Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia industri ketepatan dimensi dan geometri suatu produk sangatlah penting. Tidak semua produk sesuai yang diaharapkan. Dalam hal ini produk dapat mengalami kecacatan. Untuk dapat menjaga kualitas produk, maka harus memisahkan atau membedakan prosusk yang lolos kualifikasi dengan produk yang cacat. Untuk dapat membedakannya, dilakukan pengukuran. Dalam pengukuran kali ini dilakukan pengukuran kesilindrisan dan kebulatan, serta dilakukan pengukuran sudut. Ketiga jenis pengukuran tersebut merupakan hal yang penting untuk menjamin fungsi dari komponen-komponen mesin. Oleh sebab itu praktikum ini dilakukan untuk lebih memahami cara pengukuran sudut serta pengukuran kebulatan dan kesilindrisan dengan benar. 1.2 Rumusan Masalah Pada praktikum ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana cara mengukurn kebulatan dan kesilindrisan dengan menggunakan metode V-block dan senter meja ? 2. Bagaimana cara mengukur sudut dengan menggunakan batang sinus ?

1.3

Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dalam percobaan ini adalah : 1. Untuk memahami cara pengukuran kebulatan dan kesilindrisan dengan menggunakan metode V-block dan senter meja. 2. Untuk mengetahui cara pengukuran sudut dengan menggunakan batang sinus.

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

I.4

Batasan Masalah Yang menjadi batasan masalah dalam praktikum ini adalah : 1. Meja datar 2. Alat ukur telah dikalibrasi 3. Kondisi pengukuran dalam laboratorium merupakan kondisi yang ideal

I.5

Sistematika Laporan Pada laporaan ini terdapat sistematika laporan yang diawali dengan

Abstrak yang berisi tentang ulasan singkat Latar belakang, metode, dan hasil yang diudapatkan dari praktikum pengukuran sudut, kesilindrisan dan kebulatan. Kemudian pada Bab I terdapat pendahuluan yang berisi tentang Latar belakang, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Masalah, dan Sistematika Laporan. Pada Bab II terdapat dasar teori yang menjelaskan tentang pengertian dari pengukuran sudut kesilindrisan dan kebulatan dengan menggunakan metode V block, senter meja dan batang sinus. Pada Bab III berisi tentang Metodologi percobaan yang berisi tentang cara-cara pengukuran sudut, kesilindrisan, dan kebulatan dengan menggunakan metode V block, senter meja dan batang sinus. Pada Bab IV yaitu Analisa Data dan Pembahasan yang berisi tentang Data praktikum, Contoh perhitungan dan pembahasan dari grafik-grafik dengan metode V block, senter meja dan batang sinus.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Bab V berisi tentang Kesimpulan dan saran yang menjelaskan kesimpulan dan saran yang didapat setelah melakukan praktikum kali ini. Dan terakhir terdapat Daftar Pustaka yang menjelaskan dari mana referensi yang didapat untuk melakukan praktikum ini dan juga penyusunan laporan praktikum .

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengukuran Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen. 2.2 Kesilindrisan dan Kebulatan Kebulatan adalah bentuk melingkar dengan jari-jari yang sama dan berpusat pada satu titik. Suatu benda dapat di katakan bulat apabila jarak dari semua titik pada keliling benda tersebut terhadap pusatnya (jari-jari) mempunyai panjang yang sama. Kesilindrisan adalah harga kebulatan yang besarnya relative sama di sepanjang selimut silinder. 2.3 Blok V dan Senter Meja Dari beberapa metodepengukuran kebulatan dan kesilindrisan, dua di antaranya yaitu metode pengukuran dengan Blok V dan metodesenter meja.

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Yang pertama yaitu Blok V,yaitu Blok yang berbahan logam dan berbentuk seperti huruf V.

Gambar 2.1 Contoh V-Block Metode pengukurannya yaitu Blok V tersebut diletakkan di bagian ujung dari benda ukur dan terletak di bawah benda ukur tersebut. Kedua Blok V yang digunakan pada saat proses pengukuran harus memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Dan dalam proses pengukurannya harus dilakukan di atas meja atau permukaan yang datar. Setelah benda ukur diletakkan pada posisi yang tepat di atas Blok V, maka dapat dilakukan pengukuran kebulatan maupun kesilindrisan menggunakan Dial Indicator.

