PENDAHULUAN
1
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan praktikum, manfaat praktikum
dan sistematika penulisan.
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi tentang pengertian, macam – macam alat ukur, cara kerja dan
prinsip kerja, perkembangan alat ukur, komponen alat ukur, dan cara
penggunaan (cara pembaacaan) alat ukur.
BAB III METODOLOGI
Bab ini berisi tentang prosedur praktikum teoritis, prosedur praktikum
aktual,
serta alat d an bahan.
BAB IV DATA PENGAMATAN
Bab ini berisi tentang data berbentuk tabel dan data berbentuk grafik (jika
diperlukan).
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang pengolahan data (perhitungan) dan analisa data.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2
BAB II
TEORI DASAR
3
itu kita bisa membawanya ke tempat yang mudah untuk dilakukan pembacaan
pengukuran tersebut.
Sebuah benda ukur ada kalanya kita dituntut untuk membaca ukuran dari
kedalaman sebuah benda kerja. Misalnya untuk mengukur kedalaman sebuah
lubang spy dari poros dan menghitung lubang fully. Agar spy yang dibuat tidak
kepanjangan dan tidak mengganggu poros lain maka ukuran dari spy yang dibuat
harus sesuai.
Cara pengukurannya adalah dengan cara mengeluarkan ekor dari jangka
sorong dengan menggeser rahang geser yang ada pada jangka sorong. Setelah
ekor keluar maka langkah selanjutnya adalah mengukur lubang dari spy tersebut,
dengan cara memasukkan ekor tersebut pada lubang yang akan di ukur
kedalamannya. Dalam memasukkan ekor dalam lubang harus mencapai dasar dari
lubang tersebut dan tidak boleh menggantung atau tidak sampai pada dasar lubang
tersebut.
Penggunaan alat ini sangatlah sensitif. Jika terjadi benturan terjadi pada
rahang dan rahang mengalami cacat maka hasil pengukuran akan menjadi kurang
akurat. Karena dalam jangka sorong memiliki ketelitian hingga 0,02 mm.
Penggunaan jangka sorong hanya digunakan pada benda yang bersifat keras saja.
Karena benda yang bersifat lunak akan mengalami perubahan bentuk saat di
lakukan penekanan dengan rahang atau sensor dari jangka sorong ini. Pengukuran
yang dilakukan juga hanya melakukan pengukuran pada benda yang nampak saja.
Jika benda tidak dapat disentuh oleh sensor mistar ingsut maka pengukuran akan
tidak akurat.
Sebenarnya bahan dari rahang mistar ingsut ini digunakan bahan yang
sangat keras sehingga hal-hal di atas bisa di minimalisirkan. Pembuatan sensor
dari alat ukur ini seharusnya digunakan bahan yang keras sehingga tahan aus dan
dirancang dengan ketelitian geometrik yang tinggi. Kerataan masing-masing
bidang pembimbing dan kesejajaran di rancang dengan toleransi yang tinggi.
Guna dari toleransi tersebut agar permukaan kedua sensor tetap sejajar, dengan
demikian, meskipun tak segaris, garis ukur dan garis nonius dimensi di usahakan
harus sejajaruntuk mengurangi efek kesalahan dalam pembacaan ukuran.
4
Pembacaan garis skala linier dilakukan menggunakan garis indeks yang
terletak pada peluncur atau rahang geser. Dan posisinya relatif terhadap skala
interpolarisasikan dengan skala nonius mistar ingsut. Berdasarkan cara.
membacanya mistar ingsut ada 3 jenis, mistar ingsut nonius, mistar ingsut jam
ukur, mistar ingsut digital.
Peraba atau sensor yang ada pada mistar ingsut ini termasuk dalam sensor
mekanik. Karena peraba pada mistar ingsut kontak langsung dengan benda yang
sedang di ukur. Lalu ukuran dapat di baca pada skala yang ada pada batang ukur
yang telah ada dimistar ingsut.
5
2.2 Macam-macam mistar ingsut
Mistar ingsut merupakann alat ukur yang praktis dan umum digunakan dan
ketelitiannya mencapai 0,01mm. Kecermatan setinggi ini dalam sebuah
pengukuran yang memasuki toleransinya sangat dibolehkan untuk menggunakan
ukuran ini. Karena kesederhanaan kontruksinya maka banyak sekali jenis-jenis
dari mistar ingsut ini tergantung pada fungsi dan penggunaannya. Mistar ingsut ini
terbuat dari bahan matrial yang kokoh dan kuat.
Pada beberapa jenis alat kekuatan dari alat tersebut kurang menjanjikan.
Sehingga pada alat tersebut mudah aus dan berakibat hasil pengukuran tidak
sesuai. Mistar ingsut ini dikhawatirkan kekurangan fitur yang berguna untuk
mengukur dari berbagai bentuk benda ukur. Maka dari itu ada berbagai macam
jenis mistar ingsut berdasarkan fungsi dan bentuknya, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Mistar ingsut tak sebidang
Jangka sorong jenis ini merupakan jenis jangka sorong yang sangat sering
digunakan dan sering ditemukan. alasan dari pengunaan alat ukur ini adalah
harganya yang murah dan penggunaannya yang mudah. Fungsi dari jangka sorong
ini juga bisa dibilang komplit, karena dalam satu alat bisa digunakan untuk
mengukur diameter luar, diameter dalam serta mengukur ketinggian dari celah
maupun dimensi dan lain-lain.
6
Mistar ingsut jenis ini digunakan untuk mengukur jarak antara dua senter dari
poros. Penggunaannya berbeda ketinggian dari dua poros senter tersebut
7
.
Gambar 2.5 Mistar Ingsut Pipa (Rochim, 2006)
Gambar 2.6 Mistar Ingsut Posisi Dan Lebar Alur (Rochim, 2006)
8
Gambar 2.7 Mistar Ingsut Putar (Rochim, 2006)
9
Gambar 2.9 Mistar Ingsut Serba Guna (Rochim, 2006)
10
Gambar 2.11 Mistar Ingsut Penggores (Rochim, 2006)
11
ada jangka yang menggunakan skala jam ukur dan skala digital. Pengembangan
alat ini di karenakan untuk mempermudah pekerjaan manusia dalam mengukur.
12
2.5 Komponen mistar ingsut
Sebuah mistar ingsut tersusun dari berbagai macam komponen yang
bersatu menjadi sebuah jangka sorong atau mistar ingsut. Bagian – bagian dari
mistar ingsut tersebut, yaitu sebagai berikut :
13
Skala nonius berguna untuk membaca perbandingan yang terjadi pada
skala utama atau ukuran pokok.
6. Baut pengunci rahang
Baut pengunci rahang berfungsi untuk menahan pergeseran yang terjadi
pada skala utama dengan skala nonius pada saat pembacaan hasil suatu proses
pengukuran yang dilakukan
14
5. Sebaiknya jangan membaca skala ukur pada waktu mistar ingsut masih
berada pada benda ukur. Kunci dahulu peluncurnya, lalu dilepas dari
benda ukur kemudian baru dibaca skala ukurnya dengan posisi dari
pembacaan hasil proses pengukuran pada suatu benda ukur dengan benar.
6. Jangan lupa, setelah mistar ingsut tidak digunakan lagi dan akan disimpan
ditempatnya, kebersihan dari mistar ingsut harus dijaga dengan cara
membersihkannya memakai alat – alat pembersih yang telah disediakan
misalnya kertas tisu dan dengan menggunakan alat pembersih lainnya,
agar usia dari alat ukur mistar ingsut tersebut tetap awet dan bisa
digunakan secara terus menerus dan tanpa harus membeli alat ukur mistar
ingsut yang baru.
15
BAB III
METODOLOGI
16
Gambar 3.2 Pengukuran Menggunakan Mistar Ingsut Skala Jam Ukur
Gambar 3.3 Pengukuran Menggunakan Mistar Ingsut Skala Digital
Merupakan mistar ingsut yang memiliki skala utama dan skala nonius.
17
Gambar 3.5 Mistar Ingsut Skala Jam Ukur
4. V-blok
Merupakan benda kerja yang akan diukur dan sudah memiliki ukuran
standar.
5. Meja Bertingkat
Merupakan benda kerja yang akan diukur dan sudah memiliki ukuran
standar.
