Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
SISTEM SATUAN DAN PENGUKURAN

Pada Bab I buku Fisika Dasar untuk Sains Anda akan mempelajari
tentang sistem satuan dan sistem pengukuran, dan untuk itu akan dimulai
dengan pengukuran, sistem satuan, besaran pokok dan besaran turunan.
A. Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting
dalam kehidupan kita. Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan
suatu besaran dengan besaran lain sejenis yang dipergunakan sebagai
satuannya. Misalnya, Anda mengukur panjang buku dengan mistar, artinya
Anda membandingkan panjang buku tersebut dengan satuan-satuan panjang
yang ada di mistar, yaitu milimeter atau centimeter, sehingga diperoleh hasil
pengukuran, panjang buku adalah 210 mm atau 21 cm.
Fisika merupakan ilmu yang memahami segala sesuatu tentang gejala
alam melalui pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenarannya
secara empiris melalui panca indera. Karena itu, pengukuran merupakan
bagian yang sangat penting dalam proses membangun konsep-konsep fisika.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran,
pertama masalah ketelitian (presisi) dan kedua masalah ketepatan (akurasi).
Presisi menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran, sedangkan
akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang
sebenarnya. Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin
presisi hasil pengukuran alat tersebut. Mistar umumnya memiliki skala
terkecil 1 mm, sedangkan jangka sorong mencapai 0,1 mm atau 0,05 mm,
maka pengukuran menggunakan jangka sorong akan memberikan hasil yang
lebih presisi dibandingkan menggunakan mistar.
Meskipun memungkinkan untuk mengupayakan kepresisian
pengukuran dengan memilih alat ukur tertentu, tetapi tidak mungkin
menghasilkan pengukuran yang tepat (akurasi) secara mutlak. Keakurasian
pengukuran harus dicek dengan cara membandingkan terhadap nilai standar
yang ditetapkan. Keakurasian alat ukur juga harus dicek secara periodik
dengan metode the two-point calibration. Pertama, apakah alat ukur sudah
menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur memberikan
pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur sesuatu
yang standar?


2

1. Sumber-sumber Ketidakpastian dalam Pengukuran
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan ketidakpastian
pengukuran, yaitu:
a. Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang
digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila sumber
ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur tersebut
digunakan akan memproduksi ketidakpastian yang sama. Yang
termasuk ketidakpastian sistematik antara lain:
1) Kesalahan Kalibrasi Alat
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukkan angka
pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala menjadi tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Misalnya kuat arus listrik yang melewati
suatu beban sebenarnya 1,0 A, tetapi bila diukur menggunakan
suatu Ampermeter tertentu selalu terbaca 1,2 A. Kesalahan tersebut
diatasi dengan mengkalibrasi ulang instrumen terhadap instrumen
standar.
2) Kesalahan Nol
Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga melahirkan
ketidakpastian sistematik. Hal ini sering terjadi, tetapi juga sering
terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi
dengan sekrup pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap
tidak tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus
diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan
pembacaan skala.
3) Waktu Respon yang tidak Tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari waktu
pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan saat
munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang
diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin
mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan pada pegas
dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang kita ukur
sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol
stopwatch saat kejadian berlangsung.
4) Kondisi yang tidak Sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur
dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur. Misal, mengukur
nilai transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur panjang
sesuatu pada suhu tinggi menggunakan mistar logam. Hasil yang
3

diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas
mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat pengukurnya.
5) Kesalahan Komponen Lain
Seperti melemahnya pegas yang digunakan atau terjadi gesekan
antara jarum dengan bidang skala.
6) Kesalahan Arah Pandang
Membaca nilai skala bila ada jarak antara jarum dan garis-garis skala
Gambar 1.1 Ketika
membaca skala pada
mistar, arah
pandangan harus
tepat tegak lurus
pada tanda garis
skala yang dibaca.
Jika tidak akan terjadi
kesalahan paralaks,
termasuk kesalahan
sistematis

b. Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari gejala yang
tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara
tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat
cepat dan acak sehingga pengaturan atau pengontrolannya di luar
kemampuan kita. Misalnya:
1) Fluktuasi pada besaran listrik. Tegangan listrik selalu mengalami
fluktuasi (perubahan terus menerus secara cepat dan acak).
Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga berfluktuasi. Demikian
pula saat kita mengukur kuat arus listrik,
2) Getaran landasan. Alat yang sangat peka (misalnya seismograf) akan
melahirkan ketidakpastian karena gangguan getaran landasannya,
3) Radiasi latar belakang. Radiasi kosmos dari angkasa dapat
mempengaruhi hasil pengukuran alat pencacah, sehingga
melahirkan ketidakpastian random.
4) Gerak acak molekul udara. Molekul udara selalu bergerak secara
acak (gerak Brown), sehingga berpeluang mengganggu alat ukur
yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan melahirkan
ketidakpastian pengukuran.



Sumber www.absolutvision.com
4

c. Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian
pengukuran yang bersumber dari kekurangterampilan manusia saat
melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala
tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam membaca skala, dan
pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat.
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin canggih
dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sebelum alat
tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin
banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk
melakukan kesalahan sehingga memproduksi ketidakpastian yang besar
pula.

