Anda di halaman 1dari 8

3.5.

KESALAHAN / PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGUKURAN


Pengukuran merupakan proses yang mencakup tiga hal/bagian yaitu benda ukur, alat
ukur, dan pengukuran/pengamat. Karena ketidaksempurnaan masing-masing bagian ini
dikatakan bahwa tidak ada satupun pengukuran yang memberikan ketelitian yang absolut.
Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan atau perbedaan antara harga hasil pengukuran
dengan harga yang dianggap benar, karena yang absolut benar tak diketahui. Setiap
pengukuran, dengan kecermatan yang memadai, mempunyai ketidak telitian yaitu adanya
kesalahan yang bisa berbeda – beda, tergantung pada kondisi alat ukur, benda ukur, metoda
pengukuran dan kecakapan si pengukur.

Apabila suatu pengukuran, dengan kecermatan yang memadai, diulang untuk ke dua,
ke tiga dan seterusnya untuk n kali pengukuran yang identik (sama), hasilnya tidak selalu
(“tepat”) sama, mereka kurang lebih akan tersebar/terpencar di sekitar harga rata-ratanya.
Jika ada m kelompok/grup pengukuran yang masing-masing terdiri atas n kali pengukuran
tunggal, harga rata-rata setiap grup pengukuran juga akan tersebar di sekitar harga rata-rata
totalnya. Sebaran harga rata-rata ini lebih mengumpul bila dibandingkan dengan sebaran hasil
pengukuran tunggal (individual). Hal ini merupakan sifat umum proses pengukuran yang
berhubungan dengan ketepatan atau keterulangan yaitu kemampuan untuk mengulangi hal
yang sama.

Dari uraian singkat diatas, dapat didefinisikan dua istilah penting yang berkaitan
dengan proses pengukuran, yaitu ketelitian dan ketepatan.

KETELITIAN (ACCURACY) : Hasil pengusahaan proses pengukuran supaya mencapai


sasaran pengukuran yaitu penunjukan “harga sebenarnya” objek ukur.

Jika objek ukur merupakan harga acuan yang dianggap benar, seperti yang dipakai
dalam proses kalibrasi, perbedaan antara harga yang ditunjukkan alat ukur dengan harga yang
dianggap benar dinamakan sebagai penyimpangan. Untuk mendefinisikan penyimpangan
diperlukan toleransi penyimpangan (kesalahan) yaitu besar kecilnya penyimpangan yang
masih diperbolehkan sesuai dengan spesifikasi yang dinyatakan dalam standar
pengkalibrasian. Dua karegori penyimpangan adalah:
1. Penyimpangan rambang (acak ; random devition) jika penyimpangan tidak melebihi
kecermatan sasaran (besarnya toleransi kesalahan). Predikat atau tanda (tera) teliti
bisa diberikan bagi alat ukur ybs.
2. Penyimpangan sistematik (systematic deviation) jika penyimpangan melebihi
kecermatan sasaran. Tera teliti tak bisa diberikan bagi alat ukur ybs.

Jika alat ukur dengan tera teliti dipakai dengan benar, hasil pengukuran dapat
dikatakan sebagai harga sebenarnya objek-ukur sesuai dengan kecermatan alat ukur.
Selanjutnya, bila harga sebenarnya objek ukur tersebut berada dalam daerah toleransi-
kesalahan seperti yang dinyatakan dalam gambar teknik (sasaran ditetapkan), berarti objek
ukur termasuk dalam kategori baik kualitasnya (kualitas geometrik, kualitas material, kualitas
proses, dan sebagainya sesuai dengan jenis besaran yang diukur dan tujuan penngukuran).

KETEPATAN / KETERULANGAN (PRECISION, REPETABILITY): kewajaran proses


pengukuran untuk menunjukkan hasil yang sama jika pengukuran diulang secara identik.