18
Gambar 3.8 Meja Bertingkat
BAB IV
DATA PENGAMATAN
19
2. Bantalan
V - Block
Pengamat A Pengamat B
N Ukura Hasil Pengukuran Dengan Hasil Pengukuran Dengan
o n Nonius Jam Digital Nonius Jam Digital
(mm) Ukur (mm) (mm) Ukur (mm)
(mm) (mm)
1 A 5.7 6.7 5.94 6.6 6 6.14
2 B 11.34 11.6 11.31 11.4 11.5 11.09
3 C 6.74 7 6.55 6.6 6.7 6.65
4 D 9.8 10.1 10.27 10.4 9.8 10.34
5 E 6.24 6.5 6.26 6.4 6.3 6.33
6 F 14.92 14.8 15.22 14.6 14.8 15.32
7 G 3.5 3.65 3.69 3.2 3.7 3.27
8 H 5.18 5.1 5.15 5.4 5 5
9 I 15.04 14.9 14.92 15.2 14.9 15.15
10 J 10.78 10.65 10.65 11.2 11.05 10.47
11 K 6.56 6.55 6.26 6.7 6.3 6.3
12 L 5.2 5 4.97 5.2 5 5.1
13 M 5.35 5.45 5.5 5.4 5.45 5.4
14 N 11.12 11.15 11.91 11.12 11.15 12
20
15 O 14.8 14.95 14.69 14.8 14.7 14.52
16 P 5.56 5.6 5.26 5.6 5.35 5.31
17 Q 3.92 3.9 3.76 3.9 3.85 3.72
18 R 11.8 11.95 11.79 11.86 11.75 14.8
19 S 70.16 70.15 70.1 70.18 70.1 70.12
20 T 34.8 34.8 33.53 34.65 33.5 34.1
2. Bantalan
Meja Bertingkat
No Ukuran Pengamat A Pengamat B
Hasil Pengukuran Dengan Hasil Pengukuran Dengan
Nonius Jam Ukur Digital Nonius Jam Ukur Digital
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 A 11.78 11.6 11.6 11.98 11.4 11.54
2 B 94.8 94.8 94.83 94.82 94.9 94.32
3 C 90 91.25 90.97 91.2 91.25 90.98
4 D 19.6 19.55 19.47 19.9 19.45 19.53
5 E 44.62 45.55 44.46 44.62 44.5 44.48
6 F 132.42 132.45 132.41 132.66 132.45 132.62
7 G 20.88 20.8 20.56 20.96 20.9 19.86
8 H 24.62 25.45 24.26 23.84 22.6 21.77
9 I 11.38 11.85 11.12 11.38 12.6 11.22
10 J 30.2 30.2 30.13 31.11 29.45 30.12
11 K 17.8 17.9 17.83 17.74 17.85 17.67
12 L 12.1 12.5 12.91 13 12.12 12.96
13 M 54.12 54.25 54.08 54.28 54 54.14
21
BAB V
ANALISA DATA
No Pengamat A Pengamat B
22
11 4.792332 4.632588 6.349206 0
12 4.627767 0.603622 1.960784 1.960784
13 2.727273 0.909091 0 0.925926
14 6.633081 6.381192 7.333333 7.083333
15 0.748809 1.769912 1.928375 1.239669
16 5.703422 6.463878 5.461394 0.753296
17 4.255319 3.723404 4.83871 3.494624
18 0.084818 1.357082 19.86486 20.60811
19 0.085592 0.071327 0.085568 0.028523
20 3.787653 3.787653 1.612903 1.759531
2. Bantalan
Pengamat A Pengamat B
23
11 0.168256 0.392597 0.396152 1.018676
1. V-blok
6
4
2
0
A B C D E F G H I J K L MNO P Q R S T
Posisi
24
Presentase Error V-blok Pengamat B
25
Nonius Vs
Digital
20
Jam ukur
15 Vs Digital
% Error
10
0
A B C D E F G H I J K L MNO P Q R S T
Posisi
2. Bantalan
3
2
1
0
A B C D E F G H I J K L M
Posisi
25
Presentase Error Bantalan Pengamat B
14 Nonius Vs
12 Digital
10 Jam ukur
Vs Digital
8
% Error
6
4
2
0
A B C D E F G H I J K L M
Posisi
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Adapun simpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mistar ingsut adalah alat ukut linier langsung yang serupa dengan mistar
ukur, yang memiliki skala utama pada batang. Praktikan dapat
menggunakan mistar ingsut nonius, mistar insgut jam ukur, mistar ingsut
digital setelah mendapat arahan dari asisten dan membaca modul yang
diberikan.
2. Kalibrasi mistar ingsut bertujuan untuk melihat kelayakan suatu mistar
ingsut.
26
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai beriku:
1. Praktikan harus teliti dan cermat saat pengolahan data.
2. Kondisi daring untuk kegiatan praktikum membuat praktikan cukup sulit
memahami beberapa materi.
V-Block
1. Pengamat A
a. Mistar ingsut nonius vs digital
27
e .% error= |6,24 mm−6,26
6,26 mm
mm
|×100 %=0,32 %
14,92 mm−15,22 mm
f . % error=| |× 100 %=1,97 %
15,22 mm
3,5 mm−3,69 mm
g . % error=| |× 100 %=5,15 %
3,69mm
5,18mm−5,15 mm
h . % error =| |×100 %=0,58 %
5,15 mm
15,04 mm−14,92mm
i. % error=| |×100 %=0,80 %
14,92 mm
10,78mm−10,65 mm
j . % error =| |× 100 %=1,22 %
10,65 mm
6,56 mm−6,26 mm
k . % error=| |× 100 %=4,79 %
6,26 mm
5,2 mm−4,97 mm
l .% error=| |×100 %=4,63 %
4,97 mm
5,35 mm−5,5mm
m .% error=| |×100 %=2,73 %
5,5 mm
11,12 mm−11,91 mm
n . % error =| |×100 %=6,63 %
11,91 mm
28
B. Mistar ingsut jam ukur vs digital
10,1 mm−10,27 mm
d . % error=| |× 100 %=1,66 %
10,27 mm
6,5 mm−6,26 mm
e .% error=| |× 100 %=3.83 %
6,26 mm
14,8 mm−15,22 mm
f . % error=| |×100 %=2,76 %
15,22 mm
3,65 mm−3,69 mm
g . % error=| |× 100 %=1,08 %
3,69mm
5,1mm−5,15 mm
h . % error =| |× 100 %=0,97 %
5,15 mm
14,9 mm−14,92 mm
i. % error=| |×100 %=0,13 %
14,92 mm
10,65mm−10,65 mm
j . % error =| |× 100 %=0,00 %
10,65 mm
6,55 mm−6,26 mm
k . % error=| |×100 %=4,63 %
6,26 mm
5 mm−4,97 mm
l .% error=|
4,97 mm |
×100 %=0,60 %
5,45 mm−5,5mm
m .% error=| |×100 %=0,91%
5,5 mm
11,15 mm−11,91 mm
n . % error =| |×100 %=6,38 %
11,91 mm
29
o . % error= |14,9514,69
mm−14,69 mm
mm |×100 %=1,77 %
5,6 mm−5,26 mm
p . % error=| |× 100 %=6,46 %
5,26 mm
3,9 mm−3,76 mm
q . % error=| |×100 %=3,72 %
3,76 mm
11,95 mm−11,79 mm
r . % error =| |×100 %=1,36 %
11,79 mm
70,15 mm−70,1mm
s . % error=| |×100 %=0,07 %
70,1mm
34,8 mm−33,53 mm
t . % error=| |×100 %=3,79 %
33,53 mm
2. Pengamat B
a. Mistar ingsut nonius vs digital
30
h . % error =|5,4 mm−5
5 mm
mm
|×100 %=8,00 %
15,2 mm−14.71 mm
i. % error=| |× 100 %=0,33 %
14.71 mm
11,2 mm−10,47 mm
j . % error =| |×100 %=6,97 %
10,47 mm
6,7 mm−6,3 mm
k . % er ror=| |×100 %=6,35 %
6,3 mm
5,2 mm−5,1 mm
l .% error=| |×100 %=1,96 %
5,1 mm
5,4 mm−5,4 mm
m .% error=| |×100 %=0,00 %
5,4 mm
11,12 mm−12 mm
n . % error =| |×100 %=7,33 %
12 mm
14,8 mm−14,52mm
o . % e rror=| |×100 %=1,93 %
14,52 mm
5,6 mm−5,31 mm
p . % error=| |× 100 %=5,46 %
5,31mm
3,9 mm−3,72 mm
q . % error=| |×100 %=4,84 %
3,72 mm
11,86 mm−14,8 mm
r . % error =| |×100 %=19,86 %
14,8 mm
70,18 mm−70,12mm
s . % error=| |×100 %=0,09%
70,12mm
34,65 mm−34,1 mm
t . % error=| |×100 %=1,61 %
34,1 mm
11,5 mm−11,09 mm
b . % error=| |× 100 %=3,70 %
11,09 mm
31
c . % error= |6,7 mm−6,65
6,65 mm
mm
|×100 %=0,75 %
9,8 mm−10,34 mm
d . % error=| |×100 %=5,22 %
10,34 mm
6,3 mm−6,33 mm
e .% error=| |× 100 %=0,47 %
6,33 mm
14,8 mm−15,32 mm
f . % error=| |×100 %=3,39 %
15,32 mm
3,7 mm−3,27 mm
g . % error=| |×100 %=13,15 %
3,27 mm
5 mm−5 mm
h . % error =|
5 mm |
×100 %=0,00 %
14,9 mm−14.71 mm
i. % error=| |×100 %=1,65 %
14.71 mm
11,05 mm−10,47 mm
j . % error =| |×100 %=5,54 %
10,47 mm
6,3 mm−6,3 mm
k . % error=| |×100 %=0,00 %
6,3 mm
5 mm−5,1mm
l .% error=|
5,1 mm |
×100 %=1,96 %
5,45 mm−5,4 mm
m .% error=| |× 100 %=0,93 %
5,4 mm
11,15 mm−12 mm
n . % error =| |×100 %=7,08 %
12 mm
14,7 mm−14,52 mm
o . % error=| |×100 %=1,24 %
14,52 mm
5,35 mm−5,31mm
p . % error=| |×100 %=0,75 %
5,31 mm
3,85 mm−3,72 mm
q . % error=| |×100 %=3,49 %
3,72 mm
11,75 mm−14,8 mm
r . % error =| |×100 %=20,61 %
14,8 mm
70,1 mm−70,12mm
s . % error=| |×100 %=0,03 %
70,12 mm
32
t . % error=|33,5 mm−34,1
34,1 mm
mm
|×100 %=1,76 %
Meja Bertingkat
1. Pengamat A
a. Mistar ingsut nonius vs digital
33
m .% error= |54,1254,08
mm−54,08 mm
mm |×100 %=0,07 %
34
2. Pengamat B
a. Mistar ingsut nonius vs digital
11,98 mm−11,54 mm
a . % error=| |×100 %=3,81 %
11,54 mm
94,82 mm−94,32 mm
b . % error=| |×100 %=0,53 %
94,32 mm
91,2 mm−90,98 mm
c . % error=| |×100 %=0,24 %
90,98 mm
19,45 mm−19,53 mm
d . % error=| |× 100 %=1,89%
19,53mm
44,5 mm−44,48 mm
e .% error=| |×100 %=0,31 %
44,48 mm
132,66 mm−132,62 mm
f . % error=| |×100 %=0,03 %
132,62 mm
20,96 mm−19,86 mm
g . % error=| |×100 %=5,54 %
19,86 mm
23,84 mm−21,77 mm
h . % error =| |× 100 %=9,51 %
21,77 mm
11,38 mm−11,22 mm
i. % error=| |× 100 %=1,43 %
11,22 mm
31,11mm−30,12 mm
j . % error =| |×100 %=3,29 %
30,12 mm
