Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Al-Qur’an banyak terdapatayat-ayat yang menyerukan manusia untuk
memperhatikan, merenung dan memikirkan penciptaan Allah baik yang di langit,
bumi maupun diantara keduanya.Diantara ayat-ayat yang menerangkan tentang hal
tersebut yaitu Q.S Ali Imran ayat 190-191.
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan
membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya, serta mensyukuri apa yang terbentang di
alam semesta. Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan
bumi.Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup.Juga
memperhatikan pergantian siang dan malam.Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat,
tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengertian dari Ulul Albab?
2. Bagaimana karakteristik Ulul Albab?
3. Bagaimana lafal dan terjemahan Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
4. Bagaimana Asbabul Nuzul Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
5. Bagaimana Penafsiran dari Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
6. Bagaimana Analisis tafsir Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mendiskripsikan pengertian Ulul Albab.
2. Mendiskripsikan Karakteristik Ulul Albab.
3. Mendiskripsikan lafal dan terjemahan Q.S Ali Imran ayat 190-191.

1
4. Mendiskripsikan asbabul Nuzul Q.S Ali Imran ayat 190-191.
5. Untuk mengetahui tafsir dari Q.S Ali Imran ayat 190-191.
6. Untuk mengetuhui analisis tafsir Q.S Ali Imran ayat 190-191.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulul albab


Istilah ulul albab berasal dari dua kata yakni ulu dan albab, Kata ulu dalam
bahasa arab berarti dzu yaitu memiliki.1 Sedangkan albab berasal dari kata al-lubb
yang artinya otak atau pikiran (intellect) albab di sini bukan mengandung arti otak
atau pikiran beberapa orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Dengan
demikian ulul albab artinya orang yang memiliki otak yang berlapis lapis. Hal ini
membentuk arti kiasan tentang orang yang memiliki otak yang tajam.2
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, ulul albab diartikan sebagai orang
yang cerdas, berakal atau orang yang mempunyai kecerdasan tinggi dan berfikiran
jernih berdasarkan ilmu pengetahuan.3
Menurut pendapat Abuddinata dalam karyanya, Tafsir ayat-ayat pendidikan,
bahwa Ulul albab adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni
mengingat(Allah), dan tafakkur memikirkan (ciptaan Allah)
Sedangkan menurut Ibnu Katsir yang tertuang dalam karyanya (Tafsir Ibnu
Katsir) bahwa yang disebut ulul albab adalah akal yang sempurna dan bersih
yang dengannya dapat diketemukan berbagai keistimewaan dan keagungan
mengenai sesuatu bukan seperti orang-orang yang buta dan bisu yang tidak dapat
berfikir.4
A.M. Saefudin memberi pengertian bahwa ulul albab adalah pemikir
intlektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala dan proses alamiyah

1
Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Yogyakarta:
Pondok Pesantren Krapyak, 1984), hlm.49
2
M. Dawam Rahardjo,Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002),hlm 557
3
Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003),ed.3 hlm 437
4
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1,(Bairut; Darul Kutub
Ilmiyah,1994),hlm 403