Gambar 2.2 Set Alat V-Block Lalu yang kedua yaitu, pengukuran kebulatan dan kesilindrisan dengan metode senter meja. Senter meja ini yaitu sebuah alat dimana di kedua ujungnya terdapat penjepit yang digunakan untuk menjepit benda ukur yang berbentuk silindris.Kedua penjepit tersebut memiliki dimensi serta posisi yang sama,
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

sehingga ketika digunakan untuk menjepit benda ukur, maka permukaan benda ukur tersebut akan datar.Dan setelah terpasang dengan tepat, maka benda ukur dapat diukur kebulatan atau kesilindrisannya dengan menggunakan dial indicator.

Gambar 2.3.Senter Meja

Gambar 2.4.Set Alat Senter Meja 2.4 Blok Ukur Blok ukur adalah sebuah alat ukur standar. Blok ukur ini memiliki duapermukaan yang sangat halus, rata, sejajar dan kedua permukaan blok ukur tersebut memiliki jarak nominal tertentu. Harga nominal ini sangat teliti karena dibuat dengan mengacu pada rancangan jara dengan toleransi dimensi yang sangat kecil sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pengukuran tak langsung. Cara menggunakannya yaitu kita menyusun rangkaian-rangkaian blok ukur tersebut sesuai dengan ukuran yang kita inginkan, yang selanjutnya jarak yang diperoleh di antara kedua permukaan susunan blok ukur yang terluar dapat digunakan sebagai ukuran standar untuk proses kalibrasi suatu alat ukur maupun acuan dalam proses pengukuran tak langsung. Blok ukur memiliki suatu ukuran

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

tertentu serta terdiri atas satu set. Contoh 1 set blokukur 112 buah dengan tebal dasar 1mm. Jarak 1.001 - 1.009 1.010 1.490 1.50 24.50 25 100 1.0005 Kenaikan 0.001 0.010 0.50 25 Jumlah Blok 9 49 49 4 1

Tabel 2.1 Set Blok Ukur 112 buah dengan tebal dasar 1mm

Gambar 2.5 Set Blok Ukur 2.5 Batang Sinus Batang sinus berupa satu batang saja dengan dua buah rol yang diletakkan pada kedua ujungnya pada sisi bawah.Batang rol terserbut dikeraskan dan dihaluskan permukaannya. Kedua silinder / rol mempunyai kesamaan diameter dan kesilindrisan dengan toleransi yang cukup sempit.Toleransi yang cukup sempit tersebut dapat dimaksudkan untuk menjamin ketelitian dan harga sudut yang diukur. Dalam pemakaiannya batang sinus diletakkan pada meja datar. Kemudian benda ukur diletakkan di permukaan atas dan menempel pada sisi penahan ujung dari batang sinus pada sisi yang tidak berpenahan dan suatu susunan blok ukur dengan tinggi tertentu diletakkan di bawah silinder.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Gambar 2.6 Set Batang Sinus Sebelum pengukuran dimulai, tinggi ha terlebih dahulu diperkirakan dengan mengukur sudut dari benda kerja. Setelah dihitung harga sinusnya maka dicari kombinasi blok ukur supaya mempunyai tinggi susunan sebesar h. Setelah susunan blok ukur tersebut diletakkan di bawah silinder dari batang sinus, maka pemeriksaan kesejajaran permukaan atas dari benda ukur dengan meja datar dilakukan dengan memakai jarum ukur. Apabila tinggi h tepat, maka tinggi h tersebut akan dinyatakan oleh jarum ukur yang diam selama digeser. Jika tidak tepat, maka akan timbul penyimpangan dari jam ukur sebesar d. Untuk sudut yang kecil maka berlaku rumus : Y= . , dimana

= jarak antar senter nol = jarak pergeseran jam ukur = harga yang ditunjukkan Tinggi semula harus ditambah sebesar Y Tinggi semula harus dikurangi sebesar Y

