Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah dapat digunakannya alat-alat ukur untuk pengukuran
panjang, massa, dan volume suatu benda dengan baik dan benar, serta dapat
diterapkannya teori ralat dalam menyatakan hasil pengukuran.

1.2. Dasar Teori

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
berbagai pembahasan yang berkaitan dengan eksak. Oleh karena itu, diperlukan adanya
berbagai eksperimen atau pembuktian pembahasannya. Pembuktian data secara pasti
dapat dilakukan dengan kegiatan pengukuran. Pengukuran memegang peranan penting
dalam menentukan nilai dari suatu benda. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan
nilai besaran suatu benda dengan besaran pada alat ukur yang sesuai (Abdullah, 2016).
Menurut Rosyid et al, (2016) kegiatan pengukuran dilakukan untuk menentukan nilai
besaran fisis benda menggunakan alat ukur.
Berdasarkan caranya, pengukuran digolongkan menjadi dua, yaitu pengukuran
tunggal dan pengukuran berulang. Pengukuran tunggal adalah kegiatan mengukur besaran
tertentu yang hanya dilakukan dengan sekali percobaan (Rosyid et al, 2014). Ada kalanya
suatu besaran hanya dapat diukur sekali dan tidak dapat diulang dalam waktu dekat
Sementara pengukuran berulang adalah kegiatan mengukur suatu besaran yang dilakukan
selama berulang kali (Rosyid et al, 2014). Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh nilai
yang paling mendekati dengan nilai sebenarnya. Berdasarkan sifat keluaran yang
dihasilkan, pengukuran dapat digolongkan menjadi pengukuran statis dan pengukuran
dinamis. Pengukuran statis adalah pengukuran yang menghasilkan nilai tetap (konstan)
dalam periode yang relatif lama, sedangkan pengukuran dinamis adalah pengukuran yang
menghasilkan nilai berubah-ubah dalam beberapa periode waktu (Rosyid et al, 2014).
Dalam kegiatan pengukuran, terdapat komponen yang disebut besaran dan satuan. Satuan
adalah simbol unik yang digunakan untuk menetapkan nilai dari suatu besaran (Halliday
dan Robbert, 2011). Pada tahun 1971, Konferensi Umum ke-14 tentang Berat dan Ukuran
memilih tujuh besaran sebagai besaran pokok, sehingga membentuk dasar Satuan
Internasional atau disingkat SI (Halliday dan Robbert, 2011). Besaran adalah segala
sesuatu yang dapat diukur (Abdullah, 2016). Besaran dibedakan menjadi dua, yaitu
besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah suatu besaran yang bersifat
mendasar dan terbagi menjadi tujuh jenis, yaitu panjang, massa, suhu, jumlah zat,
intensitas cahaya, waktu, dan kuat arus (Giancoli, 2016). Besaran lain yang berasal dari
operasi ketujuh besaran satuan disebut dengan besaran turunan (Giancoli, 2016). Sebagai
contoh, luas merupakan hasil perkalian dari panjang dengan tinggi sehingga luas disebut
sebagai besaran turunan. Pengukuran besaran apa pun dilakukan relatif terhadap standar
atau satuan tertentu, dan unit ini harus ditentukan bersama dengan nilai numerik kuantitas
(Giancoli, 2016).

