Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK

Modul II
1
Kelompok P9

ABSTRAK
Suatu Produk yang dihasilkan dari proses produksi tidak selamanya sesuai
dengan yang diharapkan, seringkali produk mengalami cacat akibat proses, oleh
karena itu kontrol kualitas dibutuhkan untuk mendapatkan produk yang sesuai
dengan harapan. Tercapainya keakuratan yang tinggi dalam proses pengukuran
tidak dapat hanya dengan menggunakan satu jenis alat ukur saja, melainkan
kombinasi dari beberapa jenis alat ukur.
Beberapa pengukuran yang biasanya dilakukan untuk mengukur dimensi
dan geometri adalah pengukuran kebulatan, kesilindrisan, dan pengukuran sudut.
Pengukuran kebulatan menggunakan V-Block dan senter meja sedangkan
pengukuran kesindrisan menggunakna senter dan pengukuran sudut dengan
batang sinus, yaitu dengan menggunakan bevel protactor untuk memeriksa besar
sudut benda ukur lalu merangkainya dengan menggunakan batang sinus dan blok
ukur.
Hasil yang didapatkan pada praktikum ini adalah benda ukur tidak bulat
dilihat dari simpangan pada pengukuran dengan metode V-Block pada pengamat I
sebesar 7 dan pada pengamat II sebesar 13, sedangkan pada metode senter meja
simpangan pada pengamat I sebesar 17 dan pada pengamat II seebsar 13. Benda
ukur juga tidak silindris diketahui dari nilai simpangan yang tidak sama disetiap
titik pengukuran dengan simoangan pada titi I sebesar 13, simpangan pada titik II
sebesar 23, dan simpangan pada titik III sebesar 31. Untuk pengukuran sudut
didapatkan sudut benda ukur sebesar 21.333o dengan menggunakan bevel
protractor dan sebesar 21.79o dengan batang sinus.

BAB I
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Dalam pekerjaan permesinan, pekerjaan mengukur merupakan kompetensi

yang sangat penting diketahui oleh seorang teknisi di dunia perindustrian.


Mengukur pada hakekatnya adalah membandingkan satu besaran yang belum
diketahui nilainya dengan besaran standar. Dalam dunia industri peralatan yang
digunakan untuk mengukur memiliki jenis, bentuk, dan ukuran yang berbeda.
Diantaranya berbentuk bulat, silindris, dan bersudut sehingga membutuhkan
ketelitian dalam proses pembuatan dan pengerjaan.
Pembacaan hasil pengukuran

sangat bergantung pada keahlian serta

ketelitian pengguna maupun alat ukur yang digunakan. Penggunaan alat ukur juga
tidak selalu harus dengan alat ukur yang sama, melainkan dapat digunakan alat
ukur yang memiliki fungsi sama. Ataupun mengkombinasikan beberapa alat ukur
sehingga didapat hasil yang mendakati sama ataupun lebih baik. Aspek yang
dihitung dapat berupa aspek sederhana ataupun aspek yang rumit, seperti
kesilindrisan, kebulatan, dan perhitungan sudut.
Kebulatan, kesilindrisan, dan sudut merupakan tiga dari beberapa faktor
penting yang harus dimiliki suatu komponen dalam dunia industri yang
membutuhkan ketelitian tinggi. Maka dari itu percobaan ini dilakukan agar dapat
memlakukan pengukuran pada kebulatan, kesilindrisan dan kesesuaian benda
produk terhadap suatu sudut.
I.2

Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara melakukan pengujuran kebulatan dan kesilindrisan
dengan menggunakan metode V blok dan senter meja ?
2. Bagaimana cara mengukur sudut dengan menggunakan batang sinus ?

I.3

Tujuan Percobaan
Praktikum ini memiliki tujuan sebagai berikut :
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

1. Mengetahui cara melakukan pengukuran kebulatan dan kesilindrisan


dengan menggunakan metode v blok dan senter meja.
2. Mengetahui cara mengukur sudut dengan menggunakan batang sinus
I.4

Batasan Masalah
Batasan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Alat ukur dianggap telah dikalibrasi dengan baik.
2. Suhu ruangan dianggap tidak mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Meja ukur yang digunakan dianggap datar dan rata.