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3. 1 Peralatan yang Digunakan Pada praktikum kali ini ada beberapa peralatan yang akan digunakan, yaitu: 3. 1.1 Peralatan pengukuran kebulatan dan kesilindrisan a) Jam ukur ( dial indicator ) ketiltian 1 m b) V-block bersudut 90 c) Senter meja d) Blok ukur 3. 1. 2 Peralatan pengukuran sudut dengan batang sinus a) Meja rata b) Batang sinus ( L = 200 mm) c) Dial indicator denganketelitian 1 m d) Blok ukur set 112 e) Bevel protactor

3. 2 Langkah LangkahPercobaan 3. 2. 1 Pengukuran kebulatan dan kesilindrisan 3. 2. 1. 1 Metode Blok V

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

1) Menyusun peralatan seperti pada gambar


Dudukan pemindah Jam Ukur Benda Ukur

Meja Rata

Blok V

Gambar 3.1 Metode Blok V 2) Mengatur posisi meja jam ukur pada posisi yang tepat dan jarum diset pada titik tertentu. 3) Memutar benda uji 180 , pada setiap posisi yang berbeda 30 ( 12 posisi ). Catat harga yang ditunjukkan oleh jarum ( dial indicator ) 4) Pengukuran cukup dilakukan 1 kali

3. 2. 1. 2 Metode Senter Meja 1) Menyusun peralatan seperti pada gambar. Dudukan pemindah Senter Meja Jam Ukur Benda Ukur

Meja Rata Gambar 3.2 Metode Senter Meja


Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

2) Mengatur posisi jam ukur pada posisi yang tepat dan jarum diset pada posisi tertentu. 3) Memutar benda uji 180 , pada setiap posisi yang berbeda 30 ( 12 posisi ). Catat harga yang ditunjukkan pada dial indicator ( jarum ) 4) Pengukuran cukup dilakukan 1 kali

3. 2. 2 Pengukuran sudut dengan batang sinus 1) Memeriksa harga sudut suatu benda ukur dengan menggunakan bevel protactor ( busurbilah ) sehingga dihasilkan sudut 2) Menghitung harga dari sin dan menentukan harga h = L sin 3) Menyusun blok ukur setinggi h 4) Merangkai alat ala tukur tersebut diatas meja rata seperti pada gambar 5) Memeriksa kesejajaran benda ukur dengan menggunakan dial indicator sepanjang L ( L sepanjang 50 mm ) dan catat perbedaan harga yang ditunjukkan oleh dial indicator.

Gambar 3.3 Metode Batang Sinus

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

10

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

6) Menentukanharga y (lihat gambar) dengan cara mengasumsikan sudut cukup kecil maka berlaku Y= 7) Menyusun kembali blok ukur menjadi h = h y

8) Memeriksa kembali kesejajaran permukaan benda ukur 9) Menghitung = arc sin adalah harga sudut yang dianggap benar

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Praktikum 4.1.1 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode V-Block Tabel 4.1 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode V-Block Kebulatan V-Block Posisi Pengukuran 1 Pengamat 1 Pengamat 2
0 0

2
0 -7

3
0 -11

4
0 -11

5
0 -11

6
0 -11

7
0 -11

8
0 -11

9
0 -11

1 0
-5 -25

1 1
-5 -23

1 2
-3 -16

13
-3 -16

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

11

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

4.1.2 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode Senter Meja Tabel 4.2 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode Senter Meja Kebulatan Senter Meja Posisi Pengukuran 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 13 0 2 1 2 2 2 2 1 Pengamat 1 0 12 11 5 9 8 4 7 4 1 1 6 5 1 2 2 2 2 1 Pengamat 2 0 12 12 4 9 8 5 7 3 2 1 4 4

4.1.3 Data Pengukuran Kesilindrisan Tabel 4.3 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode Senter Meja Kesilindrisan Posisi Pengukuran 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 2 2 1 Titik 1 0 22 21 14 12 4 9 7 3 4 2 2 4 4 4 2 2 Titik 2 45 45 31 22 19 2 1 6 5 3 0 5 6 6 5 3 3 Titik 3 64 63 48 34 33 0 2 4 8 5 1

