Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PRAKTIKUM

LEVELING MESIN PERKAKAS

Oleh

Widianto Tri Wibowo 17641088

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK MESIN PRODUKSI DAN PERAWATAN

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa. Karena dengan
rahmat-Nya laporan ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun dalam rangka untuk
memenuhi nilai praktek. Adapun pembuatan laporan ini untuk merangkum hal-hal yang
berkaitan dengan Alignment, Leveling, Balancing dan Centering sehingga dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca. Penulis mendapatkan kan banyak bantuan baik itu
moril atau materil serta saran dan pentunjuk dari berbagai pihak yang terlibat, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan banyak dukungan bagi penulis
dalam menyusun laporan ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pendamping Pak Suparno ST,
MT yang telah mangajarkan pengetahuannya kepada kami para mahasiswa pada saat
praktek, yang akhirnya penulis bisa menyelesaikan laporan ini dengan baik. Penulis juga
berharap laporan yang telah ditulis disini dapat menjadi referensi dan ilmu pengetahuan
bagi para pembaca yang ingin membacanya. Penulis juga memohon maaf yang sebesar
besarnya bila ada salah kata atau salah cetak dalam laporan ini karena sebagaimana
manusia hasil yang dibuatnya belum tentu sempurna. Akhir kata dari penulis terimakasih
banyak atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis semoga laporan ini
bermanfaat bagi pembaca.

Samarinda, 19 Desember 2018

Widianto Tri Wibowo

NIM 17641088
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Alignmant adalah suatu pekerjaan yang meluruskan / mensejajarkan dua sumbu


poros lurus (antara poros penggerak dengan sumbu poros yang digerakkan) pada waktu
peralatan itu beroprasi. Dalam dunia industri, khususnya industri yang bergerak dalam
bidang pembuatan produk sangatlah mutlak diperlukan kesejajaran sumbu terhadap
peralatan atau mesin yang digunakan, jika kesejajaran sumbu suatu mesin yang digunakan
untuk pembuatan suatu praduk tidak memenuhi syarat besar kemungkinan produk yang
dihasilkan juga tidak maksimal, selain dari pada itu kesejajaran sumbu juga mempengaruhi
usia pakai suatu peralatan atau mesin. Kesejajaran sumbu yang melebihi batas yang
diizinkan dapat mempengaruhi kenerja mesin, kinerja mesin yang tidak maksimal dapat
berpengaruh terhadap usia pakai mesin atau peralatan.

1.2 Tujuan Praktikum

1.2.1 Mengenal apa yang disebut sebagai alignmant atau leveling.

1.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan leveling pada mesin khususnya
mesin bubut.

1.2.3 Mahasiswa mampu mengkalibrasi meja rata dan untuk mengetahui bagian-
bagian yang mengalami penyimpangan dalam meja rata maupun mesin.

1.2.4 Agar mahasiswa mampu membalancing mesin yang unbalancing.


BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Leveling

Leveling Mesin adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan
mesin secara keseluruhan.Leveling perlu dilakukan untuk mengetahui kerusakan yang
dialami oleh sebuah mesin yang kemudian akan ditanggulangu atau diperbaiki sedini
mungkin agar tidak terjadi kerusakan yang berlanjut.

2.2 Definisi Kalibrasi

Kalibrasi merupakan proses verifikasi bahwa suatu akurasi alat ukur sesuai dengan
rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang
terhubung dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan acuan
tersertifikasi.

Kalibrasi, pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau


indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang
digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi sehingga
kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta
kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam
celcius pada titik-titik tertentu di skala.

2.3 Jenis jenis penyimpangan kesumbuan

1. Penyimpangan menyudut vertikal

Penyimpangan ini terjadi apabila antar sumbuporos penggerak dan yang digerakkan
membentuk sudut. Perbaikandapat dilakukan deng-an menaikkan atau menurunkan
sumbu poros.
2. Penyimpangan kesejajaran vertikal

Terjadi perbedaan ketinggian antara dua poros yang sejajar. Untuk memperbaiki
keadaan tersebut dapat dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan sumbu
poros.

3. Penyimpangan menyudut horisontal

Untuk memperbaiki kondisi sumbu poros yang menyudut maka sumbu poros harus
digeser kearah kiri atau kanan dengan besar yang berbeda.

4. Penyimpangan kesejajaran horizontal

Sumbu diantara dua posisi sejajar, untuk memperbaiki kondisi tersebut sumbu
poros harus digeser kekanan atau kekiri.

2.4 Tujuan Levelling

Tujuan Leveling Mesin adalah untuk mendapatkan posisi mesin sebaik mungkin
sehingga akan mendukung kinerja mesin menjadi maksimal. Dan ini akan sangat
berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan dan juga untuk mesin sendiri akan lebih
awet untuk umur pemakaiannya.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat yang Digunakan Dalam Praktikum

Leveling dilakukan menggunakan beberapa alat praktek berikut adalah alat yang
digunakan saat melakukan praktikum leveling

1. Peralatan Keselamatan

2. Kunci Pas

3. Pipa Dongkrak

4. level Gauge

5. Meja rata

6. Mesin bubut

3.2 Praktikum Leveling

Setelah peralatan sudah tersedia maka lanjut pada proses berikutnya yaitu proses
pelaksanaan praktek. Berikut adalah pelaksaan praktek yang akan dilakukan
1. Gunakan Peralatan Keselamatan dan Persiapkan Alat Pada Tempat Praktikum

Gunakan peralatan keselamatan terlebih dahulu. Berupa baju praktek, sepatu safety,
dan Sarung tangan. Setelah itu persiapkan alat yang dibutuhkan pada lokasi praktikum agar
tidak repot pada saat praktikum dimulai.

Gambar 3.1 Perlengkapan Safety

2. Kalibrasi Level Gauge

Sebelum melakukan praktikum leveling, diharuskan melakukan kalibrasi pada


setiap alat khususnya alat level gauge. Cara melakukan kalibrasi adalah dengan meletakkan
level gauge di atas meja rata lalu lakukan kalibrasi dengan mengatur spindel dibawah meja
rata hingga gelembung pada level gauge stabil (ditengah). Pastikan setiap posisi meja rata
ketika di letakkan level gauge, gelembung level gauge stabil.
Gambar 3.2 Kalibrasi Level Gauge

3. Proses Praktikum Leveling Pada Mesin Bubut

Bila alat level gauge sudah level atau stabil pada meja rata. Lanjut ke praktikum
selanjutnya yaitu leveling mesin bubut dengan cara mengecek terlebih dahulu mesin bubut
dengan level gauge sehingga kita mengetahui posisi mana yang harus di atur menggunakan
kunci pas dan pipa dongkrak.

