunakan untuk
memperkenalkan metodenya dalam menghitung diameter Bumi, “Inilah metode lainnya untuk
menentukan diameter Bumi.  Metode ini tidak mengharuskan kita untuk berjalan menembus
padang-padang pasir.”[32]

Penghargaan
            Segudang prestasi yang telah ditorehkan oleh al-Biruni menjadikannya pantas untuk
menyandang gelar sebagai ilmuwan Muslim terbesar sepanjang masa.  Bahkan sebagian ahli di
Barat sepakat untuk menyebut al-Biruni sebagai ilmuwan terbesar yang pernah ada dalam sejarah
dunia.  Penghargaan diberikan bukan saja karena penelitian-penelitiannya yang sangat cermat
dan akurat, namun juga karena penguasaannya yang sangat mendalam terhadap berbagai disiplin
ilmu secara komprehensif dan fakta bahwa al-Biruni telah meletakkan dasar bagi metode
penelitian ilmiah yang tetap digunakan hingga lebih dari seribu tahun setelah masa
kehidupannya.
            Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains.  Karya-karya
peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin ilmu sekaligus.  Kitab
At-Tafhim li Awa’il Shina’ah At-Tanjim, misalnya, dianggap sebagai karya yang mumpuni di
bidang astronomi[33] sekaligus juga sebagai karya besar yang paling terdahulu mengenai ilmu-
ilmu matematika.[34]
            Selain mendapat pujian dari umat Islam, al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang
tinggi oleh bangsa-bangsa Barat.  Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan
para ahli Indologi yang berada ratusan tahun di depannya.  Baik ulama maupun orientalis sama-
sama memujinya.  Dan meskipun dipuji sebagai ahli perbandingan agama yang sangat objektif
oleh Montgomery Watt dan Arthur Jeffery, al-Biruni tak pernah menggadaikan keimannya. 
George Sarton dalam bukunya yang berjudul Introduction to the History of Science menyebut
masa kehidupan al-Biruni sebagai ‘era al-Biruni’ (The Time of Al-Biruni), sekedar untuk
menunjukkan betapa besar dominasi al-Biruni dalam khazanah keilmuan dunia pada masa itu.
            Sudah tak terhitung banyaknya buku dan artikel yang didedikasikan untuk ilmuwan besar
yang satu ini.  Akbar S. Ahmed menulis Al-Beruni : The First Anthropologist pada tahun 1984. 
Pendapat al-Biruni mengenai perbedaan astronomi dan astrologi dibahas secara khusus oleh S.
Pines dalam The Semantic Distinction between the Terms Astronomy and Astrology According to
Al-Biruni.  Rafik Berjak dan Muzaffar Iqbal membahas korespondensi antara al-Biruni dan Ibnu
Sina dalam artikel Ibn Sina – Al-Biruni Correspondence yang dimuat dalam beberapa edisi di
majalah Islam & Science.  Kedalaman pengetahuan al-Biruni tentang sejarah politik India
dibahas oleh M.S. Khan dalam Al-Biruni and the Political History of India.  William
Montgomery Watt membahas secara khusus kepeloporan al-Biruni dalam ilmu perbandingan
agama dalam artikelnya yang berjudul Biruni and the Study of Non-Islamic Religions.  Secara
umum nama al-Biruni tak pernah bisa ditinggalkan dalam pembahasan mengenai sains dalam
peradaban Islam.
            Untuk mengenang al-Biruni, para ilmuwan astronomi memiliki caranya sendiri yang
sangat unik.  Pada tahun 1970, International Astronomical Union  (IAU) menyematkan nama al-
Biruni kepada salah satu kawah di bulan.[35]  Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu
diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater).

[1] Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun, Bogor Studi Pendidikan dan
Pemikiran Islam, lulusan Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB)
[2] Mehmet Aydin,  Muslim Contributions to Philosophy – Ibn Sina, Farabi, Beyruni,
http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=473
[3] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[4] Ibid.
[5] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, (Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, 2007), hlm. 248-249.
[6] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[7] Abu Nasr Mansur, http://en.wikipedia.org/wiki/Abu_Nasr_Mansur
[8] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka, hlm. 249.
[9] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[10] Ibid.
[11] FSTC Limited, Al Biruni, http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=690
[12] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya : Risalah Gusti,
1996), hlm. 233.
[16] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[17] Ibid.
[18] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka, hlm. 256.
[19] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[20] Ibid.
[21] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka, hlm. 253.
[22] Mahbub Ghani, Sine, Cosine and the Measurement of the Earth,
http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=662
[23] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka, hlm. 254.
[24] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[25] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka, hlm. 260.
[26] FSTC Limited, Pharmacology in the Making,  http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?
ArticleID=226
[27] Indology, http://en.wikipedia.org/wiki/Indology
[28] Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas
(Bandung : Mizan, 2003), hlm. 344.
[29] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[30] Abu Rayhan al-Biruni, http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Biruni
[31] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam, hlm. 225.
[32] Mahbub Ghani, Sine, Cosine and the Measurement of the Earth,
http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=662
[33] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka, hlm. 257.
[34] Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, hlm. 250.
[35] FSTC Limited, Illustrious Names in the Heavens : Arabic and Islamic Names of the Moon Craters,
http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=815
`�<<i�3�-
mso-element:footnote' id=ftn8>

[8]  Smith, Huston, Beyond The Post-Modern Mind, 5.


[9]  Ibid, 4.
[10] David Harvey, The Condition of Postmodernity, Cambridge, Blackwell, 1991, 12-3.
[11] James E.Crimmins, (ed) Religions, Secularizatin dan Political Thought, London, Routledge,
1990, 7.
[12] Alain Finkielkraut, The Defeat of The Mind,  (trans. by Judith Friedlander, New York
Columbia University Press, 1995, 18. 
[13]  Ibid, 19.
[14] Hugh J.Silverman, “The Philosophy of Postmodernism”, 5.
[15] Untuk diskusi yang lebih detail mengenai hal ini lihat Nancy Love, Marx, Nietzsche, and
Modernity, New York,  Columbia University Press, 1986, khususnya bab satu, 1-7 dan empat,
113-134. 
[16] Gianni Vattimo, The End of Modernity, 167.
 [17]Nietzsche, F, Will To Power, 8-9.
[18] Gianni Vattimo, The End of Modernity, 19.
[19] Jon R.Snyder, (trans.) in Gianni Vattimo, The End of Modernity, , xi.
[20] Nietzsche, Friedrich, Twilight of the Idol, trans. R.J. Hollingdale (Harmondsworth: Penguin,
1968), 41. Dalam Will To Power, dia mengatakan, “Truth is the kind  of error”, lihat Nietzsche,
Friedrich, The Will To Power, 493.
[21] Jon R.Snyder, in Gianni Vattimo, The End of Modernity, xii.
[22] Ibid, xiii.
[23] Pernyataan aslinya adalah sbb: everything is text, that the basic material of text, societies and
almost anything is meaning, that meaning are there to be decoded or ‘deconstructed’, that the
notion of objective reality is suspect. Lihat Ernest Gellner, Postmodernism, Reason and Religion,
23.
[24] Fuerbach, Ludwig, The Essence of Christianity, terjemahan George Eliot, New York:Harper
and Row, 1957, xii, xli.
[25] Karl Marx, Early Writing, Quinton Hoare, ed.; Gregor Benton and Rodney Livingston, trs.
New York: Random House, 1975, 1:378.
[26] Sebagaimana dikutip oleh Nancy S.Love, dalam Nancy S.Love, Marx, Nietzsche, and
Modernity, 124.
[27] Huston Smith, Beyond The Post-Modern Mind, 8
[28] Akbar S.Ahmed, Postmodernisme and Islam, 27.
[29] P. Rabinow, Harmonsworth, ed. “The Foucoult Reader”, Penguin, 1984, seperti dikutip oleh
David Owen, dalam Maturity and Modernity, London, Routledge,  1994, 200.
[30] Nietzsche, Friedrich, Beyond Good and Evil, trans. by R.J.Hollingdale, London, Penguin
Classic, 1972, 62.
[31] Nietzche, Friedrich, The Will To Power, 86-87.
[32] Cuplikan pernyataannya adalah sbb:“The Christian way of life is no more a fantasy than the
Buddhist way of life: it is a means to being happy“ Ibid, 98.
[33] Pernyatannya penuh sbb: “Christianity is still possible at any time”, but it does not necessarily
rely on dogma, require neither the doctrine of personal God nor that of immortality, nor that of
redemption, nor that of faith and it has absolutely no need of metaphysics. Ibid, 124-125.
[34] John D.Caputo, “Heidegger and Theology”, dalam Charles B.Guignon ed. The Cambridge
Companion to Heiddeger, (Cambridge, Cambridge University Press, 1993), 285
[35] Engelmann, Paul, “Letter from Ludwig Wittgenstein with a Memoir”, ed. B.F.McGuinness,
diterjemahkan oleh Lfurtmuller, Oxford, Blackwell, 77. Cf. Norman Malcolm, Wittgenstein: A
Religious Point of View, ed. Peter Winch,  Ithaca, Cornell University Press, 1994, 9.
[36] L.Wittgenstein,  “Notebooks 1914-1916” , edisi ke 2, ed. G.H.von Wright and G.E.
M.Anscombe, diterjemahkan oleh G.E. M.Anscombe, Oxford, Blackwell, 1979, 74,  dikutip
dalam Norman Malcolm, Wittgenstein: A Religious Point of View, 10.
[37] L. Wittgenstein, Lecture and Conversation on Aesthetics, Psychology and Religious Belief, ed.
C.Barret, (Oxford, Blackwell, 1966), 56.
[38] Norman Malcolm, Wittgenstein: A Religious Point of View, 11.
[39] Wittgenstein’s Vermischte Bemerkungen, 85-6, dikutip dari Norman Malcolm, Wittgenstein: A Religious Point
of View, 19
[40] Rush Rhees (ed) “Ludwig Wittgenstein’s Personal Collections”, 129,  dikutip dari  by Norman Malcolm,
Wittgenstein: A Religious Point of View, 20.
[41] Louis Dupre, “Truth in Religion and Truth of Religion” dalam Daniel Guerriere (ed),
Phenomenology of the Truth Proper to Religion, New York, SUNY, 1990, 19, 28.
[42] Nietzsche, Will to Power, 249-255.
[43] Martin Heidegger, “On The Essence of Truth” diterjemahkan oleh John Sallis, dalam Basic
Writings, ed.David F.Krell (New York: Harper & Row, 1976) 129-33. Juga lihat dalam Magda
King, Heidegger’s Philosophy, New York, The Macmillan Company, 1964, 148-49. Cf. Ernst
Tugendhat, “Heiddeger’s Idea of Truth”, dalam Christopher Macann (ed), Martin Heidegger,
vol.III:Language, London, Routledge, , 1992, 80.
[44] Huston Smith, Beyond The Post-modern Mind, 233.
[45]  David Harvey, The Condition of Postmodernity, 41.