Tabel 1.1. Besaran Pokok dan Satuan

Besaran Pokok Satuan


Panjang meter m
Waktu detik s
Massa kilogram kg
Kuat arus ampere A
Suhu kelvin K
Jumlah zat mol mol
Intensitas cahay candela cd
(Giancoli, 2016)
Dalam kegiatan pengukuran, terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan,
diantaranya penggaris, jangka sorong, mikrometer sekrup, dan neraca o’hauss. Penggaris
merupakan salah satu alat ukut yang sering dijumpai. Penggaris berfungsi untuk
mengukur benda berbentuk datar dengan ukuran standar dan/atau kecil. Penggaris atau
mistar memiliki skala dengan ukuran paling kecil sebesar 1 mm atau 0,1 cm. Jangka
sorong adalah alat ukur yang mempunyai ketelitian lebih tinggi dibandingkan mistar.
Ketelitian jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm (Abdullah, 2016). Jangka
sorong dapat digunakan untuk mengukur diameter hingga ketebalan suatu benda, dan
kedalaman (Abdullah, 2016). Jangka sorong terdiri dari skala utama dan skala nonius.
Pada umumnya, skala nonius atau skala vernier tersebut dapat menghasilkan ketelitian
hingga 1/20mm (Abdullah, 2016). Mikrometer sekrup adalah alat ukur panjang yang
paling teliti dibandingkan dengan jangka sorong dan mistar. Mikrometer sekrup sendiri
memiliki ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm (Abdullah, 2016). Akan tetapi, pengukuran
yang dapat dijangkau sangat terbatas. Mikrometer sekrup memiliki dua skala, yaitu skala
utama dan skala nonius (skala putar). Neraca o’hauss serupa dengan neraca dua lengan.
Namun, timbangan sudah terpasang pada neraca. Penentuan massa benda hanya dilakukan
dengan menggeser sejumlah anak timbangan yang telah berada pada lengan
neraca. Massa benda yang ditimbang sama dengan jumlah massa anak timbangan yang
digeser pada lengan. Ketelitian pengukuran ditentukan oleh massa anak timbangan
terkecil.
Terdapat istilah akurasi dan presisi dalam pengukuran untuk memastikan hasil dari
data percobaan. Akurasi berasal dari kata akurat atau teliti yang berarti paling mendekati
hasil sebenarnnya. Nilai akurasi suatu percobaan bisa didapatkan dengan rumus sebagai
berikut:

ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = × 100%
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

Presisi atau ketepatan adalah hasil serupa dalam keberulangan suatu pengukuran.
Ketepatan dari suatu pengukuran dapat diukur menggunakan rumus:

2
∑|𝑑−𝑑̅| 𝛿𝑑
𝛿𝑑 = √ 𝐾𝑟 𝑑 = × 100%
(𝑛−1) 𝑑̅

Semakin kecil persentase dari Kr d maka hasilnya semakin akurat. Suatu pengukuran
dikatakan akurat jika hasilnya semakin mendekati nilai sesungguhnya, sedangkan
dikatakan presisi jika terdapat ralat yang kecil atau selisih nilai yang kecil dari beberapa
hasil pengukuran (Rosyid et al, 2014).
Ketika melaksanakan pengukuran, bukan tidak mungkin jika terjadi kesalahan
atau ketidakpastian pada data hasil percobaan. Oleh sebab itu, para ilmuwan
memperkenalkan konsep ketidakpastian atau teori ralat. Ralat adalah simpangan (deviasi)
hasil pengukuran terhadap nilai sesungguhnya. Apabila hasil dari suatu pengukuran
memiliki ralat yang kecil, maka hasil pengukuran tersebut dikatakan baik. Ralat dapat
disajikan dengan rumus:

𝐴 = 𝐴̅ ± 𝛿𝐴 (Rosyid et al, 2014)

Berdasarkan faktor-faktor timbulnya, ralat dibedakan menjadi tiga, yaitu ralat sistematis,
ralat kebetulan, dan ralat tindakan pengukuran. Ralat sistematis disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain faktor peralatan misalnya kesalahan kalibrasi alat dan kurang sesuainya
interaksi antara alat dengan besaran fisis; faktor kesalahan perseorangan misalnya
kesalahan pembacaan skala; faktor kondisi percobaan misalnya perbedaan tempat
dilakukannya penimbangan; serta faktor teknik pengukuran yang kurang sempurna. Ralat
Sistematis terjadi jika nilai keluaran suatu pengukuran untuk suatu besaran yang sama,
tetap atau berubah dengan pola tertentu. Ralat kebetulan disebabkan oleh kesalahan dalam
menaksir pembacaan alat ukur, kondisi pengukuran yang berfluktuasi, gangguan, dan
definisi. Ralat kebetulan akan selalu terjadi pada setiap percobaan pengukuran. Cara
menguranginya, yaitu dengan melakukan pengukuran berulang. Ralat tindakan
pengukuran disebabkan karena kesalahan yang dilakukan oleh praktikan ketika
melakukan percobaan pengukuran.
BAB II

METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain penggaris, jangka sorong,
mikrometer sekrup, neraca, gelas ukur, air, serta benda-benda ukur seperti silinder, bola,
dan benda bulat tak beraturan (batu).