3
dengan metode ilmiah induktif dan deduktif, serta intlektual yang membangun
kepribadian dengan dzikir dalam keadaan dan sarana ilmiah untuk kemaslahatan
dan kebahagiaan seluruh umat manusia. ulul albab adalah intlektual muslim yang
tangguh yang tidak hanya memiliki ketajaman analisis obyektif, tetapi juga
subyektif.
Ulul albab adalah orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang
benar. Mereka membuka pandangannya untuk menerima ayat-ayat Allah SWT
pada alam semesta, tidak memasang penghalang-penghalang, dan tidak menutup
jendela-jendela antara mereka dan ayat-ayat ini. Mereka menghadap kepada Allah
SWT dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk dan berbaring. Maka terbukalah
mata (pandangan) mereka, menjadi lembutlah pengetahuan mereka, berhubungan
dengan hakekat alam semesta yang dititipkan Allah SWT kepadanya., dan
mengerti tujuan keberadaannya, alasan ditumbuhkannya, dan unsur-unsur yang
menegakkan fitrahnya demi ilham yang menghubungkan antara hati manusia dan
undang-undang alam ini.5
Dalam Al-Qur‟an ulul albab, bisa mempunyai berbagai arti tergantung dari
penggunaannya. Dalam A Concordance of the Qur’an yang dikutip oleh Dawam
Rahardjo, kata ini bisa mempunyai beberapa arti :6
a. orang yang mempunyai pemikiran (mind) yang luas atau mendalam,
b. orang yang mempunyai perasaan (heart) yang peka, sensitif atau yang halus
perasaannya
c. orang yang memiliki daya pikir (intellect) yang tajam atau kuat
d. orang yang memiliki pandangan dalam atau wawasan (insight) yang luas dan
mendalam
e. orang yang memiliki pengertian (understanding) yang akurat, tepat atau luas

5
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an Jilid II, (Jakarta: Gema Insani,2008),hlm. 245
6
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci., (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 557.

4
f. orang yang memiliki kebijakan (wisdom), yakni mampu mendekati kebenaran,
dengan pertimbangan-pertimbangan yang terbuka dan adil.
Seorang ulul albab adalah orang yang sadar akan ruang dan waktu artinya
mereka ini adalah orang yang mampu mengadakan inovasi serta eksplorasi,
mampu menduniakan ruang dan waktu, seraya tetap konsisten terhadap Allah,
dengan sikap hidup mereka yang berkesadaran zikir terhadap Allah SWT. Ulul
albab memiliki ketajaman intuisi dan intlektual dalam berhadapan dengan
dunianya karena mereka telah memiliki memiliki potensi yang sangat langka yaitu
hikmah dari Allah SWT.
Seorang ulul albab mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar banyak
dan berfikir mendalam, mencari pengertian yang paling hakiki atau inti yang
hanya dilakukan apabila seseorang itu berfikir secara radikal ke akar-akarnya. Dari
aktifitas itulah orang akan sampai pada tingkat kebijaksanaan (wisdom).
Al-Quran mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai
hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus
untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan
anugrah Allah (potensi akal,kalbu, dan nafsu) pada sebuah panggilan, yaitu ulul
albab. Allah tidak menafikan potensi yang dianugrahkan oleh-NYA kepada
manusia agar tidak tergiur dan terpesona oleh hasil dirinya sendiri, sehingga
keterpesonaan itu membuat dirinya menjadi hamba dunia, karena kecintaan yang
berlebihan pada dunia.7
Dari beberapa pengertian yang telah penulis paparkan di atas tentang
beberapa pengertian ulul albab, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ulul albab
adalah seseorang yang memiliki wawasan yang luas dan mempunyai ketajaman
dalam menganalisis suatu permasalahan, tidak menutup diri dari semua masukan
yang datang dari orang lain, dengan kecerdasan dan pengetahuan yang luas mereka
tidak melalaikan Tuhannya, bahkan mereka menggunakan kelebihan yang dimiliki
untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengingat ( dzikir) dan
7
Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, ,( Jakarta: Gema Insani,2000),
hlm 122

5
memikirkan (fikir) semua keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaanNYA,
sehingga tumbuh ketaqwaan yang kuat dalam dirinya dan selalu bermawas diri
dari gejolak nafsu yang bisa menjerumuskan dirinya kedalam lembah kenistaan.

