Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1. Tujuan

1. Mempelajari cara pemakaian jangka sorong dan micrometer

2. Mengukur panjang, lebar, tinggi dan diameter beberapa benda ukur

3. Memahami konsep angka penting

4. Mempelajari cara pengolahan data menggunakan analisa kesalahan

2. Landasan Teori

Fisika adalah ilmu eksperimen. Eksperimen memerlukan pengukuran, dan untuk mendapatkan hasil
pengukuran kita menggunakan alat ukur untuk mengukur dan bilangan untuk menyatakan hasil
pengukuran. Setiap bilangan yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu fenomena fisika secara
kuantitatif disebut besaran. Ketika mengukur suatu besaran, kita selalu membandingkannya dengan
suatu satuan standar yang disebut dengan satuan.

Pengukuran adalah suatu bentuk teknik untuk mengaitkan suatu bilangan dengan suatu besaran
standar yang telah diterima sebagai suatu satuan. Selanjutnya semua pengukuran sedikit banyak
dipengaruhi oleh kesalahan eksperimen karena ketidaksempurnaan yang tak terelakkan dalam alat
ukur atau karena batasan yang ada pada indera kita (penglihatan dan pendengaran), yang harus
merekam informasi.

Tujuan pengukuran adalah untuk mendapatkan hasil berupa nilai ukur yang tepat dan benar.
Ketepatan pengukuran merupakan hal yang sangat penting didalam fisika untuk memperoleh hasil
atau data yang akurat dan dapat dipercaya.

Ketelitian (presisi) adalah kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan
secara berulang. Tinggi rendahnya tingkat ketelitian hasil suatu pengukuran dapat dilihat dari harga
deviasi hasil pengukuran. Sedangkan ketepatan (akurasi) adalah kesamaan atau kedekatan suatu
hasil pengukuran dengan angka atau data yang sebenarnya (true value/correct result).

Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut
antara lain adanya nilai skala terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan pegas,
adanya gesekan, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran dan lingkungan yang saling
mempengaruhi keterampilan pengamatan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengukuran:

1. Nilai skala terkecil alat ukur

Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai skala yang tidak dapat lagi dibagi-bagi. Inilah yang disebut
nilai skala terkecil (NST).

2. Ketidakpastian pada pengukuran tunggal

Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian umumnya digunakan bernilai setengah dari NST. Untuk
suatu besaran X, maka ketidakpastian mutlaknya adalah:

X = NST

Dengan hasil pengukurannya dituliskan sebagai:


X=XX

Sedangkan yang dikenal sebagai ketidakpastian relatif adalah:

KTP relative = X/X

Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai:

X = X KTP relatif x 100%

3. Ketidakpastian pada pengukuran berulang

Menggunakan kesalahan rentang pada pengukuran berulang ketidakpastian dituliskan lagi seperti
pada pengukuran tunggal. Kesalahan rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan
ketidakpastian pada pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut:

1. Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable X, misalnya n buah, yaitu X1, X2, X3, , Xn

2. Cari nilai rata-ratanya yaitu X rata-rata = X1-X2-X3-./n.

3. Tentukan Xmax dan Xmin dari kumpulan data X tersebut dan ketidakpastiannya dapat ditulis:

X = (Xmax Xmin)/2

4. Tuliskan hasilnya sebagai : X-Xrata-rataX

4. Angka berarti (significan figures)

Angka berarti (AB) menunjukkan jumlah digit angka yang akan dilaporkan pada hasil pengukuran. AB
berkaitan dengan KTP relatif (dalam %). Semakin kecil KTP relatif semakin tinggi mutu pengukuran
atau semakin tinggi ketelitian hasil pengukuran yang dilakukan. Hubungan antara KTP relatif dan AB
adalah sebagai berikut:

AB = l-log (KTP relatif)

5. Ketidakpastian pada fungsi variabel (perambatan ketidakpastian)

Jika suatu variabel merupakan fungsi dari variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian. Hal ini
disebut sebagai perembatan ketidakpastian.

Jadi sebenarnya pengukuran itu adalah proses atau prosedur mengkuantifikasikan atribut dalam
sebuah kontiniu.