2.2. Tata Laksana Percobaan

2.2.1. Silinder

Diameter silinder diukur menggunakan jangka sorong

Skala utama dan skala nonius dibaca lalu ditambahkan

Pengukuran dilakukan tiga kali pada titik yang berbeda agar didapatkan variasi
data

Silinder ditimbang menggunakan necarra o'hauss

Panjang silinder diukur menggunakan penggaris

Data percobaan dicatat


2.2.2. Bola

Diameter bola diukur menggunakan mikrometer sekrup

Skala utama dan skala nonius dibaca lalu ditambahkan

Pengukuran dilakukan tiga kali pada titik yang berbeda agar didapatkan variasi
data

Silinder ditimbang menggunakan necarra o'hauss

Data percobaan dicatat

2.2.3. Batu

Dua buah batu dengan ukuran berbeda ditimbang menggunakan neraca o'hauss
sebanyak tiga kali

Data percobaan dicatat

Batu yang telah ditimbang diukur volumenya sebanyak tiga kali dengan cara
dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi air 250 ml

Volume setelah dimasukkan batu dicatat


BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1. Data Hasil Percobaan

3.1.1. Benda Uji: Silinder (Jangka Sorong)

Ukuran Massa Panjang Diamater (cm)


No.
Benda (gr) (cm) D1 D2 D3
1. Besar 222,43 24,5 1,02 1,30 1,28
2. Kecil 8,5 13 0,15 0,28 0,38

3.1.2. Benda Uji: Bola (Mikrometer)

Ukuran Diamater (cm)


No. Massa (gr)
Benda D1 D2 D3
1. Besar 18,6 2,17 2,49 2,34
2. Kecil 4,2 0,50 0,53 0,48

3.1.3. Benda Uji: Batu (Gelas Ukur)

Ukuran Volume (ml)


No. Massa (gr)
Benda Awal Akhir
25,5 250 265
1. Besar 26,1 250 266
26,2 250 267
15,5 250 260
2. Kecil 15,7 250 262
15,9 250 264
3.2. Perhitungan

3.2.1. Silinder

3.2.1.1. Silinder Besar

2
No 𝑑 (𝑐𝑚) |𝑑 − 𝑑̅ | (𝑐𝑚)

1. 1,02 0,0324

2. 1,30 0,001

3. 1,28 0,0064

𝛴𝑑 (1,02 + 1,30 + 1,28)


𝑑̅ = = = 1,20 cm
𝑛 3

2
∑|𝑑−𝑑̅| (1,02−1,20)2 +(1,30−1,20)2+(1,28−1,20)2
𝛿𝑑 = √ =√ = 0,1562 cm
(𝑛−1) (3−1)

𝛿𝑑 0,1562
𝐾𝑟 𝑑 = × 100% = × 100% = 13,0170%
𝑑 ̅ 1,20

𝑑 = (𝑑̅ ± 𝛿𝑑) = 1,20 ± 0,1562 𝑐𝑚

2
𝑑̅ 1,20 2
𝑉 = 𝜋 ( ) 𝑙 = 3,14 ( ) 24,5 = 27,70 𝑐𝑚3
2 2

3.2.1.2. Silinder Kecil

2
No 𝑑 (𝑐𝑚) |𝑑 − 𝑑̅ | (𝑐𝑚)

1. 0,15 0,0144

2. 0,28 0,0001

3. 0,38 0,0121
𝛴𝑑 (0,15 + 0,28 + 0,38)
𝑑̅ = = = 0,27 cm
𝑛 3

2
∑|𝑑−𝑑̅| (0,15−0,27)2 +(0,28−0,27)2+(0,38−0,27)2
𝛿𝑑 = √ =√ = 0,1153 cm
(𝑛−1) (3−1)