B. Karakteristik Ulul albab


Jalaluddin Rahmat mengemukakan lima tanda ulul albab dalam alQur'an yaitu: 8
a. Bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam Al-Qur‟an.
Firman Allah :

   


   
   
    
   
  
 
   
   
  
    
     
  

Artinya:

“Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara


(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang

8
Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus, (Bandung: Mizan, 1993),
Cet. V, hlm. 213-215

6
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.9
Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap Muslim. Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia
juga di hadapan Allah.
Oleh karena itu, banyak sekali keutamaan-keutamaan bagi orang yang
menuntut ilmu, sebagaimana yang di sebutkan dalam al-qur’an dan hadits
Rasulullah saw, diantaranya:
Dalam Kitab Ihya Uluumuddiin Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa
Nabi berkata: “Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para
syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama!“ Nabi juga berkata
bahwa meninggalnya 1 kabilah (penduduk 1 kampung) lebih ringan daripada
meninggalnya seorang ulama. Itulah kemulian orang yang berilmu!
Di samping itu, orang yang menuntut ilmu akan mendapatkan balasan
baik di dunia maupun di akhirat. Dalam sebuah hadist di katakan: “Barangsiapa
berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan
menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi
penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat.
“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia
berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah
ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan
diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita,
keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.

9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro, 2008),
hlm. 50

7
Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka
terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari
Abu Hurairah ra)
Karena banyaknya keutamaan-keutamaan bagi orang yang menuntut ilmu
itulah, maka ulul albab, tidak menyia-nyiakan potensi dirinya untuk selalu
terus-menerus bersungguh-sungguh dalam mencari dan memperdalam ilmu.

b. Bisa membedakan mana yang Haq dan Batil, walaupun ia harus sendirian
mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh
banyak orang.

ِ ‫ب اولا ْو أ ا ْع اج اب اك اكثْ ارة ُ ْال اخ ِبي‬


‫ث‬ ُ ِ‫قُ ْل اَل اي ْست ا ِوي ْال اخب‬
َّ ‫يث او‬
ُ ‫الط ِي‬
Artinya:
"Katakanlah, tidak sama kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya
kejelekan itu mencengangkan engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai ulul-
albab." (QS.Al Maa-idah:100)10
Dengan kata lain ulul albab selalu menjadikan al-Qur’an sebagai sumber segala
penerang dan hukum dalam menyikapi setiap hal-hal yang ada di sekelilingnya.
Karena mereka berkeyakinan bahwa al-qur’an yang hanya bisa di jadikan
sumber untuk membedakan mana yang hak dan batil.

c. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan,


teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan oleh orang lain.

‫َّللاُ اوأُولائِ اك ُه ْم‬


َّ ‫سناهُ أُولا ِئ اك الَّذِينا اهداا ُه ُم‬
‫الَّذِينا اي ْست ا ِمعُونا ْالقا ْو ال فا ايت َّ ِبعُونا أ ا ْح ا‬
ِ ‫أُولُو ْاْل ا ْلباا‬
‫ب‬
Artinya:

10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya.., hlm. 75

8
"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan mereka
itulah ulul-albab." (QS.Az-zumaar:18)11
d. Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki
masyarakatnya, bersedia memberikan pengertian kepada masyarakat, terpanggil
hatinya untuk memperbaiki ketidak beresan di tengah-tengan masyarakat.
Sebagaimana firman Allah :

  


 
   
  
 
Artinya:
“Al Quran ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran”.12
e. Tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah atau dengan kata lain orang
yang bertakwa

ِ ‫ون ايا أُو ِلي ْاْل ا ْل ابا‬


‫ب‬ ِ ُ‫الزا ِد الت َّ ْق اوى اواتَّق‬
َّ ‫اوت ازا َّودُوا فاإ ِ َّن اخي اْر‬
Artinya:
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku hai ulul-albab." (QS. Al Baqarah: 197)
Di dalam ayat lain Allah swt berfirman: "…maka bertakwalah kepada
Allah hai ulul-albab, agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al maa-idah:
179)