1 2 8 2 4 3 6

13 5 24 35

4.2 Contoh Perhitungan 4.2.1 Contoh Perhitungan Toleransi Kebulatan Metode V-Block Toleransi pada pengamatan V-Block oleh pengamat 1: = nilai terbesar - nilai terkecil = 3 m - (-5 m )

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

12

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

= 8 m 4.2.2 Contoh Perhitungan Toleransi Kebulatan Senter Meja Toleransi pada pengamatan Senter Meja oleh pengamat 1: = nilai terbesar - nilai terkecil = 26 m - (0 m ) = 26 m 4.2.3 Contoh Perhitungan Toleransi Kesilindrisan Toleransi pada pengamatan kesilindrisan: = nilai terbesar nilai terkecil = 64 m - (0 m ) = 64 m 4.2.4 Contoh Perhitungan Sudut dengan Batang Sinus Diketahui: Jarak antar center roll (L) Jarak pergeseran dial indicator (L) Sudut awal (): Dengan menggunakan bevel protractor kecermatan 5, maka didapatkan sudut awal () sebesar: = 21,75 = 200mm = 50mm

sin = 0,37055

Menghitung nilai h:
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

13

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Langkah selanjutnya adalah dengan menyusun blok ukur setinggi h untuk mengganjal batang sinus agar memiliki sudut kemiringan terhadap horizontal sebesar , dengan perhitungan sebagai berikut: h = L . sin = 200mm . 0.37055 = 74,111 mm Menyusun blok ukur: Setelah nilai h didapatkan, maka dilakukan penyusunan blok ukur agar tercapai tinggi total = h. Dalam hal ini digunakan satu set blok ukur dengan tebal dasar 1mm. Adapun perhitungannya sebagai berikut :

Nilai h =

74,111 mm 1,001 mm

73,11 mm 1,11 mm

72 22

mm mm mm mm mm

50 50

Sehingga blok ukur yang dipilih adalah 50 mm, 22 mm, 1,11mm, dan 1,001 mm.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

14

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Menghitung Penambahan Ketinggian blok ukur yang dibutuhkan (y):

Setelah blok ukur disusun dan batang sinus diletakkan diatasnya, maka didapatka sudut kemiringan yang mendekati . Namun untuk memastikannya dilakukan pengukuran menggunakan dial indicator. Ternyata selama proses pengukuran kesejajaran didapatkan penyimpangan jam ukur (d) kearah CCW sebesar: d = 59,25m = 0,05925 mm Sehingga ketinggian blok ukur ternyata masih perlu ditambah. Dapat dihitung penambahan ketinggian blok ukur (y) yang diperlukan adalah: y =d.

y y

= 0,0595 mm . = 0,237mm

Maka didapatkan nilai ketinggian blok ukur yang telah terkoreksi (h) sebesar: h = h+y = 74,111mm + 0,237mm = 74,348mm

Menyusun blok ukur: Untuk memastikan bahwa nilai h sudah merepresentasikan nilai yang sebenarnya, maka blok ukur disusun ulang sesuai dengan nilai h. Dalam hal ini digunakan satu set blok ukur dengan tebal dasar 1mm. Adapun perhitungannya sebagai berikut :

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Nilai h =

74,348 mm 1,008 mm

74,34 mm 1,34 mm

73 23

mm mm mm mm mm

50 50

Sehingga blok ukur yang dipilih adalah 70 mm, 3mm, 1,34mm, dan 1,008 mm. Setelah melakukan pengukuran kesejajaran didapatkan jarum jam ukur tidak menunjukkan penyimpangan, maka nilai h dianggap benar.