Gambar 3.3 Pemeriksaan Leveling Pada Mesin Bubut

4. Proses Leveling Pada Mesin Bubut

Angka pada level gauge menunjukan ketidak stabilan pada mesin bubut, sehingga
kita perlu melevelkan mesin bubut dengan cara menggunakan pipa dongkrak untuk
menaikan mesin bubut sehingga baut pada mesin bubut bisa disetel dengan kunci pas
dengan mudah. Gunakan kunci pas untuk menyetel baut pada bagian bawah mesin bubut
setelah itu cek kembali dengan level gauge apakah sudah stabil atau tidak. Bila belum
lakukan langkah yang tadi pada posisi baut yang lain kemungkinan besar sebagian baut
harus disetel juga.
Gambar 3.4 Baut Mesin Bubut dan Pipa Dongkrak

5. Hasil Leveling Pada Mesin Bubut

Hasil dari melakukan leveling dari mesin bubut dapat kita ketahui dengan level
gauge yang di letakkan pada mesin bubut. Dari alat itu kita bisa melihat bahwa mesin
bubut yang sudah kita leveling telah stabil atau tidak dengan cara melihat gelembung pada
level gauge berada pada posisi tengah (stabil). Baik dalam posisi horizontal maupun
vertikan saat meletakkan level gauge.
Gambar 3.5 Posisi Stabil Mesin Bubut Pada Level Gauge
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Leveling sangat diperlukan khususnya pada setiap mesin produksi, hal ini
dikarenakan kegunaan leveling sendiri adalah untuk menstabilkan mesin sehingga umur
penggunaan mesin sendiri bisa diprediksi kapan harus dilakukannya maintenance atau
perawatan pada mesin. Leveling juga berguna dalam pengaruh hasil produk yang
dihasilkan pada mesin produksi hal ini dikarenakan ketika mesin sudah dilakukan leveling
maka pengerjaan pada mesin produksi itu sendiri menjadi lebih maksimal yang mana
membuat hasil dari sebuah produk itu sendiri menjadi lebih baik.
LAPORAN PRAKTIKUM

CENTERING MESIN PERKAKAS

Oleh

Widianto Tri Wibowo 17641088

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK MESIN PRODUKSI DAN PERAWATAN

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Centering mesin bubut adalah sebuah pekerjaan meluruskan atau mensejajarkan


pada bagian eretan mesin bubut. Dalam dunia industri, khususnya industri yang bergerak
dalam bidang pembuatan produk sangatlah mutlak diperlukan kesejajaran sumbu terhadap
peralatan atau mesin yang digunakan, jika kesejajaran sumbu suatu mesin yang digunakan
untuk pembuatan suatu praduk tidak memenuhi syarat besar kemungkinan produk yang
dihasilkan juga tidak maksimal, selain dari pada itu kesejajaran sumbu juga mempengaruhi
usia pakai suatu peralatan atau mesin. Kesejajaran sumbu yang melebihi batas yang
diizinkan dapat mempengaruhi kenerja mesin, kinerja mesin yang tidak maksimal dapat
berpengaruh terhadap usia pakai mesin atau peralatan.

1.2 Tujuan Praktikum

1.2.1 Mahasiswa mengetahui cara centering mesin bubut.

1.2.2 Mahasiswa mengetahui alasannya mengapa centering itu diperlukan.

1.2.3 Menjadi ilmu pengetahuan untuk mahasiswa dibidang jurusannya.

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Centering

Centering adalah sebuah pekerjaan dalam mengkalibrasi eretan mesin bubut agar
sumbu pembubutan menjadi sesajajar dengan benda kerja yang akan dilakukan
pembubutan. Centering dilakukan karena hal tersebut sangat penting bagi pemakanan
benda kerja terhadap pahat yang digunakan. Oleh karena itu centering sangat penting
dilakukan sebelum melakukan pembubutan biasanya centering dilakukan pada bagian
eretan mesin bubut. Centering sendiri biasa memiliki hubungan dengan Alignmant, hal ini
dikarenakan alignmant dan centering sama sama bertujuan untuk meratakan,
mensejajarkan, atau menstabilkan baik itu sumbu atau mesin itu sendiri.

2.2 Eretan mesin bubut

Erentan adalah bagian mesin bubut yang dapat digerakkan dengan arah sumbu yang
ditentukan biasanya eretan sendiri digunakan saat membuat sudut pada benda kerja. Ada
beberapa eretan berikut eretan yang terdapat pada mesin bubut.

2.2.1 Eretan Alas

Eretan memanjang berfungsi untuk melakukan gerakan pemakanan arah


memanjang sejajar sumbu benda kerja. Eretan alas ini memiliki roda pemutar yang dapat
diputar secara manual maupun secara otomatis. Dengan demikian eretan memanjang ini
dapat bergerak mendekati atau menjauhi kepala tetap.
Gambar 2.1 Eretan Alas

2.2.2 Eretan Melintang

Eretan untuk melakukan gerakan pemakanan arah melintang sumbu benda kerja.
Eretan melintang ini juga memiliki roda pemutar yang dapat digerakkan secara manual
maupun secara otomatis untuk mendekati ataupun menjauhi titik pusat benda kerja.

Gambar 2.2 Erentan Melintang

2.2.3 Eretan Atas

Eretan atas atau eretan kombinasi memiliki fungsi untuk melakukan gerakan
pemakanan ke arah sudut yang diinginkan sesuai penyetelannya. Eretan atas ini dapat
diputar menurut sudut yang dikehendaki, juga eretan ini dilengkapi roda pemutar untuk
menggerakkan eretan atas maju atau mundur. Dilihat dari konstruksinya, eretan atas
bertumpu pada eretan melintang dan eretan melintang bertumpu pada eretan memanjang.
Dengan demikian, jika eretan memanjang digerakkan atau digeser, maka eretan melintang
bersama-sama eretan atas juga akan ikut bergerak.
Gambar 2.3 Eretan Atas

2.3 Tujuan Centering

Tujuan dari cerntering adalah untuk mengkalibrasi eretan pada mesin bubut
khususnya eretan atas agar menjadi sejajar terharap sumbu poros dari kepala tetap sehingga
disaat melakukan pembubutan benda kerja hasilnya akan menjadi akurat dalam
pengukuran disamping itu ketika melakukan pemakanan benda kerja hasilnya tidak cacat.

BAB III

METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat yang Digunakan Dalam Praktikum

Centering dilakukan menggunakan beberapa alat praktek berikut adalah alat yang
digunakan saat melakukan praktikum centering.

1. Perlengkapan Keselamatan

2. Poros pejal

3. Kunci L satu set

4. Dial indicator

5. Jangka Sorong

6. Mesin bubut

3.2 Praktikum Centering

Pertama- tama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah mengikuti instruksi dari
pembimbing setelah itu melakukan praktikum dilokasi yang ditentukan.

1. Menggunakan perlengkapan keselamatan

Gunakan peralatan keselamatan terlebih dahulu. Berupa baju praktek, sepatu safety,
dan Sarung tangan. Setelah itu persiapkan alat yang dibutuhkan pada lokasi praktikum agar
tidak repot pada saat praktikum dimulai.

Gambar 3.1 Perlengkapan Safety


2. Mengkalibrasi Eretan Mesin bubut

Sebelum melakukan centering pada eretan mesin bubut ada baiknya melakukan
kalibrasi yaitu meluruskan posisi eretan ke posisi tengah yang ditandai adanya garis pada
bagian belakang. Caranya adalah dengan memutar baut level pada bagian eretan dengan
menggunakan kunci L.

Bantalan
pengatur

Bantalan tetap Baud penyetel

Gambar 3.2 Kalibrasi Eretan Mesin Bubut

3. Melakukan Centering

Setelah dikalibrasi lanjut ketahap selanutnya melakukan centering. Pada tahap ini
poros pejal dipasang dari kepala tetap bagian chuck, poros pejal dijepit menggunakan
chuck lalu dihubungkan dengan center. Setelah itu gunakan dial indicator untuk mengecek
apakah sudah sejajar atau tidak. Dial indicator disentuhkan pada poros dan diletakkan pada
eretan melintang setelah itu digeser sepanjang poros tersebut. Dari dial indicator kita dapat
melihat bila masih berada diangka nol (0) maka posisi erentan sudah mengalami centering
bila belum maka harus disetel kembali hingga posisi nol (0).
Gambar 3.3 poros yang belum dilakukan centering

4. Cara Penyetelan

Pertama- tama saat penyetelan kendurkan kedua baut level pada eretan pada bagian
kanan dan bagian kiri menggunakan kunci L. Selanjutnya posisikan dial indicator
menyentuh poros, lalu kencangkan baut level pada eretan. Perlu diingat saat
mengencangkan baut level salah satu harus ada yang dilonggarkan dan salah satu harus
dikencangkan agar posisi poros menjadi center. Hal ini dikarenakan kekencangan dan
kekenduran baut sangat mempengaruhi kemiringan dari centering. Kencangkan kembali
baut level pada eretan dengan kunci L setelah itu cek kembali dengan eretan melintang
apakah sudah center yaitu posisi jarum pada dial indicator ada pada angka nol (0).
Gambar 3.4 Poros yang telah dilakukan centering

3.3 Membuat Tirus Dengan Centering

Centering juga berguna dalam membut benda kerja untuk pemakanan ketirusan hal
ini biasanya digunakan saat membuat sudut tirus pada poros yang panjang. Hal ini
dikarenakan saat pemakanan dari ukuran panjang awal L0 menuju ke panjang akhir L1
mengalami perubahan ukuran ketika center diubah ukurannya.