Proses : pengukuran memuat prosedur standar

Kuantifikasi : pengukuran menghasilkan angka

Kontinum : karena berada pada suatu kontinum hasil pengukuran antar individu dapat dibandingkan.

Hasil pengukuran berupa angka-angka atau disebut sebagai hasil numerik selalu merupakan nilai
pendekatan. Menurut kelaziman hasil pengukuran sebuah benda mengandung arti bahwa bilangan
yang menyatakan hasil pengukuran tersebut. Jika sebuah tongat panjangnya ditulis 15,7 cm. secara
umum panjang batang tersebut telah diukur sampai dengan perpuluhan centimeter dan nilai
eksaknya terletak diantara 15,65 cm hingga 15,75 cm. seandainya pengukuran panjang tongkat
tersebut dinyatakan sebagai 15,70 cm berarti pengukuran tongkat telah dilakukan hingga ketelitian
ratusan centimeter.
Pada 15,7 cm maka terdapat 3 angka penting yang merupakan hasil pengukuran. Pada pelaporan
hasil pengukuran 15,70 cm berarti terdapat 4 angka penting sebagai hasil pengukuran. Dengan
demikian angka penting adalah angka hasil pengukuran atau angka yang diketahui dengan cukup
baik berdasarkan kendala alat ukur yang dipakai. Misalnya dilaporkan hasil pengukuran massa
sebuah benda 5,4628 gram dapat dinyatakan bahwa hasil pengukuran tersebut memiliki 5 angka
penting. Dalam menentukan banyaknya angka penting kita perlu memperhatikan beberapa aturan
berikut ini:

1. Semua angka bukan nol adalah angka penting.

Contoh : 256,67 m = lima angka penting

3,99 g = tiga angka penting

2. Semua angka nol yang terletak diantara angka bukan nol adalah angka penting.

Contoh : 90 m = dua angka penting

78,0 g = tiga angka penting

552130 g = lima angka penting

3. Semua angka bukan nol yang digunakan untuk menentukan letak decimal bukan termasuk
angka penting.

Contoh : 0,67 N = dua angka penting

0,0023 V = dua angka penting

0,0000507 km = tiga angka penting

4. Banyaknya angka penting hasil penjumlahan atau pengurangan ditentukan berdasarkan


banyaknya digit angka dibelakang koma yang paling sedikit.

252,8 kg angka 8 merupakan taksiran

2,37 kg + angka 7 merupakan taksiran

255,17 kg angka 1 dan 7 merupakan taksiran

Dalam hal ini kita hanya boleh menuliskan 1 angka taksiran saja, sehingga hasilnya dibulatkan
menjadi 255,2 kg.

5. Banyaknya angka penting dari hasil perkalian atau pembagian antara dua bilangan sama
dengan banyaknya angka penting yang paling sedikit diantara dua bilangan itu.

25,3 kg 3 angka penting

14 m/s x 2 angka penting

354,2 kgm/s harus terdiri atas dua angka penting sehingga ditulis 3,5 x 102 kgm/s.

6. Banyaknya angka penting dari hasil pemangkatan atau penarikan akar sama banyaknya
dengan angka penting yang dipangkatkan atau yang ditarik akarnya.

(4,32 cm)2 = 80,621568 cm 80,6 cm

cm2 = 5 cm 5,0 cm
(disesuaikan menjadi 2 angka penting)

7. Angka yang lebih dari 5 dibulatkan keatas, sedangkan angka yang kurang dari 5 dibulatkan
kebawah.

1,4 1

2,66 2,7

8. Angka yang tepat 5 dibulatkan kebawah jika angkan sebelumnya genap, dan dibulatkan
keatas jika angka sebelumnya ganjil.

2,65 2,6

2,35 2,4

Alat ukur yang biasa digunakan dalam pengukuran adalah sebagai berikut:

1. Jangka sorong

Jangka sorong dipergunakan untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara diapit,
mengukur sisi dalam suatu benda dengan cara ukur/diulur, mengukur kedalaman celah/lubang pada
suatu benda dengan cara menancapkan/menuliskan bagian pengukur.