Menghitung nilai sudut yang sebenarnya (): Karena nilai h dianggap sudah benar, maka dari nilai tersebut dapat dihitung nilai sudut yang sebenarnya () sebagai berikut:

= arc.sin

= arc.sin

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

16

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

= 21,82297o

4.3 Pembahasan 4.3.1 Pengukuran Kebulatan 4.3.1.1 Pengukuran Kebulatan Dengan Metode V-Block

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

17

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Gambar 4.1. Grafik hasil pengukuran kebulatan dengan metode V-block Metode V-block adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kebulatan dari suatu spesimen/benda, dengan bantuan v-block sebagai landasan spesimen sekaligus untuk menjaga agar spesimen uji tidak bergeser pada saat diputar. V-block merupakan blok yang berbahan logam dan berbentuk seperti huruf V. Metode pengukurannya yaitu kedua buah v-block diletakkan di bagian bawah dari benda ukur tersebut. Kedua v-block yang digunakan pada saat proses pengukuran harus memiliki bentuk dan ukuran yang sama dan proses pengukurannya harus dilakukan di atas meja atau permukaan yang datar. Setelah benda ukur diletakkan pada posisi yang tepat di atas v-block maka dilakukan pengukuran kebulatan dengan cara memutar spesimen uji dan mendeteksi perubahan diameter di tiap titik menggunakan dial indicator. Dari grafik hasil pengukuran kebulatan metode v-block dapat dilihat bahwa trend grafik pengamat 1 dan trend grafik pengamat 2 hampir sama sekali tidak berhimpitan. Hal ini menunjukkan adanya banyak perbedaan antara hasil pengukuran pengamat 1 dan pengamat 2. Selain itu, ternyata toleransi hasil pengukuran pengamat 1 dan pengamat 2 juga berbeda. Pada grafik pengukuran pengamat 1 tidak terlihat banyak perubahan pada setiap titiknya, hal ini
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

18

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

menunjukkan toleransi yang kecil yaitu sebesar 5m yang didapat dari selisih nilai maksimum (0m) dan nilai minimumnya (-5m). Sedangkan pada grafik pengukuran pengamat 2 terlihat banyak perubahan pada setiap titiknya, hal ini menunjukkan toleransi yang besar yaitu sebesar 25m yang didapat dari selisih nilai maksimum (0m) dan nilai minimumnya (-25m). Sebenarnya titik 1 dan titik 13 pada benda uji berada pada lokasi yang sama, maka dari itu seharusnya hasil pembacaan dial indicator pada kedua titik pengukuran tersebut seharusnya sama. Namun pada kenyataannya didapatkan nilai yang berbeda. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penggunaan dial indicator yang kurang tepat, seperti penekanan awal pada dial indicator yang kurang tepat. Selain itu dapat juga disebabkan adanya backlash pada dial indicator sehingga kestabilan nol dalam pengukuran tidak tercapai.

4.3.1.2 Pengukuran Kebulatan Dengan Metode Senter Meja

Gambar 4.2. Grafik hasil pengukuran kebulatan dengan metode senter meja Metode senter meja adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kebulatan dari suatu spesimen/benda, dengan bantuan alat senter meja untuk menyangga spesimen sekaligus sebagai tempat untuk memutar benda uji.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

19

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Senter meja merupakan sebuah alat dimana di kedua ujungnya terdapat penjepit yang digunakan untuk menjepit benda ukur yang berbentuk silindris. Kedua penjepit tersebut memiliki dimensi serta posisi yang sama, sehingga ketika digunakan untuk menjepit benda ukur, maka permukaan benda ukur tersebut akan datar. Dan setelah terpasang dengan tepat, maka benda ukur dapat diukur kebulatan atau kesilindrisannya dengan cara memutar spesimen uji dan mendeteksi perubahan diameter di tiap titik menggunakan dial indicator. Dari grafik hasil pengukuran kebulatan metode senter meja dapat dilihat bahwa trend grafik pengamat 1 dan trend grafik pengamat 2 hampir berhimpitan. Hal ini menunjukka perbedaan antara hasil pengukuran pengamat 1 dan pengamat 2 sangat sedikit. Pada grafik pengukuran pengamat 1 maupun 2 terlihat banyak perubahan pada setiap titiknya. Hal ini menunjukkan toleransi yang besar yaitu sebesar 26m pada pengmat 1 yang didapat dari selisih nilai maksimum (26m) dan nilai minimumnya (0m), dan toleransi sebesar 24m pada pengamat 2 yang didapat dari selisih nilai maksimum (24m) dan nilai minimumnya (0m). Sebenarnya titik 1 dan titik 13 pada benda uji berada pada lokasi yang sama, maka dari itu seharusnya hasil pembacaan dial indicator pada kedua titik pengukuran tersebut seharusnya sama. Namun pada kenyataannya didapatkan nilai yang berbeda. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penggunaan dial indicator yang kurang tepat, seperti penekanan awal pada dial indicator yang kurang tepat. Selain itu dapat juga disebabkan adanya backlash pada dial indicator sehingga kestabilan nol dalam pengukuran tidak tercapai. Terdapat perbedaan antara pengkuran kebulatan menggunakan metode vblock dan dengan metode senter meja. Yaitu pada pengukuran metode senter meja, benda uji dijepit pada kedua ujungnya tepat sejajar dengan sumbu aksialnya, sedangkan pada metode v-block benda uji ditumpu pada bagian bawahnya menggunakan dua buah v-block sehingga ketidakrataan permukaan benda dapat mengakibatkan perubahan posisi sumbu aksial dari benda uji tersebut saat diputar. Hal inilah yang menyebabkan hasil pengukuran dengan metode v-block lebih tidak akurat daripada hasil pengukuran menggunakan menggunakan senter meja.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