Berikut adalah Tabel percobaan yang dilakukan saat praktikum, dalam mengubah
ukuran pada poros sehingga saat pemakanan menjadi tirus. Dengan cara mengubah ukuran
centering yang tadinya nol (0), mengubah dengan ukuran yang ditentukan akan
mendapatkan hasil yang berbeda.

Tabel 3.1 Ukuran Percobaan Centering

No D D L Lw

1 19 18,90 80 132,2

2 19 18,85 80 132,2

3 19 18,80 80 132,2

4 19 18,75 80 132,2
5 19 18,70 80 132,2

6 19 18,65 80 132,2

7 19 18,60 80 132,2

Gambar 3.5 Poros yang Digunakan

3.4 Cara Menghitung Tirus Pada Centering

Bedasarkan tabel yang telah diperlihatkan tadi ada rumus yang digunakan dalam
menghitung tirus pada pratikum centering ini berikut adalah rumus yang digunakan

𝐷 − 𝑑 𝐿𝑤
𝑉𝑅 = 𝑥
2 𝑙

Dengan data yang didapat dari tabel maka dengan rumus ini penjabaran dalam
perhitungan akan dibahas secara berikut.

19−18,90 132,2
1. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,08 𝑚𝑚
2 80

19−18,85 132,2
2. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,12 𝑚𝑚
2 80

19−18,80 132,2
3. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,16 𝑚𝑚
2 80

19−18,75 132,2
4. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,20 𝑚𝑚
2 80
19−18,70 132,2
5. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,24 𝑚𝑚
2 80

19−18,65 132,2
6. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,28 𝑚𝑚
2 80

19−18,60 132,2
7. 𝑉𝑅 = 𝑥 = 0,33 𝑚𝑚
2 80

Dari hasil yang didapat ketika eretan disetel dengan hasil yang diatas maka pahat
bubut ketika melakukan pemakanan maka hasil ketirusan yang didapat akan sebesar
ukurang yang di setel. Contohnya ketika eretan disetel dengan centering ukuran 0,08 mm
maka ketika pemakanan pembubutan dimulai, maka dari panjang awal (L0) ukuran masih
19 mm, namun saat digeser menuju ke panjang akhir (L1) akan menjadi 18,90. Hal ini
dikarenakan pemakan saat panjang awal menuju panjang akhir sebesar 0,08 mm.

A B

Gambar 3.6 A adalah ukuran panjang akhir 0,08 mm dan B panjang awal 0 mm
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Centering sangat diperlukan saat melakukan untuk mensejajarkan center atau eretan
atas dengan chuck pada mesin bubut. Centering juga berguna saat melakukan pemakanan
pada benda kerja yang pemakanannya bersifat tirus namun dengan jarak yang panjang
contohnya pemakanan poros yang tirus. Centering juga berguna bagi hasil produk yang
dikerjakan sehingga ukuran yang lakukan pemakanan menjadi sesuai yang diinginkan dan
lebih akurat. Ketika centering dilakukan maka benda kerja yang dihasilkan akan lebih
maksimal dan lebih baik daripada tidak dilakukannya centering pada mesin bubut.
LAPORAN PRAKTIKUM

BALANCING MESIN PERKAKAS

Oleh

Widianto Tri Wibowo 17641088

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK MESIN PRODUKSI DAN PERAWATAN

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu proses produksi, mesin-mesin produksi sangat memegang peranan.


Kerusakan pada mesin-mesin tersebut bisa berakibat fatal pada proses produksi. Dengan
kemajuan teknologi, telah diketahui bahwa salah satu penyebab kerusakan mesin-mesin itu
antara lain karena adanya ketidakseimbangan pada bagian-bagian mesin yang berputar.

Bagian-bagian yang berputar menimbulkan gaya kocak (shaking force) sebagai akibat dari
efek-efek gaya inertia. Karena gaya kocak harus dihindari maka harus ada cara untuk
menyeimbangkan secara keseluruhan atau sebagian gaya-gaya inertia tersebut dengan
menambahkan gaya-gaya inertia tambahan yang membantu untuk melawan efek gaya-gaya
inertia tersebut. Maka dari itu kami mencoba mengamati fenomena tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum

1.2.1 Mahasiswa menjadi mengetahui cara melakukan balancing.

1.2.2 Mahasiswa menjadi mengetahui mengenai langkah- langkah balancing.

1.2.3 Sebagai ilmu pengetahuan bagi Mahasiswa yang mempelajari pada


bidangnya.

1.2.4 Untuk mengetahui ketidakseimbangan massa yang berputar pada suatu poros.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pentingnya Balancing

Akibat percepatan mekanisme akan timbul gaya inersia pada mekanisme tersebut.
Gaya inersia ini dapat menimbulkan goncangan pada mesin atau konstruksi. Adanya
goncangan ini sangat merugikan. Karena umur komponen yang ada akan menjadi lebih
pendek (mudah aus/rusak). Oleh karenanya perlu dilakukan langkah-langkah untuk
menyeimbangkan mekanisme yang ada. Hal ini dilakukan dengan memberikan massa pada
sistem yang akan melawan gaya inersia yang menyebabkan goncangan tersebut di atas.

Cara di atas dapat dipergunakan untuk membuat seimbang massa yang bergerak
bolak-balik maupun yang berputar. Untuk sistem massa yang berputar, terdapat tiga jenis
permasalahan, yaitu:

 Membuat seimbang sebuah massa yang berputar.


 Membuat seimbang lebih dari sebuah massa yang berputar, dimana massa-
massa tersebut terletak pada sebuah bidang datar yang sama.
 Membuat seimbang lebih dari sebuah massa yang berputar, dimana massa-
massa tersebut terletak pada beberapa bidang datar.
2.2 Membuat Seimbang Sebuah Massa yang Berputar

Suatu poros yang berputar dengan kecepatan sudut akan mengakibatkan


timbulnya gaya inersia, jika gaya-gaya dan momen yang timbul tidak seimbang, akan
menimbulkan goncangan pada sistem serta reaksi yang cukup besar pada bantalan A dan
B.

Untuk mengeliminasi timbulnya goncangan tersebut ditambahkan massa


penyeimbang m2 yang dipasang pada jarak R2 dari poros, dan pada posisi sudut seperti
pada gambar 2.1. Tujuan dari pemberian massa ini adalah untuk menyeimbangkan sistem,
baik keseimbangan secara statis maupun dinamis.
W1 w1

R1 R1

Ө1

A B
I
Sebelum Dibalancing

Setelah dibalancing (kesetimbangan statis)


Setelah dibalancing (kesetimbangan dinamis)
Gambar 2.1 Membuat seimbang satu massa yang berputar

2.3 Keseimbangan Statis


Keseimbangan statis tercapai apabila total momen oleh gaya berat dari sistem
massa terhadap poros sama dengan nol.
M 0
m1  g  R1  cos  m2  g  R2  cos  0
m1  R1  m2  R2 ………………………………………….…….. (1)
2.4 Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis tercapai apabila total gaya inersia yang timbul akibat
putaran sama dengan nol.
 I 0

m1  R1   2  m2  R2   2  0

m2  R2  m1  R1 ………………………………………….….…. (2)
Ternyata persamaan (1) dan (2) adalah sama. Jadi untuk sebuah massa yang
berputar, keseimbangan statis dan dinamis tercapai bila memenuhi persamaan di atas. Bila
harga R2 ditentukan (tergantung pada ruang yang tersedia), maka m2 dapat dihitung.