𝛿𝑑 0,1153
𝐾𝑟 𝑑 = × 100% = × 100% = 42,7131%
𝑑̅ 0,27

𝑑 = (𝑑̅ ± 𝛿𝑑) = 0,27 ± 0,1153 𝑐𝑚

2
𝑑̅ 0,27 2
𝑉 = 𝜋 ( ) 𝑙 = 3,14 ( ) 13 = 0,74 𝑐𝑚3
2 2

3.2.2. Bola

3.2.2.1. Bola Besar

2
No 𝑑 (𝑐𝑚) |𝑑 − 𝑑̅ | (𝑐𝑚)

1. 2,17 0,0256

2. 2,49 0,0256

3. 2,34 0,0001

𝛴𝑑 (2,17 + 2,49 + 2,34)


𝑑̅ = = = 2,33 cm
𝑛 3

2
∑|𝑑−𝑑̅| (2,17−2,33)2 +(2,49−2,33)2+(2,34−2,33)2
𝛿𝑑 = √ =√ = 0,1601 cm
(𝑛−1) (3−1)

𝛿𝑑 0,1601
𝐾𝑟 𝑑 = × 100% = × 100% = 6,8616%
𝑑̅ 2,33

𝑑 = (𝑑̅ ± 𝛿𝑑) = 2,33 ± 0,1601 𝑐𝑚

3
4 𝑑̅ 4 2,33 3
𝑉 = 𝜋 ( ) = × 3,14 ( ) = 6,62 𝑐𝑚3
3 2 3 2
3.2.2.2. Bola Kecil

2
No 𝑑 (𝑐𝑚) |𝑑 − 𝑑̅ | (𝑐𝑚)

1. 0,50 0

2. 0,53 0,0009

3. 0,48 0,0004

𝛴𝑑 (0,50 + 0,53 + 0,48)


𝑑̅ = = = 0,5033 cm
𝑛 3

2
∑|𝑑−𝑑̅| (0,50−0,50)2 +(0,53−0,50)2+(0,48−0,50)2
𝛿𝑑 = √ =√ = 0,02517 m
(𝑛−1) (3−1)

𝛿𝑑 0,02517
𝐾𝑟 𝑑 = × 100% = × 100% = 4,9998%
𝑑̅ 0,50

𝑑 = (𝑑̅ ± 𝛿𝑑) = 0,50 ± 0,02517 𝑐𝑚

3
4 𝑑̅ 4 0,50 3
𝑉 = 𝜋 ( ) = × 3,14 ( ) = 1,35 𝑐𝑚3
3 2 3 2

3.2.3. Batu

3.2.3.1. Batu Besar

No 𝑉 (𝑚𝑙) |𝑉 − 𝑉̅ |2 (𝑚𝑙)

1. 15 1

2. 16 0

3. 17 1

𝛴𝑉 (15 + 16 + 17)
𝑉̅ = = = 16 ml
𝑛 3
̅ |2
∑|𝑉−𝑉 (15−16)2 +(16−16)2+(17−16)2
𝛿𝑉 = √ =√ = 1 ml
(𝑛−1) (3−1)

𝛿𝑉 1
𝐾𝑟 𝑉 = ̅ × 100% = × 100% = 6,25%
𝑉 16

𝑉 = (𝑉̅ ± 𝛿𝑉 ) = 16 ± 1 𝑚𝑙

3.2.3.2. Batu Kecil

No 𝑉 (𝑚𝑙) |𝑉 − 𝑉̅ |2 (𝑚𝑙)

1. 10 4

2. 12 0

3. 14 4

𝛴𝑉 (10 + 12 + 14)
𝑉̅ = = = 12 ml
𝑛 3

̅ |2
∑|𝑉−𝑉 (10−12)2 +(12−12)2+(14−12)2
𝛿𝑉 = √ =√ = 2 ml
(𝑛−1) (3−1)