17,74 mm−17,67 mm
k . % error=| |×100 %=0,40 %
17,67 mm
13 mm−12,96 mm
l .% error=| |× 100 %=0,31%
12,96 mm
54,28 mm−54,14 mm
m .% error=| |× 100 %=0,26 %
54,14 mm
35
%error= |skala jamskala
ukur−skala digital
digital |x 100 %
11,4 mm−11,54 mm
a . % error=| |× 100 %=1,21 %
11,54 mm
94,9 mm−94,32mm
b . % error=| |×100 %=0,61 %
94,32 mm
91,25 mm−90,98 mm
c . % error=| |×100 %=0,30 %
90,98 mm
19,9 mm−19,53 mm
d . % error=| |× 100 %=0,41%
19,53mm
44,62 mm−44,48 mm
e .% error=| |×100 %=0,04 %
44,48 mm
132,45 mm−132,62 mm
f . % error=| |×100 %=0,13 %
132,62 mm
20,9 mm−19,86 mm
g . % error=| |× 100 %=5,24 %
19,86 mm
22,6 mm−21,77 mm
h . % error =| |×100 %=3,81 %
21,77 mm
12,6 mm−11,22 mm
i. % error=| |× 100 %=12,30%
11,22 mm
29,45mm−30,12 mm
j . % error =| |× 100 %=2,22 %
30,12 mm
17,85 mm−17,67 mm
k . % error=| |×100 %=1,02 %
17,67 mm
12,12 mm−12,96 mm
l .% error=| |×100 %=6,48 %
12,96 mm
54 mm−54,14 mm
m .% error=| |×100 %=0,26 %
54,14 mm
36
BAB I
PENDAHULUAN
37
ketelitian yang tinggi. Mistar dan meteran tidak bias digunakan untuk mengukur
benda yangkecil karena ketelitiannya tidak tinggi. Oleh karena itu diperlukan
sebuah alat ukur dengan ketelitian yang tinggi.
Mikrometer merupakan alat ukur linear yang mempunyai kecermatan
yang lebih tinggi dari pada mistar ingsut, umumnya mempunyai kecermatan
sebesar 0.01 mm. Meskipun namanya mikrometer, alat ini tidak mampu
mengukur hingga ukuran micro. Jenis khusus ini memang ada yang dibuat dengan
kecermatan 0.005 mm, 0.002 mm, 0.001 mm dan bahkan 0.0005 mm (dibantu
dengan skala nonius). Mikrometer memang dirancang untuk pemakaian praktis,
sering di manfaatkan oleh operator mesin perkakas dalam rangka pembuatan
beragam komponen yang dibuat berdasarkan acuan toleransi geometrik dengan
tingkat kualitas sedang sampai dengan menengah. Jadi, kecermatan sebesar 0.01
mm di anggap sesuai karena semakin cermat alat ukur akan memerlukan
kesamaan yang tinggi saat pengukuran dilakukan. Namun sering berjalannya
waktu mikrometer perlu diuji coba kelayakan dan hasil pengukurannya dengan
cara kalibrasi mikrometer.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum penggunaan dan kalibrasi mikrometer ini
adalah sebagai berikut :
1. Pemakaian atau penggunaan mikrometer untuk suatu pengukuran
2. Kalibrasi mikrometer luar
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum penggunaan dan kalibrasi mikrometer ini
adalah sebagai berikut :
1. Praktikan dapat menggunakan mikrometer dengan baik dan benar
2. Praktikan dapat mengkalibrasi mikrometer
38
Adapun sistematika penulisan dari laporan praktikum penggunaan dan
kalibrasi mikrometer ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan praktikum, manfaat
praktikum dan sistematika penulisan.
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi tentang teori-teori yang ada dalam penggunaan dan
kalibrasi mikrometer
BAB III METODOLOGI
Bab ini berisi tentang alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
BAB IV DATA PENGAMATAN
Bab ini berisi tentang data gambar dan data tabel
BAB V ANALISA DATA
Berisi data hasil pengolahan data tabel dan grafik serta analisa data
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TEORI DASAR
39
kualitas sedang sampai dengan menengah. Jadi, kecermatan sebesar 0.01 mm di
anggap sesuai karena semakin cermat alat ukur akan memerlukan kesamaan yang
tinggi saat pengukuran dilakukan.
Proses pengukuran dengan memakai mikrometer yang dilakukan oleh
operator yang belum ahli atau yang dilakukan dibagian produksi, biasanya akan
menghasilkan penyimpangan lebih dari 0,01 mm, sehingga hasil pengukuran yang
di ulang-ulang akan menghasilkan ukuran yang berbeda. Akibatnya ketepatan
proses pengukuran akan relatif rendah. Dengan demikian, kecermatan pembagian
skala sampai dengan satu mikrometer menjadi tidak berarti. Pengukuran yang
menghendaki kecermatan sampai satu mikrometer atau lebih memerlukan alat
ukur yang lebih cermat seperti alat ukur pembanding (komparator) yang lain dan
perlu dilaksanakan dengan lebih seksama.
Komponen terpenting dari mikrometer adalah alat ulir utama. Dengan
memutar silinder putar satu kali, poros ukur akan bergerak linear sepanjang satu
kisar sesuai dengan kisar (pitch) ulir utama (biasanya 0.5 mm). Meskipun ulir
utama ini dibuat dengan teliti akan tetapi kesalahan atau penyimpangan akan
selalu ada. Untuk sepanjang ulir utama kesalahan kisar satu mur silinder putar
berada pada suatu tempat akan berbeda dengan kesalahan kisar di tempat lain.
Apabila poros ukur digerakkan mulai dari nol sampai batas akhir, kesalahan kisar
ini akan “terkumpul” atau terakumulasi sehingga menimbulkan penyimpangan
yang sering disebut dengan kesalahan kumulatif. Oleh karena itu, untuk
membatasi kesalahan kisar kumulatif, biasanya panjang ulir utama (jarak gerakan
poros ukur) dirancang hanya sampai 25mm saja.
40
2.2 Macam – Macam Mikrometer
Terdapat bebrapa jenis mikrometer tergantung fungsi dan kegunaan dari
mikrometer ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mikrometer luar
Mikrometer luar adalah alat ukur untuk mengukur dimensi luar dengan
cara membaca jarak antara dua muka ukur yang sejajar dan berhadapan,
yaitu sebuah muka ukurlainnya yang terletak tetap terpasang pada satu sisi
rangka berbentu U dan sebuah muka ukur lainnya yang terletak pada ujung
spindel yang dapat bergerak tegak lurus terhadap muka ukur dan
dilengkapi dengan sleeve dan thimble yang mempunyai graduasi yang
sesuai dengan pergerakan spindel. Kapasitas ukur mikrometer yang paling
kecil adalah 25mm. untuk mengukur dimensi luar yang lebih besar dari 25
mm dapat menggunakan mikrometer luar dengan ukuran 25-50 mm, 50-
75 mmsampai dengan 75-100 mm. dengan kenaikan tingkat ukuran
sebesar 25 mm. Pembatasan atau kenaikan 25 mm ini dimaksudkan untuk
menjaga nilai ketelitian mikrometer. Untuk kapasitas ukur yang besar,
rangka mikrometer dibuat dengan sangat kuat (Kaku) guna menghindari
lenturan akibat beratnya sendiri tidak banyak berpengaruh pada hasil
pengukuran mikrometer dengan kapasitas lebih besar dari 300mm. Posisi
pengukuran menjadi sangat kritis.
41
Suatu jenis micrometer dibuat dengan rangka yang besar dan mempunyai
kapasitas ukur yang relatif besar yaitu 0 – 100 mm, 0 – 150 mm, kenaikan
tingkat sebesar 100 atau 150 mm. Untuk semua kapasitas ukur tersebut
jarak gerak poros ukurannya tetap sebesar 25 mm. Dalam hal ini landasan
tetapnya yang diganti, sehingga didapat micrometer luar dengan kapasitas
0- 100 mm mempunyai 4 buah landasan tetap dengan perubahan panjang
sebesar 25 mm, maka daerah produktif dapat diubah menjadin0 – 25 mm,
25 – 50 mm, 50 – 75 mm dan 75 – 100 mm.Setiap penggantian landasan
tetap harus disertai dengan penyetelan kembali kedudukan nol dengan
bantuan caliber penyetel yang sesuai. Oleh sebab itu besarnya pembacaan
setiap hasil pengukuran yang harus dijumlahkan dengan jarak minimum
yang sesuai
3. Mikrometer Indikator
Mikrometer indikator adalah gabungan antara mikrometer dengan jam
ukur. Sebagian dari rangka mikrometer dipakai sebagai tempat mekanisme
penggerak jarum dari jam ukur. Landasan tetap mikrometer dapat bergerak
dan berfungsi sebagai sensor. Jarak gerak landasan tetap sangat kecil
dengan demikian daerah ukur dari jam ukur sangat terbatas (0,02 mm)
akan tetapi mempunyai kecermatan pembacaan yang tinggi (0,001 mm).