2.5 Membuat Seimbang Lebih Dari Satu Massa yang Berputar pada Bidang Datar
yang Sama
Pada kasus ini dimisalkan ada tiga buah massa m1, m2, dan m3 terletak pada bidang
yang sama, dipasang pada poros pada jarak masing-masing R1, R2, R3, serta posisi sudut
1, 2, 3 seperti pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Kondisi sistem lebih dari satu massa yang berputar pada bidang datar yang
sama sebelum dibalance
Agar sistem memenuhi keseimbangan statis maupun dinamis maka jumlah momen
oleh gaya berat massa-massa terhadap poros sama dengan nol dan juga jumlah gaya inersia
akibat putaran sama dengan nol. Massa penyeimbang m e dipasang pada poros dengan jarak
Re dan posisi sudut e.
Berikut visualisasi penyeimbangan statis dan dinamis pada gambar 2.3.
Keseimbangan statis

Keseimbangan dinamis
Gambar 2.3. Keseimbangan statis dan dinamis pada sistem lebih dari satu massa
yang berputar pada bidang datar yang sama setelah dibalance

2.5.1 Metode Analitis


 Keseimbangan Statis
Keseimbangan statis tercapai bila jumlah momen oleh gaya berat massa-massa
tersebut terhadap poros sama dengan nol. Yang dinyatakan dengan persamaan berikut ini.

M 0
3

 (m gR cos )  m gR
i 1
i i i e e cos  e  0 atau

 (m R cos )  m R
i 1
i i i e e cos e  0 ……………………………………..(3.1)

Apabila sistem di posisi 900 melawan jarum jam, maka keseimbangan statis
dipenuhi oleh persamaan :

 (m R sin  )  m R sin 
i 1
i i i e e e  0 ……………………………………..(3.2)

 Kesetimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis tercapai bila jumlah gaya inersia akibat putaran sama
dengan nol. Dimana gaya inersia ini diuraikan pada arah horisontal dan vertikal.

Untuk gaya inersia arah horisontal:


3

 (m R 
i 1
i i
2
cos i )  me Re 2 cos  e  0

Untuk gaya inersia arah vertikal:


3

 (m R 
i 1
i i
2
sin  i )  me Re 2 sin  e  0
Dua persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi :
3

 (m R cos )  m R
i 1
i i i e e cos e  0 ……….…...…………………..(4)

 (m R sin  )  m R
i 1
i i i e e sin  e  0 ………………………………...(5)

Persamaan (4) dan (5) adalah syarat tercapainya keseimbangan dinamis. Sedangkan
dari persamaan yang terdahulu terlihat bahwa persamaan (3.1) dan (3.2) sama dengan
persamaan (4) dan (5). Hal ini berarti dengan menggunakan persamaan (4) dan (5) saja
sudah mencakup syarat terjadinya keseimbangan statis dan dinamis.

Pada persamaan (4) dan (5) terdapat tiga variabel yang tidak diketahui yaitu m e, Re,
dan e. Tetapi kita dapat menentukan Re sesuai dengan kondisi sistem yang ada atau ruang
yang tersedia. Sehingga variabel yang belum diketahui pada persamaan (4) dan (5) menjadi
dua, sehingga persamaan dapat diselesaikan. Perlu diketahui bahwa arah e tidak dapat
ditentukan.

2.5.2 Metode Grafis


Di samping menggunakan cara analitis seperti uraian di atas, massa penyeimbang
me dapat juga ditentukan dengan memakai cara grafis sebagai berikut. Apabila jumlah gaya
inersia yang timbul sama dengan nol, maka secara vektorial dapat dituliskan :

 (m R 
i 1
i i
2
)  me Re 2  0 atau

 (m R )  m R
i 1
i i e e  0 ……………………………….……………… (6)

Agar diperoleh sistem yang seimbang maka vektor-vektor pada persamaan (6)
harus membentuk polygon vektor tertutup, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.3. Seperti
yang terlihat pada gambar 2.3, arah  e tidak bisa kita tentukan. Kita hanya bisa
menentukan harga me atau Re saja.
Gambar 2.4. Mendapatkan vektor meRe

2.6 Membuat Seimbang Lebih Dari Sebuah Massa yang Berputar, Terletak pada
Beberapa Bidang Sejajar
Keadaan yang umum dari massa-massa yang diletakkan sepanjang poros yang
berputar dengan kecepatan konstan terlihat pada contoh gambar 2.5. Jarak massa-massa
m1, m2, m3 terhadap poros adalah R1, R2, dan R3, terhadap bidang pembalan A adalah a1,
a2, dan a3 sedang posisi sudutnya 1,2, 3. Untuk kondisi di atas, maka akibat putaran
poros akan timbul gaya inersia pada masing-masing massa yang berputar.

Gambar 2.5 Keadaan yang umum dari massa-massa yang diletakkan pada beberapa bidang
sejajar
Ketidakseimbangan pada sistem ini disebabkan karena:
 Jumlah momen (kopel) yang timbul tidak sama dengan nol.
 Jumlah gaya inersia yang timbul tidak sama dengan nol.

Untuk mengatasi ketidakseimbangan karena kopel yang timbul, maka pada sistem
harus ditambahkan suatu kopel, sehingga jumlahnya sama dengan nol. Kopel tambahan
tersebut di atas diperoleh sebagai berikut:
Pada sistem kita tambahkan dua buah massa penyeimbang yang tidak terletak pada
satu bidang datar. Ini akan menimbulkan kopel yang akan melawan kopel yang terjadi
karena putaran massa-massa m1, m2, m3 sehingga jumlah kopelnya sama dengan nol.
Penempatan massa penyeimbang tergantung fasilitas ruangan yang tersedia. Berikut ini
akan diuraikan bagaimana massa penyeimbang mA dan mB dapat membuat sistem menjadi
seimbang. Mula-mula kita akan memperhatikan pengaruh massa m1 terhadap bidang A
dan bidang B. Perhatikan gambar 2.6.

Bidang A
Bidang B

m12R1

a1
b

Gambar 2.6. Pengaruh massa m1 terhadap bidang A


Massa m1 menimbulkan gaya inersia m1R12. Bila pada bidang A ditambahkan dua
buah gaya yang sama besar berlawanan arah m1R12, maka sistem tidak berubah. Sekarang
kita dapat melihat bahwa akibat gaya inersia dari massa m1 dapat diganti dengan gaya
sebesar m1R12 yang bekerja pada bidang A dan kopel sebesar m1R12a1 yang bekerja
pada poros.

Kopel m1R12a1 tersebut diatas dapat diganti dengan dua buah gaya yang sama,
sejajar, dan berlawanan arah sebesar F, masing-masing bekerja pada bidang A dan B. Kita
dapat melihat visualisasinya pada gambar 2.7

Gambar 2.7. Pengaruh massa m1 terhadap bidang A dan bidang B

Gaya F dalam hal ini harus memenuhi persamaan:


F . b = m1R1 2 a1
F = m1R12 a1 / b
Akhirnya kita dapat melihat bahwa pengaruh gaya inersia massa m1 pada bidang A
dan B adalah gaya sebesar m12R1.a1/b pada bidang B dan m12R1.(1 - a1/b) pada bidang
A.