𝛿𝑉 2
𝐾𝑟 𝑉 = ̅ × 100% = × 100% = 16,67%
𝑉 12

𝑉 = (𝑉̅ ± 𝛿𝑉 ) = 12 ± 2 𝑚𝑙

3.3. Pembahasan

3.3.1. Analisa Prosedur

Alat yang digunakan dalam praktikum fisika dasar tentang pengukuran dan
ralat adalah penggaris, jangka sorong, mikrometer sekrup, neraca o’hauss, dan gelas
ukur. Penggaris digunakan untuk mengukur benda datar berukuran standar dengan
skala ukuran paling kecil sebesar 1 mm atau 0,1 cm. Jangka sorong digunakan untuk
mengukur diameter, ketebalan suatu benda, dan kedalaman dengan ketelitian
mencapai 0,1 mm atau 0,01 cm. Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur
panjang, lebar, dan diameter suatu benda dengan ketelitian mencapai 0,01 mm atau
0,001 cm sehingga pengukuran yang dijangkau sangat terbatas. Neraca o’hauss
digunakan untuk mengukur massa benda atau logam yang digunakan dalam praktik
laboratorium dengan ketelitian mencapai 0,01 gram. Gelas ukur digunakan untuk
mengukur volume dari suatu zat. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu
bola, silinder, dan batu. Bola digunakan untuk pengukuran massa, diameter, dan
volumenya. Silinder digunakan untuk pengukuran diamater, volume, massa,
panjangnya. Batu digunakan untuk pengukuran massa dan volumenya.

Pada dasarnya, fungsi dari alat-alat tersebut sama, yaitu untuk mengukur
besaran dari suatu benda. Akan tetapi, terdapat perlakuan yang berbeda pada setiap
alat yang digunakan. Pengukuran diameter silinder dapat dilakukan menggunakan
jangka sorong dengan cara menjepitnya lalu menjumlahkan skala utama dan skala
nonius yang terbaca. Panjang silinder diukur menggunakan penggaris dengan cara
menyejajarkan silinder dengan skala pada penggaris. Diameter bola (kelereng) dapat
diukur menggunakan mikrometer sekrup dengan cara menjepit bola pada
mikrometer sekrup sehingga mendapatkan skala utama dan skala noniusnya. Batu
merupakan benda tak beraturan sehingga untuk memperoleh volumenya tidak dapat
menggunakan cara yang sama seperti silinder dan bola. Volume batu diukur dengan
memasukkannya ke gelas ukur berisi air yang sebelumnya telah dicatat volume
airnya. Setelah batu masuk ke gelas ukur, baru dapat diketahui volume batu dengan
cara mengurangkan volume seluruhnya dengan volume air sebelum dimasukki batu.
Massa dari ketiga benda diukur menggunakan alat yang sama, yaitu neraca o’hauss.
Neraca o’hauss memiliki tiga lengan dengan ketelitian yang berbeda-beda. Pada saat
pengukuran, lengan tengah (memuat skala 0−500 gram) digeser untuk mendapatkan
angka ratusanya. Selanjutnya lengan belakang (memuat skala 0-100 gram) digeser
untuk memperoleh angka puluhannya. Lalu yang terakhir, lengan depan (memuat
skala 0-10 gram) digeser untuk memperoleh angka satuannya. Pada saat melakukan
pengukuran, lengan-lengan tersebut harus berada pada titik setimbang atau sejajar
dengan angka nol untuk memperoleh hasil yang akurat. Skala yang ditunjukkan oleh
ketiga lengan tersebut dijumlahkan untuk memperoleh massanya.
3.3.2. Analisa Hasil

Dalam percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh data-data dengan nilai
yang berbeda-beda. Data-data tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dari data-
data tersebut kita dapatkan nilai rata-rata yang paling mendekati dengan nilai yang
sebenarnya. Selain rata-rata, dari data-data tersebut juga dapat ditentukan nilai
ralatnya.