Mikrometer indikator selain berfungsi sebagai mikrometer luar juga dapat
dipakai sebagai kaliber. Apabila dipakai sebagai mikrometer luar maka
pembacaan ukuran pada skala mikrometer dilakukan setelah jarum pada
indikator menunjuk angka nol. Meskipun mikrometer ini tidak dilengkapi
42
dengan gigi gelincir, maka tekanan pengukuran dapat dijaga secukupnya
dan selalu tetap. Pada jam ukur terdapat dua penanda yang dapat digeser
saat mengatur penanda batas atas dan batas bawah suatu daerah toleransi
objek ukur dengan ukuran dasar tertentu. Apabila mulut ukur telah distel
untuk suatu ukuran dasar, dengan cepat dan mudah benda ukur dalam
jumlah yang banyak dapat diperiksa ukuran sebenarnya apakah benda ini
di dalam atau diluar batas – batas toleransinya.Pengukuran dilakukan
dengan menekan tombol penekan yang akan mengatur penanda batas yang
akan memudahkan landasan tetap sehingga benda ukur dapat masuk mulut
ukur. Jika tombol dilepaskan, sensor akan menekan benda ukur dan jarum
penunjuk akan bergerak dan berhenti pada daerah kedua penanda apabila
jarum penunjuk ternyata berhenti diluar daerah tersebut berarti dimensi tak
sesuai dengan acuan.
4. Mikrometer Batas
Dua buah mikrometer yang disatukan dapat digunakan untuk kalibrasi
batas bagui benda ukur dengan suatu ukuran dasar dan daerah toleransi
tertentu. Mulut dari ukuran diameter mikrometer yang diatas diukur dan
dimatikan sehingga sesuai dengan ukuran maksimum. Pengaturan jarak
kedua mulut ukur tesebut dilakukan dengan bantuan alat ukur standar
( blok ukur ). Benda yang baik harus masuk pada mulut ukur. Micrometer
berfungsi sebagai caliber rahang.
43
Gambar 2.5 Mikrometer Batas ( Rochim, 2006 )
6. Mikrometer Bangku
Mikrometer bangku ( Bench Micrometer ) merupakan salah satu dari
mikrometer luar dan biasanya mikrometer bangku ini memiliki kecermatan
yang tinggi (0,002 mm ).
44
7. Mikrometer Uni
Digunakan sebagai mikrometer luar, pengukur tebal pipa dan pengukur
tinggi pada meja rata setelah landasan tetap dilepas.
9. Mikrometer Dalam
Digunakan untuk mengukur diameter dalam. Kapasitas ukur dapat diukur
dengan mengganti batang ukur 25 – 50 mm, 50 – 75 mm, 500 mm dan 200
– 1000 mm. batang pemegang berfungsi untuk mempermudah pengukuran
diameter yang dalam letaknya.
45
Gambar 2.10 Mikrometer Dalam ( Rochim, 2006 )
46
Gambar 2.12 Mikrometer Dalam Jenis Rahang ( Rochim, 2006 )
47
Mikrometer landasan V ini biasa digunakan untuk mengukur dimensiserta
untuk memeriksa kebulatan, mengukur.
48
Gambar 2.17 Mikrometer Pana ( Rochim, 2006 )
49
2.3 Cara Kerja dan Prinsip Kerja
Pada prinsip kerja Mikrometer ini menggunakan prinsip kerja mekanik
yang berdasarkan prinsip kinematik yang meneruskan serta mengubah isyarat
sensor yang biasanya berupa gerakan translasi menjadi gerakan rotasi yang relatif
lebih mudah untuk diproses Atau diubah. Secara teoritik prinsip kinematik mudah
dirancang akan tetapi secara praktis sulit diterapkan akibat kendala dalam proses
pembuatan dan perakitan.
Suatu putaran poros ukur secara teoritik akan menggeserkan poros ini
sebesar satu pits utama (0.5 mm). Skala yang dibuat pada silinder putar dapat
dibagi menjadi 50 bagian yang berarti satu bagian skala setara dengan gerakan
translasi sebesar 0.01 mm.
50
mengkhawatirkan karena kedepannya kemungkinan untuk kekurangan orang –
orang dengan pengetahuan pengukuran dan keterampilan praktis yang sesuai
dengan teknik sangat jarang ditemukan.
1. Anvil
Merupakan penumpu tetap benda kerja yang akan di ukur sebelum spindle
di tempelkan kemudian dengan memutar thimble.
2. Spindle
Spindle adalah poros yang di putar melalui thimble sehingga bergerak
maju atau mundur untuk menyesuaikan ukuran benda yang di ukur.
Selanjutnya ujung spindleakan menempel pada sisi lain dari benda yang
akan di ukur.
3. Sleeve
Merupakan poros berulir yang berlubang tempat spindle dan thimble
bergerak maju atau mundur.
4. Thimble
Digunakan untuk memutar maju spindle ketika masih belum berdekatan
dengan benda yang akan di ukur atau untuk memutar mundur untuk
melepaskan dari benda kerja yang di ukur.
51
5. Skala Pengukuran
Skala pengukuran dari mikrometer ada 3 bagian yaitu:Skala atas, bawah,
dan samping.
6. Batang Kalibrasi Panjang
Digunakan untuk melakukan kalibrasi. Panjang batang kalibrasi adalah
sesuai dengan range minimal mikrometer.
7. Kunci Penyetel
Digunakan untuk memutar outer sleeve atau ratchet untuk mendapatkan
kalibrasi yang benar.
8. Ratchet Stopper
Digunakan untuk memutar spindle ketika ujung spindle mendekti benda
kerja yang akan di ukur dan untuk mengencangkan penjepitan benda.
9. Pengunci Spindle
Ketika spindle menempel dengan benar dan ratchetstopper diputar 2 – 3
putaran spindle harus dikunci dengan memutar lock clamp kea rah kiri
agar spindle tidak bergeser ketika mikrometer di lepas dari benda kerja
yang di ukur untuk di lakukan pembacaan hasil pengukuran.
10. Tangkai
Merupakan bagian dimana bagian inilah di pegang dengan tangan kiri
pada saat pengukuran, dan di jepitkan pada ragum ketika di lakukan
kalibrasi.
52
4. Pengunci diputar sampai benda kerja terkunci dengan kencang diantara
landasan dan poros hingga bunyi klik.
BAB III
METODOLOGI
53
pengukuran isilah terlebih dahulu kolom toleransi menurut standar ISO
atau hitung sesuai aturan yang dapat dibaca pada buku spesifikasi
geometris mikrometer ulir tiga kawat dan mal ulir digunakan untuk
mengukur diameter pits ulir.
2. Kalibrasi mikrometer luar
Dalam proses kalibrasi ini semua bagian alat ukur yang dapat
mempengaruhi hasil pengukuran harus diperiksa apakah masih dapat
berfingsi dengan baik atau tidak, kalu tidak sampai sejauh mana tingkat
kerusakkannya sehingga dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu
alat ukur tersebut masih layak digunakan atau tidak.
54
Gambar 3.1 Pengukuran Poros Bertingkat Berulir
55
Gambar 3.3 Mikrometer Luar 0- 25 mm
56
Gambar 3.7 Poros Berulir
4. V Block
V block digunakan untuk menempatkan benda yang akan diukur.
57
BAB IV
DATA PENGAMATAN
58
Tabel 4.2 Data Pengukuran Poros Bertingkat dan Berulir
Benda 2
Pengamat A Pengamat B
Rata-
Bidan Titik Rata- Titik rata
g rata (mm)
1 2 (mm) 1 2
(mm) (mm) (mm) (mm)
A 15.90 15.90 15.90 15.90 15.91 15.905
B 25.91 25.90 25.905 25.92 25.90 25.91
C 32.99 33.03 33.01 33.03 33 33.015
D 25.98 25.97 25.975 25.98 26 25.99
E 18.07 18.03 18.05 18.04 18.03 18.035
59
BAB V
ANALISA DATA
60
15.93 15.88
A d9 0.052 15.90 15.90 15.90 16
5 3
25.93 25.88
B d9 0.052 25.91 25.90 25.905 26
5 3
33.01
C h5 0.011 33 32.99 33.03 33.01 33
1
25.96
D f6 0.013 25.98 25.98 25.97 25.975 26
7
18.03 18.02
E f6 0.013 18.07 18.03 18.05 18
3 0
Pengamat B
Ukuran
Toleransi Rata-
Bidang Kode Max Min 1 2 Dasar
(mm) Rata
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
(mm)
15.90 15.86
A c9 0.043 15.90 15.91 15.905 16
5 2
25.93 25.90
B d8 0.033 25.92 25.90 25.91 26
5 2
33.01 33.00
C g4 0.007 33.03 33 33.015 33
6 9
25.99 25.98
D g4 0.006 25.98 26 25.99 26
3 7
18.04 18.02
E f7 0.021 18.04 18.03 18.035 18
1 0
(mm)
15
Rata-Rata Pengamat B
10 (mm)
5
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
POSISI
61
Gambar 5.1 grafik pengukuran benda 1
20 (mm)
15 Rata-Rata PengamatB (mm)
10
5
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
POSISI
62
dapat menghambat sensor gerak menyentuh benda ukur sehingga hasil
pengukuran berbeda.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
63
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum penggunaan dan kalibrasi
mikrometer adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran harus dilakukan lebih cepat, karena pengukuran yang
dilakukan memakan waktu yang lama.