Gambar 2.8. Efek massa m1 pada bidang A dan B


Dengan cara yang sama dapat ditentukan efek m2 dan m3 terhadap bidang A dan B
seperti pada gambar 2.9 berikut :

Gambar 2.9. Efek massa-massa sistem pada bidang A dan B

Agar gaya-gaya yang bekerja di bidang A seimbang, maka pada bidang A tersebut
harus ditambahkan sebuah gaya yang resultannya bila dijumlahkan dengan efek m1, m2,
dan m3 sama dengan nol. Gaya yang harus ditambahkan tersebut diperoleh dari gaya
inersia yang timbul pada massa penyeimbang mA yang ditambahkan pada poros di bidang
A. Hal yang sama dilakukan pada bidang B. Jadi sekarang total gaya pada bidang A sama
dengan nol, dan total gaya pada bidang B juga sama dengan nol

2.6.1 Metode Analitis


Misalnya mA dan mB adalah massa penyeimbang yang harus ditambahkan pada
bidang A dan B yang berada pada jarak RA dan RB dari poros dan posisi sudutnya A dan
B.
Gambar 2.10. Visualisasi penyeimbangan dengan adanya massa mA dan mB

Keseimbangan Statis :
Keseimbangan statis terjadi bila jumlah momen oleh gaya berat terhadap poros sama
dengan nol.

 (mi gRi cos i )  mA gRA cos A  mB gRB cos B  0


3
i 1

 (mi Ri cos i )  mA RA cos A  mB RB cos B  0 ....................................... (7)


3
i 1

Apabila sistem di putar 900 melawan jarum jam, maka keseimbangan statis dipenuhi oleh
persamaan :

 mi gRi cos( i  90 0 )  m A gRA cos( A  90 0 )  mB gRB cos( B  90 0 )  0


3
i 1

 (mi Ri sin  i )  m A RA sin  A  mB RB sin  B  0 ........................................ (8)


3
i 1

Keseimbangan dinamis :
Keseimbangan dinamis dipenuhi apabila jumlah gaya inersia yang timbul sama dengan nol,
dan jumlah momen oleh gaya-gaya inersia yang timbul sama dengan nol.
Untuk gaya inersia ke arah horizontal :

 (mi Ri 2 cos i )  m A RA 2 cos A  mB RB 2 cos B  0


3
i 1

 (mi Ri cos i )  mA RA cos A  mB RB cos B  0 ....................................... (9)


3
i 1

Untuk gaya inersia ke arah vertikal :

 (mi Ri 2 sin  i )  mA RA 2 sin  A  mB RB 2 sin  B  0


3
i 1
 (mi Ri sin  i )  m A RA sin  A  mB RB sin  B  0 ........................................ (10)
3
i 1

Keseimbangan momen terhadap bidang A oleh gaya inersia ke arah horisontal :


MA = 0

 (mi Ri 2 ai cos i )  mA RA a A 2 cos A  mB RB a B 2 cos B  0


3
i 1

Harga aA = 0 maka :

 (mi Ri 2 ai cos i )  mB RB a B 2 cos B  0 .............................................. (11)


3
i 1

Keseimbangan momen terhadap bidang A oleh gaya-gaya inersia ke arah vertikal :


MA = 0

 (mi Ri 2 ai sin  i )  mA RA a A 2 sin  A  mB RB a B 2 sin  B  0


3
i 1

Harga aA = 0 maka :

 (mi Ri 2 ai sin  i )  mB RB a B 2 sin  B  0 ................................................ (12)


3
i 1

Jadi keseimbangan dinamis terpenuhi dengan persamaan (9), (10), (11), dan (12).
Ternyata persyaratan keseimbangan statis yaitu persamaan (7) dan (8) sama dengan
persamaan (9) dan (10), yang sebagian dari persyaratan keseimbangan dinamis. Jadi
persamaan (9), (10), (11), dan (12) merupakan persyaratan keseimbangan statis maupun
keseimbangan dinamis. Dari empat persamaan tersebut terdapat 6 variabel, yaitu m A, RA,

A dan mB, RB, B. Dengan menentukan 2 variabel, sebuah pada A dan sebuah pada B,

maka variabel yang lain bisa didapatkan. Karena terbatasnya tempat dimana himpunan
beban massa berputar, maka biasanya ditentukan R yang maksimal, hingga bisa didapatkan
mA, mB, A dan B. Metode analitis dapat kita plotkan sebagai berikut :
m.R.Cos m.R.Sin m.R.a.Cos
M R a  m.R.a.Sin 
  

m1 R1 a1 1 ….... ….... ….... …....

m2 …… ….. ….. ….. ….. ….. …..

….. …… …… …… …… ….. ….. …..

mA RA aA A ? ? 0 0

mB RB aB B ? ? ? ?

=0 =0 =0 =0

2.6.2 Metode Grafis

Metode secara grafis yang dipakai adalah metode dengan persamaan-persamaan yang sama
dengan metode analitis, tetapi dinyatakan dengan persamaan vektor.
 Keseimbangan gaya-gaya inersia :
∑mi.Ri =0………….................................................................(14)
 Keseimbangan momen gaya inersia terhadap bidang A :
∑mi.Ri.ai = 0……………………………………………………(15)
 Keseimbangan momen gaya inersia terhadap bidang B :
∑mi.Ri.bi = 0.........………………………………………………(16)
Dimana : mi = berat beban pada rotor bidang koreksi ke i.
Ri = jari-jari dimana beban terletak pada bidang ke i
ai = jarak bidang ke i terhadap bidang koreksi A
bi = jarak bidang ke i terhadap bidang koreksi B
Metode secara grafis ini dapat ditabelkan sebagai berikut :

R  a 
mR
mRa


M

m1 R1 1 a1 m1R1 m1R1a1

…….. ….. ….. ….. ….. …..

….. ….. ….. ….. ….. …..

RA ? 0 ? 0
?

? RB ? aB ? ?

 

 0  0

Analisa keseimbangan bisa dilakukan terhadap bidang A saja atau bidang B saja
yaitu menggunakan persamaan (15) atau persamaan (16).
Dengan menggambarkan keseimbangan vektor dari vektor momen terhadap bidang
A akan didapatkan vektor momen mBRBaB. Sebaliknya kalau digambarkan keseimbangan
vektor dari vektor momen B akan didapatkan vektor momen m ARAbA. Karena aB dan aA
adalah tertentu maka vektor mB, RB dan mA, RA bisa didapatkan. Selanjutnya jika RA, dan
RB ditentukan maka bisa didapatkan mA dan mB.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada Praktikum


Balancing dilakukan menggunakan beberapa alat praktek berikut adalah alat dan
bahan yang digunakan saat melakukan praktikum balancing.
1. Peralatan Keselamatan
2. Plastisin
3. Dinamo Motor
4. Puli
5. Batu Gerinda
6. Timbangan Dengan Satuan Gram
7. Mistar Baja
8. Busur Derajat Baja

3.2 Praktikum Balancing


Setelah peralatan dan bahan sudah tersedia maka lanjut pada proses berikutnya
yaitu proses pelaksanaan praktek. Berikut adalah pelaksaan praktek yang akan dilakukan.
1. Gunakan Peralatan Keselamatan dan Persiapkan Alat Pada Tempat Praktikum
Gunakan peralatan keselamatan terlebih dahulu. Berupa baju praktek, sepatu safety,
dan Sarung tangan. Setelah itu persiapkan alat yang dibutuhkan pada lokasi praktikum agar
tidak repot pada saat praktikum dimulai.

