LAPORAN
BANDUNG
2016
MODUL 2
PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN
2.1 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah:
1. Mampu melakukan pengukuran dengan alat ukur yang berbeda tingkat
ketelitiannya.
2. Mampu melakukan perhitungan dengan menggunakan angka penting.
2.2 Prinsip
1. Berdasarkan pengukuran terhadap balok dengan menggunakan
penggaris dan jangka sorong.
2. Berdasarkan massa jenis balok.
2.3. Teori
Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan satuan yang
dijadikan sebagai patokan. Suatu pengamatan terhadap besaran fisis harus melalui
pengukuran. Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti diperlukan dalam fisika,
agar gejala-gejala peristiwa yang akan terjadi dapat diprediksi dengan kuat. Namun
bagaimanapun juga ketika kita mengukur suatu besaran fisis dengan menggunakan
instrumen, tidaklah mungkin akan mendapatkan nilai benar Xo, melainkan selalu
terdapat ketidakpastian.
A. Ketidakpastian mutlak
Suatu nilai ketidakpastian yang sebabkan karena keterbatasan alat
ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya
digunakan bernilai setengah dari NST.
∆X = ½ NST hasil pengukuran X = X ± ∆X
Kesalahan ½ - Rentang merupakan salah satu cara untuk
menyatakan ketidakpastian pada pengukuran berulang.
( 𝑿𝒎𝒂𝒙−𝑿𝒎𝒊𝒏 )
∆X = hasilnya X = x̄ ± ∆X
𝟐
𝟐
∑ 𝑿𝒊 𝟐 − (∑ 𝑿)
∑(𝑿𝒊−𝐱̄ )𝟐
SD = √ 𝒏
atau √
𝒏−𝟏 𝒏−𝟏
B. Ketidakpastian relatif
Ketidakpastian relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan
dengan hasil pengukur.
∆X
KTP Relatif = 𝑋
2.4.1 Alat:
1. Jangka sorong
2. Penggaris
2.4.1 Bahan:
1. Balok
2.5 Prosedur
A. Pengukuran tunggal
3 cm3
Lebar 8mm 8 ± 0,5
mm
B. Pengukuran berulang
Data yang didapat pada pengukuran tunggal berupa panjang, lebar, tinggi,
nilai skala terkecil, ∆x, data pengukuran, massa, volume, dan massa jenis. Pada
pengukuran tunggal nilai x merupakan angka pasti sebuah pengukuran dan ∆x
merupakan nilai ketidakpastiannya. ∆x merupakan nilai ralat yang diperoleh dari
nilai sebaran sekitar rata-rata atau standar deviasi. Pengukuran tunggal pada
penggaris dan jangka sorong tidak sama hal ini dikarenakan ketelitian jangka
sorong lebih akurat dibandingkan penggaris. Perbedaan ketelitian ini dikarenakan
mistar memiliki ketelitian 1mm/0,1cm sedangkan jangka sorong mengukur dengan
ketelitian lebih teliti, dapat mengukur diameter luar atau dalam, panjang, lebar,
maupun kedalaman.
Data yang didapat pada pengukuran berulang berupa panjang, lebar, tinggi,
xi, x̄ , standar deviasi, x̄ ± standar deviasi, massa, volume, dan massa jenis. Pada
pengukuran berulang presisi dan akurasi pada suatu data dapat dilihat karena
adanya pengukuran yang diulang atau dilakukan lebih dari satu kali. Ketepatan
suatu data bergantung pada seberapa besar presisi dan akurasi alat ukur yang
digunakan dalam pengambilan data. Dengan kata lain ada empat macam tipe alat
ukur berdasarkan hubungannya antara presisi dan akurasi, yaitu : P ↑ A ↑ , P ↑ A ↓,
P ↓ A ↑, P ↓ A ↓, dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa jangka sorong
memiliki presisi tinggi dan akurasi tinggi sedangkan penggaris memiliki presisi
tinggi dan akurasi rendah. Penggaris memiliki presisi tinggi karena dilihat dari data
pengukuran berulang memiliki nilai yang sama, sedangkan akurasi rendah karena
penggaris memiliki nilai skala terkecil lebih besar dari pada jangka sorong.
2.8 Kesimpulan