2. Pengukuran seharusnya dilakukan pada benda yang berdiameter kecil,
sehingga lebih efektif waktu.
3. Pencataan hasil pengukuran seharusnya dilakukan orang yang berbeda
agar hasil pengukuran yang di catat tidak terjadi kesalahan.
PENGOLAHAN DATA
Bagian B
64
Ukuran minimum = 25,967 mm
Toleransi = 25,98 – 25,967 = 0,013 mm
Bagian C
Bagian B
Bagian C
65
Ukuran Rata-rata = ( 16,01+2 15,97 )=15,97 mm
Ukuran Dasar = 16 mm
Kode toleransi = f7
Ukuran maksimum = 16,01 mm
Ukuran minimum = 15,97 mm
Toleransi = 16,01 – 15,97 = 0,011 mm
Bagian B
Bagian C
66
Ukuran Rata-rata = ( 32,99+33,03
2 )=33,01 mm
Ukuran Dasar = 33 mm
Kode toleransi = h5
Ukuran maksimum = 33,011 mm
Ukuran minimum = 33 mm
Toleransi = 33,011 – 33 = 0,011 mm
Bagian D
Bagian E
b. Pengamat A
Bagian A
67
Ukuran maksimum = 15,905 mm
Ukuran minimum = 15,862 mm
Toleransi = 15,905 – 15,862 = 0,043 mm
Bagian B
Bagian C
Bagian D
Bagian E
68
Ukuran Rata-rata = ( 18,04+18,03
2 )=18,035 mm
Ukuran Dasar = 18 mm
Kode toleransi = f7
Ukuran maksimum = 18,041 mm
Ukuran minimum = 18,020 mm
Toleransi = 18,041 – 18,020 = 0,021 mm
BAB I
PENDAHULUAN
69
atau elemen mesin tersebut tidak memiliki kebulatan yang sempurna, terdapat
nilai toleransi dalam setiap komponen atau elemen mesin tersebut. Kebulatan
berpengaruh terhadapa kelancaran pelumasan, ketelitian putaran dan kondisi
suaian.
Pada praktikum kali ini praktikan akan mempelajari tentang prinsip dasar
proses pengukuran kebulatan dan kemudian praktikan akan melakukan
pengukuran kebulatan sesuai prosdur yang ada pada modul dan arahan dari
asisten. Hasil pengukuran nantinya akan dibandingkan.
70
Bab ini berisi tentang prosedur praktikum teoritis, prosedur praktikum
aktual,
serta alat d an bahan.
BAB IV DATA PENGAMATAN
Bab ini berisi tentang data berbentuk tabel dan data berbentuk grafik (jika
diperlukan).
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang pengolahan data (perhitungan) dan analisa data.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Pengertian
Kebulatan atau yang disebut juga roundness adalah kondisi pada suatu
permukaan dengan penampang berbentuk lingkaran (silinder, konis dan bola),
dimana semua titik-titik dari permukaan yang dipotong oleh bidang apapun tegak
lurus terhadap sumbu (silinder dan konis) atau yang melalui pusat (bola)
mempunyai jarak yang sama dari titik pusat lingkaran. Toleransi kebulatan
menunjukkan daerah toleransi yang dibatasi oleh dua lingkaran konsentris,
dimana setiap elemen dari lingkaran harus berada pada bagian tersebut.
Pengukuran kebulatan merupakan pengukuran yang ditujukan untuk
memeriksa kebulatan suatu benda, atau dengan kata lain untuk mengetahui apakah
71
suatu benda tersebut benar-benar bulat atau tidak, jika dilihat secara teliti dengan
menggunakan alat ukur. Pengukuran kebulatan ini merupakan salah satu dari tipe
pengukuran yang tidak berfungsi menurut garis. Kebulatan dan diameter adalah
dua karakter geometris yang berbeda, meskipun demikian keduanya saling
berkaitan. Ketidakbulatan akan mempengaruhi hasil pengukuran diameter,
sebaliknya pengukuran diameter tidak selalu akan menunjukkan ketidakbulatan.
72
Gambar 2. 2 Minimum Circumscribed Circle (Doddy, 2021)
73
Metode Minimal Zone Circle (MZC) menghitung dua kali lingkaran
konnsentrik yang menutupi profil data seperti memisah arah radial minimum. Hal
ini dapat dilihat pada gambar 2.4
74
bubut yang digunakan untuk membentuk dalam proses pembubutan yang kurang
tajam sehingga benda berpermukaan kasar, hingga operator yang membuat benda
tersebut. Maka pada benda silinder nilai kebulatan pada setiap sisinya memiliki
perbedaan harga yang bisa dihitung oleh alat ukur. Pemeriksaan kebulatan
tersebut bisa menggunakan Dial Indikator sebagai alat ukur pemeriksaan
kebulatan.Dial indikator dapat digunakan sebagai alat ukur pemeriksaan
kebulatan. Alat ini bisa digunakan untuk mengukur perbedaan ketinggian dari
suatu benda kerja silinder yang sedang di ukur tingkat kebulatannya.
Dengan memanfaatkan prinsip yang sama sebuah benda yang berbentuk
silinder dapat diperiksa kebulatannya. Dengan cara menetapkan suatu titik pada
sisi silinder sebagai acuan (titik nol) kemudian melakukan pengukuran terhadap
titik lain dapat diketahui apakah terjadi pelekukan (cekung) maupun terjadi
gunduka (cembung) pada sisi permukaan benda ukur tersebut. Cekungan maupun
cembungan tersebut lah yang mempengaruhi kebulatan sebuah benda.
Penyebab terjadinya ketidak bulatan suatu benda atau komponen bisa
bermacam-macam. Ketidak bulatan suatu benda atau komponen bisa disebabkan
oleh lenturan dari poros yang panjang. Kedalaman dalam pemakanan pada proses
pemesinan juga bisa menjadi salah satu faktor benda menjadi tidak bulat. Dalam
proses pembubutan membutuhkan benda yang senter dalam proses
pembubutannya maka benda yang dihasilkan akan mempunyai kebulatan. Maka
kemungkinan ketidak bulatan terjadi pada proses pembubutan berlangsung.
Penyebab benda tidak bulat juga dapat disebabkan oleh penjepitan benda
kerja menggunakan chuck mesin bubut. Pada saat benda kerja di jepit, rahang dari
chuck menjepit benda kerja. Jika penjepitan benda kerja di lakukan sangat keras
dan kencang maka akan terjadi kemungkinan bahwa benda kerja tertekan, dan
benda kerja menjadi tidak bulat. Kemungkinan ini terjadi pada penampang dari
benda kerja yang dilakukan proses pembubutan tersebut.
Kebulatan mempunyai peran sangat penting dalam pemesinan antara lain
adalah sebagai berikut:
75
c. Menentukan kondisi suaian.
d. Menentukan ketelitian putaran poros.
e. Mempelancar pelumasan.
76
Kebulatan dapat diukur dengan cara sederhana, walaupun tidak
memberikan hasil yang maksimal, tapi cukup untuk mempertimbangkan kualitas
geometrik dari komponen yang tidak menuntut persyaratan yang tinggi. Alat ukur
kebulatan dibuat sesuai dengan persyaratan pengukuran kebulatan, dan beberapa
jenis mampu digunakan pula untuk mengukur berbagai kesalahan bentuk.
Kebulatan dan diameter merupakan dua karakter geometrik yang berbeda,
namun saling berkaitan. Ketidak bulatan akan mempengaruhi hasil pengukuran
diameter, sebaliknya pengukuran diameter tidak selalu mampu memperlihatkan
ketidak bulatan. Sebagai contoh, penampang poros dengan dua tonjolan beraturan
(elips) akan dapat diketahui ketidak bulatannya bila diukur dengan dengan dua
sensor dengan posisi bertolak belakang (1800). Mengukur diameter penampang
poros dengan tonjolan beraturan yang ganjil (3,5,7 dst). Gambar 2.6 menunjukkan
lima macam bentuk penampang yang apabila diukur dengan mikrometer (pada
berbagai posisi) selalu akan menghasilkan harga 25 mm.
77
akan dapat didorong dengan mulus sempurna seolah-olah ada roda yang
menopangnya.
Caliber ring dengan jam ukur dapat digunakan untuk memeriksa
kebulatan. Dengan memutar poros benda ukur goyangan pada jarum jam ukur
menunjukkan suatu ciri ketidak bulatan. Namun, pengukuran dengan memakai
caliber seperti ini mempunyai dua kelemahan. Pertama, perlu pembuatan caliber
teliti yang khusus unntuk diameter tertentu. Kedua, hasil pengukuran masih
dipengaruhi oleh bentuk ketidak bulatan dan kelonggaran antara poros dengan
caliber ring tersebut.
78
Gambar 2.8 Pengukuran Menggunakan Blok V (Rochim, 2006)
79
berbentuk besar dan panjang tidak menjadi masalah untuk dilakukan
pengukuran.
80
Dial indikator adalah salah satu alat ukur yang dapat mengukur kerataan
permukaan benda kerja yang berbentuk silinder dengan ketelitiannya yang mencapai
0,01mm.
