Anda di halaman 1dari 16

MODUL 2

PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN

1.1 TUJUAN
1. Dapat menggunakan alat ukur jangka sorong untuk mengukur benda.
2. Dapat membedakan presisi dan akurasi hasil pengukuran dari setiap
alat ukur yang berbeda tingkat ketelitiannya terhadap hasil
pengukuran.
3. Mampu melakukan perhitungan atau konversi ukuran dengan
menerapkan pembulatan dan angka penting.

1.2 PRINSIP
1. Berdasarkan pengukuran sampel menggunakan jangka sorong dengan
menentukan NST alat.
2. Berdasarkan pengukuran pada benda dengan menggunakan alat ukur
yang berbeda tingkat ketelitiannya.
3. Berdasarkan data yang didapatkan dan hasil pengukuran suatu benda
√∑(x−𝑥̅ )2
dengan menggunakan rumus standar deviasi SD = (𝑛−1)

1.3 TEORI
Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab
ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan
kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran,
dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta tingkat keterampilan pengamat
yang berbeda-beda. Dengan demikian sangan sulit untuk mendapatkan nilai
sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. Beberapa panduan bagaimana cara
memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin diperlukan dan bagaimana cara
melaporkan ketidakpastian yang menyertainya (Tipler, Paul A. 2001).
Untuk mengukur setiap besaran fisik dalam satuannnya masing-masing,
menggunakan perbandingan terhadap suatu standar. Satuan adalah nama unik
yang di tetapkan untuk mengukur besaran tersebut. Misalnya, meter (m) untuk

1
besaran panjang. (Herman, 2014)
Dalam pengukuran terdapat besaran pokok yaitu besaran yang satuannya
telah didefinisikan terlebih dahulu yang terdiri dari panjang, masssa, waktu, suhu,
kuat arus listrik, intensitas cahaya dan jumlah zat dan besaran turunan yaitu
besaran yang satuannya diperoleh dari besaran pokok yang terdiri dari luas,
volume, massa jenis, kecepatan, percepatan, gaya, usaha, daya, tekanan dan
momentum.
Bentuk ketidakpastian pengukuran terdiri atas ketidakpastian bersistem
dan ketidakpastian acak (rambang). Ketidakpastian bersistem terdiri atas:
kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kerusakan komponen alat, gesekan,
kesalahan paralaks. Ketidakpastian rambang (acak) merupakan kesalahan yang
bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan atau diatasi berupa
perubahan yang berlangsung sangat cepat sehingga pengontrolan dan pengaturan
di luar kemampuan. Ketidakpastian berbeda antara pengukuran tunggal dengan
pengukuran berulang.

A. Ketidakpastian pengukuran tunggal


Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja.
Keterbatasan skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan mengamati serta
banyak sumber kesalahan lain, mengakibatkan hasil pengukuran selalu dihinggapi
ketidakpastian. Nilai X sampai goresan terkhir dapat diketahui dengan pasti,
namun bacaan selebihnya adalah terkaan atau dugaan belaka sehingga patut
diragukan. Inilah yang ketidakpastian yang dimaksud dan diberi lambang ΔX.
Lambang ΔX merupakan ketidakpastian mutlak.
ΔX = 1/2 NST Alat
Dimana ΔX adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Angka 2 pada
persamaan di atas menunjukkan satu skala (nilai antar dua goresan terdekat)
masih dapat dibagi 2 bagian secara jelas oleh mata. Nilai ΔX merupakan hasil
pengukuran dilaporkan dengan cara yang sudah dibakukan sebagai berikut :
X = |X ± ΔX| satuan