2. Aturan Angka Penting
Sebelum membuat laporan hasil pengukuran, akan lebih baik jika
anda memahami tetang angka penting beserta aturannya.
Perhatikan kembali gambar 1.2 di bawah ini.






Gambar 1.2 Panjang benda diukur dengan mistar.
Sumber www.absolutvision.com

Panjang logam tersebut pasti melebihi 4,3 cm, dan jika skala tersebut kita
perhatikan lebih cermat, ujung logam berada kira-kira di tengah-tengah
skala 4,3 cm dan 4,4 cm. Kalau kita mengikuti aturan penulisan hasil
pengukuran hingga setengah skala terkecil, panjang logam dapat
dituliskan 4,35 cm.
Angka terakhir (angka 5) merupakan angka taksiran, karena
terbacanya angka tersebut hanyalah dari hasil menaksir atau
memperkirakan saja. Berarti hasil pengukuran 4,35 cm terdiri dari dua
angka pasti, yaitu angka 4 dan 3, dan satu angka taksiran yaitu angka 5.
Angka-angka hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti dan angka
taksiran disebut angka penting.
Penulisan angka nol pada angka penting, ternyata memberikan
implikasi yang amat berharga.
5

Untuk mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu termasuk angka
penting atau bukan, dapat diikuti beberapa kriteria di bawah ini:
a. Semua angka bukan nol termasuk angka penting.
Contoh: 2,45 memiliki 3 angka penting.
b. Semua angka nol yang tertulis setelah titik desimal termasuk
angka penting.
Contoh: 2,60 memiliki 3 angka penting 16,00 memiliki 4 angka penting.
c. Angka nol yang tertulis di antara angka-angka penting (angka-
angka bukan nol), juga termasuk angka penting.
Contoh: 305 memiliki 3 angka penting
20,60 memiliki 4 angka penting
d. Angka nol yang tertulis sebelum angka bukan nol dan hanya berfungsi
sebagai penunjuk titik desimal, tidak termasuk angka penting.
Contoh: 0,5 memiliki 1 angka penting
0,0860 memiliki 3 angka penting

Hasil pengukuran 186.000 meter memiliki berapa angka penting? Sulit
untuk menjawab pertanyaan ini. Angka 6 mungkin angka taksiran dan
tiga angka nol di belakangnya menunjukkan titik desimal. Tetapi dapat
pula semua angka tersebut merupakan hasil pengukuran. Ada dua cara
untuk memecahkan kesulitan ini. Pertama: titik desimal diubah menjadi
satuan, diperoleh 186 km (terdiri 3 angka penting) atau 186,000 km (terdiri
6 angka penting). Kedua: ditulis dalam bentuk notasi baku, yaitu 1,86 x 10
5

m (terdiri 3 angka penting) atau 1,86000 x 10
5
m (terdiri 6 angka penting).
Jumlah angka penting dalam penulisan hasil pengukuran dapat
dijadikan indikator tingkat ketelitian pengukuran yang dilakukan.
Semakin banyak angka penting yang dituliskan, berarti pengukuran yang
dilakukan semakin teliti.
Berikut beberapa contoh penulisan hasil pengukuran dengan
memperhatikan angka penting:
1. Satu angka penting : 2, 0,1 0,002 0,01 x 10
-2
2. Dua angka penting : 2,6 1,0 0,010 0,10 x 10
-2
3. Tiga angka penting : 20,1 1,25 0,0621 3,01 x 10
-2
4. Empat angka penting : 20,12 1,000 0,1020 1,001 x 10
-2

Perhitungan dengan Angka Penting
Setelah mencatat hasil pengukuran dengan tepat, diperoleh data-
data kuantitatif yang mengandung sejumlah angka-angka penting.
Sering kali, angka-angka tersebut harus dijumlahkan, dikurangkan,
dibagi, atau dikalikan. Ketika kita mengoperasikan angka-angka penting
6

hasil pengukuran, jangan lupa hasil yang kita dapatkan melalui
perhitungan tidak mungkin memiliki ketelitian melebihi ketelitian hasil
pengukuran.
a. Penjumlahan dan Pengurangan
Bila angka-angka penting dijumlahkan atau dikurangkan,
maka hasil penjumlahan atau pengurangan tersebut memiliki ketelitian
sama dengan ketelitian angka-angka yang dijumlahkan atau
dikurangkan, yang paling tidak teliti.
Contoh:
24,681 ketelitian hingga seperseribu
2,34 ketelitian hingga seperseratus
3,2 + ketelitian hingga sepersepuluh
30,221
Penulisan hasil yang benar adalah 30,2 ketelitian hingga sepersepuluh.