Dengan kecermatan alat ukur yang memadai, hasil pengukuran yang diulang secara
identik akan menghasilkan harga-harga yang menyebar disekitar harga rata-ratanya. Semakin
mengumpul atau semakin dekat harga-harga tersebut dengan harga rata-ratanya, proses
pengukuran memiliki ketepatan yang tinggi.
Secara matematik tinggi rendahnya ketepatan dapat didefinisikan dengan
memanfaatkan parameter deviasi standar untuk menghitung selang kepercayaan dengan dua
batas. Karena harga rata-rata merupakan titik tengah maka jarak antara harga rata-rata ke
salah satu batas dapat dinamakan sebagai penyimpangan rambang.
Bagi istilah ketelitian diperlukan target/sasaran pengukuran, sementara itu bagi istilah
ketepatan tidak harus dikaitkan dengan target. Dengan demikian, istilah benar atau salah
dalam hal ketepatan sebetulnya tidak bisa didefinisikan. Ketepatan lebih menekankan pada
kewajaran (dalam bertindak sesuai dengan watak; sulit diperbaiki) sementara ketelitian
menekankan pada kesungguhan (dalam mengarahkan; cukup dengan memberitahu letak
sasaran).
Jika istilah ketepatan dikaitkan pada target, mau tak mau istilah ketelitian akan
muncul mengikutinya. Bila daerah toleransi dinyatakan sebagai daerah sasaran dan harga
nominal objek ukur adalah titik tengah daerah sasaran, ada empat kemungkinan yang bisa
terjadi mengenai hasil pengukuran yaitu:
1. Proses pengukuran yang tak tepat dan tak teliti; jika keterulangannya rendah
(sebenarnya lebih besar daripada luas daerah sasaran) dan harga rata-ratanya (titik
tengah usaha pengulangan) terletak jauh dari titik tengah daerah sasaran. Seluruh atau
kebanyakan hasil pengukuran terletak di luar daerah sasaran.

2. Proses pengukuran yang tak tepat tetapi teliti; jika keterulangannya rendah dengan
harga rata-ratanya terletak pada atau di dekat titik tengah daerah sasaran. Meskipun
demikian, cukup banyak hasil pengukuran yang terletak di luar daerah sasaran.

3. Proses pengukuran yang tepat tetapi tak teliti; jika keterulangannya tinggi tetapi harga
rata-ratanya terletak jauh dari titik tengah daerah sasaran sedemikian rupa sehingga
kebanyakan hasil pengukuran terletak di luar daerah sasaran.

4. Proses pengukuran yang tepat dan teliti; jika keterulangannya tinggi dan bersamaan
dengan itu harga rata-ratanya terletak pada atau di dekat titik tengah daerah sasaran.
Seluruh atau hampir semua harga pengukuran terletak di dalam daerah sasaran.
Karena menyangkut istilah ketelitian, maka dapat didefinisikan:
1. Kesalahan sistematik (systematic error), dialami oleh proses pengukuran kategori 1
dan 3 (tak teliti).
 Harga kesalahan sistematik dinyatakan dengan selisih antara harga rata-rata
dengan harga titik tengah sasaran.
 Kesalahan sistematik umumnya bisa diperbaiki dengan mencari dan
membetulkan sumber penyebab kesalahan. Jadi, proses kategori 3 bisa
diperbaiki menjadi kategori 4.
 Pembetulan kesalahan sistematik pada proses kategori 1 umumnya tak
bermanfaat, sebab paling tidak hanya akan mencapai proses kategori 2.
2. Kesalahan rambang (acak; random error), dialami oleh semua proses pengukuran
(kategori 1 s.d. 4).
 Harga kesalahan rambang dapat dinyatakan dengan:
a. Selisih antara harga rata-rata dengan titik tengah saaran seperti yang terjadi
pada proses kategori 4, dan/atau
b. Selisih antara harga rata-rata dengan batas selang kepercayaan yang
dihitung dalam analisis statistika.
 Kesalahan rambang umumnya sulit diperbaiki karena sumber penyebabnya
sulit dicari.
Untuk proses pengukuran geometrik berbagai sumber yang bisa menjadi faktor
penyebab proses pengukuran menjadi tidak teliti dan tidak tepat adalah:
1. Alat ukur,
2. Benda ukur,
3. Posisi pengukuran,
4. Lingkungan, dan
5. Operator (pengukur; pengamatan).
3.5.1. PENYIMPANGAN YANG BERASAL DARI ALAT UKUR
Alat ukur yang digunakan harus mendapat tera teliti. Dengan demikian, proses
pengukuran akan bebas dari penyimpangan yang merugikan yang biasanya berasal
(bersumber) dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada
kemungkinan timbul sifat-sifat yang merugikan seperti histerisis, kepasifan, pergeseran dan
kestabilan nol yang jelek.
Kesalahan/ penyimpangan sistematik dalam proses pengukuran dapat bersumber dari
alat ukur. Keausan bidang kontak sensor mekanik merupakan contoh sederhana yang dapat
diketahui dengan mudah dengan memeriksa posisi-nol. Misalnya, jika sensor-gerak
mikrometer, berkapasitas 0-25 mm, ditempelkan pada sensor tetap (rahang ukur dikatup), saat
itu garis insdeks untuk pembaca “kasar dan halus” pada skala mikrometer harus menunjukkan
nol. Jika tidak menunjuk nol berarti ada penyimpangan yang menjadi sumber kesalahan
sistematik. Kesalahan jenis ini dapat diperbaiki dengan cara menyetel garis indeks
“pembacaan halus”. Mikrometer berkapasitas 25-50 mm ke atas, dan berbagai jenis alat ukur
lannya umumnya diperlengkapi dengan kaliber penyetel “posisi nol” (harga acuan, tidak
selalu angka nol).
Berbagai jenis komparator, yang merupakan alat ukur dengan kepekaan dan
kecermatan tinggi, memerlukan kesaksamaan dalam pemeriksaan nol-nya. Pada alat ukur
jenis ini sifat histeris, kepasifan, pergeseran nol bisa menjadi sumber penyebab kesalahan
sistematik dan mungkin pula kesalahan rambang. Sirat-sifat yang merugikan ini harus
diperhatikan, dicegah dan diperbaiki bilamana muncul seperti halnya yang telah diulas
sebelumnya.
Kesalahan rambang merupakan hal yang wajar dalam proses pengukuran dengan
memakai komparator. Kontribusi (“sumbangan”) alat ukur sehingga muncul kesalahan
rambang dalam proses pengukuran umumnya relatif kecil, asalkan alat ukur digunakkan dan
dipelihara dengan baik.