http://irwanmalik.blogspot.co.id/2013/04/al-biruni-ilmuwan-muslim-yang-dikenang.html

Sosok Al-Biruni

Al-Biruni (juga dikenal di dunia Barat dengan sebutan Aliboron) adalah salah satu ilmuwan
terbesar dalam sejarah Islam. Sebagian ahli bahkan tak ragu menyebutnya sebagai ilmuwan
terbesar yang pernah ada. Namanya dikenal luas jauh melampaui jamannya, baik di dunia Islam
maupun Barat. Sejarawan sains sekelas George Sarton menyebut abad ke sebelas Masehi sebagai
era Al-Biruni.[1]

Bidang keahlian al-Biruni meliputi fisika, antropologi, geografi, geodesi, geologi, matematika,
farmasi, filosofi dan ia juga seorang guru agama. Ia dikenal sebagai kritikus ilmu kimia dan
astrologi, penyususn ensiklopedi, penjelajah, dan seorang ulama pengikut aliran Asy’ariyah. [2]

Ia adalah sarjana Muslim pertama yang secara khusus mempelajari seluk-beluk tradisi dan
kehidupan bangsa India sehingga dinobatkan sebagai Bapak Indologi. Al-Biruni juga dikenal
sebagai Bapak Geodesi  dan antropolog pertama di dunia. Dalam bidang metode eksprimen
Ilmiah, ia adalah salah satu pelopor yang menerapkan metode  tersebut dalam ilmu mekanika.
Dialah orang yang pertama menggunakan berbagai eksprimen  yang berhubungan dengan
dengan fenomena astronomis, dan juga seorang pelopor dalam bidang psikologi eksprimental.[3]
Perjalanan Hidup

Nama lengkapnya adalah Abu al-Raihan  Muhammad bin Ahmad al-Khawarizmi al-Biruni. Ia
lahir di Khwarizm, Asia tengah, pada tahun 362 H (973 M). Tempat kelahirannya kini berada  di
wilayah Uzbekistan, tepatnya di kota Khiva. Nama “Al-Biruni” berasal dari kata “Birun” dalam
bahasa Persia yang berarti “pinggiran kota”, sesuai dengan tanah kelahirannya yang terletak di
pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm.[4]

Bahasa ibu Al-Biruni adalah bahasa Persia, demikian juga kebudayaan masyarakat kampung
halamannya menginduk pada kebudayaan Persia. Selain bahasa Persia, Al-Biruni juga menguasai
bahasa lain , yaitu Arab, Iberia, Suryani, Sanskerta, dan Yunani. [5]

Selama tinggal di kampung halaman, Al-Biruni sempat belajar astronomi  dan matematika dari
Abu Nashr Manshur. Beliau adalah seorang ilmuwan  yang merupakan keturunan berdarah biru
di wilayah Khwarizmi. Guru sekaligus partner Al-Biruni ini  dikenal sebagai ilmuwan yang
banyak mengeksplorasi karya-karya ilmuwan Yunani, seperti Ptolomeus dan Menelaus. Salah
satu hasil pencapaian terbesarnya di bidang trigonometri adalah persamaan  yang disebut sebagai
Hukum Sinus (The Sine Law).[6]

Al-Biruni hidup semasa dengan ilmuwan muslim lainnya yang cukup kontroversial, yaitu Abu
Ali al-Husin bin Abdullah bin Sina, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Ibnu Sina. Selain
memiliki hubungan yang cukup akrab, keduanya juga terlibat dalam perdebatan seru melalui
korespondensi.[7]

Akhir abad kesepuluh dan awal abad ke sebelas Masehi adalah masa-masa yang penuh dengan
pergolakan di wilayah Khwarizmi. Pada saat itu, Khwarizmi adalah bagian dari sebuah negara
yang pusat pemerintahannya berada di Bukhara. Ada beberapa kerajaan lain yang berdiri di
sekitarnya dan salah satunya adalah dinasti Ghaznawi yang berpusat di Ghaznah, Afghanistan.

Pada usia dua puluh tahun, al-Biruni pergi ke negeri Jurjan dan bekerja pada Pangeran Syamsul
Ma’ali Qabus bin Wasykamir. Pada kesempatan ini, al-Biruni sempat berkenalan dengan para
ilmuwan besar yang bekerja di istana tersebut, salah satunya adalah Ibnu Sina. Di istana Jurjan
ini pula al-Biruni  mulai menulis buku. Sekitar tahun 400 H (1010 M), al-Biruni  kembali ke
Khwarizmm dan bekerja pada penguasa  Khwarizm pada saat itu, yaitu Abu Abbas al-Ma’mun 
ayau yang biasa disebut sebagai Khwarizmsyah. Al-biruni diberi keleluasaan untuk melakukan
penelitian, sementara keadaan politik di Khwarizmi tetap penuh gejolak. Pada akhirnya
Khwarizmsyah terbunuh dan Khwarizmi diambil alih oleh Dinasti Ghaznawiyyah dengan
rajanya Mahmud bin Sabkatkin atau Mahmud al-Ghaznawi.

Karena kecerdasannya, Mahmud al-Ghaznawi membiarkan al-Biruni hidup kemudian diajak ikur
serta dalam ekspedisi penaklukan  di India. Di India, Al-Biruni pun segera  menyibukkan diri
dengan meneliti corak kehidupan masyarakat di sana. Karya Al-Biruni tentang India adalah salah
satu masterpiece yang dikenang sepanjang masa.

Setelah tinggal cukup lama di India al-Biruni pergi ke Ghaznah dan terus memelihara hubungan
baik dengan pihak istana. Al-Biruni melakukan penelitian dan terus menulis hingga akhir
hayatnya. Sepanjang hidup, al-Biruni  telah menulis tidak kurang dari  146 buku (sebagian ahli
bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku) yang terdiri dari 35 buku tentang
astronomi, 4 buku tentang astrolab, 23 buku tentang astrologi, 9 buku tentang geografi, 10 bukun
tentang geodesi dan teori pemetaan, 15 buku tentang matematika, 2 buku tentang mekanika, 2
buku tentang obat-obatan dan farmakologi, 1 buku tentang meteorologi, 2 buku tentang
mineralogi, 4 buk tentang sejarah, 2 buku tentang india, 3 buku tentang agama dan filsafatdan
masih banyak lagi. Dari sekian banyak hanya 22 yang diketahui keberadaannya hingga sekarang,
dan 13 saja yang pernah dipublikasikan.[8]

Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa al-Biruni wafat pada tahun 440 H (1048 M), kecuali
sebagian  yang berpendapat  bahwa ia hidup hingga tahun 442 H (1050 M). Al-Biruni dikenang
baik oleh dunia Islam maupun dunia barat dan mendapatkan banyak penghargaan dalam berbagai
bentuk meskipun ia telah lama wafat.

Astronomi

Al-Biruni adalah orang pertama yang melakukan eksperimen untuk memahami fenomena
astronomis. Di Khurasan ia mengamati dan menjelaskan secara rinci peristiwa gerhana bulan,
sekaligus memberikan posisi bintang-bintang secara akurat pada saat gerhana bulan.

Penemuan-penemuannya di bidang astronomi dimuat dalam salah satu karya terbesarnya, yaitu
kitab Al-Qanaun al- Mas’udi fii al-Hai’ah wa al-Nujum (didedikasikan pada Mas’ud, putra
Mahmud al-Ghaznawi) yang dikenal dalam bahasa latin sebagai Canon Mas’udicus. Dalam buku
ini, al-Biruni membuat tabel astronomi sekaligus mengkritisi tabel astronomi yang dibuat oleh
para ilwuwan  pendahulunya. Buku ini juga memperkenalkan teknik perhitungan  matematis
untuk menganalisa  percepatan gerak planet, sekaligus menegaskan bahwa jarak antara bumi dan
matahari lebih besar daripada yang dikemukakan oleh Ptolemeus.[9]

Kitab Al-Qanun al-Mas’udi pertama kali dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Mas’ud
al-Ghaznawi yang begitu tertarik pada sains dan mempertanyakan sebab-sebab terjadinya
perbedaan siang dan malam di berbagai tempat di dunia. Sebagai ucapa terima kasih atas
pembuatan kitab yang tebalnya nyaris 1500 halaman itu, Ma’ud memberikan koin perak
sebanyak muatan seekor gajah. Al-Biruni menolak pemberian tersebut dan memberikannya
kepada bait al-maal serta meyakinkan  Mas’ud bahwa ia bisa hidup tanpa kekayaan tersebut.[10]

Al-Biruni memperkenalkan metode observasi astronomi baru yang disebut sebagai “observasi
tiga titik”. Sebelum era al-biruni para astronom  menggunakan metode Hipparchus yang relatif
tidak akurat, yaitu menggunakan  interval musim untuk memperhitungkan  berbagai parameter
yang berkaitan dengan matahari. Metode perhitungan dengan observasi tiga titik ala Al-Biruni 
adalah kontribusi yang sangat penting dan masih digunakan enam abad setelahnya oleh para
astronom, antara lain Taqiyuddin al-Dimasyqi, Tyco Brahe dan Nicolaus Copernicus.[11]

Selain menyumbang berbagai metode perhitungan dalam bidang astronomi, al-Biruni juga
menciptakan berbagai instrumen. Ia merumuskan pembuatan astrolab dan planisfernya sendiri,
juga merancang sextant yang pertama. Al-Biruni juga menciptakan  hodometer  sederhana, dan
kalemder lunisolar mekanik pertama yang  merupakan contoh awal dari  dari mesin pemroses
data. Dengan berbagai peralatan dan metode yang diciptakannya sendiri, al-Biruni dapat
menentukan kiblat  dari tempat manapun di muka bumi dan menentukan  waktu shalat secara
tepat.

Ide dan penjelasan mengenai ‘tabung observasi’ telah ditemukan dalam sebuah karya al-Biruni.
Meskipun tabung observasi sederhana ini tidak menggunakan lensa, namun memungkinkan 
pengamat untuk  memfokuskan pengamatan pada sebuah bagian langit dengan  menyingkirkan 
gangguan-gangguan cahaya. Tabung observasi ini kemudian diadopsi oleh para  ilmuwan
setelahnya dan mempengaruhi perkembangan teleskop modern.

Al-Biruni banyak membaktikan waktunya untuk mengamati matahari, pergerakannya, dan


fenomena gerhana. Ia juga salah seorang ilmuwan pertama  yang berpendapat bahwa bumi
berotasi  terhadap sumbunya dan terlibat dalam berbagai diskusi mengenai teori heliosentris.