11
Ibid.., hlm. 460
12
Ibid.., hlm. 261

9
Sebagian Ulama mendefinisikan taqwa sebagai sikap pencegahan diri
dari adzab Allah dengan melakukan amal shaleh dan takut kepada-Nya baik di
kala sepi maupun ramai. Sikap ini akan membuat seseorang selalu merasa
diawasi dan disertai Allah (ma'iyatullah).
Hamka mengatakan dalam taqwa terkandung cinta, kasih, harap,
cemas,tawakal, ridha, sabar dsb. Rasulullah pernah bertanya kepada Abu
Hurairah:"Pernahkah engkau bertemu jalan yang berduri? Bagaimana
tindakanmu pada waktu itu?". Sahabat tersebut menjawab: "Apabila aku
melihat duri,aku menghindar ke tempat yang tidak berduri atau aku langkahi,
atau aku mundur". Rasulullahpun bersabda :"Itulah taqwa".
Rasulullah pernah ditanya: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang
cerdas?" "Orang yang berfikir (menggunakanakalnya)"Jawab Nabi "Lalu
siapakah yangbaik ibadahnya?" tanya mereka. "Orang yang
berfikir(menggunakan akalnya)"Jawab Nabi. "Lalu siapakah yang paling utama
?" tanya mereka selanjutnya."Orang yang selalu berfikir (menggunakan
akalnya)" Jawab Nabi kembali.Mereka berkata : "Wahai Rasulullah, bukankah
orang yang berfikir itusempurna akhlaknya, baik tutur katanya, pemurah
tangannya dan tinggikedudukannya?" Nabi saw menjawab :"Semua itu faktor
penyebab kepuasan didunia, sedangkan di akhirat yang di sisi Tuhan itu hanya
bagi orang yangbertaqwa, orang berfikir (menggunakan akalnya)itulah orang
yang bertaqwa,sekalipun kelihatannya rendah hidupnya di dunia."

C. Lafal dan Terjemah Q.S Ali Imran Ayat 190-191


   
 
  
  

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya


malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (190)

10
  
  
  
 
   
  
   
“ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.

D. Asbabun Nuzul
As- Suyuti dalam kitabnya menyebutkan mengenai asbabun nuzul surah Ali-
Imran ayat 190 dengan mengutip hadits riwayat Ath-Thabrani. Ath-Thabrani dan
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “hai orang-orang
Quraisy mendatangi orang-orang yahudi dan bertanya kepada mereka, “apa tanda-
tanda yang dibawa Musa kepada kalian? Orang-orang yahudi itu menjawab,
Tongkat dan tangan yang putih bagi orang-orang yang melihatnya. Lalu orang-
orang Quraisy itu mendatangi orang-orang nasrani, lalu bertanya kepada mereka,
apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa? Mereka menjawab, dia dulu
menyembuhkan orang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.
Lalu mereka mendatangi nabi SAW. Lalu mereka berkata kepada beliau,
berdoalah kepada tuhanmu untuk mengubah bukit shafa dan marwah menjadi
emas untuk kami. Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman ALLAH :
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda(kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”(HR.ath-
thabrani)
Antara ayat 190 dan 191 asbabun nuzulnya sama-sama berkaitan.

11
E. Penafsiran Ayat Ali-Imran 190-191
Allah Swt pada ayat 190 surah Ali Imran mengajak manusia untuk berpikir
dan merenungi tentang penciptaan langit-langit dan bumi. Kemudian pada ayat
berikutnya Allah Swt menjelaskan hasil dan buah dari berpikir ini.
Ayat ini menjelaskan tentang keesaan Tuhan Sang Pencipta dan menyatakan
bahwa apabila manusia memikirkan dengan cermat dan menggunakan akalnya
terkait dengan proses penciptaan langit-langit dan bumi, silih bergantinya siang
dan malam, maka ia akan menemukan tanda-tanda jelas atas kekuasaan Allah Swt
maha karya dan rahasia-rahasia yang menakjubkan yang akan menuntun para
hamba kepada Allah Swt dan hari Kiamat serta menggiring mereka pada
kekuasaan Ilahi yang tak terbatas.