Jangka sorong yang digunakan untuk mengukur suatu benda yang mempunyai ketelitian 0,1 mm
atau 0,05 mm tanpa kesalahan paralaks. Kesalahan paralaks adalah kesalahan membaca alat ukur
karena posisi yang tidak tepat seperti yang dianjurkan. Bagian terpenting dari jangka sorong yaitu:

1. Rahang tetap

Memiliki skala panjang, disebut skala utama.

2. Rahang geser

Memiliki skala pendek yang disebut nonius atau skala geser.

Jangka sorong memiliki nonius yaitu angka pendek yang panjangnya 9 mm dan dibagi atas 10 skala
nonius dan satu skala utama, adalah 0,1 mm atau 0,01 cm sehingga ketelitian jangka sorong adalah
0,1 mm.

1. Skala nonius terdiri dari 20 skala

Jika nonius 20 skala maka sama dengan 19 skala utama sehingga dapat dirumuskan:

k = su-sn atau k = 1/n . su

Ketelitiannya dapat dirumuskan :

k = su-an

= 1 mm 19/20 mm

= 1 mm 0,95 mm

= 0,05 mm

Rumusnya : su + (sn x 0,05 mm)

2. Skala nonius yang terdiri dari 10 skala


Skala nonius yang terdiri dari 10 bagian yang sesuai dengan 9 skala utama. Jika skala utama = 1mm,
maka setiap 1 skala utama = 1mm.

Rumusnya : k = 1/n . su

2. Micrometer

Micrometer sekrup adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur jarak pendek dan sangat
teliti. Misalnya mengukur diameter luar, tebal, dan lebar suatu benda. Penggunaan micrometer
perlu mengetahui skala apa, satuan yang dipakai pada selubung luar dalam berupa bagian dari
satuan tersebut yang dinyatakan oleh skala termal.

Mikrometer memiliki 2 skala yaitu skala utama dan skala nonius. Skala nonius terdiri dari 50 skala,
satu kali putaran menghasilkan / menyebabkan putaran sebanyak 0,5 mm pada skala utama. Batas
ketelitian micrometer adalah 0,01 mm.

Rumusnya : skala utama + skala nonius x 0,01 mm.

3. Gelas ukur

Gelas ukur adalah alat yang dibuat oleh para ahli dengan menggunakan alat-alat yang canggih, yang
bias dipakai di laboratorium yang digunakan untuk mempelajari jalannya suatu percobaan. Gelas
ukur bermanfaat untuk benda yang tidak teratur seperti air. Gelas ukur banyak digunakan dalam
bentuk fungsi yang berbeda-beda.

BAB II

PROSEDUR KERJA

1. Alat dan Bahan

Alat :

1. Jangka sorong

Kegunaannya :

Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang, lebar, diameter, dan kedalaman suatu benda
dengan ketelitian 0,1 mm.

2. Micrometer

Kegunaannya :

Micrometer digunakan untuk mengukur jarak yang pendek dengan sangat teliti, karena alat ini dapat
mengetahui dalam skala yang terdapat pada selubung luar dengan ketelitian 0,01 mm.

3. Penggaris

Kegunaannya :

Penggaris digunakan untuk mengukur jarak dari suatu titik lain dengan skala 1 cm.
4. Gelas ukur

Kegunaannya :

Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume benda cair.

Bahan :

1. Benda uji berbentuk silinder

Kegunaannya :

Benda ini digunakan untuk diukur panjang dan diameternya.

2. Benda uji berbentuk kawat

Kegunaannya :

Benda ini digunakan untuk diukur panjang dan diameternya.

3. Benda uji berbentuk balok

Kegunaannya :

Benda ini digunakan untuk diukur panjang, lebar serta tinggi dari balok tersebut.

4. Benda uji berbentuk plat besi

Kegunaannya :

Benda ini digunakan untuk diukur panjang, lebar dan tinggi plat tersebut.

5. Benda uji berupa cairan

Kegunaannya :

Cairan ini digunakan untuk diukur volume dan massa cairnya.