Al-Biruni secara tegas menarik garis antara astronomi dan astrologi. Ia adalah astronom yang
secara tegas menolak astrologi karena metode yang digunakan lebih berdasarkan asumsi belaka
dan juga karena pandangan-pandangan astrologi yang bertentangan dengan ajaran Islam.[12]

Ilmu-Ilmu Kebumian

Al-Biruni memberikan banyak kontribusi dalam ilmu-ilmu kebumian. Karena jasa-jasanya di


bidang perpetaan, ia dinobatkan menjadi Bapak Geodesi. Ia juga memberikan kontribusi yang
sangat banyak  dalam bidang ilmu kartografi, geografi, geologi dan mineralogi. Pada usia 22
tahun, al-Biruni telah menulis berbagai karya ilmiah, termasuk sebuah penelitian  mengenai
proyeksi peta atau kartografi, yang di dalamnya tercakup sebuah metode memproyeksikan 
sebuah hemisfer ke sebuah bidang datar[13]. Al-Biruni adalah salah satu ilmuwan  pertama yang
menemukan metode untuk menentukan garis lintang dan bujur secara akurat.[14]

Pada usia 17 tahun, al-Biruni menghitung ketinggian kota Kath di Khwarizm. Ia juga
memecahkan  persamaan geodesi yang rumit untuk menghitung diameter bumi. Hasil
perhitungannya (yaitu 6.339.9 km) hanya meleset 16.8 km dari hasil perhitungan modern, yaitu
6.356, 7 km. Sementara para pendahulunya  menghitung diameter bumi dengan  mengamati
matahari secara terus menerus dari dua lokasi yang berbed, al-Biruni mengembangkan metode
baru dengan perhitungan trigonometri berdasarkan sudut antara suatu tempat di dataran rendah
dengan puncak gunung yang menghasilkan perhitungan yang lebih akurat dan memungkinkan
untuk dihitung oleh seorang pengamat dari satu lokasi saja. [15]

Al-Biruni terkenal sebagai ilmuwan yang paling ahli dalam soal memetakan kota-kota dan
mengukur jarak di antaranya. Buku Al-Qanun al-Mas’udi-nya mencantumkan koordinat lebih
dari enam ratus tempat di dunia. Ia seringkali memadukan hasil pengamatan astronomi dengan
perhtungan matematis dalam mengembangkan metode-metode untuk menentukan lokasi secara
akurat. Teknik-teknik serupa juga digunakannya untuk mengukur ketinggian gunung, kedalaman
lembah, dan luas horizon.

Dalam bidang geologi, Al-Biruni memberikan banyak sumbangan dalam menentukan  masa lalu
sebuah negeri. Dengan mengamati bebatuan India,  ia berkesimpulan bahwa dataran India
dulunya adalah lautan  yang emudian mendangkal oleh endapan[16]. Ia juga menjelaskan
bagaimana  jazirah Arab dahulunya pernah tenggelam  di bawah laut dengan mengamati bekas-
bekasnya pada batu dan karang.

Dalam bidang pertambangan, Al-Biruni menggagas dasar-dasar ilmiah bagi cara menambang
dalam bukunya Al-Jamaahir fii Ma’rifat al-Jawaahir. Buku ini menjelaskan berbagai logam
macam logam, tempat-tempat asalnya, cara mengeluarkannya dari tambang, campuran dan jenis
kotoran yang ada padanya dan berbagai manfaatnya[17]. Al-Biruni melakukan ratusan
eksprimen untuk menghasilkan pengukuran yang terdokumentasikan dengan baik dalam
berbagai bahasa. Perhitungan berat mineral yang dilakukannya  akurat hingga tiga angka desimal
, dan nyaris sama akuratnya seperti pengukuran modern untuk jenis-jenis mineral yang sama.[18]

Fisika dan Matematika

Al-Biruni sejak dulu telah merumuskan gravitasi sebagai gaya yang menarik segala benda ke
arah pusat bumi[19].  Ia adalah ilmuwan pertama yang melakukan eksperimen dalam bidang
statika dan dinamika, khususnya dalam menentukan berat spesifik. Melalui eksperimennya Al-
Biruni berhasil menunjuk kan perbedaan berat antara air tawar dan air laut, antara air panas dan
air dingin.

Bersama Ibn al-Haitsam, al-Biruni  adalah ilmuwan pertama yang  menyadari bahwa kecepatan
cahaya dapat diukur. Ia juga pertama kali menyatakan bahwa kecepatan cahaya jauh lebih cepat
daripada kecepatan suara. Al-Biruni menyanggah pendapat Galenus yang menyatakan bahwa
cahaya bersumber dari mata ke objek benda yang dilihat dan bukan sebaliknya.

Al-Biruni memberikan sumbangan yang sangat besar dalam disiplin ilmu matematika, terutama
dalam bidang aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus dan aritmetika. Dalam bidang aljabar al-
Biruni meneruskan pekerjaan al-Khwarizmidan memberikan banyak tambahan. Dalam bidang
geometri, al-Biruni adalah pelopor dalam merumuskan metode untuk menggambar pada
permukaan bila, juga menghitung diameter bumi dengan rumus-rumus matematika[20].
Sebagaimana Abu Nashr Manshur, al-Biruni juga mahir menggunakan rumus-rumus
trigonometri. Al-Biruni-lah yang pertama kali memperkenalkan konsep tangen dan
kotangen[21]. Al-Biruni juga menggunakan prinsip-prinsip geometri untuk membuktikan rumus
kalkulus yang ditemukan oleh Tsabit bin Qurah. Penemuan ini di kemudian hari di klaim oleh
sebagai temuan Isaac Newton oleh dunia Barat. Selain itu al-Biruni  menulis beberapa buku
tentang aritmetika. Ia juga memaparkan sejarah angka India dan perpindahannya ke Arab serta
pengembangannya kemudian.[22]

Kimia, Biologi dan Farmakologi

Al-Biruni hidup sezaman dengan Ibnu Sina dan Al-Kindi. Walaupun lebih dikenal sebagai
astronom, namun sebenarnya ia juga seorang yang ahli dalam bidang kimia. Ia menulis sebuah
kitab  yang merupakan ensiklopedi farmakologi yang merupakan gabungan dari seni pengobatan
Islam dan India. Dalam bukunya itu ia memaparkan penggunaan berbagai jenis  tanaman,
termasuk berbagai jenis jamur untuk keperluan pengobatan.[23]
Ia juga seorang ahli biologi, dan termasuk ilmuwan generasi awal yang  mengamati fenomena-
fenomena menyimpang pada tumbuhan , hewan dan manusia, termasuk fenomena kembar siam.
Ia juga mengamati fenomena perkawinan pada beberapa jenis bunga. [24]

Pada tahun 1051 M, al-Biruni menulis sebuah kitab berjudul Kitab As-Saydalah (The of Drugs).
Kita ini adalah salah satu karya ilmuwan muslim paling berharga di bidang farmakologi. Dalam
buku ini ia memberikan penjelasan mendetil tentang kandungan obat-obatan dan
menggarisbawahi peranan farmasi dan tugas-tugas seorang ahli farmasi.[25]

Ilmu Sosial dan Sastra

Di masa mudanya, yaitu ketika masih tinggal di Istana Jurjan, al-Biruni telah meneliti dan
memperbandingkan banyak aspek dalam kehidupan berbagai bangsa. Ia merangkum perbedaan
sistem kalender dan hari raya bagi  bagi berbagai bangsa di dunia dalam bukunya berjudul : Al-
Atsar al-Baqiyah min al-Qurun al-Khaliyah. Berkat penelitiannya yang komprehensifterhadap
kehidupan masyarakat India, gelar antropolog diberikan kepadanya. Al-Biruni lama tinggal di
India, selama di India dia menuliskan catatan lengkap tentang negeri itu termasuk sejarah politik,
militer dan budaya, corak sosial, keagamaan, filsafat, sastra dan adat istiadat. Hasil penelitiannya
dirangkum dalam  mater piecenya yang berjudul Tahqiq maa lii al-Hindi min Maqulah
Maqbulah fi Al-‘Aqli aw Mardzwilah.

Buku Al-Biruni tentang India dijadikan rujukan para ahli hingga berabad-abad. Sebagai cabang
ilmu, indologi sendiri baru ditekuni pada abad 18 masehi atau tujuh abad setelah era Al-Biruni.
[26]

Agama dan Pemikiran

Selain sebagai ilmuwan, Al-Biruni juga dikenal sebagai ahli agama. Ia memahami filsafat
Yunanai dan Filsafat India, sekaligus juga  memberikan berbagai kritik  terhadapnya. Al-Biruni
terlibat perdebatan yang hangat dengan Ibnu Sina mengenai pemikiran filsafat dan sufi. Al-
Biruni adalah pengikut aliran Asy’ariyah dan kerap terlibat dalam perdebatan dengan
aliranMu’tazilah. Karena keseriusannya dalam mempelajari agama, al-Biruni pun dianggap
sebagai pelopor yang mengilhami lahirnya ilmu perbandingan agama sebagaimana yang dikenal
selama ini.[27]

Al-Biruni juga tidak memisahkan antara agama dan sains. Baginya, mempelajari fenomena-
fenomena alam adalah sebuah kewajaran bagi manusia dalam usahanya memahami kebesaran
Allah SWT. Berbagai penemuan di bidang sainssemakin membuatnya  yakin bahwa  ada sumber
kekuatan  yang maha besar yang mengatur alam semesta ini sehingga tercapai keteraturan yang
sedemikian rupa. Menurutnya, Al-Quran tidak pernah bertentangan dengan sains. Indera
pendengaran dan penglihatan dianggapnya sebagai modal terpenting  karena keduanya adalah
alat bantu  yang memungkinkan manusia untuk mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
[28]

Karena keyakinannya terhadap ajaran Islam, al-Biruni senantiasa menolak segala asumsi yang
lahir dari khayalan. Dengan alasan tersebut ia menolak ilmu astrologi dan filsafat India yang
menurutnya lebih condong kepada ilmu kira-kira belaka.Dalam segala hal, Al-Biruni 
menghendaki dasar pemikiran yang logis dan dapat dibuktikan secara empiris.

Hasil pemikiran semacam ini adalah metode ilmiah yang selalu dipergunakan  al-Biruni dalam
setiap penelitiannya. Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang
mekanika, astronomi, bahkan psiklogi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari
eksperimen  dan bukan sebaliknya.