Bila jawaban ditulis 30,22 ketelitiannya hingga seperseratus. Hal ini
menunjukkan hasil perhitungan lebih teliti dibanding hasil pengukuran,
karena hasil pengukuran yang dijumlahkan ada yang ketelitiannya
hanya sampai sepersepuluh, yaitu 3,2. Apakah mungkin?
Apalagi bila hasil perhitungan ditulis 30,221, berarti ketelitian hasil
perhitungan hingga seperseribu.

b. Perkalian dan Pembagian
Bila angka-angka penting dibagi atau dikalikan, maka jumlah
angka penting pada hasil operasi pembagian atau perkalian tersebut
paling banyak sama dengan jumlah angka penting terkecil dari
bilangan-bilangan yang dioperasikan.
Contoh:
3,22 cm x 2,1 cm = 6,762 cm
2
, ditulis 6,8 cm
2
.

c. Aturan pembulatan angka-angka penting
Sebagaimana telah didiskusikan pada bagian sebelumnya,
perhitungan yang melibatkan angka penting tidak dapat diperlakukan
sama seperti operasi matematik biasa. Ada beberapa aturan yang harus
diperhatikan, sehingga hasil perhitungannya tidak memiliki ketelitian
melebihi ketelitian hasil pengukuran yang dioperasikan.
Kita ambil kembali contoh penjumlahan dan perkalian sebelumnya;
24,681 + 2,343 + 3,21 = 30,234 ditulis 30,23
3,22 x 2,1 = 6,762 ditulis 6,8

7

Mengapa pada hasil penjumlahan nilai 0,004 dihilangkan, sedangkan
pada hasil perkalian nilai 0,062 dibulatkan menjadi 0,1? Untuk
membulatkan angka-angka penting, ada beberapa aturan yang harus
kita ikuti:
a. Angka kurang dari 5, dibulatkan ke bawah (ditiadakan)
Contoh: 12,74 dibulatkan menjadi 12,7
b. Angka lebih dari 5, dibulatkan ke atas
Contoh: 12,78 dibulatkan menjadi 12,8
c. Angka 5, dibulatkan ke atas bila angka sebelumnya ganjil dan
ditiadakan bila angka sebelumnya genap.
Contoh: 12,75 dibulatkan menjadi 12,8
12,65 dibulatkan menjadi 12,6

Diskusi 1.1
1. Bila logam pada Gambar 1.1 di atas diukur dengan jangka sorong atau
mikrometer skrup, jumlah angka penting yang diperoleh makin banyak
atau makin sedikit? Mengapa?.
2. Seandainya tepi logam berada tepat pada garis 4,3 cm, hasil pengukuran
ditulis 4,30 cm atau 4,3 cm? Jelaskan!

Contoh Soal 1.1
Tentukan jumlah angka penting pada persoalan di bawah ini
a. 4,30 + 2,4 b. 4,064 0,24 c. 2,25 x 0,3

Penyelesaian
a. 4,30 ketelitian hingga perseratus
2,4 + ketelitian hingga persepuluh
6,70
Hasil yang diperoleh adalah 6,7 (ketelitian persepuluh)

b. 4,064 ketelitian hingga perseribuan
0,24 - ketelitian hingga perseratusan
3,824
Hasil yang diperoleh adalah 3,82 (ketelitian perseratusan)

c. 2,25 ada 3 angka penting
0,3 x ada 1 angka penting
0,675
Hasil yang diperoleh adalah 0,7 (1 angka penting)

8

3. Melaporkan Hasil Pengukuran
Melakukan pengukuran suatu besaran secara langsung, misalnya
mengukur panjang pensil dengan mistar atau diameter kelereng dengan
mikrometer sekrup, kita tidak mungkin memperoleh nilai benar xo.
Hasil pengukuran suatu besaran dilaporkan sebagai
x = xo Ax (1.1)

dengan x adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar xo dan Ax adalah
ketidakpastiannya.
Bagaimana menentukan nilai benar xo dan ketidakpastian Ax? Ini
ternyata bergantung pada cara kita melakukan pengukuran: pengukuran
tunggal atau pengukuran berulang.
a. Pengukuran Tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan satu kali
saja. Adapun ketidakpastian pada pengukuran tunggal ditetapkan sama
dengan setengah skala terkecil.
Pengukuran tunggal: Ax = x skala terkecil
1) Pengukuran tunggal dengan mistar
Telah kita ketahui, ketidakpastian mistar adalah Ax = 0,05 cm
atau 0,5 mm. Misalkan kita mengukur panjang suatu benda dengan
mistar seperti pada Gambar 1.2. Jika kita perhatikan secara seksama,
ujung benda berada pada tanda 4,3 cm lebih. Berapa lebihnya? Karena
Ax = 0,05 cm adalah dua desimal, maka x pun harus dilaporkan dalam
dua desimal. Dengan kata lain, x harus Anda laporkan dalam 3 angka.
Angka ke-3 harus Anda taksir, tetapi taksiran hanya boleh 0 atau 5.
Karena ujung benda lebih sedikit dari garis 4,3 cm, maka taksiran
angka ke-3 adalah 5. Jadi, pengukuran mistar kita laporkan sebagai:
Panjang L = x Ax sehingga L = (4,35 0,05)
Artinya, kita tidak tahu nilai benar xo. Akan tetapi, setelah diukur satu
kali, maka xo berada di sekitar 4,35 cm, yaitu antara 4,30 cm (dari 4,35
0,05) dan 4,40 cm (dari 4,35 + 0,05).