6. Benang tebal

Kegunaannya :

Benang tebal ini digunakan untuk mempermudah pengukuran panjang kawat yang tidak lurus.

1. Cara Kerja

1. Pengukuran balok

Panjang balok diukur sebanyak 8 kali menggunakan penggaris.

Lebar dan tinggi balok diukur menggunakan jangka sorong dan pengukuran tersebut
dilakukan minimum sebanyak 8 kali.

2. Pengukuran kawat

Panjang kawat diukur menggunakan penggaris dan gunakan benang sebagai alat bantu

Diameter kawat diukur menggunakan micrometer sekrup sebanyak 8 kali


3. Pengukuran volume air

Bejana / gelas ukur kosong ditimbang

Ke dalam gelas ukur tadi dimasukkan air sebanyak 100 mL, kemudian ditimbang dan
ditentukan massa airnya.

Kemudian gelas ukur tadi dikosongkan lagi dan dimasukkan air sebanyak 100 mL, dan
ditimbang

Kemudian diulangi minimum sebanyak 8 kali

4. Pengukuran benda berbentuk silinder

Tinggi silinder diukur dengan jangka sorong sebanyak 8 kali

Diameter dalam dan diameter luar silinder diukur dengan jangka sorong minimum sebanyak
8 kali

5. Pengukuran plat besi

Panjang plat diukur dengan menggunakan penggaris sebanyak 8 kali

Lebar plat diukur dengan menggunakan jangka sorong dan tinggi plat menggunakan
micrometer, dilakukan masing-masing minimum sebanyak 8 kali

2.3 Skema Alat

Keterangan :

a.

b. Neraca

c. Micrometer

d. Kawat

e. Gelas ukur

f. Benang
g. Pipa

h. Jangka sorong

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Jurnal

A. Menentukan Massa Jenis Balok Besi

B. Menentukan Massa Jenis Kawat

C. Menentukan Massa Jenis Air

D. Menentukan Massa Jenis Tabung Berongga

3.2 Perhitungan

3.2.1 Menentukan massa jenis balok besi

Percobaan 1 :

m = 14,1 gr

p = 11,99 cm

l = 2,061 cm

t = 0,4775 cm
v=pxlxt

= 11,99 cm x 2,061 cm x 0,4775 cm

= 11,79 cm3

= m /v

= 14,1 gr / 11,79 cm3

= 1,19 gr/cm3

Tabel 3.1 Hasil balok besi

3.2.2 Menentukan Massa Jenis Kawat

Percobaan 1:

m = 2,55 gr

d = 0,39 cm

p = 13,9 cm

v = d2p

= x 3,14 x (0,39)2 cm x 13,9 cm

= 1,6 cm3

= m/v

= (2,55 / 1,6 ) gr/cm3

= 1,6 gr/cm3

Tabel 3.2 Hasil kawat

3.2.3 Menentukan Massa Jenis Air


Percobaan 1:

Massa gelas kosong = 22,1 gr

Massa gelas berisi air = 129,1 gr

Massa air = m gelas berisi air m gelas kosong

= 129,1 gr 22,1 gr

= 107 gr

Volume air = 1 mL = 1 cm3

= m/v

= 107 gr / 100 cm3

= 1,07 gr/cm3

Tabel 3.3 Hasil air

3.2.4 Menentukan massa jenis tabung berongga

Percobaan 1 :

m = 28,25 gr

t = 9,7 cm

diameter dalam = 1,908 cm

diameter luar = 2,6 cm

v = (dl2-dd2) t

= x 3,14 ((2,6 cm)2-(1,908 cm)2) 9,7 cm

= x 3,14 (3,2 cm2) 9,7 cm

= 24 cm3

= m/v

= 28,25 gr / 24 cm3

= 1,2 gr/cm3

Tabel 3.4 hasil tabung berongga


3.2.5 Teori Ralat

1. balok besi

RM =

= gr/cm3

= 0,002 gr/cm3

= 0,1 gr/cm3

RN = (RM/) x 100 %

= (0,1/1,14) x 100%

= 0,08 x 100 %

= 8%

RN tidak normal, karena nilai RN besar dari 5%

2. Kawat

RM =

= gr/cm3

= 0,07 gr/cm3

= 0,3 gr/cm3

RN = (RM/) 100%

= (0,3/1,9) x 100%

= 0,16 x 100%

= 16%

RN tidak normal, karena nilai RN besar dari 5%


3. Air

RM =

= gr/cm3

= 0,5 gr/cm3

= 0,7 gr/cm3

RN = (RM/)x 100%

= (0,7 / 1,07) x 100%

= 0,654 x 100%

= 65,4 %

RN tidak normal, karena nilai RN lebih besar dari 5%.