Al-Biruni juga menekankan pentingnya melakukan eksperimen berulang-ulang. Hal itu diangap
perlu untuk meminimalkan  kesalahan yang terjadi akibat kesalahan sistematis atau acak. Metode
yang digunakan oleh al-Biruni eksperimennya nyaris tak berbeda dengan metode yang
digunakan  dewasa ini.[29]

Dalam segala hal  al-Biruni memandang penting sikap objektif dan melepaskan diri dari
hawanafsu  yang dapat melalaikan manusia dari mendapat pemahaman yang benar.[30]
Meskipun  menyibukkan diri dengan mempelajari berbagai bidang keilmuan  dengan serius, al-
Biruni juga dikenal karena sifat humorisnya  yang seringkali mengejutkan, namun digunakannya
secara efektif. Salah satu contohnya adalah kata-kata yang ia gunakan untuk memperkenalkan
metodenya dalam menghitung diameter bumi. “Inilah metode lainnya untuk  menentukan
diameter bumi. Metode ini tidak mengharuskan kita untuk berjalan menembus padang pasir”.
[31]

Penghargaan

Segundang prestasi yang telah ditorehkan oleh al-Biruni menjadikannya pantas untuk
menyandang gelar sebagai ilmuwan Muslim terbesar sepanjang masa. Bahkan sebagain ahli di
Barat menyebut al-biruni sebagai ilmuwan terbesar yang pernah ada dalam sejarah dunia.
Penghargaan yang diberikan bukan saja karena penelitian-penelitiannya yang cermat dan akurat,
namun juga karena penguasaannya yang sangat mendalam terhadap berbagai disiplin ilmu secara
komprehensif dan fakta bahwa al-Biruni telah meletakkan dasar bagi metode penelitian ilmiah
yang tetap digunakan hingga lebih dari seribu tahun setelah masa kehidupannya.

Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi  terhadap dunia sains. Karya-karya


peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin sekaligus. Karyanya
Kitab At-Tafhim li Awa’il Shina’ah al-Tanjim , misalnya dianggap sebagai karya yang mumpuni
di bidang astronomi [32]sekaligus sebagai karya  besar yang paling terdahulu mengenai ilmu-
ilmu matematika.[33]

Selain mendapat pujian dari ummat Islam, al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang tinggi
dari bangsa-bangsa Barat. Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli 
Indologi  yang berada ratusan tahun di depannya. Baik ulama maupun orientalis  sama-sama
memujinya. Dan meskipun  dipuji sebagai ahli perbandingan  agama yang sangat objektif oleh
Montgomery Watt dan Arthur Jeffery, Al-Biruni tak pernah menggadaikan keimanannya. George
Sarton dalam bukunya yang berjudul Introduction to the History of Science menyebut masa
kehidupan al-Biruni sebagai ‘era al-Biruni’ (The Time of Al-Biruni), sekedar untuk menunjukkan
betapa besar dominasi al-Biruni dalam khazanah keilmuan dunia pada masa itu.
Sudah tak terhitung banyaknya buku dan artikel yang didedikasikan untuk ilmuwan besar yang
satu ini. Akbar S. Ahmed menulis Al-Beruni : The First Anthropologist pada tahun 1984.
Pendapat Al-Biruni mengenai perbedaan astronomi dan astrologi dibahas secara khusus oleh S.
Pines dalam “The Semantic Distinction between the term Astronomy and Astrology According to
Al-Biruni. Rafiq Berjak dan Muzaffar Iqbal membahas korespondensi  antara Al-Biruni dan Ibnu
Sina dalam artikel Ibnu Sina – Al-Biruni Correspondence yang dimuat dalam beberapa edisi  di
Majalah Islam & Science. Kedalaman pengetahuan al-Biruni tentang sejarah politik India
dibahas oleh M. S. Khan dalam Al-Biruni and the Political History of India. William
Montgomery Watt membahas secara khusus kepeloporan  Al-Biruni  dalam Ilmu Perbandingan
Agama dalam artikelnya yang berjudul Biruni and The Study of Non-Islamic Religions. Secara
umum nama Al-Biruni tak bisa ditinggalkan dalam pembahasan mengenai sains  dalam
peradaban Islam.

Untuk mengenang Al-Biruni, para ilmuwan astronomi memiliki caranya sendiri yang sangat
unik. Pada tahun 1970, International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni
kepada salah satu kawah di bulan[34]. Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama
Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater.

https://aliboron.wordpress.com/2010/10/24/astronomi-di-masa-al-biruni/

TRIGONOMETRI AL BIRUNI
Dyah Mardhiyyah 12.56

TRIGONOMETRI AL-BIRUNI

Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Khawarizmi al-Biruni atau yang bisa dikenal
dengan Al-Biruni. Saintis ensiklopedis abad ke-9 ini dilahirkan di kota Khawarizmi, salah satu
kota di wilayah Uzbekistan pada tahun 362 H (973 M). Nama Al-Biruni berasal dari kata Birun
dalam bahasa Persia yang berarti kota pinggiran. Dinamakan demikian karena tanah
kelahirannya terletak di pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm. Kota
tersebut memang dahulu dikenal termasuk wilayah Persia. Sehingga, al-Biruni biasanya dikenal
ilmuan dari Persia Timur.
Tradisi dan lingkungan di negeri al-Biruni mempengaruhi karakter dan keilmuannya.
Pada waktu itu, merupakan masa-masa emas bidang sains Islam di wilayah Asia Tengah. Ia
termasuk ilmuwan yang memiliki modal kecerdasan matematis. Al-Biruni senantiasa menolak
segala asumsi yang lahir dari khayalan. Pemikirannya logis, tapi tidak pernah menafikan teologi.
Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika, astronomi,
bahkan psikologi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari eksperimen dan bukan
sebaliknya. Al-Biruni selain dikenal sebagai seorang ahli matematika, juga menguasai bidang-
bidang sains lainnya.
Di antara pencapaian intelektualnya tersebut, peletakan dasaar-dasar trigonometri
merupakan prestasi besar al-Biruni di bidang matematika. Trigonometri adalah cabang ilmu
matematika yang membahas tentang sudut segitiga. Di dalamnya terdapat istilah-istilah
trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan tangen. Dasar-dasar dari teori trigonometrik ini ternyata
telah lama dikenal oleh ilmuan muslim terdahulu abad kesembilan Masehi. Al-Biruni dikenal
sebagai matematikawan pertama di dunia yang membangun dasar-dasar trigonometri.
Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian dikembangkan ilmuan Barat. Dan
diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu, seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni
sendiri pernah mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan
dari mana-mana tempat di dunia. Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di Yunani, akan
tetapi pematangannya ada di tangan al-Biruni. Ia mengembangkan teori trigonometri berdasarkan
pada teori Ptolemeus. Hukum Sinus (The Sine Law) adalah temuannya yang memperbaiki teori
Ptolemeus.
Hukum ini merupakan teori yang melampaui zamannya. Seperti yang popular dalam
trigonometri modern terdapat hukum sinus. Hukum sinus ialah pernyataan tentang sudut segitiga.
Rumus ini berguna menghitung sisi yang tersisa dari segitiga dari 2 sudut dan 1 sisinya
diketahui.
Prestasi al-Biruni lebih diakui daripada Ptolemeus karena dua alasan:
Pertama, teorinya telah memakai sinus sedangkan Ptolemeus masih sederhana, yaitu
menggunakan tali atau penghubung dua titik di lingkaran (chord). Kedua, teori trigonometri al-
Biruni dan para saintis muslim penerusnya itu menggunakan bentuk aljabar sebagai pengganti
bentuk geometris. Rumus sinus dinyatakan rumus praktis dan lebih canggih. Menggunakan
logika matematika modern dan sangat dibutuhkan dalam perhitungan-perhitungan rumit tentang
sebuah bangunan. Dunia arsitektur sangat memanfaatkannya untuk mengukur sudut-sudut
bangunan. Ilmu astronomi juga diuntungkan. Dalam tradisi Islam, dimanfaatkan dalam ilmu
falak, penghitungan bulan dan hari.
Penggunaan aljabar dalam teori trigonometri al-Biruni sangat dimungkinkan
menggunakan teori aljabar Al-Khawrizmi, seorang matematikawan muslim asal Khawarizm. Ia
merupakan generasi matematikawan asal Khurasan sebelum al-Biruni. Al-Biruni termasuk
saintis pengkaji temuan Al-Khawarizmi. Teori trigonometri modern al-Biruni sesungguhnya
sangat berjasa terhadap ilmu aljabar Al-Khawarizmi. Sebab, berkat temuan al-Khawarizmi
terutama temuannya tentang angka nol, al-Biruni mampu mengangkat ilmu trigonometri
Ptolemeus menjadi teori yang berpengaruh hingga era matematika modern saat ini.
Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa dalam segitiga, seperti 0, 30, 45, 60,
90. Penemuan ini tentu sangat memberi kontribusi terhadap ilmu-ilmu lainnya. Seperti ilmu
fisika, astronomi dan geografi. Karena memang ilmu matematika merupakan dasar dari ilmu-
ilmu astronomi dan fisika. Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya masih sederhana dan
belum bisa dikatakan sebagai trigonometri dalam ilmu matematika modern. Hukum sinus itulah
merupakan hukum matematika penting dalam ilmu trigonometri.

http://sitimardhiyyah.blogspot.co.id/2016/11/trigonometri-al-biruni.html
6.      AL-BIRUNI

Abu Ar-Raihan Al-Biruni merupakan salah satu dari dua ilmuwan besar muslim dalam bidang
ilmu pengetahuan alam. Dia dilahirkan pada tahun 362 H (973 M) di salah satu pinggiran kota
Kats yang merupakan pusat kota Khawarizm di Asia Tengah. Inilah yang menyebabkan dia
disebut Al-Biruni, karena Birun dalam bahasa Persia artinya pinggiran kota. Para sejarahwan
sepakat bahwa Al-Biruni wafat pada tahun 440 H (1048 M).

Al-Biruni menguasai banyak bahasa yang umum dipakai pada saat itu, di samping memiliki
kemampuan intelektualitas yang sangat istimewa. Ini semua telah membantunya dalam
melakukan penelitian dan menulis karya-karyanya. Selain ia bisa bahasa Arab dan Persia, Al-
Biruni juga menguasai bahasa Liberia, Suryani, dan Sangsekerta. Terakhir, dia menguasai bahasa
India, sehingga banyak buku-bukunya yang ditulis dengan bahasa India. Namun, perlu
diberitahukan dengan khusus, bahwa pada dasarnya Al-Biruni sangat menyukai bahasa Arab dan
paling banyak dipergunakan dalam menulis karya-karyanya.

PENELITIAN DAN PENEMUAN ILMIAH AL-BIRUNI

1. Dalam Bidang Ilmu Matematika

 Aljabar

Al-Biruni mempelajari persamaan hasil Al-Khawarizmi dalam Al-Jabar dan memberikan


penambahan padanya. Dia juga menambah kaidah-kaidah geometri.

Geometri

  Al-Biruni membuat dasar-dasar gambar pada permukaan bola.


 Dia membuat rumus-rumus matematika untuk menghitung lingkaran bumi dan
diamternya yang dikenal dengan rumus Al-Biruni.
 Dia berhasil menyelesaikan soal-soal yang dikenal dengan sebutan soal-soal Al-Biruni,
yaitu soal-soal yang tidak dapat diselesaikan dengan penggaris dan jangka.

 Trigonometri
 Al-Biruni menemukan rumus-rumus yang sesuai dengan aturan sinus.
  Dia membuat table-tabel matematika bagi sinus sudut dan bayangannya.
 Dia berhasil membahas sudut segitiga dan membaginya secara rata.