Saat akan digunakan dial indikator tidak dapat digunakan sendiri, akan
tetapi memerlukan kelengkapan yang harus diatur sedemikian rupa pada saat
pengukuran. Posisi dial gauge harus tegak lurus terhadap benda kerja yang akan
diukur. Pada dial gauge terdapat dua skala, yang pertama skala besar (terdiri dari
100 strip) dan yang kedua adalah skala yang lebih kecil. Pada skala yang besar
tiap stripnya bernilai 0,01mm. Jadi ketika jarum panjang berputar 1 kali putaran
penuh maka pengukuran tersebut menunjukkan sejauh 1 mm. Sedangkan skala
yang kecil merupakan penghitung putaran dari jarum panjang pada skala yang
besar. Prinsip kerja dari dial indikator adalah merubah gerak translasi menjadi
gerak rotasi.
81
hanya melihat dilayar digital pada dial indikatornya saja, angka berapa yang
tertera dilayar digital tersebut itulah hasil dari pengukuran kita. Hasil pengukuran
dapat tertera dengan jelas dan lebih akuratPertama kali munculnya mistar ingsut
adalah mistar ingsut jenis nonius. Dimana cara pembacaannya yaitu dengan cara
membandingkan skala nonius dengan skala utama yang ada pada batang mistar
ingsut itu sendiri. Angka yang ditunjukkan skala nonius adalah merupakan hasil
dari pengukuran yang dilakukan tersebut. Lalu dicari skala utama dan skala nonus
yang memiliki garis yang sejajar dan lurus. Maka hasil pengukurannya adalah
skala utama ditambahkan skala nonius.
Mistar ingsut memiliki kapasitas ukur sampai dengan 150 mm, selain itu
untuk jenis mistar ingsut nonisu yang besar memiliki kapasitar sampai dengan
1000 mm. Kecermatan dari alat ukur mistar ingsut nonius ini tergantung pada
skala nonius yaitu 0,10 mm, 0,05 mm ataupun 0,02 mm. Semakin tinggi
kecermatan darialat ukur mistar ingsut nonius ini, maka semakin banyak pula
garis yang ada pada skala nonius itu.
82
Komponen-komponen dial indikator, yaitu :
1. Plunjer (bidang sentuh).
2. Spindle.
3. Stem.
4. Jarum pendek (penghitung putaran).
5. Jarum panjang (jarum penunjuk).
6. Sekrup pengkalibrasi.
7. Outer ring.
8. Sekrup penyetel posisi plunjer.
9. Poros penyangga.
10. Dudukan magnet.
11. Saklar magnet.
83
2.6 Cara Penggumaan dan Cara Pembacaan Alat Ukur
Dalam melakukan pengukuran kebulatan, ada beberapa cara yang perlu
dilakukan agar hasil pengukuran maksimal. Salah satunya seperti pada gambar
dibawah ini:
Cara membaca skala dan hasil dari alat ukur kebulatan untuk dial gauge
metric (mm) adalah skala utama ditunjukkan dengan jarum panjang (long hand),
satu putaran jarum panjang (dari nol ke nol = 100 strip) menandakan skala 1mm,
dan akan ditunjukkan dengan pergerakkan jarum pendek (short hand) sejauh 1
strip yang berarti probe spindle bergerak sejauh 1mm. 1 putaran jarum pendek
84
berarti nol ke nol sebanyak 10 strip atau sama dengan 10 x 1mm = 10mm atau
1cm. Sehingga tingkat akurasi (1 strip jarum panjang) dial gauge metric adalah 1
mm dibagi 100 strip sama dengan 0,01 mm.
Penyebab ketidak bualatan suatu benda atau komponen bisa bermacam –
macam. Ketidak bulatan suatu benda bisa disebabkan oleh lenturan dari poros
yang panjang. Kedalaman pemakanan pada poros pemesinan juga bisa menjadi
salah satu factor benda menjadi tidak bulat. Dalam proses pembubutan
berlangsung.
85
BAB III
METODOLOGI
86
4. Atur ketinggian dial indikator hingga jam petunjuk menunjukkan angka 0.
5. Ulangi prosedur nomor 4 hingga seluruh posisi benda ukur diperiksa,
dilakukan oleh dua pengamat.
6. Lakukan pengukuran dengan membalik arah putaran benda ukur dari
nomor 12 hingga nomor 1 dengan tanpa mengubah set up, ulangi prosedur
4 sampai nomor 6.
7. Baca dan catat hasil pengukuran kebulatan.
8. Lakukan analisa pengukuran kebulatan.
Gambar 3.1 Dial Indikator (Lab. Pengukuran Metrologi Industri UR, 2021)
2. V-Block
87
Gambar 3.2 V-Block (Lab. Pengukuran Metrologi Industri UR, 2021)
3. Benda Ukur
Gambar 3.3 Benda Ukur (Lab. Pengukuran Metrologi Industri UR, 2021)
88
BAB IV
DATA PENGAMATAN
89
BAB V
ANALISA DATA
90
5.2 Data Berbentuk Grafik
Adapun data berbentuk grafik pada praktikum ini adalah :
91
permukaan spesimen ukur terdapat tonkolan. Dari hasil perhitungan dapat
diketahui bahwa bentuk dari permukaan spesimen ukur tidaklah berbebntuk bulat
sempurna. Hal ini dapat terjadi karena seluruh hasil perhitungan LSC tidak ada
yang bernilai 0.
Berdasarkan data dari grafik LSC pengamat A yang ditunjukkan pada
gambar 5.3 dapat diketahui bahwa nilai-nilai ketidakbulatan yang diperolah
beragam, sehingga bentuk dari spesimen ukur tidaklah bulat sempurna, namun ada
beberapa titik yang nilai ketidakbulatannya hamper mendekati nilai 0 seperti titik
7, 10, dan 11. Terdapat beberapa tonjolan pada spesimen ukur yaitu pada titik 1,
2, 3, 7, 8, dan 9. Sedangkan lubang atau lekukan terdapat pada titik4, 5, 6, 110,
11, dan 12.
Berdasarkan pada data grafik LSC pengamat B yang ditunjukkan pada
gambar 5.4 dapat diketahui bahwa bentuk dari spesimen ukur tidak bulat
sempurna karena terdapat beberapa tonjolan ataupun lubang, namun ada beberapa
titik yang nilai ketidakbulatannya hamper mendekati nilai 0, misalnya titik 10.
Tonjolan pada permukaan spesimen ukur terdapat pada titik 1, 2, 5, dan 12.
Sedangkan lubang atau kawah terdapat pada titik 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. Hal
ini dapat terjadi karena benda ukur yang kurang bersih seperti terdapat butiran
pasir, alat ukur yang tidak akurat/presisi, dan ketelitian pengukur ketika mengukur
benda ukur.
92
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :
1. Prinsip kerja dari alat ukur dial indikator adalah mengubah isyarat sensor
dari gerak translasi menjadi rotasi. Pergerakan translasi di sini adalah
pergerakan sensor yang bergerak naik-turun. Pergerakan rotasi di sini
adalah perputaran jarum jam ukur dari dial indikator.
2. Proses-proses melakukan pengukuran menggunakan dial indikator adalah
beri tanda pada benda ukur, atur ketinggian sensor jam hingga menyentuh
benda ukur, atur ketinggian dial indikator hingga jarum jam menunjukkan
angka 0, baca dan catat hasil pengukuran kebulatan.
6.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa harus mengerti teori mengenai dial indikator terlebih dahulu
sebelum melaksanakan praktikum.
2. Ketika praktikum hendaknya mengikuti prosedur praktikum dengan baik.
3. Pengukuran harus dilakukan dengan cermat dan teliti agar hasil
pengukuran akurat.
93
PENGOLAHAN DATA
1. Pengolahan Data Pengamat A
Titik 1 :
X 1 =1cos 0° =1 μm
Titik 2 :
Titik 3 :
Titik 4 :
6
R= =1,5 μm
4
8,3
a= =2,1 μm
4
−8,48
b= =−2,1 μm
4
∆ 1=−3,33 μm
∆ 2=1,34 μm
∆ 3=0,29 μm
∆ 4=−0,43 μm
94
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Praktikum penggunaan profil proyektor dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut :
95
1. Dapat menggunakan dan mengoperasikan profil proyektor
96
2. Pengukuran dimensi benda ukur yang kecil.
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum penggunaan profil proyektor adalah sebagai
berikut:
1. Praktikan dapat menggunakan dan mengoperasikan profil proyektor.
2. Praktikan dapat mengukur dimensi benda ukur yang kecil.
97
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Profil proyektor atau yang sering disebut komparator optik adalah sebuah
perangkat yang digunakan untuk menguykur benda-benda yang berukuran
dimensi kecil. Dalam prinsip kerjanya seecara singkat yaitu dengan cara
memperbesar bayangan dari benda yang sedang diukur dengan memproyeksikan
dalam skala linear.
Profil proyektor memperbesar bayangan benda kerja menggunakan
perangkat optik berupa lensa pembesaran. Lensa ini berukuran bermacam-macam,
diantaranya lensa 10 x pembesaran, 25x, 50x, dan 100x pembesaran. Besar benda
kerja yang mampu diukur pada alat ini adalah setinggi 1-20 mm. Jika hanya
mengukur skala benda pada sumbu x maka benda kerja bisa dilakukan
pembalikanposisi dan mengukur bidang selanjutnya. Cara ini juga masih memiliki
keterbatasan, karena hanya dua kali dari 20mm saja yang mampu diukur dalam
alat ini. Benda kerja diberi sinar datang dari bagian depan benda kerja. Sehinga
bayangan dari benda kerja ditangkap oleh lensa pembesaran, dan diteruskan
menuju layar utama. Bayangan yang ditampilkan pada layar utama merupakan
hasil dari bidang sedang dilakukan pengukuran.