2) Pengukuran tunggal dengan jangka sorong
Sebelum melakukan pengukuran menggunakan jangka sorong,
pahamilah dahulu bagian-bagian jangka sorong beserta fungsinya
sebagai berikut:



9













Gambar 1.3 Bagian-bagian utama jangka sorong.

Jangka sorong terdiri atas dua bagian: rahang tetap dan rahang geser.
la juga terdiri atas dua skala: skala utama dan nonius (atau vernier).
Sepuluh skala utama memiliki panjang 1 cm sedang 10 skala nonius
memiliki panjang 0,9 cm. Jadi, beda satu skala nonius dengan satu
skala utama adalah: 0,1 cm 0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm. Jadi,
skala terkecil jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Ketelitian
jangka sorong adalah setengah dari skala terkecilnya. Jadi, ketelitian
jangka sorong adalah x 0,1 mm = 0,05 mm atau 0,005 cm.
Dengan ketelitian 0,005 cm maka jangka sorong dapat digunakan
untuk mengukur diameter kelereng atau tebal keping logam dengan
lebih teliti (akurat).
Cara menentukan hasil pengukuran panjang L adalah sebagai
berikut.
Perhatikan angka pada skala utama yang berdekatan dengan angka
0 pada nonius. Pada Gambar 1.6, angka tersebut adalah antara 2,1
cm dan 2,2 cm.
Perhatikan garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada
skala utama. Pada Gambar 1.8 garis nonius yang tepat berimpit
dengan garis pada skala utama adalah garis ke-5. Ini berarti
xo = 2,1 cm + 5 x 0,01 cm = 2,15 cm (dua desimal)

Karena Ax = 0,005 cm (tiga desimal), maka xo harus dinyatakan
dengan 3 desimal. Tidak seperti mistar, pada jangka sorong yang
memiliki nonius Anda tidak pernah menaksir angka yang ke-4, akan
tetapi cukup Anda beri angka 0, sehingga x = 2,150 cm.
10





Gambar 2.7 Pengukuran panjang benda dengan jangka sorong
Sumber www.absolutvision.com







Gambar 1.4 Pengukuran dengan jangka sorong

Perhatikan, banyak desimal hasil pengukuran harus sama dengan
banyak desimal ketidakpastiannya. Jadi, hasil pengukuran jangka
sorong ditulis sebagai (2,150 0,005) cm dan bukan (2,15 0,005) cm.

3) Pengukuran tunggal dengan mikrometer sekrup
Bagian-bagian dari sebuah mikrometer sekrup dapat dilihat
pada Gambar 1.4. Skala utama tertera pada selubung dan nonius
tertera pada selubung luar. Jika selubung luar di putar lengkap 1 kali
maka rahang geser dan juga selubung luar maju atau mundur 0,5
mm.









Karena selubung luar memiliki 50 skala, maka 1 skala pada selubung
luar sama dengan jarak maju atau mundur rahang geser sejauh 0,5
mm/50 = 0,01 mm. Jadi, skala terkecil mikrometer sekrup adalah 0,01
mm atau 0,001 cm.

benda
Skala tetap
Skala putar (nonius)
Silinder pemutar
Sekrup pemutar
Gambar 1.4 Mikrometer sekrup
11

Ketelitian mikrometer sekrup adalah setengah dari skala terkecilnya.
Jadi, ketelitian mikrometer sekrup adalah x 0,01 mm = 0,005 mm
atau 0,0005 cm. Dengan ketelitian tersebut, mikrometer sekrup dapat
digunakan untuk mengukur tebal selembar kertas atau diameter
kawat tipis dengan teliti (akurat).
Cara menentukan hasil pengukuran ketebalan t, adalah sebagai
berikut.
Perhatikan garis skala utama yang terdekat dengan tepi selubung
luar. Pada Gambar 1.4, garis skala utama tersebut adalah 4,5 mm
lebih.
Perhatikan garis mendatar pada selubung luar yang berimpit
dengan garis mendatar pada skala utama. Pada Gambar 2.4, garis
mendatar tersebut adalah garis ke-47. Ini berarti, x = 4,5 mm + 47 x
0,01 mm = 4,97 mm (dua desimal).
Karena AAx = 0,005 mm (tiga desimal), maka xo sebaiknya dinyatakan
dengan tiga desimal. Karena kita tidak perlu menaksir, maka angka
ke-4 adalah 0, sehingga x = 4,970 mm. Jadi, hasil pengukuran dengan
mikrometer sekrup dituliskan:
t = xo Ax
= (4,970 0,005) mm

b. Pengukuran berulang
Pengukuran tunggal kadang terpaksa dilakukan karena peristiwa
yang diukur tidak dapat diulang, misalnya pengukuran kecepatan
komet dan lama gerhana matahari total. Pengukuran tunggal untuk
besaran panjang masih bisa kita lakukan untuk benda-benda yang
panjangnya hampir tidak berubah, misalnya panjang pensil baru.
Tetapi untuk mengukur diameter kelereng, pengukuran tunggal tidak
teliti. Ini karena mengukur diameter dengan sisi-sisi berbeda biasanya
memberikan hasil yang berbeda. Jadi, apabila dimungkinkan suatu
percobaan, hendaknya dilakukan melalui pengukuran berulang (lebih
dari satu kali), misalnya 5 kali atau 10 kali. Nilai benar xo dapat
didekati dengan nilai rata-rata x.
Misalnya, suatu besaran fisika diukur N kali pada kondisi yang
sama, dan diperoleh hasil-hasil pengukuran x1, x2, x3, . . . x N (disebut
sebagai sampel). Nilai rata-rata sampel, x, didefinisikan sebagai