B. Ketidakpastian pengukuran berulang

2
Pengukuran berulang merupakan pengukuran yang dilakukan lebih dari
satu kali, akan tetapi dapat dibedakan anta pengukuran yang dilakukan beberapa
kali (2 atau 3 kali) dengan pengukuran yang cukup sering (10 kali atau lebih. Nilai
pengukuran rata-rata dapat dilaporkan sebagai {􀀂̅̅} sedangkan deviasi
(penyimpangan) terbesar atau deviasi rata-rata dilaporkan sebagai ΔX. Deviasi
adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya.
Pelaporan ketidakpastian pengukuran berbeda antara pengukuran tunggal
dengan pengukuran berulang. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastiannya diberi
lambang Δx. Lambang Δx merupakan ketidakpastian mutlak. Semakin kecil Δx,
semakin tepat hasil pengukuran. Selain, ketidakpastian mutlak ada pula
ketidakpastian relatif. Makin tinggi ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian
yang dicapai pada pengukuran (Herman, 2014).
Saat menghitung jawaban dari beberapa hasil pengukuran, yang masing
masing memiliki ketepatan tertentu, kita harus memberikan hasil jawaban dengan
jumlah angka penting yang benar. Secara umum, angka penting dalam
pengukuran adalah digit yang telah diketahui dan dapat diandalkan (selain angka
nol yang digunakanuntuk menentukan titik desimal) atau perkiraan digit pertama.
Saat mengalikan beberapa besaran, jumlah angka penting dalam jawaban akhir
harus sama dengan jumlah angka penting dalam besaran yang angka pentingnya
paling sedikit.
Selain angka penting ada juga massa jenis (kerapatan) suatu zat. Massa
jenis didefinisikan sebagai massa per satuan volume. Zat yang berbeda juga
memiliki massa jenis yang berbeda karena perbedaan massa dan susunan atom
(Serway, Jewett. 2009).
Hukum-hukum fisika menyatakan hubungan antara besaran-besaran fisik,
seperti panjang, waktu, gaya, energi, dan suhu. Jadi, kemampuan untuk
mendefinisikan besaran-besaran tersebut secara tepat dan mengukur secara teliti
merupakan suatu syarat dalam fisika. Pengukuran setiap besaran fisik mencakup
perbandingan besaran tersebut dengan beberapa nilai satuan besaran tersebut,
yang telah didefinisikan secara tepat (Serway, Jewett. 2009).
Semua besaran fisik dapat dinyatakan dalam beberapa satuan-satuan
pokok. Sebagai contoh, kelajuan dinyatakan dalam satuan panjang dan satuan

3
waktu, misalnya meter per sekon atau mil per jam. Banyak besaran seperti gaya,
momentum, kerja, energi, dan daya, dapat dinyatakan dalam tiga besaran pokok
panjang, waktu dan massa. Pemilihan satuan standar untuk besaran-besaran pokok
ini mengahasilkan suatu sistem satuan. Sistem satuan yang digunakan secara
universal dalam masyrakat ilmiah adalah Sistem Internasional (SI). Dalam SI,
standar satuan untuk panjang adalah meter, satuan untuk waktu adalah sekon dan
standar satuan untuk massa adalah kilogram (Halliday Resnick Walker. 2010).

1.3.1 Alat Ukur


Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran panjang :
A. Jangka sorong
Jangka sorong mempunyai dua rahang dan satu penduga. Rahang dalam
digunakan untuk mengukur diameter dalam atau sisi dalam suatu benda. Rahang
luar untuk mengukur diameter luar atau sisi luar suatu benda. Sedangkan penduga
digunakan untuk mengukur kedalaman. Skala utama pada jangka sorong memiliki
skala dalam cm dan mm. Sedangkan skala nonius pada jangka sorong memiliki
panjang 9 mm dan di bagi dalam 10 skala, sehingga beda satu skala nonius
dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm atau 0,01 cm.
Jadi, skala terkecil pada jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jangka
sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam,
kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm (Halliday Resnick
Walker. 2010).

B. Mistar
Penggaris atau mistar berbagai macam jenisnya, seperti penggaris yang
berbentuk lurus, berbentuk segitiga yang terbuat dari plastik atau logam, mistar
tukang kayu, dan penggaris berbentuk pita (meteran pita). Mistar mempunyai
batas ukur sampai 1 meter, sedangkan meteran pita dapat mengukur panjang
sampai 3 meter. Mistar memiliki ketelitian 1 mm atau 0,1 cm. Posisi mata harus
melihat tegak lurus terhadap skala ketika membaca skala mistar. Hal ini untuk
menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran akibat beda sudut
kemiringan dalam melihat atau disebut dengan kesalahan paralaks. Mistar

4
digunakan untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi sesuai dengan batas ukur
dari mistar itu sendiri (Halliday Resnick Walker. 2010).

1.3.2 Keandalan Pengukuran (Reliability of Measurement)


Beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan keandalan pengukuran
adalah presisi (precision) dan akurasi (accuacy).