Layar proyeksi ini menampilkan profil dari spesimen dan diperbesar untuk
baik kemudahan menghitung pengukuran linear. Sebuah tepi untuk memeriksa
spesimen dapat berbaris dengan kotak layar. Dari sana, pengukuran sederhana
dapat diambil untuk jarak ke titik lainnya. Metode khas untuk pencahayaan adalah
dengan pencahayaan diascopic, yang pencahayaannya dari belakang. Jenis
pencahayaan ini juga disebut iluminasi ditularkan ktika spesimen dan tembus
cahaya dapat melewatinya. Jika spesimen buram, maka lampu tidak akan pergi
melalui, tapi akan membentuk profil dari spesimen. Mengukur sampel dapat
dilakukan pada layar proyeksi. Sebuah profil proyektor juga bisa memiliki
iluminasi episcopic yang pencahayaannya dari atas. Hal ini berguna dalam
menampilkan daerah internal yang mungkin perlu diukur. Profil proyektor disebut
juga komparator optik karena dala proses pembesaran beyangan nya
menggunakan lensa untuk melakukan pembesaran pada bayangan benda kerja
98
yang diukur. Pembesaran yang terjadi bergantung pada lensa yang digunakan
dalam proses pengukuran.pada layarb profil proyektor ini memiliki grid dan dapat
diputar sejauh 360. Sehingga bisa sejajar lurus dari bagian mesin untuk
memeriksa ataupun measure. Layar profil proyektor ini menampilkan hasil
pembesarab dari benda kerja yang sedang diukur menggunakan profil proyektor
ini. Besar dari pembesarannya tergantung pada jenis lensa yang digunakan.
Sebagaimana telah operator ketahui ada beberapa jenis lensa profil proyektor ini.
Semakin besar pembesaran yang digunakan maka akan semakin detail pula
bayangan yang ditampilkan pada layar monitor.
Penyinaran dilakukan oleh lampu utama dan diteruskan ke kondesor dan
dilanjutkan ke layar utama. Sehingga bayangan aayang berbentuk sesuai benda
kerja yang diletakkan pada meja eretan yang disinari lampu utama tersebut.
Sehingga letak dari benda kerja diantara lensa dan kondensor. Banyangan yang
ditampilkan pada layar jika garis tepi dari benda ukur tersebut tidak jelas maka
operator bisa mengatur fokus pada profil proyektor ini dengan cara mendekatkan
lensa atau menjauhkan dengan benda kerja yang diukur.
99
2. Correctid optik, system ini menggunakan dua cermin internal pada alat
dan untuk membalik gambar sehingga ditampilkan di opsi kanan, tetapi itu
terbalik pada sumbu horizontal.
3. Fully corrected optik, system ini menampilkan gambar yang baik tegak
dan nyata.
2. Episkopik, yaitu system pencahayaan yang berasal dari bawah benda kerja.
Benda kerja diletakkan diatas meja. Meja ini biasanya bersifat tembus cahaya,
karena benda diletakkan di atas meja tersebut sehingga proyektor berada
diatas dari benda ukur.
100
Gambar 2. 3 Profil Proyektor CNC (Wagiran, 2013 )
Kontol geraka meja dengan program penngukuran yang dibuat oleh para
ahli khusus untuk semua benda ukur. Serupa atau sama ddengan mengukur CNC,
CMM (Coordinat Measuring Machine) atau mesin perkakas CNC. System control
101
gerakan meja memanfaatkan motor servo dan alat ukur jarak (industroyin atau
ecoder). Dalam hal sensor jenis fotosel ditempatkan pada kaca buram untuk
mendeteksi saat pemulaian dan pengakhiran pada perhitungan jarak. Dalam hal
ini, sensor jenis fotosel ditempelkan pada kaca buram untuk mendeteksi saat
pemulaian atau pengakhiran perhitungan jarak dan gerakan bayangan. Proses
pengukuran geometri pada profil proyektor termasuk jenis proses perbandingan
untuk dengan bentuk standar atau bisa juga disebut acuan. Beberapa alat ukur
pembanding menggunakan prinsipkerja gabungan yaitu pengubah mekanik dan
optik yang terdaat pada profil proyektor.
102
berbeda pada cara pengoperasiannya saja. Perbedaan tersebut terletak diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Lampu
Lampu diposisikan dibagian depan profil proyektor yang mengarah ke
proyektor. Dan terdapat kondensor agar cahaya dapat diarahkan ke
proyektor. Lampu digunakan sebagai sumber cahaya pada sistem optiknya.
Lampu ini bisa disebut sebagai komponen yang sanagat berperan pada
profil pryektor ini karena pada profil proyektor jika tidak ada lampunya
maka alat ini tidak akan berfungsi dengan baik., sebab pencahayaan pada
alat ini merupakan hal yang paling utama yang berguna untuk membentuk
bayangan benda.
Gambar 2. 5 Lampu
2. Proyektor
Proyektor digunakan untuk memproyeksikan cahaya ke cermin lalu
diteruskan ke layar. Proyektor ini juga merupakan komponen yang sangat
penting jika tidak ada proyektor maka bayangan benda kerja tidak akan
ada di layar utama. Proyektor memiliki pembesaran yang beragam, yaitu
10x,25x,100x pembesaran. Pada setiap proyektor memiliki pembesaran
lensa yang berbeda. Perbedaan pembesaran lensa karena semakin besar
pembesaran lensa maka semakin jelas bentuk atau dimensi benda yang
akan diukur. Lensa yang digunakan ada empat jenis.
103
Gambar 2. 6 Lensa Pembesaran 10x
104
Gambar 2. 9 Lensa Pembesaran 100x
3. Layar
Layar adalah tempat penerima cahaya yang telah diproyeksikan oleh
proyektor atau bisa juga disebut penerima hasil pemproyeksian. Pada layar
terdapat garis silang untuk memposisikan bayangan benda ukur.
Gambar 2. 10 Layar
105
Gambar 2. 11 Meja Kerja
5. Alat Ukur
Pada profil proyektor digunakan yiga alat ukur yang berjenis vernier
digital untuk membaca panjang, lebar, tinggi, dan sudut. Ketika operator
menggeser eretan maka dengan otomatis angka dari alat ukur ini berubah
mengikuti bear perubahan yang terjadi. Untuk mempermudah perhitungan
operator sebaiknya selalu mengkalibrasi alat ukur ini sebellum melakukan
proses pengukuran.
106
Gambar 2. 13 Alat Ukur Y
6. Switch
Pada profil proyektor terdapat tiga switch yaitu sebagai berikut:
7. Siwitch Utama
Berfungsi untuk menghidupkan profil proyektor serta lampu utamanya.
107
Gambar 2. 15 Switch Utama
108
Gambar 2. 17 Switch Lampu Fleksibel
109
BAB III
METODOLOGI
110
Gambar 3.1 Switch Utama
111
Gambar 3.4 Lensa Pembesaran
112
6. Perjelas gambar dengan memutar eretan
113
Gambar 3.9 Profil Proyektor
2. Lensa Pembesaran
Lensa pembesaran berfungsi untuk memperbesar hasil bayangan dari
profil proyektor.
114
Gambar 3.11 Mistar Ingsut Digital
4. Bidak Catur
Bidak catur adalah specimen yang diukur pada praktikum penggunaan
profil proyektor
115
BAB IV
DATA PENGAMATAN
116
BAB V
ANALISA DATA
117
5.2 Grafik Hasil Pengolahan
Lensa 100x
2.00%
%Error Lensa 10x vs
1.50% Lensa 25x
1.00% %Error Lensa 10x vs
0.50% Lensa 100x
0.00% %Error Lensa 25x vs
0 2 4 6 8 10 12 Lensa 100x
TITIK
Dari data yang telah diambil pada laboratorium metrologi industri bahwa
pengukuran menggunakan lensa 10x, 25x, dan 100x pembesaran diperoleh hasil
data yang berbeda. Dari beberapa grafik yang dapat ditarik kesimpulan, bahwa
terdapat persentase error terbaik yaitu 0,0% error atau bisa disebut juga 100%
tidak ada kesalahan yaitu terjadi pada mistar ingsut vs lensa 10x di titik 3 dan
pada setiap perbandingan lensa yang tidak ada errornya.
Pada saat praktikum beberapa lensa dibaca oleh proyektor yang berbeda
sehingga selisih hasil pengukuran terjadi karena pada setiap operator . Dari data
yang diperoleh pada praktikum juga ditentukan % Error terbesar yaitu sebesar
3,53%. Hal ini disebabkan karena permukaan benda ukur tersebut tidak rata dan
operator atau praktikan melakukan kesalahan pengukuran menggunakan profil
proyektor yaitu terdapat pada lensa 10x vs 25x di titik 1. Dari data yang
118
ditunjukkan perbadaan nilai pengukuran, tidak hanya jangka sorong saja yang
mempunyai perbedaan yaitu nilai pengukuran. Tetapi juga terjadi pada setiap
antar lensa yang digunakan pada profil proyektor. Hal ini dapat terjadi karena
benda ukur yang mengalami pembesaran yang berbeda, akibatnya sudut atau
ukuran lainnya berbeda beberapa milimeter.
Bisa terjadi karena kelalaian praktikan karena kurang teliti dalam pembacaan
ataupun pungukurannya, bidak catur yang mencekamnya diubah dan kondisi
bentuk benda ukur kurang fokus dan sudah tidak terlihat jelas dan bisa jadi
pengambilan dua ujung sisi yang tidak sama.
119
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah:
1. Penggunaan profil proyektor harus sesuai dengan prosedur penggunaan
yang baik dan benar.