N
x x x
N
x
x
N i
+ + +
=

=
.....
2 1
(1.2)

12

Berdasarkan analisis statistik ternyata nilai terbaik sebagai pengganti
nilai benar xo adalah nilai rata-rata x .
Ketidakpastian Ax dapat dinyatakan oleh simpangan baku nilai
rata-rata sampel.

1
) ( 1
2 2


=
N
x x N
N
s
i i
x
(1.3)

Banyak angka yang dapat dilaporkan dalam percobaan berulang dapat
mengikuti aturan berikut :
1) Ketidakpastian relatif sekitar 10% berhak atas 2 angka
2) Ketidakpastian relatif sekitar 1% berhak atas 3 angka
3) Ketidakpastian relatif sekitar 0,1% berhak atas 4 angka

Ketidakpastian relatif dihitung dengan persamaan berikut:
Ketidakpastian relatif = % 100 x
x
x A
(1.4)

3 Ketidakpastian pada Hasil Percobaan
a. Aspek-aspek pengukuran
Setiap alat ukur memiliki ketidakpastian. Salah satu cara
menentukan ketidakpastian alat ukur adalah dengan ketelitian.
Ketelitian (akurasi) termasuk salah satu aspek pengukuran. Aspek
lainnya adalah ketepatan (presisi).
1) Ketelitian (akurasi) adalah suatu aspek yang menyatakan tingkat
pendekatan dari nilai hasil pengukuran alat ukur dengan nilai benar
xo. Nanti akan kita ketahui bahwa ketelitian pengukuran
berhubungan dengan ketidakpastian relatif, % 100 x
x
x
o
A

2) Ketepatan (presisi) adalah suatu aspek pengukuran yang
menyatakan kemampuan alat ukur untuk memberikan hasil
pengukuran sama pada pengukuran berulang. Alat ukur dikatakan
memiliki presisi tinggi bila dipakai untuk mengukur suatu besaran
fisika secara berulang dan memberikan hasil yang tidak banyak
berubah. Suatu hasil pengukuran yang teliti (akurat) belum tentu
tepat (presisi). Sebaliknya, hasil pengukuran yang tepat (presisi),
belum tentu teliti (akurat).



13

b. Ketidakpastian mutlak dan relatif
Telah Anda ketahui bahwa baik pengukuran tunggal maupun
pengukuran berulang, hasilnya dilaporkan sebagai x = xo Ax dengan
Ax berupa skala terkecil instrumen (pengukuran tunggal) atau berupa
simpangan baku nilai rata-rata sampel (pengukuran berulang). Ax
dinamai ketidakpastian mutlak. Satuan Ax = satuan besaran x.
Ketidakpastian mutlak berhubungan dengan ketepatan
pengukuran: makin kecil ketidakpastian mutlak, makin tepat
pengukuran tersebut. Misalnya, pengukuran panjang L = (4,900 0,005)
cm adalah pengukuran yang memiliki ketepatan lebih tinggi daripada L
(4,90 0,05) cm. Demikian juga pengukuran arus I = (3,6 0,1) A
memiliki ketepatan lebih tinggi daripada I = (3,6 0,2) A.
Cara lain untuk menyatakan ketidakpastian suatu besaran ialah
menggunakan ketidakpastian relatif, yaitu Ax/x, yang tidak memiliki
satuan. Ketidakpastian relatif sering dinyatakan dalam persen dengan
mengalikan Ax/x dengan 100. Ketidakpastian relatif berhubungan
dengan ketelitian pengukuran: makin kecil ketidakpastian relatif, makin
tinggi ketelitian pengukuran tersebut.

c. Ketidakpastian besaran yang tidak diukur secara langsung
Mengukur volum balok logam kecil secara langsung dengan
menggunakan gelas ukur, juga bisa mengukur volum balok logam itu
secara tidak langsung, melalui pengukuran panjang, lebar, dan tebal
balok. Volum balok diperoleh dengan rumus V = p x l x t, dengan p, l,
dan t berturut-turut menyatakan panjang, lebar, dan tebal balok. Angap
kita akan menentukan besaran z dari besaran x dan y yang diukur secara
langsung, di mana z adalah fungsi dari x dan y, yang ditulis sebagai
z = ](Ax, Y) (1.5)
Karena x dan y adalah besaran yang diukur secara langsung dan
memiliki ketidakpastian, maka tentu saja z pun mengandung
ketidakpastian yang diwarisinya dari x dan y. Nilai x dan y yang
diperoleh dari pengukuran secara langsung dinyatakan sebagai:
x = xo Ax
y = yo Ay