 Kalkulus
 Al-Biruni berhasil membuat rumus kalkulus yang ditemukan oleh Tsabit bin Qurah
dengnan menggunakan bukti-bukti geometris. Penemuan ini akhirnya diklaim sebagai
penemuan Issac Newton oleh orang Barat.

 Aritmatika (Ilmu Hitung)


 Al-Biruni memiliki beberapa buku yang dikarangnya dalam konsep aritmatik. Dia juga
menulis tentang sejarah angka India dan perpindahannya ke Arab dan pengembangan-
nya seperti yang kita kenal sekarang.

1. Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika)

 Al-Biruni mengembangkan cara dan menemukan peralatan untuk menentukan timbangan


logam dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi dan mendekati cara-cara yang ada pada
masa sekarang.
 Dia menerangkan fenomena khusus yang berhubungan dengan tekanan zat cair, gas, dan
keseimbangannya. Dia juga yang menjelaskan mengapa air yang menguap dan mata air
yang naik ke atas dengan menggunakan rumus-rumus hidrostatistik.
 Dia adalah orang paling awal yang mengatakan bahwa kecepatan cahaya melebihi
kecepatan suara.

1. Dalam Bidang Ilmu Pertambangan dan Geologi

             Al-Biruni memperingatkan akan terjadinya dua fenomena, yaitu terbenamnya daratan


oleh air laut dan penyurutan air alut.

1. Dalam Bidang Ilmu Astronomi

          Al-Biruni adalah orang yang pertama kali menyimpulkan adanya pergerakan titik matahari
yang terjauh dari bumi. Dia bahkan mengkritisi table-tabel astronomi yang dibuat sebelumnya
dan memperbaikinya.

https://ahladif.wordpress.com/2012/07/21/mengenal-tokoh-tokoh-besar-islam-dalam-bidang-
ilmu-pengetahuan-dan-ilmu-ilmu-lainnya/
AL-BIRUNI

Abu Raihan Al Biruni atau lebih dikenal dengan nama singkat Biruni atau Al
Biruni. Tokoh yang berasal dari Persia ini terkenal di berbagai bidang, matematika,
astronomi, fisika filsafat, farmasi dan menulis ensiklopedia. Al Biruni juga dikenal
sebagai seorang guru. Beberapa muridnya juga menjadi populer sebagai orang yang
memiliki peran dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Al Biruni dilahirkan di daerah pinggiran Kath dekat kota Khawarizm. Daerah ini
sekarang dikenal dengan Karakal, Pakistan. Dari bukti sejarah yang ditemukan nama Al
Biruni berasal dari nama tempat tinggalnya Birun. Garis keturunannya berasal dari
Tajik, memang bukan berasal dari garis keturunan darah biru. Selama 25 tahun
kehidupan umurnya hanya di habiskan di daerah kelahirannya. Ia termasuk ilmuan yang
memiliki modal kecerdasan matematis. Al-Biruni senantiasa menolak segala asumsi
yang lahir dari khayalan. Pemikirannya logis, tapi tidak pernah menafikan teologi. Al-
Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika, astronomi,
bahkan psikologi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari eksperimen dan
bukan sebaliknya.
Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan karya tidak kurang dari 146
buku (sebagian ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku).
Kebanyakan merupakan karya bidang astronomi yakni ada sekitar 35. Sisanya buku
tentang astrologi, geografi, farmakologi, matematika, filsafat, agama, dan sejarah.

Di antara pencapaian intelektualnya


tersebut, peletakan dasaar-dasar trigonometri merupakan prestasi besar al-Biruni di
bidang matematika. Trigonometri adalah cabang ilmu matematika yang membahas
tentang sudut segitiga.

Di dalamnya terdapat istilah-istilah trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan


tangen. Dasar-dasar dari teori trigonometrik ini ternyata telah lama dikenal oleh ilmuan
muslim terdahulu abad kesembilan Masehi. Al-Biruni dikenal sebagai matematikawan
pertama di dunia yang membangun dasar-dasar trigonometri.

Landasan-landasan trigonometrik
tersebut kemudian dikembangkan ilmuan Barat. Dan diaplikasikan ke dalam beberapa
cabang ilmu, seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni sendiri pernah
mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari
mana-mana tempat di dunia.
Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di Yunani, akan tetapi pematangannya
ada di tangan al-Biruni. Ia mengembangkan teori trigonometri berdasarkan pada teori
Ptolemeus. Hukum Sinus (The Sine Law) adalah temuannya yang memperbaiki teori
Ptolemeus.
Hukum ini merupakan teori yang melampaui zamannya. Seperti yang popular
dalam trigonometri modern terdapat hukum sinus. Hukum sinus ialah pernyataan
tentang sudut segitiga. Rumus ini berguna menghitung sisi yang tersisa dari segitiga
dari 2 sudut dan 1 sisinya diketahui.
Makanya, teori trigonometri modern al-Biruni sesungguhnya sangat berjasa
terhadap ilmu aljabar Al-Khawarizmi. Sebab, berkat temuan al-Khawarizmi terutama
temuannya tentang angka nol, al-Biruni mampu mengangkat ilmu trigonometri
Ptolemeus menjadi teori yang berpengaruh hingga era matematika modern saat ini.

Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa dalam segitiga, seperti 0, 30,


45, 60, 90. Penemuan ini tentu sangat memberi kontribusi terhadap ilmu-ilmu lainnya.
Seperti ilmu fisika, astronomi dan geografi. Karena memang ilmu matematika
merupakan dasar dari ilmu-ilmu astronomi dan fisika.
Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya masih sederhana dan belum bisa
dikatakan sebagai trigonometri dalam ilmu matematika modern. Hukum sinus itulah
merupakan hukum matematika penting dalam ilmu trigonometri.
Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains.
Karya-karya peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin
sekaligus. Selain mendapat pujian dari ummat Islam, al-Biruni juga mendapatkan
penghargaan yang tinggi dari bangsa-bangsa Barat. Karya-karyanya melampaui
Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli Indologi yang berada ratusan tahun di
depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama memujinya.
Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga saat ini adalah pada tahun
1970, International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni kepada
salah satu kawah di bulan. Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama
Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater).

http://ayobelajarmatematikabersamakami.blogspot.co.id/2016/12/normal-0-false-false-false-in-x-
none-x.html

Al-Biruni:Sarjana Islam yang mewujudkan teori pergerakan titik matahari yang terjauh dari bumi

Nama:  Abu Ar-Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Khawarizmi Al-Biruni

Gelaran: Al-Biruni

Tarikh lahir: 362H (973M)

Tempat lahir: Kota Kats, pusat kota Khawarizm

Tarikh meninggal: 442 H (1050 M)

Sumbangan

 
Walaupun penemuan ilmiah Al-Biruni lebih tertumpu kepada astronomi ,namun penemuan ini
amat memberi impak yang jelas mengenai astronomi. Beliau juga ada mempelajari ilmu-ilmu
yang lain.

Penelitian dan Penemuan Ilmiah Al-Biruni

1.Orang yang pertama kali mewujudkan teori pergerakan titik matahari yang terjauh dari bumi.

Al-Biruni ialah orang yang pertama menyimpulkan adanya pergerakan titik matahari yang
terjauh dari bumi.Dia juga membuat tabel-tabel astronomi baru berdasarkan hasil penelitiannya
dalam meneropong bintang-bintang. Bahkan dia mengkritisi tabel-tabel astronomi yang dibuat
oleh para ilmuwan sebelumnya dan memperbaikinya.

2.Mengarang buku-buku yang menjadi rujukan ahli astronomi sedunia.

Dalam dua bukunya yang berjudul, "Al-Qanun Al-Mas'udi Fi Al-Hai'ah Wa An-Nujum" dan
"At-Tafhim li Awa'il Shina'at At-Tanjim,"Al-Biruni menulis sebagian besar hasil penelitiannya
dalam ilmu astronomi. Seperti yang terdapat dalam buku yang pertama ini, dia mengumpulkan
hasil penelitiannya dalam mengkaji bintang-bintang

Berikut sebagian karya Al-Biruni dalam ilmu astronomi:

- "Al-Qanun Al-Mas'udi Fi Al-Hai'ah Wa An-Nujum"


-Gambar di atas menunjukkan salah satu bahagian yang terdapat dalam buku "Al-Qanun Al-
Mas'udi Fi Al-Hai'ah Wa An-Nujum".

Sumber Gambar:http://pengajian-ipg.blogspot.com/2011/02/ahli-falsafah-yang-serba-boleh.html

- At-Tafhim Li Awa`il Shina'at At-Tanjim

- "Kitab Maqalid Al-Ilmi Al-Hai'ah Wa Ma Yahduts Fi Basithat Al-Kurrah"

- "Kitab Istisyhad Bi Ikhtilaf Al-Arshad"

- Kitab Ath-Thatbiq Ila Tahqiq Harakat Asy-Syams"

 
- "Kitab Fi Tahqiq Manazil Al-Qamar"

- "Kitab Kurriyat As-Sama"'

- "Kitab Ru'yat Al-Ahillah"

- "Kitab Al-Aural Bi Al-Istharlab"

- "Kitab Dawa'ir As-Samawat Fi Al-Istharlab"

- "Kitab Isti'ab Al-Wujuh Al-Mumkinah Fi Shifat Al-Istharlab"

- "Ifrad Al-Maqal Fi Amri Azh-Zhilal"

- "Kitab Tashwir Al-Amri Al-Fajri Wa Asy-Syafqi Fi Jihati Asy-Syarqi Wa Al- Gharbi Min Al-
Ufuq.

Beliau juga menghasilkan banyak karya dalam bidang astronomi, geologi, geokimia, geografi,
dan geografi matematik. Kemudian dalam ilmu humaniora dia dikenal dengan penelitian dan
karya-karyanya seperti; karya dalam sejarah, falsafah, agama, sosial, dan kalendar daripada
pelbagai suku bangsa.

Sumber dipetik daripada:

http://ensiklopedi-alquran.com/index.php/tokoh-tokoh-islam/1902-abu-ar-raihan-al-biruni

 http://www.muftimelaka.gov.my/~smsainsmiri/KumpulanA/al-biruni.html
AL BIRUNI BAPAK TRIGONOMETRI
[caption caption="Al Biruni"][/caption]Sejarah membuktikan bahwa dunia Islam telah
melahirkan banyak ilmuwan yang hebat dalam berbagai bidang keilmuan. Sesuai ajaran Islam
bahwa jika seseorang menemukan alat atau apa[caption caption="Al Biruni"][/caption]pun yang
manusia lain belum ada yang menciptakan atau menemukannya maka wajib baginya untuk
menyebarkan hasil temuannya itu dengan tujuan agar umat manusia dapat dipermudah
pekerjaannya dan menjaadikannya semakin bersyukur kepada Allah SWT.