Nilai ketidakpastian yang dihasilkan dari pengukuran diameter silinder besar,


silinder kecil, bola besar, bola kecil, batu besar, dan batu kecil memiliki hasil yang
berbeda-beda. Nilai ketidakpastian menunjukkan simpangan hasil pengukuran
terhadap nilai sebenarnya. Apabila hasil dari suatu pengukuran memiliki
ketidakpastian yang kecil, maka hasil pengukuran semakin mendekati nilai
sebenarnya. Berdasarkan data hasil percobaan, nilai ketidakpastian terkecil
terdapat pada pengukuran diameter bola kecil, yaitu sebesar 0,02517 cm.
Sementara nilai ketidakpastian terbesar ada pada volume batu kecil, yaitu sebesar
2 ml. Untuk ketidakpastian pada pengukuran diameter silinder besar diperoleh
angka 0,1562 cm, sedangkan diameter silinder kecil diperoleh nilai 0,1153 cm.
nilai ketidakpastian pada pengukuran diameter bola besar, yaitu 0,1601 cm. Nilai
ketidakpastian pada pengukuran volume bola besar, yaitu 1 ml.

Melalui hasil percobaan, dapat dihasilkan koefisien ralat. Akurasi data yang
semakin tinggi menunjukkan bahwa koefisien ralat yang dihasilkan akan semakin
kecil. Hal tersebut berarti data hasil percobaan semakin dekat dengan nilai
sebenarnya. Koefisien ralat terkecil dari percobaan ini diperoleh pada pengukuran
diameter bola kecil, yaitu sebesar 4,9998%; nilai koefisien ralat terbesar
didapatkan pada pengukuran diamter silinder kecil, yaitu sebesar 42,7131%. Nilai
koefisien ralat yang dihasilkan dari percobaan pengukuran pada benda lainnya,
yaitu diameter silinder besar senilai 13,0170%; diameter bola besar senilai
6,8616%; volume batu besar senilai 6,25%; serta volume batu kecil senilai
16,67%.

Beberapa kesalahan, seperti kesalahan dalam membaca nilai, kesalahan dalam


membaca nilai, kesalahan dalam menggunakan alat-alat ukur, perbedaan tingkat
ketelitian dari alat ukur, metode dalam mengukur, kerusakan alat, dan/atau
kesalahn dari praktikan menjadi faktor adanya nilai ketidakpastian dan koefisien
ralat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya percobaan berulang untuk mendapatkan
hasil yang paling presisi. Selain itu, diperlukan pula ketelitian dalam melakukan
pengukuran agar hasil yang didapatkan semakin akurat.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan, praktikan dapat menggunakan alat-alat ukur seperti


penggaris, neraca o’hauss, jangka sorong, mikrometer sekrup, dan gelas ukur untuk
pengukuran panjang, massa, dan volume suatu benda dengan baik dan benar. Selain itu,
praktikan juga dapat menerapkan teori ralat dalam menyatakan hasil pengukuran dan
mengetahui nilai akurasi dan presisi, ketelitian dari masing-masing alat ukur, dan
menghitung nilai koefisien ralat yang dihasilkan.

4.2. Saran

Saat percobaan dilakukan, terdapat kendala, yaitu pelaksanaan yang secara daring.
Praktikum secara daring membuat praktikan belum dapat melakukan percobaan
pengukuran secara langsung sehingga tidak bisa mendapatkan hasil sesuai dengan
keterampilan dan kemampuan kerja. Untuk percobaan berikutnya, diharapkan dapat
segera dilakukan secara luring sehingga praktikan dapat merasakan praktikum secara
langsung.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. 2016. Fisika Dasar 1. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Giancoli, D. C. 2016. Physics Principles with Applications, Global Edition. Seventh


Edition. United States of America: Pearson Education, Inc

Halliday, D. dan Robbert Resnick. 2011. Fundamentals of Physics. Ninth Edition. United
States of America: John Willey & Sons, Inc

Rosyid, M. F., Eko F., dan Yusuf D. B. 2014. Fisika Dasar Jilid 1: Mekanika.
Yogyakarta: Penerbit Periuk
LAMPIRAN

(Abdullah, 2016)
(Abdullah, 2016)
(Abdullah, 2016)
(Abdullah, 2016)
(Rosyid et al, 2014)
(Rosyid et al, 2014)
(Giancoli, 2016)
(Giancoli, 2016)
(Giancoli, 2016)
(Halliday dan Robbert, 2011)
(Halliday dan Robbert, 2011)
(DATA HASIL PERCOBAAN)
(CARA PERHITUNGAN)
(TUGAS PENDAHULUAN)

Anda mungkin juga menyukai