Tentu saja kita dapat menuliskan z sebagai z = zo Az. (1.6)



14

1) Semua ketidakpastian berasal dari pengukuran tunggal
Kita mulai dari kasus penjumlahan, z = x + y. Bagaimana
ketidakpastiannya? Tentu saja, zo Az = (xo Ax) + (yo Ay)
zo Az = (xo + yo) (Ax + Ay)

Dari persamaan di atas kita peroleh y x z A + A = A
Jadi, untuk z = x + y, maka y x z A + A = A

Harga mutlak digunakan karena ketidakpastian tersebut tidak
diketahui apakah positif atau negatif. Dengan cara yang sama, kita
dapat menurunkan ketidakpastian untuk kasus pengurangan.
Ternyata, hasilnya sama saja seperti pada penjumlahan.
Jadi, Untuk, z = x - y maka y x z A + A = A

2) Semua ketidakpastian berasal dari pengukuran berulang
Untuk pengukuran berulang maka
x
s x x = dan
y
s y y = .
Ketidakpastian relatif
z
z A
untuk z = ](x,y) dapat kita tentukan dengan
menggunakan rumus umum berikut. Untuk fungsi dua peubah
2
2
.
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
=
A
=
y
s
m
x
s
n
z
z
maka y ax z
y
x m n
(1.7)
Di mana a tetapan dan m, n bilangan bulat, pecahan, positif, maupun
negatif.

3) Sebagian ketidakpastian dari pengukuran tunggal, sebagian lagi dari
pengukuran berulang
Ketidakpastian yang berasal dari skala terkecil arti statistiknya
disesuaikan dengan mengalikan ketidakpastiannya dengan 2/3
kemudian memperlakukannya simpangan baku. Misalnya z = ](x, y)
berbentuk z = ax
n
y
m
di mana Ax berasal dari skala terkecil dan Ay =
y
s ,
maka ketidakpastian relatif z/Az dapat ditentukan dengan persamaan
yaitu:
(1.8)




2
2
3
2
|
|
.
|

\
|
+
|
.
|

\
| A
=
A
y
s
m
x
x
x n
z
z
y
15

Moto penggunaan statistik dalam pengukuran:
1. Pemikiran statistik pada suatu hari akan menjadi suatu kebutuhan
masyarakat yang efisien bagi kemampuan membaca dan menulis
(H. G. Wells)
2. Bilangan-bilangan bulat selalu salah (Samuel Johnson)
3. Untuk mengerti pemikiran-pemikiran Tuhan kita harus
mempelajari statistik, hal-hal itulah yang menjadi tujuan
pengukuran Nya (Florence Nightingale)

4) Kombinasi kesalahan (combination of errors) dalam pengukuran
Mari kita tinjau eksperimen yang melibatkan dua variable x dan
y. Kedua variable ini masing-masing mengandung kesalahan (error).
Error gabungan dari suatu fungsi z yang dibentuk dengan suatu
operasi yang melibatkan kedua variable x dan y tersebut dapat
ditentukan dengan cara berikut.
Fungsi ( ) (1.9)
Ketika x berubah menjadi x+Ax, y berubah menjadi y+Ay, dan z
berubah menjadi z+Az dengan
( ) (1.10)

Dengan melakukan proses pengurangan persamaan (1.10) dengan (1.9)
diperoleh
( ) ( ) (1.11)

Berdasarkan teorema Taylor untuk dua variabel dengan mengabaikan
suku-suku orde tinggi secara pendekatan dapat ditulis:
( ) ( ) () ()
Ini berarti fungsi z tersebut diasumsikan linier dalam variable x dan y
di sepanjang interval yang dibuat sangat kecil. Koefisien diferensial
parsial dihitung dengan cara melakukan diferensiasi fungsi f terhadap
x dengan menganggap y konstan. Secara pendekatan diperoleh
() ()

Persamaan ini tidak banyak membantu karena dan hanyalah
akan memiliki harga-harga positif dan negatif. Untuk pengukuran
yang dilakukan dalam jumlah besar menjadikan memiliki harga
rata-rata menuju nol. Agar tidak memiliki harga nol dapat dihitung
dengan cara dikuadratkan dan kemuadian diakarkan.
()

()

()

) (

) (1.12)
16


Suku terakhir dari persamaan (1.12) ini berharga nol karena variabel x
dan y tidak berkorelasi. Maka secara pendekatan dapat digunakan
formula umum untuk menentukan harga kombinasi error sebagai
berikut
()

()

()


atau

()

()

(1.13)

Formula ini digunakan dengan syarat dan berharga kecil dan
variable x dan y tidak berkorelasi.
Tabel 1.1 Penerapan untuk berbagai bentuk fungsi
Fungsi Formula
dan ()

()

()

dan
(

( ) ( )

( )( )


()
()