1. Tafsir Ibnu Katsir


Ayat 190-191 surat Ali Imran merupakan penutup surat Ali Imran. Ini
antara lain terlihat pada uraian-uraiannya yang bersifat umum. Setelah
dalam ayat-ayat lalu menguraikan hal-hal yang rinci, sebagaimana terbaca
pada ayat 189 yang menegaskan kepemilikan Allah Swt. Atas alam raya.
Maka pada ayat yang ke-190-191 Allah menguraikan sekelumit dari
penciptaan-Nya, serta memerintahkan agar memikirkannya.
Salah satu bukti kebenaran bahwa Allah merupakan Sang Pemilik atas
alam raya ini, dengan adanya undangan kepada manusia untuk berpikir,
karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa,
seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat
dilangit, atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta
kejadian dan perputaran bumi pada porosnya yang melahirkan silih
bergantinya malam dan siang, perbedaannya baik dalam masa maupun
panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul
albab, yakni orang orang yang memiliki akal yang murni.
Kata (‫ )الباب‬al-bab adalah bentuk jamak dari (‫ )لب‬lub yaitu “saripati”
sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang

12
dinamai lub. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni,
yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide yang dapat melahirkan
kerancuan dalam berpikir. Orang yang merenungkan tentang penomena alam
raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan
kekuasaan Allah Swt.13
Ayat ini mirip dengan ayat 164 surat Al-Baqarah. Disisi lain, ayat 164 Al-
Baqarah ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan
“tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (‫ )اليت لقوم يعقلون‬la ayatin
liqaumin ya’qilun, sedangkan pada ayat ini, karena mereka telah berada pada
tahap yang lebih tinggi dan juga telah mencapai kemurnian akal, maka sangat
wajar ayat ini ditutup dengan (‫ )اليت اللي االلباب‬la ayatin liulil albab.
Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan melalui Atha bahwa, “Suatu ketika ia
bersama rekannya, mengunjungi Aisyah Ra. istri Nabi Saw, untuk bertanya
tentang peristiwa apa yang paling mengesankan beliau dari rasul Saw.
Aisyah menangis sambil berkata: “Semua yang beliau lakukan mengesankan
kalau hanya menyebut satu, maka satu malam, yakni di malam giliran beliau
tidur berdampingan denganku, kulitnya menyentuh kulitku lalu beliau
bersabda,”wahai aisyah, izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku” dan aku
berkata berkata, “demi Allah, aku senang berada disampingmu, tetapi aku
senang juga engkau beribadah kepada Tuhan.” Maka beliau pergi berwudhu,
tidak banyak air yang beliau gunakan lalu berdiri melaksanakan shalat dan
menangis hingga membasahi jenggot beliau lalu sujud dan menangis hingga
membasahi lantai, lalu berbaring dan menangis. Setelah itu bilal datang
untuk adzan subuh bilal bertanya kepada rasul tentang apa gerangan yang
membuat beliau menangis sedang Allah telah mengampuni dosanya yang lalu
dan yang akan datang. Rasul Saw menjawab, “aduhai bilal, apa yang dapat
membendung tangisku sedang semalam Allah telah menurunkan ayat, “inna

13
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz II, (Bairut; Darul
Kutub Ilmiyah,2006),hlm 126

13
fil khalkissama waati.., sungguh celaka siapa yang membaca tapi tidak
memikirkannya” .14