Gambar 3.1 Perlengkapan Safety


2. Pertama- tama praktikum balancing yang dilakukan adalah balancing pada batu
gerinda, yang harus dilakukan adalah hubungan baru gerinda dengan sebuah poros lalu
letakkan pada penyangga yang terdapat bearing kecil untuk memutar poros. Sehingga saat
poros diputar batu gerinda pun ikut berputar, perhatikan saat memutar batu gerinda dengan
cara beri tanda disalah satu titik lalu putar hingga mencapai satu putaran atau lebih.
Perhatikan tanda yang diberikan bila posisinya berubah dari yang di awal berarti
menandakan batu gerinda telah balance bila masih sama pada posisinya menandakan batu
gerinda belum mengalami balancing.

3 Cara melakukan balancing pada batu gerinda adalah dengan cara menggunakkan
plastisin lalu ditempelkan pada tiga titik dengan massa yang berbeda, jarak yang berbeda,
dan posisi yang berbeda. Putar kembali dan perhatikan apakah sudah balance atau belum,
lakukan hal yang sama sebelumnya hingga balance.

4. Ketika sudah didapatkan balance, selanjutnya adalah melakukan pengukuran


yaitu dengan mistar baja, busur derajat baja, dan timbangan dengan satuan gram. Ukur
jarak panjang dari titik dengan menuju titik yang di beri plastisin, ukur berapa sudut dari
titik 0° hingga berapa pada sudut yang ditempeli dengan plastisin, setelah itu cabut
plastisin dari benda praktikum lalu timbang massanya dengan timbangan.

5. Catat semua hasil yang didapat pada benda pratikum yang akan dilakukan proses
penghitungan pada setiap hasil yang dicatat untuk mendapatkan ukuran balancing yang
dimaksud.

6. Lakukan hal tersebut sama pada benda praktikum lainnya yang itu Puli. Hal yang
harus dilakukan adalah menyambungkannya dengan poros dan meletakkannya pada
penyangga yang memiliki bearing kecil. Setelah itu pengencekan awal adalah dengan
diputar satu putaran atau lebih dan perhatikan apakah balance atau tidak. Bila tidak
lakukan sama halnya yang dilakukan pada batu gerinda yaitu pemberian plastisin pada
bagian titik hingga terjadinya balancing.

7. Begitu juga dengan balancing amature dinamo starter. Letakkan armature


dinamo starter pada penyangga yang memiliki bearing kecil. Beri tanda pada salah satu
titik setelah itu putarlah satu putaran atau lebih. Perhatikan ketika armature dinamo stater
berhenti apakah tanda masih di posisi yang sama ketika berhenti atau tidak bila masih
menandakan armature dinamo starter belum balance. Cara membalancingnya adalah
dengan menempelkan sebuah plastisin pada bagian titik yang tidak stabil. Setelah
penempelan plastisin dilakukan cek kembali dengan memutarnya bila sudah balance
lakukan pengukuran seperti sebelumnya.

3.3 Perhitungan Pengukuran Dan Rumus Perhitungan


Tabel 3.1 Data Balancing Batu Gerinda
No M R 
1 8 48 30°
2 10 68 90°
3 6 70 25°

Pada tabel ini adalah data yang didapat pada saat melakukan uji coba balancing
pada batu gerinda berikut keterangannya.
M = Massa (g)
R = Jarak dari titik pusat pada titik yang diberi balance (mm)
 = Sudut sumbu nol (0) menuju titik yang dibalancing (°)

Setelah itu melakukan perhitungan data yang didapat pada saat praktikum
balancing batu gerinda, berikut rumus yang digunakan
𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝐶𝑜𝑠  dan 𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝑆𝑖𝑛
Dari rumus yang dipakai maka dapatlah hasil uji balancing yang dilakukan pada
praktikum ini.
Tabel 3.2 Data Hasil Balancing Batu Gerinda
No M x R x Cos  M x R x Sin 
1 330,24 192
2 0 680
3 378 176,4
=0 708,24 1048,4

Kasus yang berikutnya adalah balancing Puli, pada kasus ini data dan cara yang
berikan sama saja, berikut Tabel data yang didapat pada praktikum.
Tabel 3.3 Data Balancing Puli
No M R 
1 18 55 70°
2 18 60 10°
3 14 60 33°

Setelah itu melakukan perhitungan data yang didapat pada saat praktikum
balancing batu puli, berikut rumus yang digunakan.
𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝐶𝑜𝑠  dan 𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝑆𝑖𝑛
Dari rumus yang dipakai maka dapatlah hasil uji balancing yang dilakukan pada
praktikum ini.
Tabel 3.4 Data Hasil Balancing Puli
No M x R x Cos  M x R x Sin 
1 336,6 920,7
2 1058,4 183,6
3 697,2 453,6
=0 2092,2 1048,4

Kasus yang berikutnya adalah balancing armature dinamo starter, pada kasus ini
data dan cara yang berikan sama saja, berikut Tabel data yang didapat pada praktikum.
Tabel 3.5 Data Balancing Armature Dinamo Starter
No M R A 
1 0,5 25 13 35°
2 1 25 34 8°
3 0,5 25 45 20°

Setelah itu melakukan perhitungan data yang didapat pada saat praktikum
balancing armature dinamo starter, berikut rumus yang digunakan.
𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝐶𝑜𝑠  dan 𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝑆𝑖𝑛
𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝑎 𝑥 𝐶𝑜𝑠 dan 𝑀 𝑥 𝑅 𝑥 𝑎 𝑥 𝑆𝑖𝑛 
Dari rumus yang dipakai maka dapatlah hasil uji balancing yang dilakukan pada
praktikum ini.
Tabel 3.6 Data Hasil Balancing Armature Dinamo Starter
No M x R x Cos  M x R x Sin  M x R x a x Cos  M x R x a x Sin 
1 10,12 7,12 131,62 99,62
2 24,75 3,25 841,5 110,5
3 11,62 4,25 523,12 191,25
=0 46,49 14,62 1496,24 401,37

Untuk total dari balancing seharusnya nol (0) untuk menandakan balance namun
karena pengambilan data yang diambil tidak akurat maka hasil yang didapat juga jauh dari
nol (0).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Balancing sangat diperlukan khususnya pada mesin yang berputar dikarenakan bila
benda berputar tidak balance maka dapat mengakibatkan banyak hal. Salah satu contohnya
adalah bearing pada poros yang berputar akan cepat mengalami kerusakan, atau bisa
disebut memperpendek usia penggunaan bearing. Disamping itu bila mesin yang berputar
tidak dilakukan balancing maka kinerja pada mesin tersebut tidak mekasimal bahkan dapat
membahayan pekerja yang menggunakannya. Dari praktikum yang dicoba terdapat
beberapa benda berputar yang tidak balance oleh sebab itu balancing diperlukan untuk
menstabilkan putaran pada benda yang berputar.
LAPORAN PRAKTIKUM

ALIGMENT MESIN PERKAKAS

Oleh

Widianto Tri Wibowo 17641088

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK MESIN PRODUKSI DAN PERAWATAN

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Alignment adalah suatu pekerjaan yang meluruskan / mensejajarkan dua sumbu
poros lurus (antara poros penggerak dengan sumbu poros yang digerakkan) pada waktu
peralatan itu beroprasi. Dalam dunia industri, khususnya industri yang bergerak dalam
bidang pembuatan produk sangatlah mutlak diperlukan kesejajaran sumbu terhadap
peralatan atau mesin yang digunakan, jika kesejajaran sumbu suatu mesin yang digunakan
untuk pembuatan suatu produk tidak memenuhi syarat besar kemungkinan produk yang
dihasilkan juga tidak maksimal, selain dari pada itu kesejajaran sumbu juga mempengaruhi
usia pakai suatu peralatan atau mesin. Kesejajaran sumbu yang melebihi batas yang
diizinkan dapat mempengaruhi kinerja mesin, kinerja mesin yang tidak maksimal dapat
berpengaruh terhadap usia pakai mesin atau peralatan.