3.5.2. PENYIMPANGAN YANG BERASAL DARI BENDA UKUR


Setiap benda elastik akan mengalami deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban
yang beraksi padanya. Beban ini dapat disebabkan oleh tekanan sensor kontak alat ukur, berat
benda ukur sendiri (yang diletakkan di antara tumpuan), dan tekanan penjepit penahan benda
ukur. Meskipun harga deformasi ini dianggap kecil dan sering diabaikan dalam hal
perhitungan kekuatan, dalam hal pengukuran geometrik yang cermat membuat deformasi ini
menjadi bermakna untuk diperhitungkan dan dapat menjadi sumaber kesalahan sistematik.
Supaya perubahan dimensi dapat dirasakan, sensor kontak perlu memberikan tekanan
pada permukaan objek ukur. Tekanan kontak ini dirancang dan diusahakan sering mungkin
dan tak berubah-ubah. Pengguna alat ukur perlu memperhatikan hal ini dan kesalahan dalam
pemakaian harus dihindari untuk menjaga tekanan kontak tersebut.
Jika silinder-putar diputar secara langsung, alat ukur jenis mikrometer akan
memberikan tekanan yang sangat besar pada permukaan objek ukur. Hal ini dapat
menyebabkan deformasi pada permukaan objek ukur yang relatif lunak (alumunium) ataupun
perubahan bentuk silinder berdinding tipis. Mikrometer harus diputar melalui pemutar
bergigi-gelincir (recet) atau pemutar jenis gessekan supaya momen puntir terbatasi sehingga
tekanan pengukuran selalu sesuai dengan rancangan (ringan dan tetap harganya). Bila
pengukuran dilakukan dengan prosedur yang benar (dan dengan kedisiplinan tinggi)
penyimpangan yang diakibatkan oleh deformasi benda ukur akan terhindarkan, akibatnya
ketetapan atau keterulangan proses pengukuran akan terjaga.
Deformasi karena tekanan pengukuran dapat dihilangkan jika digunakan sensor non-
kontak misalnya jenis optik atau pneumatik. Jadi, perhatian dapat dicurahkan pada dua faktor
yang masih bisa menjadi sumber kesalahan yaitu berat benda ukur dan tekanan penjepit
benda ukur.
Batang-ukur, sebagai alat ukur standar dengan penampang yang sama sepanjang
sumbunya, bila diletakan pada dua tumpuan akan melentur akibat beratnya sendiri. Besarnya
lenturan dipengaruhi oleh jarak ke dua tumpuan di mana batang tersebut diletakkan secara
simetrik. Tiga contoh cara menumpu batang ini diulas sebagai berikut:
3.5.3. PENYIMPANGAN YANG BERASAL DARI POSISI PENGUKURAN
Prinsip ABBE : “Garis ukur harus berimpit dengan garis dimensi”.
Bagi pengukuran objek ukur geometrik prinsip ABBE sedapat mungkin diikuti.
Apabila garis ukur, yaitu garis pada mana skala ukur dibuat atau garis gerakan sensor, tidak
berimpit dengan garis dimensi objek ukur melainkan membuat sudut sebesar θ, hasil
pengukuran akan lebih besar dari pada dimensi sebenarnya. Semakin besar sudut θ pada
segitiga siku-siku mengikuti rumus kosinus. Oleh karena itu, kesalahan ini sering dinamakan
sebagai kesalahan kosinus (cosine error).