                Seperti yang tercermin pada tokoh matematika Al Biruni yang lahir pada 362 H atau
September 973 M di Khawarizm dan meninggal pada tahun 1048 M di kota Ghazni. Mempunyai
nama lengkap Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al biruni ini sangat gemar belajar sejak kecil.
Dikenal dengan nama Al Biruni yang artinya ‘asing’ yang dihubungkan dengan daerah
kelahirannya yaitu Turkmenistan yang memang kala itu daerah ini dikhususkan menjadi
pemukiman bagi orang-orang asing.

                Menurut catatan sejarah  Al Biruni pernah akan diberi penghargaan berupa ribuan mata
uang perak yang dibawa tiga ekor unta oleh Sultan yang berkuasa saat itu, akan tetapi ia
menolaknya. Menurutnya, ia mengabdi karena ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan itu
sendiri bukan uang. Secara tak langsung Al Biruni mengatakan bahwa ilmu dapat tidak diukur
dengan uang. Oleh karena itu ia antusias mencari ilmu sebanyak-banyaknya hanya karena Allah
SWT. Sikap tawadhu tersebut karena Al Biruni dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama
serta tumbuh dan besar dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan.

                Dikenal amat mencintai ilmu pengetahuan dan gemar membaca sehingga tak heran jika
pada usia 17 tahun ia sudah meneliti garis lintang . Pada usia 22 tahun ia mengkaji proyeksi peta
‘Kartografi’ yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi pada bidang
datar. Ketika usia 27 tahun ia telah menulis beberapa buku salah satunya tentang system desimal.
Tak hanya itu Al Biruni juga yang pertama kali meperkenalkan permainan catur ‘ala India’ ke
negeri-negeri Islam serta menjelaskan problem-problem trigonometri lanjutan dalam karyanya
Tahqiq Al Hind.

                Al Biruni ilmuwan yang memiliki kecerdasan matematis. Ia senantiasa menolak


asumsi khayalan. Pemikirannya logis, tapi tak pernah menafikan teologi. Diantara pencapaian
intelektualnya dalam matematika adalah peletakan dasar-dasar trigonometri yang didalamnya
terdapat sinus, cosinus dan tangen. Sehingga Al Biruni dikenal sebagai Matematikawan pertama
di dunia yang membangun dasar-dasar trigonometri. Meskipun di Yunani telah mengenal ilmu
trigonometri akan tetapi pematangannya ada di tangan Al Biruni.

                Dari uraian tersebut dapat kita ambil hikmah bahwa :

1. Al Biruni tak pernah melepaskan ilmu pengetahuan dari agama. Segala sesuatu yang
dipelajarinya selalu dikaitkan dengan Al quran.
2. Dalam mencari ilmu Al Biruni selalu tak puas hanya dari satu wilayah saja. Ia berkeliling
berbagai negara mencari ilmu. Semangat mencari ilmu Al Biruni yang tinggi ke berbagai
Negara menjadikannya menguasai banyak bahasa.
      3 . Allah telah memberikan sebuah hidup yang berarti bagi Al Biruni. Karena menggunakan
akal pikiran yang dianugerahkan              Allah untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya.

Al Biruni - Penemu Trigonometri,

Al Biruni memiliki nama lengkap Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al- Khawarizmi al-Biruni. Beliau
adalah seorang ilmuwan besar, Al-Biruni banyak menuliskan penemuan-penemuannya. Ia telah menulis
lebih dari 200 buku tentang hasil pengamatan dan eksperimennya.
Allah Maha Mengetahui, dan tidak menyukai ketidaktahuan Abad Al-Biruni. Begitulah para sejarawan
dunia menamakan masa keemasan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan Masehi. Ini menurut
catatan sejarah, ia pernah akan diberi penghargaan berupa ribuan mata uang perak yang dibawa tiga
ekor unta oleh Sultan yang berkuasa saat itu, akan tetapi ia menolak. Menurutnya, ia mengabdi kepada
ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi uang.
Melalui jawabannya tersebut, secara tidak langsung ia mengatakan bahwa ilmu tidak dapat diukur
dengan uang. Ia antusias mencari ilmu sebanyak-banyaknya hanya karena Allah. Ia sadar.
Dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap alam semesta, Al-Biruni memiliki metode yang khas.
Menurutnya, ilmuwan adalah orang yang menggunakan setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya,
kemudian melakukan pekerjaan dengan penelitian melalui pengamatan langsung dan percobaan.
Metode ini kemudian banyak dijadikan pegangan oleh para ilmuwan selanjutnya.
Ia lahir pada September 973 M di Khawarizm, Turkmenistan. Ia dibesarkan dalam keluarga yang
mencintai ilmu pengetahuan dan juga taat beragama. Sayangnya masa kecil Al-Biruni tidak banyak
diketahui sejarah seperti tokoh Islam lainnya. Yang jelas, pria yang bernama lengkap Abu Raihan
Muhammad bin Ahmad Al-Biruni ini sangat gemar belajar sejak kecil.
Beberapa tokoh ulama yang pernah menjadi gurunya sewaktu kecil adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali
ibnu Iraqi, Syekh Abdusshamad bin Abdusshamad, dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Berbagai ilmu yang
diajarkan kepadanya, adalah ilmu pasti, Astronomi dan ilmu Kedokteran. Tak mengherankan bila ia
dikenal sebagai ahli di berbagai bidang sejak masa belia.
Dengan bermodalkan penguasaannya terhadap Bahasa Arab, Yunani dan Sansekerta, Biruni mampu
menyerap berbagai ilmu pengetahuan langsung dari sumber aslinya. Hasilnya berbagai karya di bidang
Matematika, fisika, Astronomi, Kedokteran, Metafisika, Sastra, ilmu Bumi, dan sejarah pun menambah
khasanah ilmu pengetahuan. Bahkan ia juga berhasil menemukan fenomena rotasi bumi dan bumi
mengelilingi matahari setiap harinya.
Dengan tekad mendedikasikan dirinya pada ilmu pengetahuan, Al-Biruni melakukan penelitian terhadap
semua jenis ilmu yang ada. Karenanya, banyak ahli sejarah yang menganggap ia sebagai ilmuwan
terbesar sepanjang masa. Selain itu, setiap terjun kemasyarakat dan melakukan penelitian, Al-Biruni
sangat mudah menyatu dengan lingkungan. Ia pun dikenal sebagai sosok yang penuh toleransi.
Dalam mencari ilmu, ia tidak hanya puas berada di satu wilayah. Ia banyak melakukan perjalanan ke
berbagai daerah di Asia Tengah dan Persia bagian utara. Bahkan selama dalam perjalanannya
melanglang buana itu, Al-Birun pernah berada dalam satu himpunan sarjana muslim lainnya seperti Ibnu
Sina di Kurkang, Khawarizm. Setelah berpisah Al-Biruni dan Ibnu Sina tetap menjalin hubungan. Mereka
terus mengadakan diskusi atau bertukar pikiran mengenai berbagai gejala alam.
Selama perjalanan hidupnya sampai dengan tahun 1048, Al-Biruni banyak menghasilkan karya tulis,
tetapi hanya sekitar 200 buku yang dapat diketahui. Diantaranya adalah Tarikh Al-Hindi (sejarah India)
sebagai karya pertama dan terbaik yang pernah ditulis sarjana muslim tentang India. Kemudian buku
Tafhim li awal Al-Sina'atu Al-Tanjim, yang mengupas tentang ilmu Geometri, Aritmatika dan Astrologi.
Sedangkan khusus Astronomi Al-Biruni menulis buku Al-Qanon al-Mas'udi fi al-Hai'ah wa al-Nujum (teori
tentang perbintangan).
Disamping itu, ia juga menulis tentang pengetahuan umum lainnya seperti buku Al-Jamahir fi Ma'rifati
al-Juwahir (ilmu pertambangan), As-Syadala fi al-Thib (farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al-Maqallid Ilm
Al-Hai'ah (tentang perbintangan) serta kitab Al-Kusuf wa Al-Hunud (kitab tentang pandangan orang India
mengeanai peristiwa gerhana bulan).
Itu hanya sebagian kecil dari buku-buku karya Al-Biruni yang beredar. Selain itu masih banyak buku
lainnya yang dapat dijadikan rujukan. Namun sangat disayangkan, tidak seperti Ibnu Sina, yang
pemikirannya telah merambah Eropa. Karya-karya besar Al-Biruni tidak begitu berpengaruh di wilayah
barat, karena buku-bukunya baru di terjemahkan ke bahasa-bahasa barat baru pada abad ke 20.
Tur ke India
Dari satu tempat ke tempat yang lain, begitulah perjalanan Al-Biruni. Setelah beberapa lama Al-Biruni
menetap di Jurjan, ia memutuskan kembali ke kampung halamannya, namun setibanya di sana, ia
melihat tempat kelahirannya sedang mengalami konflik antar Etnis.
Keadaan itu dimanfaatkan oleh Sultan Mahmud Al-Ghezna untuk melakukan invasi dan menaklukkan
Jurjan. Keberhasilan penaklukan ini membawa langkah Al-Biruni, yang memang bekerja untuk Istana, ke
India, bersama Sultan. Di India ia banyak melakukan penelitian pada berbagai bidang ilmu. Lagi-lagi ia
menghasilkan karya baru, baik itu artikel ilmiah maupun buku.
Sang Sultan pun berhasil membuka kawasan India timur, hal ini dimanfaatkan Al-Biruni untuk
menjadikan tempat tersebut sebagai basis baru dakwahnya. Selain itu ia juga memanfaatkan waktu
untuk memperlajari adat-istiadat dan perlikau masyarakat setempat. Ia juga memperkenalkan
permainan catur ala India ke negeri-negeri Islam.
Ketertarikan Al-Biruni kepada India, terlihat dari hasil karyanya Tahqiq Al-Hindi, yang memberikan
penjelasan tentang problem-problem Trigonometri lanjutan. Kemudian Sankhya, yang mengupas asal-
usul dan kualitas benda-benda yang memiliki eksistensi. Serta buku yang berjudul Patanial (Yoga Sutra),
yang berhubungan dengan kebebasan jiwa. Keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada kedua
buku India ini, Al-Biruni memuat secara autentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmoud ke India.
Sebagai seorang ilmuwan muslim, segala sesuatu yang dipelajarinya selalu dikaitkan dengan Al-Qur'an.
Ia melandaskan semua kegiatannya kepada Islam serta meletakkan ilmu pengetahuan sebagai sarana
untuk menyingkap rahasia alam. Semua hasil karyanya bermuara kepada Allah SWT.
Dalam bukunya, Al-Biruni mengatakan, "Penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-
tanda kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita dapat menyimpulkan ke
Esaan dan ke Agungan Allah."
Itulah yang menjadi prinsip Al-Biruni selama melakukan penelitian dan percobaan. Ia sama sekali tidak
melepaskan ilmu pengetahuan dari agama. Itu pula sebabnya, ia lebih hebat dibandingkan ilmuwan
lainnya pada saat itu. Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan telah menyebabkan ia
dijuluki Ustadz fil Ulum "Guru segala Ilmu."
Kesuksesannya pada bidang Sains dan ilmu pengetahuan juga membuat banyak orang kagum, termasuk
kalangan ilmuwan barat, salah satunya Max Mayerhoff, "Dia adalah seorang yang paling menonjol di
seluruh Planet Bima sakti dan para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu
pengetahuan Islam."
Pendapat ini di setujui oleh Sir JN. Sircar seorang sejarawan asal India. Al-Biruni dengan segala kelebihan
yang dimilikinya, telah berjasa memberikan pemikirannya untuk kita ketahui dan kita pelajari. Buku-
bukunya banyak diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baik di Musium Escorial, Spanyol.
Al-Biruni wafat dalam usia 75 tahun. Tempat kelahirannya menjadi pilihan untuk menghabiskan sisa
hidup dan menghapuskan nafas terakhirnya.
Allah telah memberikan sebuah hidup yang sangat berarti bagi Al-Biruni. Ia adalah orang yang benar-
benar menggunakan akal dan pikirannya yang di anugrahkan Allah, untuk melihat tanda-tanda
kebesaran-Nya.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-
tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring. Dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
Neraka." (Ali Imran: 190-191).