2. Quraisy shihab
Ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya menjelaskan sebagian dari ciri-ciri
orang yang dinamai ulul albab yang telah disebutkan pada ayat yang lalu.
Mereka adalah orang-orang baik laki-laki maupun perempuan yang terus
mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi dan
kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk atau keadaan berbaring atau
bagaimanapun, dan mereka memikirkan tentang penciptaan yakni kejadian
dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah itu berkata sebagai kesimpulan.
Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini
dengan sia-sia tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami alami, atau dengar dari
keburukan atau kekurangan, Maha Suci Engkau dari semua itu. Itu adalah
ulah atau dosa dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kami
kedalam siksa neraka, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Karena,
Tuhan kami “Kami tahu dan sangat yakin bahwa sesungguhnya siapa yang
engkau masukan kedalam neraka, maka sungguh telah engkau hinakan ia
dengan mempermalukannnya di hari kemudian seabagai seorang serta
menyiksanya dengan siksa yang pedih. Tidak ada satupun yang dapat
membelanya, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim. Siapapun ia, satu
penolongpun”15
Di atas terlihat bahwa objek dzikir adalah Allah, sedang objek pikir
adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa
pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu. Sedangkan
pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan alam, yakni berpikir. Akal
memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi

14
Ida Tanjung, file:///Tafsir%20Tarbawi%20_%20Blog%20Idha%20Tanjung.htm, diakses
tanggal 14 Oktober 2017
15
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,Jilid II
(Jakarta: Lentera Hati, 2009),.hlm. 371

14
ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah. Hal ini dipahami dari
sabda Rasullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibnu
Abbas: “Berpikirlah tentang makhluk Allah dan jangan berpikir tentang
Allah“.
Quraish Shihab memahami kalimat tersebut sebagai hasil dzikir dan pikir,
dengan demikian ia tidak dapat dihadang oleh keberatan di atas. Di sisi lain,
hasil itu akan sangat serasi dengan permohonan mereka selanjutnya. Yakni
karena semua makhluk tidak diciptakn sia-sia, karena ada makhluk yang baik
dan yang jahat, ada yang durhaka dan ada pula yang taat, di mana tentu saja
yang durhaka akan dihukum maka mereka memohon perlindungan dari siksa
neraka mereka selanjutnya berusaha untuk menjadi makhluk yang baik dan
taat.

2.4 Kandungan Hukum


Pada QS. Ali-Imran ayat 190-191 di dalamnya memiliki kandungan
hukum yaitu Allah mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu dan
memerintahkan untuk mempergunakan pikiran kita untuk merenungkan alam,
langit dan bumi (yakni memahami ketetapan-ketetapan yang menunjukkan
kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan) serta pergantian siang dan malam.
Yang demikian ini menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir, bahwa
semua ini tidaklah terjadi dengan sendirinya. Kemudian dari hasil berpikir
tersebut, manusia hendaknya merenungkan dan menganalisa semua yang ada
di alam semesta ini, sehingga akan tercipta ilmu pengetahuan.

F. Analisis tafsir
Kitab tafsir yang digunakan penulis dalam menerjemahkan QS. Ali Imran ayat
190-191 adalah kitab tafsir Ibnu katsir dan kitab tafsir Al misbah. Kitab tafsir Ibnu
katsir berdasarkan sistematika tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam
mushaf Al-Qur’an, yang lazim disebut sebagai sistematika tartib mushafi. Kitab
Ibnu Katsir ini perhatiannya sangat besar kepada masalah tafsir al-Qur’an bi al-
Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat). Tafsir ini merupakan tafsir yang paling

15
banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya,
kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits-hadits marfu’ yang relevan
dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa yang menjadi dalil dari ayat
tersebut.

Kelebihan dari tafsir Ibnu Katsir adalah :