5) Penerapan dalam perhitungan
a) Penentuan luas bidang berbentuk empat persegi panjang
Misalkan hasil pengukuran parameter panjang dan lebar beserta
ralatnya adalah sebagai berikut.
Panjang = dan lebar =
Maka perhitungan luas (A) dan ralat (AA) bidang berbentuk empat
persegi panjang adalah A = ab
dan


Jadi hasil perhitungan luas empat persegi panjang beserta ralatnya
melalui pengukuran panjang ( ) dan lebar ( ) adalah
[

]



17


b) Penentuan volume ruang berbentuk silinder
Misalkan hasil pengukuran parameter diameter dan tinggi beserta
ralatnya adalah sebagai berikut. Diameter = dan tinggi =
. Maka perhitungan volume (V) dan ralat (AV) bidang
berbentuk silinder sebagai berikut.
Perhitungan luas alas (


dan ralatnya *

)+
dan dapat ditulis * (

)+

)+
Sedangkan perhitungan volume silinder beserta ralatnya dilakukan
sebagai berikut.
Volume silinder dan ralatnya


Jadi hasil perhitungan volume silinder beserta ralatnya melalui
pengukuran diameter ( ) dan tingginya ( ) adalah
[

]

c) Penentuan volume ruang berbentuk bola
Misalkan hasil pengukuran diameter suatu benda berbentuk bola
beserta ralatnya adalah . Maka perhitungan volume bola
beserta ralatnya dilakukan sebagai berikut.
Volume bola


dan ralatnya [

)] [

)].
Jadi hasil perhitungan volume bola beserta ralatnya melalui
pengukuran diameter ( ) adalah

)]

Diskusi 1.2
Tentukan penentuan volume bangun limas segiempat!

Contoh Soal 1.2
Hasil pengukuran sebuah papan dengan penggaris diperoleh panjang (600,0
0,5) mm dan lebarnya (1000,0 0,5) mm. Berapakah keliling dan luas persegi
panjang tersebut? Tentukan pula ketidakpastian masing-masing!

Diketahui: p = (600,0 0,5) mm, l = (1000,0 0,5) mm
Ditanya: keliling dan luas persegi panjang

18

Penyelesaian
K = 2 (p + l)
= 2((600,0 0,5) + (1000,0 0,5))
= 2(1600,0 1,0)
= 3200,0 2,0
Jadi keliling persegi panjang adalah (3200 2) mm dengan
ketidakpastian =

]
[

]
[

]
[ ]
= 600.000 600
Jadi luas persegi panjang adalah (60,00 0,06).10
5
mm
2
, dengan
ketidakpastian =




B. Sistem Satuan
Dalam fisika, satuan merupakan hal yang sangat penting. Satuan
adalah cara menyatakan nilai dari suatu besaran. Satuan juga menunjukkan
bahwa setiap besaran diukur dengan cara berbeda. Dahulu orang sering
menggunakan anggota tubuh sebagai satuan pengukuran, misalnya jari,
hasta, kaki, jengkal, dan depa. Namun satuan-satuan tersebut menyulitkan
dalam komunikasi karena nilainya berbeda-beda untuk setiap orang. Satuan
semacam ini disebut satuan tak baku. Untuk kebutuhan komunikasi, apalagi
untuk kepentingan ilmiah, pengukuran harus menggunakan satuan baku,
yaitu satuan pengukuran yang nilainya tetap dan disepakati secara
internasional, misalnya meter, liter, dan kilogram.
Selain itu, satuan ada yang bersifat umum dan bersifat lokal. Sebagai
contoh, sistem MKS (meter, kilogram, sekon) dan sistem CGS (centimeter,
gram, sekon) adalah dua buah satuan yang berlaku secara umum. Ada pula
sistem satuan yang berlaku secara internasional disingkat SI (Sistem
Internasional). Sedangkan sistem Inggris (British system) adalah sistem satuan
lokal, yang hanya berlaku di beberapa Negara seperti Inggris dan Amerika
Serikat.
19

Setelah abad ke-17, sekelompok ilmuwan menggunakan sistem ukuran
yang mula-mula dikenal dengan nama Sistem Metrik. Pada tahun 1960,
sistem Metrik dipergunakan dan diresmikan sebagai Sistem Internasional (SI).
Penamaan ini berasal dari bahasa Perancis Le Systeme Internationale dUnites.
Sistem Metrik diusulkan menjadi SI, karena satuan-satuan dalam sistem ini
dihubungkan dengan bilangan pokok 10 sehingga lebih memudahkan
penggunaannya. Tabel-1 di bawah ini menunjukkan awalan-awalan dalam
sistem metrik yang dipergunakan untuk menyatakan nilai-nilai yang lebih
besar atau lebih kecil dari satuan dasar.
Tabel 1.2 Awalan-awalan dalam sistem metrik yang digunakan dalam SI
Faktor Awalah Simbol Faktor Awalan Simbol
10
24
Yotta- Y 10
-1
desi- d
10
21
Zetta- Z 10
-2
centi- e
10
18
Eksa- E 10
-3
mili- m
10
15
Peta- P 10
-6
mikro-
10
12
Tera- T 10
-9
nano- n
10
9
Giga- G 10
-12
piko- p
10
6
Mega- M 10
-15
femto- f
10
3
Kilo- k 10
-18
atto- a
10
2
Hecto- h 10
-21
zepto- z
10
1
Deka- da 10
-24
yokto- y

Diskusi 1.3
Apakah awalan sistem metrik hanya berlaku pada besaran pokok? Jelaskan!