http://islamagamarahmat.blogspot.co.id/2012/10/al-biruni-penemu-trigonometri.html
1. HOME
2. SOSIAL BUDAYA

Al-Ilmu Nuurun

Kegeniusan Al-Biruni, Muslim Bergelar


Guru Segala Ilmu

Ilustrasi Al Biruni. Sabit/tirto.id


1.2k Shares
Reporter: Addi M Idhom
23 Juni, 2017 dibaca normal 7 menit
 Al-Biruni adalah salah satu intelektual muslim paling cemerlang pada abad pertengahan
 Al-Biruni menampik pandangan dogmatis dan mendorong dialog kebudayaan antar-
agama

Ia menjelajahi nyaris seluruh bidang pengetahuan sebelum para pemikir terkenal abad ke-
11  bermunculan. Karya-karyanya bertebaran dalam 180-an buku. Unesco menerbitkan satu
jurnal khusus mengenai Al-Biruni  dan memahatnya sebagai “The Extraordinary Genius of
Universal Scholar”.
tirto.id - Seorang genius universal dan punya visi intelektual yang melampaui masanya pernah
lahir di Asia Tengah pada seribuan tahun silam. Di antara daftar panjang ilmuwan muslim abad
pertengahan, namanya terlalu penting untuk diabaikan. Ia adalah Abu Rayhan Muhammad ibn
Ahmad al-Biruni (973-1048 M).

Karya-karya pemikir polimatik ini datang belakangan di dunia Barat jauh setelah karangan
sejawatnya pada abad 11, seperti Ibnu Sina dan Ibnu Haytham, lebih dulu populer. Tapi kualitas
analisisnya dalam beragam bidang pengetahuan, yang bertebaran lewat 180-an buku, membuat
banyak sarjana modern, muslim atau nonmuslim, menjulukinya "Ustadz fil Ulum" alias "guru
segala ilmu."  

Jurnal The Unesco Courier edisi 1974, A Universal Genius in Central Asia a Thousand Years
Ago: Al-Biruni, memujinya sebagai “The Extraordinary Genius of Universal Scholar” yang
melampaui batas-batas zamannya.

“Sebagai astronom, matematikawan, fisikawan, ahli geografi, sejarawan, linguis, etnologis, ahli
farmasi, penyair, novelis dan filsuf, Al-Biruni punya kontribusi unik bagi sains ... Sumbangannya
setara, atau malah melampaui, Ibnu Sina,” demikian pengantar edisi jurnal tersebut.

Kecerdasan Al-Biruni pernah diulas dalam dokumenter BBC Four, “Science and Islam: The
Empire of Reason”, pada 2010. Di siaran ini, fisikawan Inggris kelahiran Irak, Jim al-Khalili,
menjelaskan cara unik Al-Biruni memakai matematika dan astronomi untuk mengukur keliling
bumi.

Al-Biruni mengukur keliling bumi dengan cara sederhana dan hasilnya cuma meleset kurang 1
persen dari perhitungan modern. Ia menyimpulkan, keliling bumi ialah 25.000 mil, dan
perhitungan modern mencatat 24.901 mil. Para astronom bawahan Khalifah Al-Ma`mun, satu
setengah abad sebelumnya, masih mengekor ilmuwan Yunani dan menghitung keliling bumi
24.000 mil, kurang akurat 4 persen.

Hanya perlu sejumlah langkah saat menghitung keliling bumi. Mulanya, Al-Biruni mencari bukit
di tepi laut. Lalu, dengan astrolab, ia mengukur sudut ketinggian bukit dari dua titik permukaan
air laut yang berbeda. Setelahnya, ia menuju puncak bukit. Dengan astrolab, ia mengukur sudut
ketinggian garis pandang di bawah horizon yang tampak dari puncak bukit.

Ia menyadari bahwa titik puncak bukit dan ufuk bisa dibayangkan terhubung dengan titik tengah
bumi sehingga membentuk segitiga siku raksasa. Maka berlakulah hukum sinus. Al-Biruni lalu
menghitung hasil pengukuran itu lewat persamaan gabungan trigonometri dan aljabar untuk
menemukan rumus penentuan jari-jari dan keliling bumi.

Temuan otentik al-Biruni ini tercatat di karya babonnya tentang astronomi, al-Qanun al-Mas'udi
(The Mas'udic Canon). Buku persembahan bagi Sultan Mas'ud Al-Ghazna itu menegaskan
kualitasnya sebagai pioner observasi berbasis metode ilmiah.

“Mas'udic Canon adalah ensiklopedia yang nyaris lengkap tentang kajian astronomi, kosmologi,
kronologi, geografi, dan matematika,” tulis Mohammed Salim-Atchekzai, pakar budaya Asia
Tengah dari Universitas Sorbonne, dalam The Unesco Courier.

Orientalis Perancis Jacques Boilot, pada terbitan yang sama, mencatat bahwa Kitab al-Qanun
sebenarnya memuat sedikit di antara analisis Al-Biruni yang keseleo sebab percaya
geosentrisme. Tapi, ia masih berusaha mengkritik tesis astronom helenistik, si Ptolemaeus itu.
Mengikuti hasil risetnya dan pendapat Aristarkhos serta astronom India, Brahmagupta dan
Aryabhata, menurut Al-Biruni, sejumlah fakta astronomi mengindikasikan heliosentrisme, yakni
bumi mengitari matahari, bisa jadi benar. Hanya karena tak punya alat sejenis teleskop, Al-
Biruni urung membenarkannya.

Baca juga artikel mengenai para ilmuwan muslim yang relevan dengan kajian Al-Biruni:

 Mariam Al-Ijliya Muslimah Pembuat Astrolab, Penentu Arah


 Al-Battani, Astronom Muslim Penentu Jumlah Hari
 Al Idrisi Sang Ilmuwan Muslim Pembuat Peta Bola Dunia
 Ibnu Sina, Filsuf & Dokter Islam Ternama yang Dianggap Ateis

Al-Biruni sudah cemerlang sedari belia. Pada usia 27 tahun ia merampungkan buku besar Al-
Athar al-Baqqiya 'an al-Qorun al-Khaliyya (Kronologi Bangsa-Bangsa Kuno). Buku ini
mencatat masa awal peradaban manusia, periode banjir besar, hingga era Nebukadnezar,
Aleksander Agung, dan setelahnya. Kitab Al-Athar memaparkan rincian sejarah politik,
pengetahuan, kiprah para penguasa, budaya, dan sistem hukum pada masa itu disertai ilustrasi
peristiwa.

Kitab ini memuat pula detail riwayat penemuan kalender berdasarkan rotasi bulan maupun
matahari, pada bangsa Yunani, Yahudi, Persia, Mesir, dan Arab. Beragam bidang pengetahuan
dibahas dalam buku ini, termasuk angka desimal dan geometri bunga.

“Ilmuwan Uni Soviet selalu merujuk ke Al-Athar bila meneliti sejarah Asia Tengah. Hanya buku
ini (di masa modern) yang memuat informasi penanggalan Soghdian (kalender kuno Persia),
sehingga mereka bisa memahami dokumen pra-abad 8, saat Khwarizm (Asia Tengah) belum
dimasuki Islam,” kata Bobojan Gafurov, pakar sejarah Asia dari Uni Soviet, dalam
jurnal Unesco tersebut.

Kemahiran lain Al-Biruni ialah pemetaan bumi. Sebagian sarjana modern sepakat menjulukinya
“Bapak Geodesi”, gelar yang juga dimiliki Eratosthenes, ilmuwan Yunani abad 2 SM. Al-Biruni
pernah memaparkan koordinat akurat garis bujur dan lintang 600 kota penting di masanya,
lengkap dengan ukuran jarak antar lokasi dan arahnya menuju kiblat. Informasi ini termuat
dalam karyanya, Kitab Taḥdid Nihayat Al-Amakin Li-Taṣḥiḥ Masafat Al-Masakin (Ketetapan
Koordinat Lokasi untuk Mengoreksi Jarak Antar Kota).

Kitab Tahdid memuat peta dunia buatan Al-Biruni yang melukis daratan bumi dikelilingi
perairan luas, dan kini disebut lautan Pasifik, Atlantik, serta Hindia. Ia memberikan ulasan
mendalam mengenai bukti-bukti geografis dan biologis soal adanya sejumlah laut luas di barat
dan timur yang saling terhubung.

Pakar geografi dari Universitas Aligarh India, Ziauddin Alavi, menulis bahwa Kitab Tahdid
berisi analisis ilmu kebumian mirip konsepsi modern. Misalnya, buku ini mengulas siklus
geografi yang meyakini sebagian daratan, seperti di India, dulunya berupa lautan, sementara
bagian laut tertentu semula adalah daratan. Di kitab ini Al-Biruni menjelaskan teori asal-usul
pembentukan permukaan bumi, sejarah perubahan iklim, dan perbedaan kondisi belahan bumi
utara dan selatan.

Mineralogi terjangkau pula oleh Al-Biruni melalui Kitab Al-Jamahir Fi Ma'rifat Al-Jawahir
(Kitab Lengkap Memahami Batu Permata). Buku ini menjelaskan metode pengukuran berat,
volume, gaya berat, dan warna untuk menentukan keaslian banyak jenis batu dan logam mulia,
seperti emas, perak, perunggu, batu ruby, batu zamrud, batu lapis jazuli, tembaga, besi, dan
lainnya.

