Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1`Latar Belakang

Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal atau objek tertentu menurut aturan
atau formulasi yang jelas. Pengukuran dapat didefinisikan sebagai proses sistematis
untuk mengevaluasi dan membedakan apa yang sedang diukur. Pengukuran
disesuaikan dengan aturan tertentu.. Ketidaksesuaian antara skala Pengukuran yang
dilakukan menggunakan operasi matematika/peralatan statistik dapat menghasilkan
kesimpulan yang bias dan tidak akurat/relevan [1].

Ketidakpastian adalah suatu parameter yang menetapkan rentang nilai yang di


dalamnya diperkirakan nilai benar yang diukur berada. Menghitung rentang tersebut
dikenal sebagai pengukuran ketidakpastian. Konsep ketidakpastian sangat penting
untuk hasil pengukuran karena Nilai ketidakpastian menyatakan mutu hasil
pengukuran atau pengujian.. Semakin kecil nilai ketidakpastian maka semakin akurat
dan presisi hasil penelitian atau pengujian yang dilakukan. Keakuratan adalah
kedekatan kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai benar dari kuantitas yang
diukur. Akurasi ini menyatakan ukuran seberapa dekat hasil pengukuran terhadap
nilai benar yang diperkirakan. Sedangkan presisi adalah kedekatan suatu rangkaian
pengukuran berulang satu sama lain. Presisi merupakan ukuran penyebaran/dispersi
suatu kumpulan hasil pengukuran [2].

Oleh karena itu dasar ketidakpastian pengukuran penting untuk dipelajari untuk
dapat memastikan atau meyakinkan seberapa akurat atau terpercayanya hasil
pengukuran yang kita lakukan. Sehingga penting bagi pratikan melakukan uji coba
pengukuran secara berulang agar hasil pengukuran menjadi lebih akurat, dapat
dibuktikan kebenarannya mengenai kesalahan yang terjadi pada pengukuran.

1
I.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari praktikum dasar pengukuran dan ketidakpastian mencakup


pengukuran terhadap suatu benda dengan menggunakan alat ukur yang dilakukan
secara berulang serta mencatat data pengukuran untuk selanjutnya digunakan sebagai
dasar menghitung angka ketidakpastian

I.3 Tujuan

I.3.1 Tujuan Instruksional Umum

1. Memperoleh kecakapan dan keterampilan dalam menggunakan dan mengerti


kegunaan peralatan Laboratorium
2. Memperkirakan dan menyatakan kesalahan

I.3.2 Tujuan Khusus Percobaan

1. Menggunakan beberapa alat ukur dasar satu/lebih variabel

2. Menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran tunggal

3. Menentukan ketidakpastian pada pengukuran berulang

4. Mengerti membuat laporan hasil pengukuran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ketidakpastian

Perlu ditekankan bahwa kegiatan mengukur selalu merupakan prosedur eksperimen,


dan selalu melibatkan alat ukur. Alat ukur dibuat oleh manusia, dan selalu tidak
sempurna. Maka yang tidak dapat dihindarkan dari pengukuran adalah kesalahan dan
ketidakpastian. Oleh karena itu para fisikawan memperkenalkan konsep
ketidaksamaan atau ralat. Ralat atau ketidaksamaan adalah sarana bagi fisikawan
yang melakukan pengukuran untuk mengungkapkan keragu-raguan mereka akan hasil
ukur. Ralat diwujudkan dalam bentuk bilangan positif. Dengan mengguakan konsep
ketakpastian ini hasil pengukuran suatu besaran 𝐴 disajikan dengan format 𝐴±𝛿𝐴,
dengan 𝐴 adalah rata-rata pengukuran dan 𝛿𝐴 adalah ralatnya. Sajian hasil
pengukuran semacam itu diartikan bahwa nilai sesungguhnya besaran yang diukur itu
terletak antara 𝐴−𝛿𝐴 sampai 𝐴+𝛿𝐴. Dengan kata lain lagi, nilai besaran 𝐴 yang
sesungguhnya tidak kurang dari 𝐴 − 𝛿𝐴 dan tidak lebih dari 𝐴 + 𝛿𝐴.