20

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

Dari perhitungan didapatkan bahwa penyimpangan nilai kebulatan pada metode senter meja lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan metode v-block. Adanya perbedaan ini kemungkinan besar disebakan oleh: 1. Penempatan benda ukur yang tidak tepat di tengah sumbu aksialnya pada metode senter meja. 2. Kondisi bagian permukaan benda uji yang bertumpu pada v-block dapat mempengaruhi, sehingga ketika diputar posisi sumbu aksial benda uji juga akan berubah. 3. Fungsi alat ukur yang kurang baik, sehingga dapat menyebabkan kesalahan pembacaan.

4.3.1.1 Pengukuran Kesilindrisan

Gambar 4.3. Grafik hasil pengukuran kesilindrisan dengan metode senter meja Selain untuk mengukur kebulatan, metode senter meja juga dapat digunakan untuk mengukur kesilindrisan dari suatu spesimen/benda, dengan bantuan alat senter meja untuk menyangga spesimen sekaligus sebagai tempat untuk memutar benda uji. Senter meja merupakan sebuah alat dimana di kedua
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

21

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

ujungnya terdapat penjepit yang digunakan untuk menjepit benda ukur yang berbentuk silindris. Kedua penjepit tersebut memiliki dimensi serta posisi yang sama, sehingga ketika digunakan untuk menjepit benda ukur, maka permukaan benda ukur tersebut akan datar. Dan setelah terpasang dengan tepat, maka benda ukur dapat diukur kebulatan atau kesilindrisannya dengan cara memutar spesimen uji dan mendeteksi perubahan diameter di tiap posisi pengukuran menggunakan dial indicator. Yang membedakan dengan pengukuran kebulatan adalah pengukuran kesilindrisan meliputi beberapa titik pengukuran sepanjang sumbu aksial benda uji. Dari grafik hasil pengukuran kesilindrisan dapat dilihat bahwa trend grafik pada titik 1, titik 2, dan titik 3 sama sekali tidak berhimpitan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan nilai kesilindrisan pada titik 1, 2, dan 3. Nilai terbesar di titik 1 adalah 24m dan nilai terkecilnya adalah 0m, sehingga didapatkan nilai toleransi sebesar (24m-0m) = 24m. Nilai terbesar di titik 2 adalah 46m dan nilai terkecilnya adalah 19m, sehingga didapatkan nilai toleransi sebesar (46m-19m) = 27m. Nilai terbesar di titik 3 adalah 64m dan nilai terkecilnya adalah 31m, sehingga didapatkan nilai toleransi sebesar (64m31m) = 33m. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa dari 3 titik tidak berimpit satu sama lain. Artinya silinder pejal tersebut memiliki kerataan yang berbeda atau benda ukur sudah tidak silindris lagi. Adanya penyimpangan kesilindrisan pada hasil pengukuran dapat disebabkan oleh: 1. Peletakan benda ukur tidak tepat berada ditengah (sumbu) benda ukur 2. Adanya kesalahan pembacaan dari pengamat 3. Alat ukur yang digunakan tidak berfungsi dengan baik.