I.5

Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan pada praktikum ini sebagai

berikut :
BAB I Pendahuluan. Berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan praktikum, dan sistematika penulisan.
BAB II Dasar Teori. Berisi dasar teori yang menunjang praktikum meliputi
kesilindrisan dan kebulatan, v blok dan senter meja, blok ukur, serta pengukuran
dengan menggunakan batang sinus.
BAB III Metodologi Percobaan. Berisi peralatan dan langkah langkah
percobaan.
BAB IV Pembahasan. Berisi pembahasan data dan hasil praktikum, contoh
perhitungan, dan pembahasan grafik-grafik dengan metode v blok, senter meja,
dan batang sinus.
BAB V Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari
percobaan yang telah dilakukan.

BAB II
DASAR TEORI
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

II.1

Kebulatan dan Kesilindrisan

II.1.1 Kebulatan
Kebulatan adalah keseragaman jarak antara titik pusat dengan jari jari
terluar. Pengukuran kebulatan merupakan pengukuran yang ditujukan untuk
memeriksa kebulatan suatu benda, atau dengan kata lain mengetahui apakah suatu
benda benar benar bulat atau tidak jika dilihat secara teliti dengan menggunakan
alat ukur. Pengukuran kebulatan merupakan salah satu tipe pengukuran yang tidak
berfungsi menurut garis. Kebulatan dan diameter adalah karakter geometris yang
berbeda, meskipun demikian, keduanya saling berkaitan. Ketidakbulatan akan
mempengaruhi hasil pengukuran diameter, sebaliknya pengukuran diameter tidak
selalu akan menyebabkan ketidakbulatan.

Gambar 2.1 Kebulatan


II.1.2 Kesilindrisan
Kesilindrisan adalah keseragaman jarak antara titik pusat dengan titik
terluar (jari jari) yang berlaku secara simultan keseluruhan permukaan atau
sepanjang panjang benda. Pengukuran kesilindrisan merupakan pengukuran yang
ditujukan untuk memeriksa kesilindrisan suatu benda. Alat ukur yang digunakan
biasanya sama dengan pengukuran kebulatan. Jika pengukuran kebulatan
dilakukan hanya pada satu titik, maka pengukuran kesilindrisan dilakukan pada
beberapa titik sepanjang benda.

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

Gambar 2.2 Kesindrisan


II.2 Metode V-Block dan Metode Senter Meja
II.2.1 Metode V-Block
Metode V-block merupakan salah satu metode klasik untuk mengukur
kebulatan. V-block dan jam ukur yang diletakkan di atas benda kerja dapat
digunakan untuk mengetahui kebulatan, hasilnya dapat digunakan untuk
mengetahui dan menggambarkan kebulatan dalan arti sesungguhnya. Pengukuran
kebulatan dengan menggunakan metode ini harus dilakukan di atas meja datar
atau rata. Benda ukur diletakkan pada posisi tepat di atas dua buah v-block dengan
ukuran yang sama dan pengukuran dilakukan dengan jam ukur atau dial indicator.
Dial indicator ditempelkan pada permukaan benda kerja dan memutarnya secara
manual. Bila benda kerja tidak bulat maka jam ukur akan menunjukkan
penrimpangan dan perubahan.

Gambar 2.3 V-Block

II.2.2 Metode Senter Meja


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

Selain menggunakan metode V-block, pengukuran kebulatan dan


kesilindrisan juga dapat dilakukan dengan metode senter meja. Senter meja adalah
alat yang memiliki penjepit di kedua ujungnya yang berfungsi untuk menjepit
benda ukur yang berbentuk silindris. Kedua penjepit ini memiliki dimensi dan
posisi yang sama, sehingga permukaan benda ukur akan datar ketika dijepit.
Metode ini lebih modern jika dibandingkan dengan metode v-block. Hal ini
dikarenakan benda kerja akan diputar dengan menggunakan motor penggerak.
Ketelitiannya lebih baik jika dibandingkan dengan metode v-block.