4. tabung berongga

RM =

= gr/cm3

= 0,5 gr/cm3

= 0,7 gr/cm3
RN = (RM/)x 100%

= (0,7 / 1,2) x 100%

= 0,6 x 100%

= 60 %

RN tidak normal, karena nilai RN lebih besar dari 5%.

3.3 Analisa

Dari percobaan yang telah dilakukan, masih terdapat banyak kesalahan. Baik itu kesalahan dari si
pengamat maupun kesalahan yang ada pada alat itu sendiri seperti kesalahan letak titik nol yang
bergeser dari titik yang sebenarnya.

Nilai yang didapat dalam tiga kali percobaan mengukur massa jenis balok besi adalah sebagai berikut
:

Percobaan 1 : 1,19 gr/cm3

Percobaan 2 : 1,11 gr/cm3

Percobaan 3 : 1,11 gr/cm3

Dari ketiga percobaan tersebut, didapat nilai ketelitiannya adalah 1,11 gr/cm3. Sedangkan nilai
keakuratannya adalah 1,14 gr/cm3. Bila dibandingkan dengan massa jenis besi, hasilnya sangat jauh
dari literatur yang ada. Pada literatur, massa jenis besi adalah 7,90 gr/cm3.

Dan bila dianalisa dengan teori ralat, RN yang didapat besar dari 5%, yaitu sebesar 8%. Itu berarti
telah terjadi kesalahan dalam praktikum.

Kesalahan praktikum yang terjadi sangat beragam. Seperti pengamat yang kurang terampil dalam
membaca hasil pengukuran. Bisa saja posisi pengamat saat membaca hasil pengukuran tidak tepat
ataupun keterbatasan pada alat indera yang dimiliki seperti penglihatan. Tidak hanya itu, kesalahan
bisa terjadi pada alat yang digunakan. Yaitu tidak tepatnya letak titik nol ataupun kesalahan dalam
menentukan nilai kalibrasi.

Tak jauh berbeda dengan pengukuran massa jenis balok besi, pengukuran kawat pun juga begitu.
Dengan literatur yang sama yaitu 7,90 gr/cm3, nilai yang didapat dari pengukuran tiga percobaan
massa jenis kawat jauh berbeda dengan literatur. Hasil percobaan tersebut didapatkan dengan nilai
sebagai berikut:

Percobaan 1 : 1,6 gr/cm3

Percobaan 2 : 2,1 gr/cm3

Percobaan 3 : 2,0 gr/cm3

Dari ketiga hasil percobaan tersebut jelaslah terjadi kesalahan dalam praktikum. Dan nilai RN yang
didapat dari ketiga percobaan diatas adalah 16% yang menunjukkan nilai RN besar dari 5%. Ketiga
percobaan tersebut didapat nilai keakuratannya sebesar 1,9 gr/cm3. Sedangkan nilai ketelitiannya
adalah 2,0 gr/cm3.
Kesalahan yang terjadi saat mengukur massa jenis dari kawat salah satu nya keterbatasan
penglihatan dalam membaca hasil pengukuran. Posisi si pengamat bisa menjadi salah satu kesalahan
dalam membaca hasil pengukuran.

Dalam melakukan percobaan mengukur massa jenis air, didapatkan hasil sebagai berikut:

Percobaan 1 : 1,07 gr/cm3

Percobaan 2 : 1,67 gr/cm3

Percobaan 3 : 1,06 gr/cm3

Pada literatur, massa jenis air bernilai 1 gr/cm3. Dari ketiga percobaan tersebut apabila dibandingkan
dengan massa jenis air pada literatur maka hasilnya tidak jauh berbeda. Sedangkan nilai ralat yang
didapat dari ketiga percobaan tersebut adalah 65,4% yang berarti lebih besar dari 5%. Itu berarti
telah terjadi kesalahan dalam praktikum.

