Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu praktikum mengenai modul ‘Pengukuran dan
Ketidakpastian’ dengan tujuan dapat menggunakan alat ukur jangka sorong dan
penggaris untuk mengukur benda, dapat membedakan presisi dan akurasi hasil
pengukuran dari seriap alat ukur yang berbeda tingkat ketelitiannya terhadap hasil
pengukuran, dan mampu melakukan perhitungan atau konversi ukuran dengan
menerapkam pembulatan dan angka penting dan dengan menggunakan prinsip
berdasarkan hasil pengukuran menggunakan jangka sorong dan penggaris,
berdasarkan perhitungan ketidakpastian mutlak dan perhitungan ketidakpastian
relative, dan dengan berdasarkan hasil perhitungan deviasi.
Pengukuran adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat dalam bilangan
sebagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran baku (standar) yang diterima
sebagai satuan. Setiap pengukuran selalu dianggap oleh ketidakpastian. Alat ukur
adalah alat yang digunakan untuk mengukur benda atau kejadian tersebut. Seluruh
alat pwngukur dapat terkena kesalahan peralatan yang bervariasi. Bidang ilmu yang
mempelajari cara-cara pengukuran dinamakan metrologi.Fisikawan menggunakan
banyak alat untuk melakukan pengukuran. Dari alat yang sederhana seperti penggaris
dan stopwatch sampai ke mikroskop electron dan pemercepat partikel. Instrumen
virtual digunakan luas dalam pengembangan alat pengukur modern.
Sumber ketidakpastian disebabkan oleh adanya nilai skala terkecil alat ukur,
adanya ketidakpastian bersistem, dan keterbatasan pada pengamat. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama masalah ketelitian (presisi)
dan kedua masalah ketepatan (akurasi). Presisi menyatakan derajat kepastian hasil
suatu pengukuran, sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran
mendekati nilai yang sebenarnya. Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk
melakukan pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala suatu alat
semakin presisi hasil pengukuran alat tersebut. Tanpa menyatakan ketidakpastian
suatu hasil pengukuran tidak banyak memberikan informasi mengenai besaran yang
diukur, mutu alat ukur dan ketelitian pengukuran. Ketidakpastian suatu hasil
pengukuran dapat memberikan informasi mengenai tingkat kepercayaan akan hasil
pengukuran, mutu alat yang digunakan dan ketelitian pengukuran tersebut.
Alat yang dapat digunakan dalam praktikum ini adalah alat ukur jangka sorong
dan penggaris. Jangka sorong adalah salah satu alat ukur yang digunakan di
laboratorium dan di bengkel, dapat digunakan untuk mengukur dalam satuan
millimeter (mm) ataupun inci (in). Jangka sorong umumnya terdiri dari batang
pengukur yang terbuat dari baja antikarat yang dikeraskan, mempunyai rahang ukur
tetap pada salah satu ujungnya dan bagian yang bergerak yang mempunyai rahang
ukur dan skala nonius. Skala nonius digerakkan dalam satu bagian (unit) sepanjang
batang sampai kedua rahangnya bertemu benda kerja yang diukur. Umumnya dua
macam skala dibuat dalam batang, satu dalam millimeter (mm) dan satunya lagi
dalam inci (in). Bagian yang bergerak juga mempunyai dua macam skala nonius yaitu
dalam millimeter (mm) dan inci (in) mengikuti skala dari batang. Skala nonius adalah
skala yang kedua, pembagian garisnya lebih pendek dari pembagian garis pada skala
utama. Perbedaan dari kedua skala ini adalah untuk memungkinkan mengukur benda
dengan teliti lagi.
Penggaris merupakan alat ukur yang sering kita gunakan. Penggaris pada
umumnya terbuat dari dua bahan yaitu plastik dan baja antikarat yang biasa digunakan
pada bengkel. Penggaris sendiri hanya berfungsi untuk mengukur panjang atau lebar
benda datar atau rata dengan ketelitian 1mm dan untuk membuat garis lurus. Dengan
ketelitian tersebut, penggaris kurang efektif untuk mengukur ketebalan benda
ataupun diameter benda bulat seperti bola ataupun pipa. Penggaris umumnya
memiliki skala millimeter(mm) dan inci (in). Setelah kami melakukan percobaan dan
telah mendapatkan data-data, maka dapat dianalisa bahwa, kemampuan suatu alat
ukur untuk mengukur dapat dilihat dari NST (Nilai Skala Terkecil)-nya. Selain dari
NST (Nilai Skala Terkecil), ada skala lain yang dapat membantu ketelitian suatu alat
ukur yang disebut skala nonius.
Umumnya terdapat suatu pembagian sejumlah skala utama dengan sejumlah skala
nonius yang akan menyebabkan garis skala titik nol dan titik maksimum skala nonius
berhimpit dengan skala utama. Saat percobaan, salah satu alat ukur yang
menggunakan skala nonius adalah jangka sorong. Jangka sorong memiliki ketelitian
0,05mm. Sehingga jangka sorong sangat tinggi tingkat akurasinya bila digunakan
untuk mengukur benda-benda yang kecil bahkan sulit untuk diukur dengan penggaris.
Jangka sorong juga sangat efektif karena dapat digunakan untuk mengukur panjang,
tebal, diameter, dan kedalaman benda. Berbeda dengan penggaris yang memiliki NST
(Nilai Skala Terkecil) 1mm. Penggaris kurang efektif dibandingkan dengan jangka
sorong. Selain itu, penggaris juga kurang akurat dibandingkan dengan jangka sorong
karena hanya memiliki skala utama tanpa skala nonius. Jadi penggaris hanya bisa
digunakan pada pengukuran panjang atau lebar suatu benda.