Gambar 2.4 Senter Meja


II.3

Block Ukur
Blok ukur adalah sebuah alat ukur standar. Blok ukur ini memiliki dua

permukaan yang sangat halus, rata, sejajar, dan kedua permukaan blok ukur
tersebut memiliki jarak nominal tertentu. Harga nominal ini sangat teliti karena
dibuat dengan mengacu pada rancangan jarak dengan toleransi dimensi yang
sangat kecil, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pengukuran tak
langsung. Cara menggunakannya yaitu kita menyusun rangkaian-rangkaian blok
ukur tersebut sesuai dengan yang diinginkan, yang selanjutnya jarak yang
diperoleh di antara kedua permukaan susunan blok ukur maupun acuan dalam
proses pengukuran tak langsung. Blok ukur memiliki suatu ukuran tertentu serta
terdiri atas satu set. Contoh 1 set blok ukur 112 buah dengan tebal dasar 1 mm.
Gambar 2.5 Blok ukur

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

Tabel 1. Set Blok Ukur 112 buah dengan tebal dasar 1 mm


Jarak
1.001 1.009
1.010 1.490
1.50 24.50
25 100
1.0005
II.4

Kenaikan
0.001
0.010
0.50
25
-

Jumlah Blok
9
49
49
4
1

Batang Sinus
Batang sinus berupa suatu batang dengan dua buah rol yang diletakkan

pada kedua ujung sisi bawah. Kedua rol mempunyai diameter dan kesilindrisan
dengan toleransi yang cukup kecil (0.003 mm) dan dipasangkan pada batang
dengan ukuran jarak antara pusat rol tertentu (100, 200, 250, 300 mm).

Gambar 2.6 Susunan batang sinus pada blok ukur


Secara teoritis, penggunaan batang sinus cukup mudah. Prinsip dasarnya
dengan meletakkan batang sinus dan menempelkan pada sisi penahannya.

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

Sebelumnya, benda kerja diukur terlebih dahulu dengan bevel protractor, lalu akan
didapatkan tinggi h sebenarnya menggunakan pendekatan rumus:
h = L sin ....

(1)

Selanjutnya, nilai h yang didapat digunakan untuk menyusun blok ukur sebagai
penyangga batang sinus. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesejajaran
permukaan benda kerja dengan meja rata, untuk mengetahuinya yaitu dengan
menggunakan dial indicator (jam ukur). Dan apabila jarum jam berubah, maka
akan timbul penyimpangan dari jam ukur sebesar d (positif/negatif). Jika sudah
didapat harga penyimpangannya y (positif/negatif), maka tinggih sebenarnya (h)
dapat diukur dengan menambah atau mengurangi h pendekatan (h). Dari h
sebenarnya akan didapat sudut yang sebenarnya.
y = (d . L) / L ....

(2)

h = h y ....

(3)

= sin-1 (h/L) ....

(4)

di mana : y = penyimpangan (+, -)


d = harga yang ditunjukkan oleh jam ukur (+, -)
L = panjang antara senter rol
L = jarak pergeseran jam ukur
= sudut yang sebenarnya
Apabila pada h sebenarnya, jarum ukur dijalankan sepanjang L tidak bergerak,
maka perhitungannya sudah tepat.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

III.1

Alat yang Digunakan


Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai

berikut :
III.1.1 Metode V-Block
1. Jam ukur (Dial indicator) ketelitian 1 m
2. Dudukan pemindah
3. Blok V, bersudut 90O
4. Meja Rata
5. Blok ukur
III.1.2 Metode Senter Meja
1. Jam ukur (Dial indicator) ketelitian 1 m
2. Dudukan pemindah
3. Blok V, bersudut 90O
4. Senter meja
5. Blok ukur
III.1.3 Metode Batang Sinus
1. Meja rata
2. Batang sinus (L = 200 mm)
3. Dial Indicator dengan ketelitian 1 m
4. Blok ukur set112
5. Bevel Protaktor
6. Dudukan pemindah
III.2

Langkah Langkah Pengukuran


Dalam praktikum kali ini langkah langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut :
III.2.1 Metode V-Block
1. Peralatan disusun seperti pada gambar
Gambar 3.1. Skema pengukuran dengan metode V-Blok