Kesalahan yang terjadi beragam macamnya. Bisa saja kesalahan dari membaca kalibrasi, saat
mengambil volume air yang tidak tepat 100 mL ataupun saat membaca hasil pengukuran massa air.
Hal ini bisa saja terjadi pada pengamat. Baik itu dikarenakan posisi pada saat membaca hasil
pengukuran tidak tepat ataupun karena keterbatasan penglihatan yang dimiliki.

Nilai ketelitian yang didapat pada pengukuran massa jenis air tersebut adalah 1,07 gr/cm3.
Sedangkan nilai keakuratannya yang didapat adalah sebesar 1,07 gr/cm3.

Pengukuran selanjutnya yaitu massa jenis tabung berongga. Pada literatur didapatkan nilai massa
jenisnya adalah dengan rentang 0,85 1,4 gr/cm3. Pada percobaan yang telah dilakukan, didapatkan
hasil pengukuran massa jenis tabung berongga berikut ini:

Percobaan 1 : 1,2 gr/cm3

Percobaan 2 : 1,3 gr/cm3

Percobaan 3 :1,2 gr/cm3

Berdasarkan data hasil percobaan tersebut bila dibandingkan dengan nilai pada literatur, maka bisa
dikatakan bahwa percobaan ini berhasil. Karena nilai yang didapat berada pada rentang yang sama
pada literatur.

Dari ketiga percobaan tersebut, didapatkan nilai ketelitiannya adalah 1,2 gr/cm3. Sedangkan nilai
keakuratannya adalah 1,2 gr/cm3. Apabila dianalisa dengan teori ralat, maka RN yang didapat
bernilai besar dari 5% yaitu 60%.

Terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan ini. Seperti kurangnya
ketepatan membaca hasil pengukuran. Walaupun hasil yang didapat masih berada dalam rentang
yang sama dengan nilai literatur, namun disini belum diketahui berapa nilai yang tepatnya. Sehingga
nilai RN juga menunjukkan bahwa masih ada kesalahan yang terjadi pada pengukuran ini. Kesalahan
ini mungkin terjadi pada si pengamat karena kurang terampil dalam membaca hasil pengukuran.

BAB IV

PENUTUP
1. Kesimpulan

1. Beberapa kali melakukan pengukuran terhadap suatu benda menyebabkan timbulnya


ketidakpastian.

2. Setiap alat ukur memiliki ketelitian yang terbatas.

3. Menggunakan alat ukur yang lebih teliti lebih baik daripada alat ukur biasa sehingga angka
ketidakpastian menjadi lebih kecil.

4. Dengan melakukan percobaan mengukur massa jenis beberapa benda, kita dapat
mengetahui cara membaca jangka sorong, micrometer dan neraca dengan baik.

2. Saran

Untuk praktikum selanjutnya, agar praktikum berjalan dengan lancar maka praktikan harus:

1. Mengetahui dan memahami tujuan praktikum dan landasan teori sebelum memulai
praktikum.

2. Membaca alat ukur lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam mendapatkan hasil
pengukuran.

3. Tidak bermain-main dalam melaksanakan praktikum.

4. Menjalankan prosedur kerja sesuai dengan yang di instruksikan oleh asisten.

5. Bertanya kepada asisten jika ada yang tidak dimengerti ketika praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Alonso, Marcelo & Edward J. Finn.1992.Dasar-dasar Fisika Universitas.Jakarta:Erlangga

Cromer, Alan H.1994.Fisika.Yogyakarta:Erlangga

Giancoli,Duglas C.2001.Fisika Dasar.Jakarta:Erlangga

Tipler, Paul.1994.Fisika Untuk Sains dan Teknik.Jakarta:Erlangga

Diposkan 29th April 2014 oleh Widya Erja

Anda mungkin juga menyukai