Dalam kegiatan pengukuran, hasil yang kita dapatkan hampir pasti selalu mempunyai
ketidakpastian. Sifat ini sudah menjadi alamiah karena berhubungan dengan alat ukur
yang kita gunakan dalam kegiatan tersebut. Akhirnya, ketidakpastian juga memiliki
takaran yang berbeda dari setiap alat ukur. Ketika kita menggunakan micrometer
sekrup sama halnya dengan kita memperkecil sifat ketidakpastian dari pengukuran,
dan selanjutnya hasil yang didapat mejadi lebih akurat. Selain itu, dapat juga meyebut
ketidakpastian ini dengan galat sebagai konsekuensi dari adanya selisih terbesar yang
mungkin saja muncul antara nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya.
Ketidakpasian selain disebabkan oleh alat ukur juga dapat bergantung pada dari
cara melakukan pengukurannya. Tingkat keakuratan dari hasil pengukuran ditentukan
oleh seberapa dekat nilai yang terbaca pada alat ukur dengan nilai sebenarnya. Cara
yang tepat untuk untuk menyatakan hasil pengukuran dengan menuliskan anggka
yang diikuti dengan simbol kurang lebih, nilai kurang lebih inilah yang berfungsi
untuk menyatakan ketidakpastian dari hasil pengukuran.
Dalam kasus lain, nilai ketidakpastian dari suatu hasil pengukuran tidak ditulis
seperti cara sebelumnya. Namun, nilai ini dinyatakan dengan cara deretan angka-
angka, deretan ini sering disebut dengan angka signifikan. Misalnya dalam contoh
kasus tebal sampul nuku, hasil 2,91 memiliki tiga angka signifikan. Dari hasil ini,
kedua angka pertama sudah dipastikan kebenarannya, sedangkan angka yang ketiga
tidak. Angka terakhir dalam hasil tersebut, terletak pada posisi decimal kedua maka
ketidakpastiannya sekitar 0,01 mm. Tetapi, yang perlu kita ingat adalah bisa saja
terjadi dua hasil denan angka signifikan yang sama memiliki ketidakpastian yang
berbeda. Misalnya, suatu jarak yang dinyatakan dengan nilai 140 km memiliki tiga
angka signifikan, tetapi ketidakpastiannya sekitar 1km.
Pada kasus angka perhitungan antara angka yang memiliki ketidakpastian dengan
bilangan lainnya, hasil dari perhitungan ini juga tidak pasti. Hal ini sangat perlu untuk
diketahui terutama bila melakukan operasi aljabar yang melibatkan angka
ketidakpastian ( hasil pengukuran ) dengan angka eksak ( hasil pengukuran ).
Misalnya, ketika hendak membuktikan kebenaran dari nilai phi, yaitu perbandingan
keliling lingkaran dengan diameternya. Nilai sebenarnya dari perbandingan tersebut
adalah 3,141592654.
Dapat menguji hasil ini dengan cara membuat sebuah lingkaran yang besar
dengan diameter dan keliling 135 mm dan 424 mm. Dengan menggunakan kalkulator
dapat dihitung perbandingannya dan mendapatkan nilais sebesar 3,1407440741.
Jawabannya adalah tujuh angka terakhir dan perhitungannya adalah angka yang tidak
berarti. Angka – angka ini menyatakan nilai ketidakpastian yang lebih kecil yang
mungkin kita dapatkan dari pengukuran. Ketika angka-angka ini dibagi atau dikali,
hasilnya tidak oleh lebih banyak dari jumlah angka signifikan pada angka signifikan
yang paling sedikit. Misalnya, 3,1216 x 2,24 x 0,65 = 4,6. Jadi, meskipum hasil yang
didapatkan dari lingkaran yang dibuat tampak memiliki perbedaan dengan nilai
sebenarnya, namun sesungguhnya hasilnya sama. Karena hasil tersebut harus ditulis
dengan tiga angka signifikan yakni 3,14 artinya nilai ini sudah sesuai dengan nilai
yang sebenarnya.
Secara umum faktor – faktor yang berkontribusi pada ralat / ketidakpastian dapat
dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu : Ralat Acak ( Random Error ), dan Ralat
Sistematis ( Systematic Error ). Sesuai dengan namanya, tipe ralat acak ini terjadi
secara acak ( berfluktuasi secara statistic ) pada hasil ukur. Nilai besaran fisis yang
diukur bervariasi disekitar nilai yang benar, menjadi lebih kecil atau lebih besar dari
nilai benar tersebut. Artinya jika melakukan pengukuran pada waktu dan tempat yang
berbeda, pembacaan hasil ukur pada alat memperlihatkan lebih besar atau lebih kecil
di sekitar nilai benar tersebut. Oleh karena itu besarnya ralat ini biasanya cukup kecil.
Ralat tipe ini dapat dikurangi pengaruhnya dengan melakukan pengukuran secara
berulang – ulang beberapa kali, sehingga dapat memperoleh rata-rata hasil
pengukuran.
Cara mengetahui adanya ralat sistematis atau tidak makan dapat dillakukan
metode pengukuran dan penggunaan alat ukur yang berbeda-beda, kemudian baru kita
analisis untuk memastikan kontribusi dari ralat sistematis. Selanjutnya dengan
mengetahui kemungkinan ralat ini dapat mengupayakan pengukuran yang baik, yaitu
meminimalkan adanya kontribusi ralat/ketidakpastian pengukuran

Anda mungkin juga menyukai