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

2. Posisi jarum ukur diatur pada posisi yang tepat dan jarum diset pada titik
tertentu
3.

Benda uji diputar 180O pada setiap posisi yang berbeda 30O (12 posisi),
catat harga yang ditunjukkan oleh jarum (dial indicator)

4. Pengukuran dilakukan 1 kali


III.2.2 Metode Senter Meja
1. Peralatan disusun seperti pada gambar

Gambar 3.2. Metode senter meja


2. Posisi jam ukur diatur pada posisi yang tepat dan jarum diset pada titik
tertentu
3. Benda uji diputar 180O , pada setiap posisi yang berbeda 30 O (12 posisi),
catat harga yang ditunjukkan oleh jarum (dial indicator)
4. Pengukuran dilakukan 1 kali
III.2.3 Pengukuran Sudut dengan Batang Sinus

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

1. Harga sudut benda ukur diperiksa dengan menggunakan bevel protaktor


(busur bilah) sehingga dihasilkan sudut
2. Harga sin dicari dan harga h dihitung dengan rumus h = L sin
3. Blok ukur disusun setinggi h
4. Alat ukur dirangkai di atas meja rata seperti pada gambar

Gambar 3.3. Susunan peralatan pengukuran dengan batang sinus


5. Kesejajaran benda ukur diperiksa dengan dial indicator sepanjang L (L
sepanjang 50 mm) dan perbedaan harga yang ditunjukkan oleh dial
indicator dicatat.
6. Harga y ditentukan dengan cara mengasumsikan sudut cukup kecil maka
berlaku
Y =d

L
l

7. Blok ukur disusun kembali dengan tinggi seperti rumus


h ' =h Y

8. Kesejajaran permukaan benda ukur diukur kembali


9. dihitung
'=arc sin

h'
L

adalah harga sudut yang dianggap benar

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1

Data Hasil Pengukuran


Tabel 4.1 Data Pengukuran Kebulatan Metode V Block

DATA PENGUKURAN KEBULATAN METODE V BLOCK


pengukuran ke
1 2 3
4
5
6
7
8
9
10 11
pengamat I
0 0 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6
pengamat II
0 0 12 12 12 12 12 12 12 12 12

12
-6
12

13
-7
13

12
-2
-2
13

13
-2
-3
13

Tabel 4.2 Data Pengukuran Kebulatan Metode Senter Meja

Table 4.3 Data Pengukuran Kesindrisan


pengukuran ke
titik ke-1
titik ke-2
titik ke-3

DATA PENGUKURAN KESILINDRISAN


1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
0
0
-5 -9 -13 -13 -13 -13
-10 -10 -1 6
10 13 13 12 6
-3
-3
6
16 22 28 28 28 28

10
-8
0
26

11
-2
1
15

4.4 Data Pengukuran Sudut Metode Batang Sinus


DATA PENGUKURAN SUDUT METODE
BATANG SINUS
no
0
1
2

IV.2

H
0
72.758
74.23

d
0
-368 m
-2 m

y
0
1.472

Contoh Perhitungan

IV.2.1 Kebulatan Metode V-Block


Simpangan pengukuran kebulatan satu titik dengan metode Blok-V menggunakan
data pengamat I

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil


= 0 m (-7) m
= 7 m
Simpangan pengukuran kebulatan satu titik dengan metode Blok-V menggunakan
data pengamat II
Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil
= 13 m 0 m
= 13 m
IV.2.2 Kebulatan Metode Senter Meja
Simpangan pengukuran kebulatan satu titik dengan metode senter meja dengan
menggunakan data pengamat I
Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil
= 0 m (-17) m
= 17 m
Simpangan pengukuran kebulatan satu titik dengan metode senter meja dengan
menggunakan data pengamat II
Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil
= 0 m (-13) m
= 13 m
IV.2.3 Kesilindrisan
Simpangan pengukuran kesilindrisan dengan menggunakan data titik ke I.
Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil
= 0 m (-13) m
= 13 m
Simpangan pengukuran kesilindrisan dengan menggunakan data titik ke II.
Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