Kesalahan kosinus kelihatannya akan diperparah jika sensor menempel di permukaan


benda ukur tidak pada titik di garis ukur melainkan di sampingnya (di tepi luar permukaan
sensor). Keadaan seperti ini dapat dicegah dengan teknik yang sesuai dengan jenis alat ukur
dan cara pemegangannya yaitu;(A & B):
A Jika posisi alat ukur relatif terhadap benda ukur tak bisa diubah (sesuai dengan pengaturan
terakhir yang diikuti pencekaman alat ukur dan/atau benda ukur pada dudukanya), sensor
bermuka bola lebih baik daripada sensor bermuka rata.
B Bila posisi alat ukur relatif terhadap benda ukur bisa berubah, akibat gaya pengukuran yang
tak segaris akan menimbulkan momen putar yang saling bereaksi pada benda ukur dan alat
ukur. Jika benda ukur bebas bergerak, momen tersebut akan memutarnya dan sensor bergerak
menjepit sehingga garis ukur akan berimpit dengan dimensi. Inilah contoh kondisi
pengukuran yang mampu menyetel sendiri posisinya (self aligning).
C Menggerakkan sensor ke kiri-kanan untuk mencari harga terbesar. Kemudian, dengan
posisi akhir seperti yang pengukur yakini sebagai posisi pengukuran samping terbaik,
dilanjutkan dengan:
D Menggoyangkan (menganggukkan) sensor ke depan belakang untuk mencari harga
terkecil. Harga terakhir inilah yang dianggap paling mewakili harga diameter lubang.
E Merupakan contoh alat ukur diameter lubang (diameter dalam) dengan tiga sensor. Ujung
sensor memiliki permukaan berbentuk silindrik. Dengan posisi sensor yang simetrik putar
seperti ini gaya penekanan sensor pada benda ukur akan membuat alat ukur mampu
menyesuaikan sendiri posisinya (self aligning) sehingga garis ukur berimpit dengan dimensi.