A. Presisi (Ketelitian)

Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan pengukuran antara satu dengan


lainnya. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka dikatakan
mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya jika hasil pengukuran menyebar maka
dikatakan mempunyai presisi rendah. Presisi diindikasikan dengan penyebaran
distribusi probabilitas. Distribusi yang sempit mempunyai presisi tinggi dan
sebaliknya. Ukuran presisi yang sering digunakan adalah standar deviasi (σ).
Presisi tinggi nilai standar deviasinya kecil dan sebaliknya. Presisi dalam sebuah
pengukuran bisa dikaitkan dengan 3 hal berikut ini:

Presisi berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang meliputi


antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur, kesetabilan tempat dimana
dilakukan pengukuran. Contohnya, pengukuran berat badan seorang bayi dengan
timbangan bayi lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran berat badan bayi
tersebut dengan timbangan beras (Halliday Resnick Walker. 2010).

Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar penyimpangan hasil ukur suatu
besaran ketika pengukuran dilakukan secara berulang-ulang. Sebuah pengukuran
yang dilakukan secara berulang memberikan hasil 7,2 cm, 7,3 cm, 7,2 cm, dan 7,3
cm. pengukuran kedua yang dilakukan oleh orang yang berbeda memberikan hasil
7,2 cm, 7,4 cm, 7,5 cm, dan 7,1 cm. dapat dikatakan bahwa pengukuran yang
dilakukan oleh orang pertama lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran yang
dilakukan oleh orang kedua.

Presisi juga berhubungan dengan jumlah angka desimal yang dicantumkan


dalam hasil pengukuran. Makin banyak angka desimal dalam suatu hasil

5
pengukuran, makin presisi pengukuran tersebut. Sebagai contoh, hasil ukur 3,45
cm lebih presisi dibandingkan dengan 3,5 cm.

Jadi, presisi berhubungan dengan metode pengukuran dan bagaimana hasil


ukur tersebut dituliskan (Halliday Resnick Walker. 2010).

B. Akurasi (Ketepatan)

Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya.


Akurasi mencakup tidak hanya kesalahan acak, tetapi juga bias yang disebabkan
oleh kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi. Jika tidak ada bias kesalahan
sistematik maka standar deviasi dapat dipakai untuk menyatakan akurasi. Contoh
sederhana mengenai akurasi adalah sebagai berikut. Massa jenis air disepakati
bernilai 1000 kg/m3. Dua orang siswa melakukan percobaan untuk mengukur
massa jenis air. Setelah melakukan beberapa kali pengulangan dalam
percobaannya, siswa A memperoleh hasil 1002 kg/m3 sedangkan siswa B
memperoleh hasil 1005 kg/m3. Dalam kasus ini, kita katakana hasil pengukuran
siswa A memiliki akurasi lebih tinggi (lebih akurat) dibandingkan dengan hasil
pengukuran siswa B (Halliday Resnick Walker. 2010).

Alat ukur yang mempunyai presisi tinggi belum tentu alat ukur tersebut
mempunyai akurasi tinggi. Akurasi rendah dari alat ukur yang mempunyai presisi
tinggi. Sebagai contoh, jika sebuah pengukuran dilakukan dengan metode yang
sangat teliti dengan alat ukur yang canggih dan dilakukan berulang-ulang akan
menghasilkan pengukuran yang memiliki presisi tinggi. Namun, jika teryata salah
satu bagian dari alat ukur tersebut cacat atau tidak berfungsi dengan sempurna,
misalnya jarum penunjuk skala bengkok, maka pengukuran tersebut menjadi tidak
akurat (Halliday Resnick Walker. 2010).

1.4 ALAT DAN BAHAN


1.4.1 Alat
Jangka Sorong, Mistar plastik dan Mistar besi.
1.4.2 Bahan

6
Sampel (tablet kuning)

1.5 PROSEDUR

Pertama-tama, dipersiapkan alat-alat ukur seperti jangka sorong, mistar


plastik dan mistar besi. Langkah selanjutnya, ditentukan Nilai Skala Terkecil
(NST) alat ukur. Pada sampel berupa tablet kuning, diukur diameter dan tebal
tablet sebagai pengukuran tunggal dan pengukuran berulang. Untuk pengukuran
berulang dilakukan dengan 5 kali mengubah posisi tablet pada alat ukur.
Kemudian, ditentukan nilai rata-rata dan standar deviasi dari hasil pengukuran
berulang. Pada data pengamatan hasil pengukuran ditulis dengan menerapkan
pembulatan dan angka penting. Langkah akhir, ditentukan alat ukur yang
memiliki presisi dan akurasi tinggi dari 3 alat ukur yang digunakan.