Menjelang wafat, ia menekuni farmasi dan menulis Kitab al-Saydanah fi Al-Tibb (Kitab Farmasi
dan  Materia Medica). Buku ini membuatnya dipuji sebagai "Bapak Farmasi Islam." Fokus buku
ini ialah kajian pada sebab penyakit (etiologi) dan penyembuhannya dengan obat dari tumbuhan
atau hewan.

Namun, isi bukunya kaya dengan deskripsi ribuan jenis tanaman asal Arab, daratan Asia,
Romawi, dan Yunani. Dalam soal penamaan tanaman, Al-Biruni menerapkan ide binominal
nomeklatur, seperti temuan Linnaeus pada abad 16, dan tak lupa menjelaskan lokasi asalnya.
Alhasil, Kitab al-Saydanah tak cuma soal farmasi, melainkan juga sejarah botani dan
leksikografi.

Tak heran, para sarjana kontemporer mengagumi Al-Biruni dan menganggap kualitasnya setara
Leonardo da Vinci, si genius universal terbaik di Barat.

“Berdasar cakupan (ilmu) dan orisinalitas, Al-Biruni sepadan dengan Leonardo da Vinci,” tulis
Paul S. Agutter dan Denys N. Wheatley dalam Thinking about Life: The History and Philosophy
of Biology and Other Sciences (hlm. 43).
share infografik

Toleransi dan Humanisme Al-Biruni


Al-Biruni diduga yatim-piatu sejak kecil. Abu Nasr Mansur Ibn Ali Ibn Iraq, seorang
matematikawan dan anggota keluarga penguasa di Khat (sekarang Khiva, Uzbekhistan),
memungutnya. Ia besar saat Kekhilafahan Abbasiyah merosot dan kawasan Khawarizm (Asia
Tengah) kerap bergolak. Masa kacau ini membuat Al-Biruni sering berpindah dari satu kota ke
kota lain. Ia bahkan sempat jatuh miskin.

Banyak peneliti biografi Al-Biruni meyakini masa kekacauan ini mengilhaminya menekuni studi
sejarah dan budaya bangsa-bangsa di luar peradaban Islam. Ulasannya dalam kajian humaniora
mengisyaratkan Al-Biruni ingin mencari formula untuk sistem sosial yang mapan dan
perdamaian. Riset budaya dan sosialnya punya fondasi objektivitas yang khas modern.

Bagian awal Kitab Al-Athar memuat penjelasan Al-Biruni bahwa ide penyusunan buku ini
muncul dari diskusinya dengan seorang penguasa terpelajar. Keduanya sepakat, bahwa dengan
kajian yang mendekati kenyataan tentang budaya dan institusi sosial generasi kuno, plus
dibarengi studi perbandingan sejarah bangsa-bangsa, kita bisa memetik pelajaran berguna bagi
pembangunan sistem sosial baru yang lebih baik.

“Akan tetapi, pikiran kita harus bersih dulu dari semua yang membutakan manusia pada
kebenaran, seperti bersikap partisan, mementingkan rivalitas, tergila-gila pada satu tujuan
(fanatisme ideologis), berhasrat untuk menghegemoni dan lainnya,” tulis Al-Biruni dalam Kitab
Al-Athar (Chronology of Ancient Nations, terjemahan Edward Sachau, 1879, hlm. 3).

Sikap simpatik Al-Biruni pada komunitas di luar Islam makin menguat ketika usianya matang.
Pada usia 40-an, ia diboyong Sultan Mahmud Al-Ghazna ke Afganistan dan kemudian
“terpaksa” mengikuti ekspedisi politik Dinasti Ghaznavid ke India Utara selama 13-an tahun.

Di India, secara mandiri, ia meneliti dan menulis Kitab Fi Tahqiq Ma Li Al-Hind Min Maqola
Maqbula Fi Al-`Aql Aw Mardhula (Alberuni's India). Al-Biruni juga menerjemahkan buku-buku
sanskerta ke bahasa Arab. Sebaliknya, ia juga menerjemahkan buku bahasa Arab dan Yunani ke
sanskerta. Al-Biruni beda pendapat dengan Sultan Mahmud Al-Ghazna. Ia menganggap
masyarakat India bukan kafir penyembah berhala, melainkan pengikut “bentuk lain”
monoteisme.

Di tanah pemuja dewa-dewa Hindu, Al-Biruni mempraktikkan toleransi total sekaligus aktif
mendorong dialog kebudayaan. Saat menulis Kitab Al-Hind, ia sengaja melenyapkan deskripsi
yang bisa membuat pembaca muslim “mengolok-olok” kepercayaan orang India. Al-Biruni
mengingatkan pembacanya bahwa perbedaan bahasa dan konteks mudah memunculkan salah
paham terkait teologi.

“Dia tak lelah meminimalisir informasi soal perbedaan (antara Islam dan Hindu) agar
memudahkan perjumpaan pembaca muslim dengan mereka yang liyan (India),” tulis Soumaya
Mestiri, filsuf dari Universitas Tunisia, dalam terbitan Unesco  itu. Soumaya menilai Al-Biruni
memiliki sikap humanisme skeptis saat menulis India.

Kitab Al-Hind, yang membuat Al-Biruni masyhur sebagai “Bapak Antropologi” dan "sang
pemula" dalam studi perbandingan agama serta Indologi, bisa jadi adalah warisan terpentingnya.
Buku ini adalah praksis Al-Biruni mendorong dialog peradaban demi kehidupan bersama di
tengah perbedaan dengan fondasi “saling memahami”.

Dalam kalimat pembuka Kitab Al-Hind, Al-Biruni menegaskan, “Buku ini tak membahas
polemik. Saya menjelaskan India sebagaimana adanya. Saya malah akan menunjukkan
keterkaitan India dengan Yunani... Juga keterkaitannya dengan gagasan sebagian sufi dan
sejumlah pengikut Kristen, terutama pada konsep perpindahan jiwa, dan panteisme, teori
kesatuan tuhan dengan ciptaannya.” (Alberuni`s India, terjemahan Edward Sachau, 1910, hlm. 7-
8).

Al-Biruni mengkaji konsep ketuhanan orang India dengan membedakan gagasan mereka di
ranah filsafat dan ritus. Ia menulis kaum terpelajar di India menjelaskan Tuhan seperti sebuah
“titik tunggal”, artinya tak memiliki satu pun sifat manusiawi. Ide ini sulit dicerna orang awam di
India sehingga mereka mengikuti prinsip itu tapi dengan gambaran lebih ekspresif. Misalnya,
Tuhan memiliki 12 lengan panjang dan tapak tangan sangat lebar. Atau, keyakinan bahwa Tuhan
maha tahu terpancar dalam gambaran awam bahwa sang pencipta memiliki ribuan mata.

Itulah sebabnya, menurut Al-Biruni, ritual pemujaan patung dewa bisa dimengerti sebagai sarana
orang awam di India untuk menghayati gambaran abstrak soal Tuhan yang sulit mereka pahami.
Pola mirip, sekalipun praktiknya berbeda, menurutnya terjadi dalam Kristen, Yahudi, Yunani,
bahkan Islam. (Al-Beruni's India, hlm. 111).

Ia menjelaskan, pada level filosofi, orang India meyakini Tuhan maha esa, abadi, tak punya awal
dan akhir, maha berkehendak, maha kuasa, pusat segala kebijaksanaan, maha menghidupi, maha
mengatur dan memelihara, sekaligus tak menyerupai dan diserupai. Salah satu rujukan
kesimpulannya adalah Kitab Sutra Yoga Patanjali. Kitab ini sempat diterjemahkan Al-Biruni ke
dalam bahasa Arab.

"Kitab Patanjali menulis, seorang murid bertanya: Siapa yang patut disembah dan dipercaya bisa
memberikan keberkatan? Sang guru menjawab: Dia lah yang abadi dan berbeda, yang tak butuh
apa pun dari manusia, yang berkuasa membalas (kebaikan) dan memberi kebahagiaan, yang
diharapkan, serta memberikan kesusahan, yang ditakuti manusia. Dia tak terjangkau oleh pikiran
manusia, yang maha tinggi dan sama sekali tak menyerupai apa pun. Dia kekal dan abadi," tulis
Al-Biruni. (Alberuni`s India, hlm. 27).  

Sebagian muslim masa sekarang mungkin mudah menuduh Al-Biruni sebagai pluralis dan
liberal. Tapi, jangan salah, hampir tak ada catatan hujatan dari teolog Islam abad pertengahan
kepada Al-Biruni sebagaimana menimpa banyak filsuf muslim lain. Ia muslim Sunni yang
meyakini bahwa dunia diciptakan oleh Tuhan dari semula tak ada menjadi ada dan menolak
premis filsafat peripatetik.
"Al-Biruni meyakini dunia jadi manifestasi kekuasaan Tuhan dan tak terbantahkan oleh argumen
manusia mana pun. Tuhan (bagi dia) adalah sang pencipta yang menguasai segala hal dan
mengetahui seluruh misteri," tulis Seyyed Hossen Nasr dalam An Introduction to Islamic
Cosmological Doctrines (State University of New York Press, 1993, hlm. 116). 

Karyanya, Kitab Al-As'ilah wa Al-Ajwibah memuat korespondensi Al-Biruni dan Ibnu Sina yang
secara khusus mengulas kritiknya ke premis-premis dasar filsafat peripatetik. Salah satunya, ia
menolak premis keabadian alam semesta, yang artinya tidak mengada karena diciptakan Tuhan,
sebab melanggar prinsip “kebaruan” alam. Pendapat itu didukung hasil risetnya yang
menyimpulkan pembentukan permukaan bumi melewati serangkaian siklus geologi dan
paleontologi.

Al-Biruni membangun teori kosmologi versinya sendiri, tak mengikuti tiga aliran besar filsafat
Islam, peripatetik, illuminasi, dan kalam. Sebagian kesimpulannya sama dengan teolog muslim
abad pertengahan mengenai penciptaan Tuhan dan cenderung anti-aristotelian. Sekalipun
demikian, ia bukan seorang dogmatis yang memungut pengetahuan dari satu sumber saja. Ambil
contoh, hipotesanya mengenai siklus zaman yang menyerupai teori evolusi disinyalir hasil
kombinasi risetnya soal alam, kisah para nabi dalam Alquran, dan cerita dalam kitab-kitab kuno
di India.

“Bagi Al-Biruni, dunia memiliki siklus alamiah, tapi tak pernah kembali ke titik awal ... Siklus
itu dipahami Al-Biruni sebagai perubahan kualitatif yang saling berkaitan dari satu masa
sebelumnya dengan periode selanjutnya," tulis Seyyed Hossen Nasr dalam jurnal The Unesco
Courier.

Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan


penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti, dan pemikir Islam di pelbagai bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para
sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang, dan akan memberikan sumbangan pada
peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut
akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".
https://tirto.id/kegeniusan-al-biruni-muslim-bergelar-guru-segala-ilmu-crmu
 

Anda mungkin juga menyukai