2. Profil proyektor ini dapat mengukur benda dengan ukuran dimensi yang
kecil.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah:
1. Dalam melaksanakan praktikum harus mengikuti prosedur yang baik dan
benar.
2. Praktikan harus fokus dan teliti saat mengolah data
3. Diharapkan praktikan dapat menggunakan atau menjalankan profil
proyektor secara luring sehingga mengetahui dengan jelas cara
penggunaann
120
1. Pengolahan data hasil persentase Error Mistar ingsut vs lensa 10x
Titik 1
% Error = |14,72mm−14,72
14,72 mm
mm
|x 100 %=0,00 %
Titik 4
% Error = |13,82mm−13,72
13,72 mm
mm
|x 100 %=0,73 %
Titik 6
% Error = |12,82mm−12,82
12,82 mm
mm
|x 100 %=0,00 %
Titik 7
% Error = |14,82mm−14,63
14,63 mm
mm
|x 100 %=1,30 %
121
Titik 8% Error = |15,82mm−15,76
15,76 mm
mm
|x 100 %=0,38 %
Titik 9
% Error = |16,8816,76
mm−16,76 mm
mm |x 100 %=0,72 %
Titik 10
% Error = |17,82mm−17,61
17,61 mm
mm
|x 100 %=1,19 %
Titik 11
% Error = |20,8220,6
mm−20,6 mm
mm |x 100 %=1,07 %
2. Pengolahan data hasil persentase Error Mistar ingsut vs lensa 25x
Titik 1
% Error = |14,72mm−6,12
6,12 mm
mm
|x 100 %=1,52 %
Titik 4
122
% Error = |6,84 mm−6,82
6,82 mm
mm
|x 100 %=0,88 %
Titik 5
% Error = |13,82mm−13,7
13,7 mm
mm
|x 100 %=0,23 %
Titik 6
% Error = |12,82mm−12,85
12,85 mm
mm
|x 100 %=1,58 %
Titik 7
% Error = |14,82mm−14,59
14,59 mm
mm
|x 100 %=1,58 %
Titik 8
% Error = |15,82mm−15,57
15,57 mm
mm
|x 100 %=1,61 %
Titik 9
% Error = |16,8816,71
mm−16,71 mm
mm |x 100 %=1,02 %
Titik 10
% Error = |17,82mm−17,58
17,58 mm
mm
|x 100 %=1,37 %
Titik 11
% Error = |20,8220,52
mm−20,52 mm
mm |x 100 %=1,46 %
3. Pengolahan data hasil persentase Error Mistar ingsut vs lensa 100x
123
Mistar Ingsut ( mm )−Lensa 100 x(mm)
% Error = | Lensa 100 x ( mm) | x 100 %
Titik 1
% Error = |14,72mm−14,5
14,58 mm
mm
|x 100 %=1,52 %
Titik 4
% Error = |13,82mm−13,73
13,73 mm
mm
|x 100 %=0,66 %
Titik 6
% Error = |12,82mm−12,83
12,83 mm
mm
|x 100 %=0,08 %
Titik 7
% Error = |14,82mm−14,71
14,71 mm
mm
|x 100 %=0,75 %
Titik 8
% Error = |15,82mm−15,82
15,82 mm
mm
|x 100 %=0 %
124
Titik 9
% Error = |16,8816,83
mm−16,83 mm
mm |x 100 %=0,30 %
Titik 10
% Error = |17,82mm−17,79
17,79 mm
mm
|x 100 %=0,17 %
Titik 11
% Error = |20,8220,77
mm−20,77 mm
mm |x 100 %=0,24 %
4. Pengolahan data hasil persentase Error Lensa 10x vs Lensa 25x
Titik 1
125
Titik 5
% Error = |15,3015,33
mm−15,33 mm
mm |x 100 %=0,27 %
Titik 8
% Error = |19,9019,86
mm−19,86 mm
mm |x 100 %=1,22 %
Titik 9
% Error = |23,8823,90
mm−23,90 mm
mm |x 100 %=0,30 %
Titik 10
% Error = |13,01mm−13,07
13,07 mm
mm
|x 100 %=0,39 %
5. Pengolahan data hasil persentase Error Lensa 10x vs Lensa 100x
Titik 1
126
% Error = |6,36 mm−6,33
6,33 mm
mm
|x 100 %=1,59 %
Titik 2
% Error = |19,8019,82
mm−19,82 mm
mm |x 100 %=0,54 %
Titik 8
% Error = |19,9019,89
mm−19,89 mm
mm |x 100 %=0,38 %
Titik 9
% Error = |23,8823,92
mm−23,92 mm
mm |x 100 %=0,42 %
127
Titik 10
% Error = |13,01mm−13,04
13,04 mm
mm
|x 100 %=0,82 %
6. Pengolahan data hasil persentase Error Lensa 25x Vs Lensa 100x
Titik 1
128
% Error = |9,86 mm−9,83
9,83 mm
mm
|x 100 %=0,16 %
Titik 7
% Error = |15,3015,33
mm−15,33 mm
mm |x 100 %=0,82 %
Titik 8
% Error = |19,9019,86
mm−19,86 mm
mm |x 100 %=0,58 %
Titik 9
% Error = |23,8823,90
mm−23,90 mm
mm |x 100 %=0,71 %
Titik 10
% Error = |13,01mm−13,07
13,07 mm
mm
|x 100 %=1,20 %
7. Pengolahan data hasil rata-rata diameter benda ukur
129
Ra = |9,97 mm+ 9,95mm+ 9,924mm+9,89 mm+9,92 mm|=7.71 mm
Titik 3
% Error(1+2+3+ 4+5+ 6)
Ra % Error = | 6 |
Titik 1
Titik 3
Titik 4
Ra % Error = ¿
Titik 6
131
% Error(0,14 +0,71+0,20+ 0,10+ 0,31+0,20+0,30)
Ra % Error = | 6
=0,32 % |
Titik 8
132
2.4 Perkembangan mistar ingsut.....................................................................12
2.5 Komponen mistar ingsut...........................................................................13
2.6 Cara penggunaan mistar ingsut.................................................................14
BAB III..............................................................................................................16
METODOLOGI...............................................................................................16
3.1 Prosedur Praktikum Teoritis......................................................................16
3.1.1 Pemakaian Mistar Ingsut.......................................................................16
3.1.2 Kaslibrasi mistar ingsut..............................................................................16
3.2 Prosedur Praktikum Aktual.......................................................................16
3.3 Alat dan Bahan..........................................................................................17
BAB IV..............................................................................................................20
DATA PENGAMATAN..................................................................................20
4.1 Data pengamatan bentuk gambar..............................................................20
4.2 Data pengamatan bentuk tabel..................................................................21
BAB V...............................................................................................................23
ANALISA DATA.............................................................................................23
5.1 Data bentuk table hasil pengolahan data...................................................23
5.2 Data bentuk grafik hasil pengolahan data.................................................24
BAB VI..............................................................................................................27
PENUTUP.........................................................................................................27
6.1 Simpulan....................................................................................................27
6.2 Saran..........................................................................................................27
2.1 Pengertian Mikrometer..............................................................................38
2.2 Macam – Macam Mikrometer...................................................................39
2.3 Cara Kerja dan Prinsip Kerja....................................................................49
2.4 Perkembangan Alat Ukur..........................................................................50
2.5 Komponen Alat Ukur................................................................................50
3.1 Prosedur Praktikum Teoritis......................................................................53
3.2 Prosedur Praktikum Aktual.......................................................................53
133
3.1 Alat dan Bahan..........................................................................................55
6.2 Saran..........................................................................................................63
BAB III..............................................................................................................86
METODOLOGI...............................................................................................86
3.1 Prosedur Teoritis Praktikum......................................................................86
3.2 Prosedur Aktual Praktikum.......................................................................86
3.3 Alat dan Bahan..........................................................................................87
BAB IV..............................................................................................................89
4.1 Data Berbentuk Gambar............................................................................89
4.2 Data Berbentuk Tabel................................................................................89
BAB V...............................................................................................................90
5.1 Data Berbentuk Tabel................................................................................90
5.2 Data Berbentuk Grafik..............................................................................91
5.3 Analisa Data..............................................................................................91
BAB VI..............................................................................................................93
6.1 Kesimpulan................................................................................................93
6.2 Saran..........................................................................................................93
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN................................................................................95
1.1 Latar Belakang.............................................................................................95
1.2 Tujuan..........................................................................................................95
1.3 Manfaat........................................................................................................96
1.4 Sistematika Penulisan...................................................................................96
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................97
2.1 Pengertian.....................................................................................................97
2.2 Macam-macam Profil Proyektor..................................................................98
2.3 Cara Kerja dan Prinsip Kerja.......................................................................99
2.4 Perkembangan Profil Proyektor.................................................................101
2.5 Komponen Alat Profil Proyektor...............................................................101
134
2.6 Cara Penggunaan Profil Proyektor.............................................................107
BAB III METODOLOGI..............................................................................109
3.1 Prosedur Praktikum Teoritis......................................................................109
3.2 Prosedur Praktikum Aktual........................................................................109
3.3 Alat dan Bahan...........................................................................................112
BAB IV DATA PENGAMATAN................................................................115
4.1 Data Berbentuk Gambar.............................................................................115
4.2 Data Berbentuk Tabel................................................................................115
BAB V ANALISA DATA.............................................................................117
5.1 Tabel Hasil Pengolahan..............................................................................117
5.2 Grafik Hasil Pengolahan............................................................................118
5.3 Analisa Data...............................................................................................118
BAB VI PENUTUP.......................................................................................120
6.1 Kesimpulan................................................................................................120
6.2 Saran...........................................................................................................120
135