= 9 m (-14) m
= 23 m
Simpangan pengukuran kesilindrisan dengan menggunakan data titik ke III.
Simpangan = nilai terbesar nilai terkecil
= 28 m (-3) m
= 31 m
IV.3

Pembahasan

IV.3.1 Pengukuran Kebulatan Metode V-Block

DATA PENGUKURAN KEBULATAN METODE V-BLOCK


1

13

20

12

3
pengamat I

0
11

-20

10

pengamat II

5
9

6
8

Gambar 4.1 Data pengukuran kebulatan metode V block


Dari grafik 4.1 didapatkan nilai pengukuran oleh pengamat I pada posisi 1
dan 2 sebesar 0, kemudian pada posisi 3 sampai posisi 12 turun menjadi 6, dan
nilai pada posisi awal setelah melakukan pengukuran 1 putaran penuh turun
menjadi 7. Sedangkan pada pengukuran yang dilakukan oleh pengamat II pada
posisi 1 dan 2 nilainya 0 kemudian pada posisi 3 sampai posisi 12 nilainya naik
menjadi 13, dan nilai pada posisi awal setelah melakukan pengukuran 1 putaran
penuh naik menjadi 13.
Dari data diatas diketahui bahwa pada saat pengukuran nilai posisi satu
dengan lainnya tidak sama, begitu juga nilai yang dibaca oleh pengamat I dan
pengamat II juga berbeda. Dengan nilai simpangan pengamat I sebesar 7 dan nilai
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

simpangan pengamat II sebesar 13. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
benda ukur tidak bulat.
Berdasarkan data diatas didapatkan beberapa kesalahan. Kesalahan
tersebut disebabkan oleh kurang hati hatinya praktikan dalam melakukan
pengukuran, praktikan miring dalam meletakkan alat ukur, praktikan praktikan
dalam melakukan praktikum pada saat mengencangkan terlalu keras, praktikan
kurang teliti dalam membaca skala yang ditunjukkan alat ukur, benda ukur yang
sudah tidak rata, alat ukur yang sudah tidak akurat lagi karena umurnya yang
sudah lama.

DATA PENGUKURAN KEBULATAN METODE SENTER MEJA


1

13

12

3
pengamat I

-10
11

-20

10

pengamat II

5
9

6
8

IV.3.
2 Pengukuran Kebulatan Metode Senter Meja
Gambar 4.2 Data pengukuran kebulatan metode senter meja
Dari grafik 4.2 didapatkan nilai pengukuran oleh pengamat I pada posisi 1
sampai posisi 3 sebesar 0, kemudian pada posisi 4 turun menjadi -6. Pada posisi 5
turun menjadi -9. Pada posisi 6 turun menjadi -10. Pada posisi 7 turun menjadi
-16. Pada posisi 8 turun menjadi -17. Pada posisi 9 naik menjadi -15. Pada posisi
10 naik menjadi -7. Pada posisi 11 dan 12 naik menjadi -3 dan nilai pada posisi
awal setelah melakukan pengukuran 1 putaran penuh turun menjadi 2.
Sedangkan pada pengukuran yang dilakukan oleh pengamat II pada posisi 1
sampai posisi 3 nilainya 0 kemudian pada posisi 4 turun menjadi -6. Pada posisi 5
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