BAB V

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

22

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari analisa data hasil praktikum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pengamatan kebulatan dengan metode v-block didapatkan penyimpangan kebulatan pengamat 1 sebesar 5m dan pengamat 2 sebesar 25m. Grafik pengamatan oleh pengamat 1 dan pengamat 2 tidak berhimpit, berarti terdapat banyak perbedaan pembacaan nilai kebulatan antar pengamat. Mengingat titik pengukuran yang sama, maka kemungkinan hal ini disebabkan oleh faktor kesalahan pada pengamat seperti pembacaan dial dari arah yang tidak tegak lurus. 2. Metode Senter Meja: a. Dari hasil pengamatan kebulatan dengan metode senter meja didapatkan penyimpangan kebulatan pengamat 1 sebesar 26m dan pengamat 2 sebesar 24m. Grafik pengamatan oleh pengamat 1 dan pengamat 2 berhimpit, berarti tidak banyak perbedaan pembacaan nilai kebulatan antar pengamat karena pembacaan masing-masing pengamat cukup akurat. b. Penyimpangan pada metode senter meja lebih besar dikarenakan beberapa faktor, antara lain: kemungkinan penjepitan benda uji tidak tepat di tengah, kemungkinan dial yang tidak lagi presisi, atau penglihatan pengamat dalam pengukuran yang kurang baik. 3. Dari pengukuran kesilindrisan menggunakan metode senter meja didapati bahwa grafik pengukuran di ketiga titik tidak saling berhimpit, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai kesilindrisan sepanjang sumbu aksial benda uji. Nilai toleransi di titik 1 sebesar 24m, di titik 2 sebesar 27m, dan di titik 3 sebesar 33m.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

23

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

4. Pada pengukuran sudut menggunakan bevel protractor didapatkan sudut sebesar 21,75o, sedangkan dengan batang sinus didapatkan sudut 21,82297o. Pengukuran dengan batang sinus lebih akurat dan teliti dari bevel ptrotractor. Hal ini disebabkan pada proses pengukuran dengan batang sinus pada block ukurnya memiliki ketelitian yang lebih baik dari pengukuran menggunakan bevel protractor.

5.2 Saran 1. Landasan v-block sebaiknya diberi alas agar tidak licin. 2. Dalam membaca skala pada alat ukur sebaiknya mata benar-benar lurus dengan skala yang dibaca untuk menghindari kesalahan pembacaan.

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

24

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

DAFTAR PUSTAKA Rochim, Taufiq. Spesifikasi, Metrologi, dan Kontrol Kualitas Geometrik Jilid 1. Penerbit ITB. Bandung. 2001 Rochim, Taufiq. Spesifikasi, Metrologi, dan Kontrol Kualitas Geometrik Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung. 2006

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

25

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Set Blok Ukur 112 buah dengan tebal dasar 1mm.................... Tabel 4.1 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode V-Block......... Tabel 4.2 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode Senter Meja.... Tabel 4.3 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode Senter Meja....

6 11 11 11

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

26

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIK Modul 2 Kelompok M 1

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh V-Block..................................................................... Gambar 2.2 Set Alat V-Block.................................................................... Gambar 2.3.Senter Meja............................................................................ Gambar 2.4.Set Alat Senter Meja.............................................................. Gambar 2.5 Set Blok Ukur........................................................................ Gambar 2.6 Set Batang Sinus.................................................................... Gambar 3.1 Metode Blok V...................................................................... Gambar 3.2 Metode Senter Meja............................................................... Gambar 3.3 Metode Batang Sinus............................................................. Gambar 4.1. Grafik pengukuran kebulatan dengan metode V-block........ Gambar 4.2. Grafik pengukuran kebulatan dengan metode senter meja... Gambar 4.3. Grafik pengukuran kesilindrisan...........................................

3 4 5 5 6 7 8 9 10 16 17 19

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS ) Surabaya 2013

27

Anda mungkin juga menyukai