3.5.4. PENYIMPANGAN YANG BERASAL DARI LINGKUNGAN


“Lingkungan harus memberikan kenyamanan bagi pengukur”.
Jika persyaratan ini dipenuhi, pada umumnya akan memenuhi persyaratan yang
diminta ala ukur dan benda ukur.
 Kebersihan ; kita menyenanginya dan demikian pula yang diminta oleh ala ukur dan
benda ukur. Debu, geram, sepihan yang sering terlihat di daerah mesin produksi perlu
disingkirkan dari daerah pengukuran. Tergantung kebutuhan, hal ini memerlukan:
mulai dari suatu daerah/ruang terpisah, kamar ukur, sampai dengan suatu
laboratorium metrologi dengan lingkungan terkondisikan. Debu, serpihan logam halus
di permukaan benda ukur akan “dirasakan” oleh sensor alat ukur cermat yang selain
mengakiatkan kesalahan juga dapat merusak permukaan sensor atau muka ukur
(measuring surface) alat ukur standar seperti blok ukur (gauge-block)
 Tingkat kebisingan yang rendah; getaran lemah yang tak membisingkan pun tidak
disenangi oleh alat ukur cermat dan peka sebab akan menimbulkan pengambangan
(ketidak pastian, floating).
 Pencahayaan yang mencukupi ; supaya operator mampu melaksanakan pengukuran
dan membaca hasil pengukuran. Memang alat ukur dan benda ukur dalam hal ini tak
mempedulikan pencahayaan. Untuk sistem pengukuran yang berlangsung secara
otomatik yang tergabung dalam sistem produksi otomatik seperti FMS (Flexible
Manufacturing System) dapat bekerja siang malam tanpa pencahayaan yang
mencakupi karena tidak memerlukan operator (unmanned factory). Pencahayaan
diperlukan saat operator mengambil produk, menyiapkan dan menyetel benda kerja,
perkakas-potong, alat ukur dan tindakan pembetulan (pengkorek-sian proses).
 Temperatur 25-27° C, kelembaban 70-75 % ; semua menyenangi. Bagi alat ukur dan
benda ukur temperatur berapapun sebenarnya tak dipentingkan asalkan harganya tidak
berubah-ubah (berfluktuasi). Jadi, kesamaan dan ketetapan temperatur bagi seluruh
komponen dalam sistem pengukuran perlu diperhatikan.
Kelembaban sebenarnya juga tak berperan dalam pengukuran geometri. Akan tetapi,
kelembaban yang terlalu tinggi dalam jangka waktu lama merupakan media yang baik
bagi perkembangan proses korosi. Kebanyakan komponen alat ukur mampu benda
kerja yang terbuat dari baja (kecuali stainless-steel) yang permukaannya ternodai oleh
asam (termasuk yang berasal dari keringat manusia) lewat tangan-tangan kotor akan
mengalami proses korosi.
Kesaksamaan dalam penyimpanan alat ukur amat perlu diperhatiakan. Bial tidak,
sewaktu blok ukur disimpan “proses korosi mulai melukis sidik jari bekas tangan
operator ceroboh” di muka ukur yang tak dibersihkan dan tak dilindungi dengan
lapisan minyak (vaseline).
Pengaruh temperatur merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian karena semua
benda padat, terutama logam, akan berubah geometrinya (ukuran, bentuk, posisi) jika
temperaturnya berubah. Untuk menjaga kesamaan hasil pengukuran, telah disetujui secara
internasional bahwa temperatur ruang untuk pengukuran geometrik dibakukan sebesar 20°C
dengan kelembaban 55-60 %.

3.5.5. PENYIMPANGAN YANG BERASAL DARI OPERATOR


Dua orang yang melakukan pengukuran secara bergantian dengan mengunakkan alat
ukur dan benda ukur serta kondisi lingkungan yang dianggap tak berubah mungkin
menghasilkan data yang berbeda. Sumber perbedaan ini dapat berasal dari cara mereka
mengukur yang dipengaruhi oleh pengalaman, keahlian, kemampuan dan keterampilan serta
perangai masing-masing pengukur. Pengukuran adalah suatu pekerjaan yang memerlukan
kesaksamaan.
Dengan demikian, orang yang pekerjaannya melakukan pengukuran harus :
 Mempunyai pengalaman praktek yang didasari teori yang mendukung penguasaan
pengetahuan akan proses pengukuran. Hal ini bisa dicapai lewat pelatihan metrologi
industri dan dipelihara, dimantapkan, seta dikembangkan lewat pekerjaan yang
berkesesuaian,
 Mempunyai dasar-dasar pengetahuan akan alat ukur, cara kerja alat ukur, cara
pengukuran, cara mengkalibrasi dan memelihara alat ukur,
 Waspada akan kemungkinan letak sumber penyimpangan dan tahu bagaimana cara
mengeliminir (mengurangi sampai sekecil mungkin sehingga praktis dapat diabaikan)
pengaruhnya terhadap hasil pengukuran,
 Mampu menganalisis suatu persoalan pengukuran yakni dalam membaca acuan
kualitas (gambar teknik lengkap dengan spesifikasi geometriknya), menentukan cara
pengukuran sesuai dengan tingkat kecermatan yang dikehendaki, memilih alat ukur
kemudian melaksanakan pengukuran dengan kesaksamaan dan kedisiplinan tinggi,
dan
 Sadar bahwa hasil pengukuran adalah sepenuknya merupakan tanggung jawabnya
dalam perwujudan cara kerja kelompok dengan penekanan tugas dan tanggungjawab.

Anda mungkin juga menyukai