a. Perhatian yang sangat besar dengan penafsiran antara al-Qur’an dengan al-
Qur’an.
b. Merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya, kemudian di ikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis
marfu’ yang ada relevansinya dengan ayat yang sedang di tafsirkan serta
menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti
dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama’ salaf.
c. Disertakan selalu peringatan akan cerita-cerita israilliyyat yang tertolak yang
banyak tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur.
d. Bersandar pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi Saw, para sahabat dan tabi’in.
e. Keluasan sanad-sanad dan sbda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya akan
riwayat-riwayat tersebut.
f. Penguasaan terhadap ayat-ayat nasikh mansukh, serta penguasaannya terhadap
shahihnya riwayat.
g. Penjelasannya dalam segi i’rab, dan istimbatnya tentang hukum-hukum syar’i
dan ayat-ayat al-Qur’an.
h. Menjadi literatur mufassir setelahnya, telah dicetak dan disebarkan ke segala
penjuru dunia.
i. Tidak mencantumkan perdebatan golongan dan madzhab, serta mengajak pada
persatuan dan mencari kebenaran bersama.
Tafsir al misbah menggunakan Metode tafsir tahlili merupakan cara
menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mendeskripsikan uraian-uraian makna yang
terkandung dalam ayat-ayat Alquran dengan mengikuti tertib susunan surat-surat
dan ayat-ayat sebagaimana urutan mushaf Alquran, dan sedikit banyak melakukan

16
analisis di dalamnya: dari segi kebahasaan, sebab turun, hadis atau komentar
sahabat yang berkaitan, korerasi ayat dan surat, dll.

Tafsir Al misbah tentunya memiliki banyak kelebihan. Di antaranya:

1. Tafsir ini sangat kontekstual dengan kondisi ke-Indonesiaan, dalamnya banyak


merespon beberapa hal yang aktual di dunia Islam Indonesia atau internasional.
2. Quraish Shihab meramu tafsir ini dengan sangat baik dari berbagai tafsir
pendahulunya, dan meraciknya dalam bahasa yang mudah dipahami dan
dicerna, serta dengan sistematika pembahasan yang enak diikuti oleh para
penikmatnya.
3. Quraish Shihab orang yang jujur dalam menukil pendapat orang lain, ia sering
menyebutkan pendapat pada orang yang berpendapat.
4. Quraish Shihab juga menyebutkan riwayat dan orang yang meriwayatkannya.
Dan masih banyak keistimewaan yang lain.
5. Dalam menafsirkan ayat, Quraish tidak menghilangkan korelasi antar ayat dan
antar surat.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari isi QS. Ali Imran ayat 190-191 yang berdasarkan penjelasan
mufassir yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa Allah menegaskan kepada
umat manusia dengan memberikan perumpamaan agar dapat dipetik hikmah atau
pelajaran dengan menjelaskan sebagian dari ciri-ciri orang yang dinamai-Nya ulul
albab, yakni (1) orang orang yang memiliki akal yang murni baik laki-laki maupun
perempuan yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai
kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah Swt. (2) Orang-
orang yang terus mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi
dan kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk atau keadaan berbaring atau
bagaimanapun, dan mereka memikirkan tentang penciptaan yakni kejadian dan sistem
kerja langit dan bumi, dan (3) Orang-orang setelah melihat dan memikirkan itu
semua, mereka berkata sebagai kesimpulan terhadap ciptaan-Nya, yakni “Tuhan kami
tiadalah engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini dengan sia-sia tanpa
tujuan yang hak”.

18
DAFTAR RUJUKAN

Ad-dimasyqy, Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir. 1994.Tafsir Ibnu Katsir, Juz
1,(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah.

al-Munawir, Ahmad Warson. 1984. Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia.


Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak.

Departemen Agama RI, 2008. Al-Qur’an dan Tarjamahannya. Bandung: CV.


Diponegoro.

Ida Tanjung, file:///Tafsir%20Tarbawi%20_%20Blog%20Idha%20Tanjung.htm,


diakses tanggal 14 Oktober 2017

Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Quthb, Sayyid. 2008. Tafsir Fidzilalil Qur’an Jilid II. Jakarta: Gema Insani.

Rahardjo, M. Dawam. 2002. Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan


Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina.

Rahardjo, M. Dawam. 2002. Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan


Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina.

Shihab, M. Qurais. 2009. Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an,Jilid II. Jakarta: Lentera Hati.

Tasmara, Toto. 2000.Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri. Jakarta: Gema
Insani.

19

Anda mungkin juga menyukai