Dengan mengetahui kondisi dari mesin yang dipakai diharapkan produk yang
dihasilkan lebih berkualitas, serta usia pakai mesin atau peralatan juga dapat lebih lama.
Dengan kata lain alignmant adalah suatu tindakan/pekerjaan yang diambil serta dilakukan
oleh seorang maintenance untuk memeriksa, memelihara elemen mesin pemindah putaran
atau daya.

Selain dari pada itu Alignment merupakan suatu bahan pelajaran yang harus
dipelajari oleh mahasiswa, agar pembelajaran tentang Alignment dapat dipahami dengan
baik perlu adanya pembelajaran secara teori maupun peraktik.

1.2 Batasan Masalah

Dalam laporan yang berjudul alignment, penulis membatasi ruang lingkup


pembahasan, yaitu :

1.2.1 Bagaimana cara pengujian alignment;

1.2.2 Apa akibatnya apabila mesin /komponen tidak alignment;


1.2.3 Apa penyebab terjadinya misalignment;

1.2.4 Dan pada apa saja bisa terjadi misalignment.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan alignment adalah sebagai berikut :

 Agar mahasiswa dapat mengetahui teori dasar alignment;


 Agar mahasiswa mengetahui peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengujian
alignment;
 Agar mahasiswa mengetahui cara pengujian alignment

1.4 Manfaat
Laporan ini diharapkan bermanfaat bagi :
a) Penulis sendiri, dimana dalam penulisan laporan ini penulis dapat menambah
wawasan tentang alignment;
b) Bagi teman-teman mahasiswa dapat menjadikan sebagai bahan perbandingan
sewaktu nantinya melakukan praktik alignment;
c) Masyarakat dan pengusaha yang membutuhkan materi alignment.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Alignment


Alignment adalah ke satu sumbuan, kesejajaran, kesebarisan dan ketegaklurusan
elemen mesin pemindah putaran atau daya.

Secara umum Alignment adalah suatu pekerjaan yang meluruskan /


mensejajarkan dua sumbu poros lurus (antara poros penggerak dengan sumbu poros yang
digerakkan) pada waktu peralatan itu beroprasi. Tetapi dalam kenyataan, pengertian lurus
tidak bisa didapatkan 100%. Untuk itu harus diberikan toleransi kurang dari 0,05 mm.
Macam – macam ketidaklurusan kedua poros (misalignment) yaitu :

a) Paralel Misalignment, adalah posisi dari kedua poros dalam keadaan tidak sejajar
dengan ketinggian yang berbeda.
b) Angular Misalignment, adalah ketidaklurusan kedua poros yang posisinya saling
menyudut, sedangkan kedua ujungnya (pada kopling) mempunyai ketinggian yang
sama.
c) Combinasion Misalignment, adalah ketidaklurusan kedua poros yang posisinya
saling menyudut dan kedua ujungnya poros (kopling) tidak sama.
Alignment biasanya dilakukan pada saat pemasangan elemen mesin pemindah
putaran dan daya, seperti pada :

1. Kopling

Dimana komponen ini berfungsi menghubungkan antara satu poros dengan poros
lainya dengan perantara piringan yang saling di satukan maupun yang dapat diputuskan
oleh pengguna, apabila kopling mengalami tidak kesumbuan maka salah satu dari koponen
ini akan mengalami kerusakan yang lebih cepat seperti pada bantalan.
2. Puli dan sabuk penggerak

Puli dan sabuk tidak kalah pentingnya dengan yang lainnya dimana puli dapat
memindahkan putaran dengan berbagai arah putaran hanya dengan satu puli saja, namun
kekurangan puli ada pada daya yang dapa dipindahkan tidak terlalu besar seperti roda gigi.

3. Sproket dan rantai penggerak

Rantai merupakan alat pemindah daya yang sering kita jumpai dimana rantai
digunakan pada mesin berputaran tinggi.

4. Roda gigi

Roda gigi merupakan alat pemindah daya yang paling tahan untuk beban berat
karena alat ini dirancang tidak ada nilai selip dimana roda gigi lebih unggul di bidang
komponen lainnya yang kurang dalam pemindahan tenaga. Selain itu roda gigi memiliki
kelemahan antara lain harga yang terlalu mahal dan tidak dapat menghantarkan putaran
yang terlalu jauh.
5. Bantalan

Bantalan adalah komponen permesinan yang menahan dari semua poros dan beban
yang berputar jenis bantalan ada dua macam antara lain bantalan gelinding dan bantalan
luncur yang masing masing memiliki keunggulan masing-masing.

2.2 Jenis Penyimpangan Kesumbuan

1. Penyimpangan menyudut vertikal

Penyimpangan ini terjadi apabila antara sumbu poros penggerak dan yang
digerakkan membentuk sudut. Perbaikan dapat dilakukan dengan menaikkan atau
menurunkan sumbu poros.

2. Penyimpangan kesejajaran Vertikal


Terjadi perbedaan ketinggian antara dua poros yang sejajar. Untuk memperbaiki
keadaan tersebut dapat dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan sumbu poros.

3. Penyimpangan menyudut horizontal

Untuk memperbaiki kondisi sumbu poros yang menyudut, maka sumbu poros harus
digeser kerarah samping dengan besar yang berbeda.

4. Penyimpangan kesejajaran horizontal

Sumbu diantara dua posisi sejajar, untuk memperbaiki kondisi tersebut sumbu poros harus
digeser kekanan atau kekiri.
2.3 Tujuan Dilakukan Alignment

Adapun tujuan dilakukan alignment antara lain :

 Agar putaran dan daya yang ditransmisikan dapat maksimal;


 Menghindarkan kerusakan akibat ketidaksumbuan;
 Menjaga kondisi mesin tetap stabil;
 Menghindarkan suara ribut dari mesin

2.4 Tanda-tanda Penyimpangan


Tanda-tanda Terjadinya Penyimpangan Pada Kopling (pada saat mesin beroperasi)

1) Terjadi getaran yang tidak normal di sekitar komponen, terutama pada poros dan
timbul yang tidak normal;

2) Poros beserta kopling terlihat mengayun, terutama apabila poros penggerak dan
yang digerakkan jaraknya jauh;

3) Terjadi panas yang berlebihan pada bantalan atau kopling.

Tanda-tanda Terjadinya Penyimpangan Pada Kopling (pada saat mesin diam)

4) Kerusakan atau keausan pada elemen-elemen kopling;


5) Kerusakan pada bantalan;

6) Kerusakan pada poros.


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Cara Penyetelan Kedua Poros (Alignment) :

1. Pertama kita pasang breaker pada pompa.


2. Pasang dial indikator pada breaker, posisi dial indikator menyentuh kopling motor.
3. Set dial pada posisi nol, kemudian putar kopling pada beberapa sudut sambil
mengamati gerakan dial. Apabila terjadi penyimpangan angka, maka diset dengan jack
bould pada motor sehingga mendapatkan angka yang diinginkan (batas toleransi).
4. Temukan kelurusan tiap sudut.