Sebagai contoh, hasil pengukuran tetapan Hubble oleh seorang fisikawan disajikan
sebagai (71 ± 4) km.dt-1.Mpc-1. Artinya, menurut orang yang melakukan pengukuran,
nilai tetapan Hubble yang sesungguhnya berada di antara nilai 67 km.dt -1.Mpc-1
sampai nilai 75 km.dt-1.Mpc-1. Jadi, semakin besar ralat yang dituliskan merupakan
pertanda semakin besar pula keraguan orang yang melakukan pengukuran akan hasil
pengukurannya sendiri. Dan sebaliknya, semakin kecil ralat yang dituliskan semakin
yakinlah orang yang melakukan pengukuran akan hasil pengukurannya.

Besar kecil nya ralat dapat pula dipahami sebagai kepastian pengukuran. Semakin
besar ralatnya, semakin kurang oasti oengukuran yang dilakukan. Sebaliknya , semakin
kecil ralatnya, semakin pasti pengukurannya. Besar kecilnya ralat tergantung dari beberapa
faktor : kualitas alat, kemampuan orang yang melakukan pengukuran dan jumlah pengukuran
yang dilakukan. Untuk mengukur ketebalan buku ini, misalnya, pemakaian jangka sorong
akan memberikan hasil yang lebih pasti ketimbang pemakaian penggaris biasa. Pengukuran
yang diulang akan memberikan pembanding bagi data hasil pengukuran sebelumnya dan ini
pada gilirannya akan meningkatkan kepastian. Cara menentukan ralat sangat bervariasi,
bergantung pada cara pengukuran dan alat ukur yang dipakai.[3].

II.2 Pengukuran

II.2.1 Definisi dan Sejarah Pengukuran

Dalam melakukan pengukuran, fisikawan memiliki metode tersendiri yang diatur


sedemikian rupa sehingga pengukuran yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan
kesahihannya. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan besaran suatu objek atau
suatu fenomena dengan standar yang sesuai. Ketika seorang fisikawan eksperimental
sedang melakukan pengukuran, artinya ia sedang menentukan nilai suatu besaran
dengan bantuan alat yang disebut sebagai alat ukur. Hasil pengukuran kemudian
disajikan sebagai perkalian antara sebuah bilangan rill dengan satuan yang dipakai.
Bilangan rill dalam ungkapan hasi pengukuran menunjukkan hasil perbandingan
(rasio) antara besaran yang diukur dengan duplikat standar besaran yang dipakai [3].

Dari caranya, pengukuran dapat digolongkan menjadi dua:

a. Pengukuran Tunggal
Pengukuran atau pengamatan yang dilakukan sekali saja untuk mengukur suatu
besaran tertentu, disebut pengukuran tunggal

b. Pengukuran Berulang
Pengukuran yang dilakukan beberapa kali untuk mengukur suatu besaran
tertentu,disebut pengukuran berulang

Dari sifat keluaran yang dihasilkan, pengukuran dapat digolongkan menjadi :

3
a. Pengukuran Statis
Pengukuran dikatakan statis jika keluaran yang dihasilkan tetap ( konstan) selama
periode yang relatif lama. Contoh misalnya pengukuran massa dan pengukuran
panjang.
b. Pengukuran Dinamis
Pengukuran dikatakan dinamis jika keluaran yang dihasilkan berubah sebagai fungsi
waktu. Contoh misalnya pengukuran fluks magnetik dengan menggunakan
galvanometer balistik [3].