turun menjadi -9. Pada posisi 6 sampai posisi 9 turun menjadi -13. Pada posisi 11
naik menjadi -8. Pada posisi 11 dan 12 naik menjadi -2 , dan nilai pada posisi awal
setelah melakukan pengukuran 1 putaran penuh naik menjadi turun menjadi -2.
Dari data diatas diketahui bahwa pada saat pengukuran nilai posisi satu
dengan lainnya tidak sama, begitu juga nilai yang dibaca oleh pengamat I dan
pengamat II juga berbeda. Dengan nilai simpangan pengamat I sebesar 17 dan
nilai simpangan pengamat II sebesar 13. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
benda ukur tidak bulat.
Berdasarkan data diatas didapatkan beberapa kesalahan. Kesalahan
tersebut disebabkan oleh kurang hati hatinya praktikan dalam melakukan
pengukuran, praktikan miring dalam meletakkan alat ukur, praktikan praktikan
dalam melakukan praktikum pada saat mengencangkan terlalu keras, praktikan
kurang teliti dalam membaca skala yang ditunjukkan alat ukur, benda ukur yang
sudah tidak rata, alat ukur yang sudah tidak akurat lagi karena umurnya yang
sudah lama.
Hasil pengukuran kebulatan menggunakan metode V-Block dengan
metode senter meja dapat diketahui bahwa benda ukur tidak bulat. Karena
perbedaan nilai disetiap posisi pengukuran dan perbedaan simpangan antara
pengamat I dan pengamat II. Tetapi perbedaan simpangan pada senter meja lebih
rendah disbanding simpangan pada V-Block sehingga dapat disimpulkan bahwa
senter meja lebih akurat dibandingkan V-Block. Hal ini dikarenakan pada senter
meja benda ukur dijepit pada pencekam sehingga benda ukur tidak dapat bergerak
maju ataupun mundur dan pergeseran posisi ukur karena proses pemutaran dapat
diminimalisir.

IV.3.3 Pengukuran kesilndrisan

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

DATA PENGUKURAN KESILINDRISAN


1

13

50

12

titik ke-1

0
11

titik ke-2
4

-50

10

titik ke-3

5
9

6
8

Gambar 4.3 Data pengukuran kesilindrisan


Dari grafik diatas bisa dilihat bahwa bentuk keslindrisan masih belum
sempurna karena jika sempurna maka bentuk grafik akan hampir seperti
lingkaran, pada titik percobaan ke-1 bisa dilihat bahwa hampir sempurna
walaupun lebih mendekati kedalam bentuk oval, pada titik percobaan ke-2 bentuk
lingkaran tidak sempurna, pada titik percobaan ke-3 bentuk lingkaran semakin
jelas tidak sempurna, maka dapat disimpulkan bahwa benda yang diukur ini tidak
rata walaupun bentuk benda ukur sudah berbentuk silinder.
Dari data yang didapat, diketahui bahwa pada saat pengukuran nilai posisi
satu dengan lainnya tidak sama, begitu juga nilai yang dibaca pada titik I, titik II,
dan titik III juga berbeda. Dengan nilai simpangan pada titik I sebesar 13, nilai
simpangan pada titik II sebesar 23, dan nilai simpangan pada titik III sebesar 31.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa benda ukur tidak silindris.
Dalam grafik diatas dapat dilihat bahwa banyak factor yang membuat
kesalahan dalam pengukuran mulai dari kurang halus dalam memutar benda,
tekanan pada benda maupun pada meja, dan bisa juga dalam pengkalibrasian alat
ukur dial protector yang digunakan, karena itu kehati-hatian praktikan sangat
berpengaruh sekali pada hasil pengukuran yang telah dilakukan, kehati-hatian
dalam melakukan pengukuran sangat mempengaruhi keakuratan dan presisi dari
pengukuran tersebut.