1.6 DATA PENGAMATAN

1. Jangka Sorong (NST jangka sorong = 0.05 mm)


Tablet Kuning
a. Diameter
b. Tebal
A. Pengukuran Tunggal
a. Diameter
1
13.2 mm ± 2 NST

13.2 mm ± 0.025 mm
b. Tebal
1
4.2 mm ± 2 NST

4.2 mm ± 0.025 mm
B. Pengukuran Berulang
Diameter Tablet Kuning

𝑥̅ + SD
13.2 + 0.070

7
PENGULANGAN x ̅
𝒙 ̅)2
(x-𝒙 (n-1) SD
1 13.2 0 √∑(x−𝑥̅ )²
SD = (𝑛−1)
2 13.2 0
√0.02
3 13.2 13.2 0 4 = 4

4 13.3 0.01 = √0.05


5 13.1 0.01 = 0.070
JUMLAH 66 13.2 0.02 4 0.070

Tebal Tablet Kuning

𝑥̅ + SD
4.17 + 0.044

PENGULANGAN x ̅
𝒙 ̅)2
(x-𝒙 (n-1) SD
1 4.2 0.009 √∑(x−𝑥̅ )²
SD = (𝑛−1)
2 4.2 0.009
√0.008
3 4.2 4.17 0.009 4 = 4

4 4.1 0.005 = √0.002


5 4.15 0.004 = 0.044
JUMLAH 20.85 4.17 0.007 4 0.044

8
2. Mistar Plastik (NST mistar plastik = 1 mm)

Tablet Kuning
a. Diameter
b. Tebal
A. Pengukuran Tunggal
a. Diameter
1
13 mm ± 2 NST

13 mm ± 0.5 mm
b. Tebal
1
3 mm ± 2 NST

3 mm ± 0.5 mm
B. Pengukuran Berulang

Diameter Tablet Kuning

𝑥̅ + SD

12.9 + 0.22

PENGULANGAN x ̅
𝒙 ̅)2
(x-𝒙 (n-1) SD
1 12.5 0.16 √∑(x−𝑥̅ )²
SD = (𝑛−1)
2 13 0.01
√0.2
3 13 12.9 0.01 4 = 4

4 13 0.01 = √0.05
5 13 0.01 = 0.22
JUMLAH 64.5 12.9 0.02 4 0.22

Tebal Tablet Kuning

𝑥̅ + SD

3.2 + 0.27

9
PENGULANGAN x ̅
𝒙 ̅)2
(x-𝒙 (n-1) SD
1 3.5 0.09 √∑(x−𝑥̅ )²
SD = (𝑛−1)
2 3.5 0.09
√0.3
3 3 3.2 0.04 4 = 4

4 3 0.04 = √0.075
5 3 0.04 = 0.27
JUMLAH 16 3.2 0.03 4 0.27

3. Mistar Besi (NST mistar plastik = 0.5 mm)

Tablet Kuning
a. Diameter
b. Tebal
A. Pengukuran Tunggal
a. Diameter
1
13 mm ± 2 NST

13 mm ± 0.25 mm
b. Tebal
1
3 mm ± 2 NST

3 mm ± 0.5 mm
B. Pengukuran Berulang

Diameter Tablet Kuning

𝑥̅ + SD

12.8 + 0.27

10
PENGULANGAN x ̅
𝒙 ̅)2
(x-𝒙 (n-1) SD
1 12.5 0.09 √∑(x−𝑥̅ )²
SD = (𝑛−1)
2 12.5 0.09
√0.3
3 13 12.8 0.04 4 = 4

4 13 0.04 = √0.075
5 13 0.04 = 0.27
JUMLAH 64 12.8 0.03 4 0.27

Tebal Tablet Kuning

𝑥̅ + SD

3.6 + 0.22

PENGULANGAN x ̅
𝒙 ̅)2
(x-𝒙 (n-1) SD
1 3.5 0.01 √∑(x−𝑥̅ )²
SD = (𝑛−1)
2 3.5 0.01
√0.2
3 3.5 3.6 0.01 4 = 4