Gambar penyetelan kelurusan poros sebagai berikut :


Toleransi yang diijinkan :
a - a’ = kurang dari 0,05 mm
b – b”= kurang dari 0,05 mm

3.2 Bagian-bagian yang Menderita Akibat Ketidaklurusan Poros (Misalignment)


1. Poros, terjadi getaran yang berlebihan pada masing-masing poros.
2.Bantalan, terjadinya gesekan yang berlebihan pada bantalan mengakibatkan timbulnya
panas yang berlebihan.
3. Baut –baut kopling akan rusak / putus.
4. Mempercepat kebocoran cairan yang dipompa pada stuffing box.
5. Pada pompa menurunkan efesiensi mekaniknya.
6. Kumparan pada motor listrik akan bergesekkan sehingga dapat menimbulkan hubungan
pendek.

3.3 Dial Gauge (Dial Indikator)


Dial gauge atau dial indicator adalah alat ukur yang dipergunakan untuk memeriksa
penyimpangan yang sangat kecil dari bidang datar, bidang silinder atau permukaan bulat
dan kesejajaran. Konstruksi sebuah alat dial indikator seperti terlihat pada gambar di atas,
terdiri atas jam ukur (dial gauge) yang di lengkapi dengan alat penopang seperti blok alas
magnet, batang penyangga, penjepit, dan baut penjepit.
Alat ukur ini berfungsi untuk mengukur :
ØKerataan permukaan bidang datar.
ØKerataan permukaan serta kebulatan sebuah poros.
ØKerataan permukaan dinding silinder.
ØKebengkokan poros, run out, kesejajaran dan lain-lain.

Pada alat ukur ini didalamnya terdapat mekanisme spesial yang dapat memperbesar
gerakan yang kecil. Ketika spindle bergerak sepanjang permukaan yang diukur, gerakan ini
diperbesar oleh mekanisme pembesar dan selanjutnya ditunjukkan oleh penunjuk (ponter).
Klasifikasi tingkat pengukuran ditunjukkan pada permukaan dial. Klasifikasi
menunjukkan skala terkcil, dan tingkat pengukuran menunjukkan pembacaan
maksimum.Skala dan outer ring dapat diputar ke “O” agar lurus dengan penunjuk. Pada
dial juga terdapat penghitung putaran (revolution counter). Counter ini menunjukan
beberapa kali penunjuk telah berputar. Dial gauge tidak seperti halnya alat ukur lain, dial
gauge selalu digunakan bersama alat penopang (supporting tool).Umumnya magnetic stand
digunakan untuk mengukur automotive parts. Dial gauge juga dibuat dalam bentuk kaliper
gauge dan inside deal gauge.

Peringatan Penting
Posisi spindle dia gauge tegak lurus pada permukaan yang diperiksa.-Garis imajinasi
dari mata anda ke ponter dial gauge harus tegak lurus pada permukaan dial ketika anda
membaca pengukuran.

1. Dial gouge harus di pasang dengan teliti pada sopporting toolsnya

2. Putarlah outer ring setel pada titik nol. Gerakan spindle ke atas dan ke bawah. Periksalah
bahwa penunjuk selalu kembali ke nol bila anda tidak memegeng spindle.
3. Di dalam dial gauge terdapat mekanisme presisi seperti jam. Usahakan agar jangan
sampai terjatuh atau terkena benturan.

4. Jangan berikan oli atau gemuk diantara spindle dan tangkainya. Bila gerakan spindle
menjadi tadak lancar karena oli atau kotoran. Celupkan ke dalam bensin sambil
menggerakan naik turun sampai oli atau kotorannya keluar.

3.3.1 Bagian-Bagian Dial Indikator


1. Jarum Panjang/Jarum penunjuk
2. Jarum pendek / Penghitung putaran
3. Tanda batas toleransi
4. Bidang sentuh dengan benda kerja

3.3.2 Fungsi Masing-masing Bagian


1. Jarum Panjang/Jarum Penunjuk
• Jarum ini akan langsung bergerak apabila bagian-bagian sentuh tertekan oleh benda kerja,
adapun nilai pergerakan dari jarum tersebut tergantung dari beberapa nilai skala dari dial
gauge tersebut, misalnya nilai skala gauge 0,01 mm, apabila jarum panjang bergerak dari
angka nol sampai angka 10 berarti nilai pergerakan jarum panjang tersebut adalah 0,01 mm
x 10 = 0,1 mm.
• Skala jarum panjang ini dapat diputar ke kiri atau ke kanan, artinya posisi angka nol tidak
pasti selalu berada di atas, tetapi bisa ada pada posisi di bawah atau disamping, tergantung
pada posisi mana yang kita kehendaki pada saat porses mengukur benda kerja.

2. Jarum Pendek
• Jarum pendek akan bergerak satu ruas , apabila jarum panjang bergerak dari angka nol
sampai dengan angka nol lagi (satu putaran) ,hal ini berarti pergerakan satu ruas dari jarum
pendek adalah 0,1 mm x 100 = 1 mm (apabila nilai skala dial gauge adalah 0,01 mm).
• Sehingga apabila jarum pendek berputar satu kali putaran, maka nilai pergerakan jarum
pendek adalah 1 mm x 10 = 10 mm.
• Dua alat ini dapat digeser ke kiri atau ke kanan sampai dengan kehendak kita, untuk
melihat batas pergerakan jarum panjang ke arah kiri dan kanan, pada saat proses
pengukuran benda kerja (lihat pada cara penggunaan dial gauge).

3. Bidang sentuh dengan benda kerja.


• Alat ini akan bergerak naik dan turun, apabila bersentuhan dengan permukaan benda
kerja, saat benda kerja gergerak terhadap bidang sentuh tersebut.
• Jarum panjang akan bergerak ke arah kanan apabila bidang sentuh bergerak ke atas.
• Jarum panajang akan bergerak ke arah kiri , apabila bidang sentuh bergerak kea rah
bawah.

4 Metode pengukuran serta membaca hasil ukur.


1. Mengukukur kerataan sebuah bidang.
Untuk mengukur kerataan sebuah bidang, maka terlebih dahulu , jarum-jarum pada
dial gauge harus diset pada posisi angka yang diperkirakan sesuai dengan kondisi tinggi
rendah permukaan bidang yang akan diukur, Misal sbb:
- Jarum pendek menunjuk angka dua
- Jarum panjang menunjuk angka nol

Hal di atas dapat dilakukan dengan cara mendorong bidang sentuh ke arah atas ,
sampai posisi jarum pendek pada angka dua, dan jarum panjang pada angka nol,
Selanjurnya posisi letak dari batas toleransi yang dibutuhkan adalah :
- Batas toleransi sebelah kiri pada posisi angka 90
- Batas toleransi sebelah kanan pada posisi angka 10

Hal ini berarti toleransi kearah kiri dan kanan dari angka 0 adalah berjarak 0,1 mm.
Hasil pengukuran sebuah bidang dinyatakan rata apabila pergerakan jarum panjang
bergerak ke arah kiri dan kanan antara jarak toleransi tersebut.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktik alignment, maka dapat disimpulkan :

1) Pada saat pembuatan pemasangan komponen masih ada ketidaksejajaran


komponen.
2) Misalignment dapat terjadi karena bentuk dari poros yang tidak rata.
3) Mesin cepat panas dan suara bergetar merupakan tanda dari misalignmant.
4) Penyimpangan pada suatu mesin tidak boleh melebihi batas yang diizinkan atau
disebut “Misalignment”.

4.2 Saran
1) Sebelum melakukan pengujian terlebih dahulu mempelajari teori-teori alignment.
2) Jagalah keselamatan keja sewaktu melakukan pengujian pada puli atau kopling.
3) Gunakan alat sesuai dengan fungsi agar umur pemakaian dapat lebih lama.
4) Lakukan percobaan hingga beberapa kali guna mendapatkan data yang akurat.
5) Hindari pengujian pada saat mesin beroperasi.
6) Setelah selesai melakukan pengujian, bersihkan peralatan-peralatan yang
digunakan.

Anda mungkin juga menyukai