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

IV.3.4 Pengukuran sudut metode batang sinus


Untuk mengawali percobaan pengukuran sudut dengan metode batang
sinus terlebih dahulu memeprsiapkan alat percobaan. Kemudian barulah memulai
mengatur posisi dan menyusun alat seperti pada contoh gambar. Ketika alat telah
disusun dengan tepat, selanjutnya memeriksa harga sudut suatu benda ukur
dengan menggunakan bevel protactor (busur bilah) sehingga menghasilkan sudut
. setelah harga dari sudut telah diketahui selanjutnya menghitung harga dari sin
. Lalu setelah ketemu sin , selanjutnya susun blok ukur setinggi h, dimana
harga dari h sendiri ialah L x Sin . Hal-hal yang diperhatikan ialah pemeriksaan
harga sudut suatu benda ukur dengan menggunakan bevel protactor (busur bilah)
sehingga menghasilkan sudut. Karena dapat menghabiskan waktu banyak untuk
menyusun blok ukur dengan tepat dan benar ketika salah dalam menghitung
sudut. Cara selanjutnya setelah didapatkan harga tinggi awal, h, maka kesejajaran
dari benda ukur dengan menggunakan dial indicator sepanjang L dimana
harganya sepanjang 50mm. setelah itu catat perbedaan harga yang ditunjukkan
oleh dial indicator. Kemudian mengasumsikan harga sudut cukup kecil sehingga
harga y dapat ditentukan. Dilakukan kembali langkah menyusun blok ukur
menjadi harga h. kemudian kesejajaran permukaan benda ukur diperiksa kembali
dengan toleransi 15m. Harga sudut yang dianggap benar didapatkan dari harga
dimana = arc sin h/L.
Pertama dari pengukuran sudut dengan bevel didapatkan sudut sebesar 21o
33 yang setara dengan 21,55o. Kemudian mencari nilai h dengan perkalian Antara
panjang batang sinus (200 mm) dengan sin alpha, didapatkan nilai h sebesar
72,758mm. niai h tersebut digunakan untuk menentukan blok ukur ukuran berapa
saja yang digunakan. Ukuran blok ukur yang digunakan antara lain 1.008, 1.25,
20.5, 50. Setelah itu blok ukur itu diukur dengan menggunakan dial indicator
sepanjang L dan didapatkan harga d sebesar -365m. kemudian dengan
mengasumsikan sudut yang terbentuk, sehingga didapatkan nilai y yaitu sebesar
1,472mm. kemudian nilai y digunakan untuk mengukur h sebagai tinggi akhir
yang mana toleransi harus 15m. Harga h didapat dari pengurangan antar d dan
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
3
Kelompok P9

y yang diperoleh sebelumnya. Cara itu berulangkali dilakukan sampai pada


pengukuran terakhir didapatkan harga h sebesar 74,23mm. Harga inilah yang
dipakai untuk pengukuran sudut . Dari hasil yang didapat, sudut terbentuk
dari sin h/L sebesar 21,79o. Dapat ditarik kesimpulan bahwa besar sudut pada
benda ukur ialah sebesar 21o.
Dari hasil yang didapatkan dapat dianalisis bahwa pengukuran dengan
batang sinus lebih akurat dan teliti dari bevel ptrotactor. Hali ini disebabkan pada
proses pengukuran dengan batang sinus pada block ukurnya memiliki ketelitian
yang lebih baik dari pengukuran menggunakan bevel protactor.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK


Modul II
2
Kelompok P9

V.1

Kesimpulan
Kesimpulan dalam praktikum ini antara lain :
1. Benda kerja tidak bulat, didapatkan dari data hasil pengukuran dengan
metode v block yang berbeda pada pengukuran pada posisi setiap
posisi, dan dengan simpangan oleh pengamat I sebesar 7 dan
simpangan oleh pengamat II sebesar 13.
2. Benda kerja tidak bulat didapatkan dari data pengukuran menggunakan
metode senter meja yang berbeda pada pengukuran pada posisi setiap
posisi, dan dengan simpangan oleh pengamat I sebesar 17 dan
simpangan oleh pengamat II sebesar 17
3. Benda kerja tidak silindris didapatkan dari pengukuran kesindrisan
menggunakan metode senter meja dimana terjadi perbedaan hasil ukur
pada posisi satu ke posisi lainnya pada setiap titik awal. Hal tersebut
dikuatkan lagi dari adanya perbedaan simpangan antara titik satu
dengan titik lainnya dengan nilai simpangan pada titik I sebesar 13,
simpangan pada titik II sebesar 23, dan simpangan pada titik III
sebesar 31.
4. Benda ukur memiliki sudut sebesar 21.79o dengan pengukuran
menggunakan batang sinus dan benda ukur memiliki sudut 21.333 o
dengan pengukuran menggunakan bevel protractor.

V.2

Saran
Saran dalam praktium ini antara lain :
-

Dalam melakukan pengukuran, diharapkan praktikan lebih berhati


hati

Praktikan lebih teliti dalam membaca alat ukur

Praktikan dalam memutar benda ukur diharapkan lebih berhati hati

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014/2015

Anda mungkin juga menyukai