4 3.5 0.01 = √0.05


5 4 0.16 = 0.22
JUMLAH 18 3.6 0.2 4 0.22

11
1.7 PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran dan ketidakpastian dengan


menggunakan beberapa alat ukur, antara lain: jangka sorong, mistar besi, dan
mistar plastik. Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat menggunakan alat
ukur jangka sorong untuk mengukur benda, dapat membedakan presisi dan
akurasi hasil pengukuran dari setiap alat ukur yang berbeda tingkat ketelitiannya
terhadap hasil pengukuran, dan dapat melakukan perhitungan alat konvensi
ukuran dengan menerapkan pembulatan dan angka penting.

Didalam pengukuran ada yang disebut presisi dan akurasi. Akurasi


merupakan kedekatan hasil yang diperoleh dengan nilai sebenarnya, sedangkan
presisi hasil pengulangan yang berdekatan. Apabila pengukuran tersebut memliki
presisi yang tinggi tetapi tingkat keakurasiannya belum tentu tinggi sebab nilai
yang didapat pada saat pengulangan tidak dapat dipastikan nilai tersebut
mendekati nilai sebenarnya, tetapi apabila tingkat akurasi tinggi dan presisi tinggi,
hal tersebut dapat terjadi karena hasil yang didapat berdekatan dengan nilai
sebenarnya. Faktor yang mempengaruhi nilai sebenarnya antara lain standar
deviasi dan nilai NST pada alat ukur itu sendiri.

Hal pertama yang dilakukan, menentukan nilai NST pada setiap alat ukur
yang dipakai. Pada jangka sorong memiliki nilai NST 0.05 mm, pada mistar
plastik sebesar1 mm, dan pada mistar besi 0.5 mm. Nilai NST pada setiap alat
ukur menunjukan ketelitian alat ukur tersebut, semakin kecil nilai NST alat ukur
maka semakin tinggi ketelitiannya. Dilihat dari ketiga alat ukur yang memiliki
nilai NST terendah jangka sorong dibandingkan kedua alat ukur lainnya. Jangka
sorong dapat membaca ketelitian pada benda yang diukur sampai 0.05 mm
sedangkan pada mistar plastik hanya dapat membaca sampai 1 mm kurang dari 1
mm mistar plastik tidak dapat membacanya.

Diameter dan tebal tablet diukur pada tempat yang berbeda. Hasil
pengukuran dilakukan secara tunggal dan berulang. Untuk ketidakpastian
pengukuran tunggal menggunakan jangka sorong, diameter tablet yang didapat
sebesar 13,2 mm ± 0,025 mm dan tebal tablet sebesar 4,2 mm ± 0,025 mm. Hasil

12
pengukuran tunggal menggunakan mistar besi, diameter tablet yang didapat
sebesar 13 mm ± 0,25 mm dan tebal tablet sebesar 3,5 mm ± 0,25 mm. Hasil
pengukuran tunggal menggunakan mistar plastik, diameter tablet yang didapat
sebesar 13 mm ± 0,5 mm dan tebal tablet sebesar 3 mm ± 0,5 mm. Hasil
pengukuran berulang dilakukan sebanyak 5 kali. Hasil pengukuran menggunakan
jangka sorong, diameter rata-rata tablet yang didapat sebesar 13,2 mm dengan
standar deviasi 0,070 mm dan tebal rata-rata 4,17 mm dengan standar deviasi
0,044 mm. Hasil pengukuran menggunakan mistar plastik, diameter rata-rata
tablet yang didapat sebesar 12,8 mm dengan standar deviasi 0,27 mm dan tebal
rata-rata 3,6 mm dengan standar deviasi 0,22 mm. Sedangkan hasil pengukuran
menggunakan mistar besi, diameter rata-rata tablet yang didapat sebesar 12,9 mm
dengan standar deviasi 0,22 mm dan tebal rata-rata 3,2 mm dengan standar deviasi
0,27 mm.