II.2.2 Alat Ukur

Ketika melakukan pengukuran suatu besaran fisika, dibutuhkan alat ukur untuk
membantu mendapatkan data hasil pengukuran

a. Mistar

Gambar II.1 Mistar

Mistar, atau yang lebih dikenal dengan sebutan penggaris adalah alat yang digunakan
untuk mengukur barang yang berukuran sedang & berukuran besar. Mistar ini dapat
mengukur dengan ketelitian hingga 1 mm
b. Jangka sorong

Gambar II.2 Jangka sorong

Jangka Sorong atau dalam bahasa asing disebut vernier caliper adalah alat yang
digunakan untuk mengukur besaran panjangyang terdiri atas rahang tetap yang
memiliki skala utama dan rahang geser yang memiliki skala nonius. Alat ini memiliki
tingkat ketelitian sampai dengan 0,01 mm dan dapat mengukur panjang benda sampai
20 cm

c. Mikrometer Sekrup

Gambar II.3 Mikrometer sekrup

`Mikrometer sekrup adalah alat yang digunakan untuk mengukur ketebalan benda
yang tipis, panjang benda yang kecil, dan dimensi luar benda yang kecil.
Mikrometersekrup memiliki 3 bagian, yaitu selubung utama yang fungsinya sebagai
tempat skala utama yang akan menunjukkan berapa hasil pengukuran dan bagian ini
sifatnya tetap dan tidak dapat digeser-geser, lalu selubung luar yang fungsinya
sebagai skala nonius yang dapat diputar-putar untuk menggerakkan selubung ulir

5
supaya dapat menyesuaikan dengan benda yang diukur, dan selubung ulir yang
fungsinya sebagai bagian yang dapat digerakkan dengan cara memutar-mutar
selubung luar sehingga dapat menyesuaikan dengan bentuk benda yang diukur.
Mikrometer skrup ini dapat mengukur dengan ketelitian hingga 0,01 mm [4].

II.3 Implementasi Pengukuran dan Ketidakpastian

Misalkan arus dalam rangkaian diukur dengan skala miliamperemeter dari jarum
penunjuk tampak pada gambar 2 berikut

Gambar II.4 Penunjukan skala dengan jarum penunjuk cukup tebal

Nilai arus yang terbaca lebih dari 3,5 mA tetapi kurang dari 3,7 mA. Maka yang
dilaporkan adalah:

I = (3,60± 0,05) mA

Penulisan yang dilaporkan menunjukkan bahwa nilai sebenarnya kuat arus itu tidak
diketahui. Kita hanya menduga bahwa arus itu sekitar 3,55 dan 3,65 mA. Berapa
tepatnya? dengan satu kali pengukuran saja kita tidak tahu. Arus itu mungkin 3,58
mA, mungkin 3,63 mA, bahkan mungkin 3,565 mA. Tidak seorang pun yang tahu
nilai sebenarnya. Dengan cara menulis demikian pengamat hanya ingin menyatakan
arus itu dipercaya tidak kurang dari 3,55 mA ataupun lebih dari 3,65 mA [5].
DAFTAR PUSTAKA

[1] Wenda A, Wahidah F. Studi Literatur Konsep Dasar Pengukuran. Jurnal


Mahasiswa Bk An-Nur. 2022;8(3):218-219. doi:
https://doi.org/10.31602/jmbkan.v8i2.7042

[2] Kristiantoro T, Idayanti N, Sudrajat N, Septiani A, Mulyadi D. Ketidakpastian


Pengukuran pada Karakteristik Material Magnet Permanen dengan Alat Ukur
Permagraph. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi. 2016;16(1):1-6. doi:
https://doi.org/10.14203/jet.v16.1-6

[3] Rosyid MF, Firmansyah E, Prabowo YD. FISIKA DASAR Jilid 1: Mekanika.
Yogyakarta: Penerbit Periuk; 2014.

[4] Faradiba. Metode Pengukuran Fisika. Jakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Penddikan Universitas Kristen Indonesia. 2020.

[5] Riskawati, Nurlina, Karim R. ALAT UKUR & PENGUKURAN. Makassar: LPP
UNISMUH MAKASSAR; 2018

7
LAMPIRAN

[1]
9
[2]
[3]

11
13
15
[4]
17
[5]

19

Anda mungkin juga menyukai