C. Besaran Pokok dan Besaran Turunan
Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur yang memiliki nilai
dan satuan. Besaran menyatakan sifat dari benda. Sifat ini dinyatakan dalam
angka melalui hasil pengukuran. Oleh karena satu besaran berbeda dengan
besaran lainnya, maka ditetapkan satuan untuk tiap besaran.
Besaran fisis dibedakan menjadi dua, yakni besaran pokok dan
besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya didefinisikan
sendiri berdasarkan hasil konferensi internasional mengenai berat dan
ukuran, serta tidak diturunkan dari besaran lain. Berdasar Konferensi Umum
mengenai Berat dan Ukuran ke-14 tahun 1971, besaran pokok ada tujuh, dapat
dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.


20

Tabel 1.3 Tujuh besaran pokok beserta satuan dasarnya dalam SI.
Besaran Pokok Satuan Pokok Simbol Satuan
Panjang meter m
Massa kilogram kg
Waktu sekon s
Suhu kelvin K
Intensitas cahaya candela cd
Kuat arus listrik ampere A
Jumlah zat Mole mol

Sedangkan besaran-besaran lain yang diturunkan dari besaran pokok,
misalnya: volume, massa jenis, kecepatan, gaya, usaha, dan masih banyak lagi
disebut besaran turunan.

Tugas 1.4
Jelaskan pengertian dari masing-masing besaran pokok di atas berdasarkan
sistem internasional.

Contoh Soal 1.3
Besaran pokok apa saja yang menyusun besaran kecepatan dan besaran usaha

Penyelesaian
a. Kecepatan = perpindahan/waktu
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa kecepatan terdiri dari besaran
pokok panjang dan waktu

b. Usaha = gaya x perpindahan
= massa x percepatan x perpindahan
= massa x (perpindahan/waktu
2
) x perpindahan
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa usaha terdiri atas besaran
pokok massa, panjang, dan waktu








21

Rangkuman

Pengukuran memainkan peranan penting pada fisika, tetapi tidak akan
pernah tepat secara sempurna. Pengukuran merupakan kegiatan
membandingkan suatu besaran dengan besaran lain sejenis yang
dipergunakan sebagai satuannya.
Adalah penting untuk menentukan ketidakpastian suatu pengukuran,
apakah dengan menyatakan langsung dengan menggunakan notasi , dan
atau dengan hanya memakai jumlah angka penting yang tepat.
Satuan adalah cara menyatakan nilai dari suatu besaran. Satuan juga
menunjukkan bahwa setiap besaran diukur dengan cara berbeda. Dahulu
orang sering menggunakan anggota tubuh sebagai satuan pengukuran,
misalnya jari, hasta, kaki, jengkal, dan depa. Namun satuan-satuan tersebut
menyulitkan dalam komunikasi karena nilainya berbeda-beda untuk setiap
orang. Satuan semacam ini disebut satuan tak baku.
Satuan yang diterima secara umum saat ini adalah System
International (SI), di mana satuan standar panjang, massa, dan waktu adalah
meter, kilogram, dan sekon. Ketika melakukan konversi satuan, periksa
semua factor konversi agar satuan-satuan dapat saling meniadakan secara
benar.



Latihan Soal
Kerjakan soal-soal berikut ini dengan benar!
1. Berapa jumlah angka penting yang dimiliki angka berikut:
a. 81,60
b. 0,000003
c. 0,000450
d. 3,530 x 10
-7

2. Tuliskan angka-angka berikut ini dalam notasi pangkat sepuluh:
a. 1.156.000
b. 4567
c. 0,0000000032
d. 27,635
3. Menurut aturan angka penting, berapakah hasil perhitungan berikut!
a. 1,00 m + 142,5 cm + 1,24 x 10
5
mm = .mm
b. Benda bermassa 16,3 gram dan volumenya 1,15 cm
3
. Maka kerapatan
benda tersebut
c. Kalikan 2,079 x 10
2
m dengan 0,072 x 10
2

22

4. Tentukan hasil pengukuran jangka sorong berikut!



5. Tentukan hasil pengukuran mikrometer skrup berikut!




6. Berapa persen ketidakpastian dari volume bola pantai yang bundar dengan radius
r = 3,86 0,08 m?
7. Nyatakan nilai-nilai berikut ini dengan menggunakan awalan pada Tabel 1.2:
a. 10
6
volt
b. 10
-6
m
c. 8 x 10
-9
lembar
8. Ubahlah ke dalam satuan internasional (SI)
a. 114 km/jam
b. 800 gr/cm
3

c. 12,5 femtometer
d. 3,8 x 10
3
m

Anda mungkin juga menyukai