Dari hasil yang didapat dapat dilihat bahwa pada jangka sorong yang
memiliki nilai NST paling kecil memiliki data perhitungan dengan presisi dan
akurasi tinggi, sedangkan mistar plastik dan mistar besi memiliki nilai NST yang
cukup besar sehingga tingkat keakurasiannya rendah walaupun memiliki data
perhitungan yang presisi. Nilai akurasi ditentukan nilai SD dan NST maka dalam
pengukuran ini jangka sorong memiliki keunggulan dibandingkan penggaris besi
dan plastik, sehingga jangka sorong lebih akurat dibandingkan yang lainnya.
Dalam praktikum pengukuran yang telah dilaksanakan oleh kelompok
kami, masih terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan dalam pengukuran tablet
kuning yang disediakan. Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian.
Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya nilai skala terkecil
(NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan pegas, adanya gesekan,
fluktuasi parameter pengukuran dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta
keterampilan pengamat. Pada saat melakukan pengukuran menggunakan jangka
sorong, baik pengukuran diameter luar maupun diameter dalam, terdapat
kesalahan-kesalahan tertentu yang dilakukan oleh praktikan. Misalnya, kesalahan
dalam melihat angka yang berimpit pada skala nonius. Ini menunjukkan bahwa
kemampuan membaca skala yang dimiliki oleh praktikan masih kurang.

13
Kesalahan lainnya juga masih ada, seperti kesalahan praktikan yang tidak
mengkonversikan satuan skala nonius dari millimeter ke centimeter. Kesalahan
dalam menggunakan mistar adalah keterbatasan keterampilan pengamatan
serta tidak menggunakan titik ukur dari nol. Terdapat perbedaan hasil pengukuran
beberapa millimeter saat menggunakan mistar dan jangka sorong, hal ini
disebabkan tingkat ketelitian atau ketidak pastiannya berbeda-beda. Jangka sorong
memiliki tingkat ketelitian 0.005 cm, sedangkan mistar memiliki tingkat ketelitian
0.05 cm. Jadi, jangka sorong memiliki tingkat ketepatan lebih tinggi dibandingkan
mistar.
Oleh karena itu, dalam suatu pengukuran terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi pengukuran, diantaranya keterbatasan pengamat dalam membaca
skala pengukuran, alat yang digunakan, kerusakan komponen alat, kesalahan
kalibrasi, keadaan lingkungan dan lain sebagainya.

1.8 KESIMPULAN

Pada praktikum kali berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan


jangka sorong, penggaris besi dan penggaris plastik dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya jangka sorong lebih akurat dibandingkan penggaris besi dan
penggaris palstik.

14
1.9 DAFTAR PUSTAKA

Halliday, Resnick, Walker. 2010. Fisika Dasar Jilid 1. Ciracas: Erlangga.

Herman. 2014. Fisika Dasar 1. Makassar: MIPA UNM.

Serway, Jewett. 2009. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jagakarsa, Jakarta:
Salemba Teknika.

Tipler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Kedua Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

15
1.10 DISTRIBUSI KERJA
1.10.1 Distribusi Kerja Praktikum

Nama NPM Bagian yang dikerjakan


Zakiyatul Sa’diyah A 161 039 pengukuran mistar plastik
Tanti Rezika A 161 050 pengukuran mistar plastik
Ati Setiasih A 161 041 pengukuran jangka sorong
Nova Herdiana A 161 067 pengukuran jangka sorong
Geri Ahmad Rustandi A 161 057 pengukuran mistar besi
Fakhri Humaidi Triyadi A 161 061 pengukuran mistar besi
Keterangan : perhitungan dan tabel dibuat oleh masing-masing bagian
pengukuran

1.10.2 Distribusi Kerja Laporan

Nama NPM Bagian yang dikerjakan


Zakiyatul Sa’diyah A 161 039 Membuat Tujuan, prinsip dan
teori
Tanti Rezika A 161 050 Membuat pembahasan
Ati Setiasih A 161 041 Membuat alat dan bahan,
prosedur, data pengamatan,
editing
Nova Herdiana A 161 067 Membuat cover, pembahasan,
editing dan printing
Geri Ahmad Rustandi A 161 057 Membuat pembahasan dan
kesimpulan
Fakhri Humaidi Triyadi A 161 061 - (sakit)

16

Anda mungkin juga menyukai