Anda di halaman 1dari 4

Bukti dan Pendapat Para Ahli mengenai

Masuknya Islam ke Indonesia


Wahyu Oktober 8, 2017 SEJARAH Tidak ada Komentar

Masuknya Islam ke Indonesia ,Perhatikan gambar di samping! Gambar di samping adalah nisan
kubur Sultan Malik as-Saleh tahun 1297 M dari kerajaan Samudera Pasai. Nisan kubur Sultan
Malik as-Saleh merupakan salah satu sumber sejarah mengenai masuknya agama Islam ke
Indonesia. Kedatangan Islam ke Nusantara mempunyai sejarah yang panjang. Satu diantaranya
mengenai interaksi ajaran islam dengan masyarakat di Nusantara yang kemudian memeluk

Islam.

Adapun wujud dari keberlangsungan interaksi tersebut hingga kini masih terlihat, yaitu
banyaknya umat muslim Indonesia yang menjalankan ibadah haji dan umrah. Selain hal tersebut,
tidak sedikit para ulama dari Timur Tengah yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka
berdakwah. Dengan berbagai bentuk intraksi tersebut akan lebih memantapkan kaimanan dan
ketakwaan terhadap ajaran agamanya. berikut akan kita pelajari proses masuknya Islam ke
Indonesia.

Sejak abad ke-7, Islam sudah masuk ke Indonesia secara damai. Namun, baru berkembang pada
abad ke-13 sejalan dengan mundurnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha di Indonesia
dan ramainya pedagang-pedagang Arab, Persia, dan Gujarat ke Indonesia.
Masuknya Islam ke Indonesia
Ada beberapa pendapat mengenai proses masuknya Islam ke kepulauan Indonesia.

1. Pijnapel, C.Snouck Hurgronye, dan J.P. Moquetta

Menurut sarjana-sarjana dari Barat (kebanyakan dari Belanda), bahwa Islam masuk ke kepulauan
Indonesia sekitar abad ke-13 M dan berasal dari Gujarat. Pendapat tersebut mengasumsi bahwa
Gujarat terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab dan letaknya sangat strategis
berada di jalur perdagangan antara timur dan barat. Sejak awal tahun Hijriah, pedagang arab
yang bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar.

Menurut Pijnapel, orang yang menyebarkan Islam ke Indonesia bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan para pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia
Timur. Pendapat Pijnapel ini didukung oleh C. Snouck Hurgronye dan J.P Moquetta (1912),
dengan argumentasi yang didasarkan pada batu nisan Sultan Malik as-Saleh yang meninggal
pada 17 Zulhijah 831 H atau 1927 M di Pasai, Aceh. Menurut mereka batu nisan di Pasai dan
makan MAulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1914 di Gresik, Jawa Timur memiliki
bentuk yang sama dengan batu nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Oleh karena itu, J.P
Moquetta menyimpulkan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat atau setidaknya dibuat
oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.

2. Husein Jayadiningrat

Menurut Husein, Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia (Iran sekarang). Pendapat
Husein ini didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat
Persia dan Indonesia. Tradisi tersebut seperti tradisi merayakan 10 Muharam atau Asyura
sebagai hari suci kaum syiah atas kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabot di Pariaman, Sumatra Barat dan di Bengkulu.

3. Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)

Menurut Hamka, Islam berasal dari tanah kelahirannya, yaitu Arab atau Mesir. Proses tersebut
berlangsung pada abad-abad pertama hijriah.

4. Anthony H. Johns

Menurut Anthony,proses islamisasi dilakukan oleh para musafir (kaum pengembara) yang
datang ke kepulauan Indonesia. Kaum tersebut biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat
yang lainnya dengan motivasi hanya pengembangan agama Islam.

5. Soetjipto Wirjosoeparto

Soetjipto Wirjosoeparto berpendapat Islam masuk ke Indonesia melalui Gujarat, India. Hal
tersebut dibuktikan dengan salah satu makam raja Islam di Samudera Pasai yang nisannya
menggunakan batu yang berasal dari Gujarat, India.

6. Alwi Sihab

Alwi Sihab berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama
Hijriah atau sekitar abad ke tujuh Masehi dibawa oleh pedagang Arab yang masuk ke Cina
melalui jalur barat. Teori tersebut didasarkan pada berita Cina pada masa dinasti T’ang yang
menyatakan adanya perkampungan Arab di Cina. Dalam perkampungan tersebut penduduknya
diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinannya. Cina yang
dimaksudkan dalam berita Cina adalah gugusan pulau di Timur Jauh, termasuk kepulauan
Indonesia. JAdi, jalur awal penyebaran Islam di Indonesia menurut Alwi SIhab, bukan berasal
dari jalur Arab, India, dan Persia, melainkan dari Arab langsung.

Adapun bukti masuknya islam ke Indonesia ke Nusantara antara lain sebagai berikut.

1. Berita Cina dari dinasti T’ang. Menurut berita Cina ini, disebutkan adanya rencana
serangan orang-orang Ta-shih pada tahun 674 M terhadap Kerajaan Holing yang
diperintahkan Ratu Sima. Sebutan Ta-shih ditafsirkan sebagai orang-orang Arab dan
Persia.
2. Berita Arab, menyebutkan sekitar abad ke-8 M pedagang Arab yang beragama Islam
telah mengadakan kegiatan perdagangan di Sriwijaya termasuk Selat Malaka. Hal
tersebut terbukti dengan sebutan Sribusa, Zaba, atau Zabag bagi Sriwijaya.
3. Berita dari Marcopolo (munafsir dari Vanesia, Italia). Dalam perjalanannya dari Cina ke
Persia, pada tahun 1292 Marcopolo singgah di Peureula (periak) Aceh. Di Aceh
Marcopolo menjumpai penduduk yang beragama Islam dan banyak berdagang di Gujarat,
India yang menyebarkan Islam.
4. Berita dari Ibnu Battuta (seorang utusan Sutan Dehli, India ke Cina) menyatakan bahwa
di Sumatera terdapat kerajaan Islam.
5. Berita dari Mahuan (musafir Cina yang beragama Islam) menyatakan bahwa sekitar
tahun 1416 telah ada perdagang-pedagang Islam yang tinggal di pantai utara Pulau Jawa.
6. Di Leran, dekat Gresik ditemukan batu tulis dalam bahasa Arab. Batu tulis itu memuat
keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah binti
Maimun dengan angka tahun 1082 M.
7. Makam Sultan Malik as-Saleh, seorang raja dari kerajaan Samudera Pasai.
8. Adanya kompleks makam Islam Tralaya di Trowulan (pada nisan memuat angka tahun
dari tahun 1369-1611).
9. Adanya makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, merupakan makam seorang saudagar
islam yang mengadakan kegiatan penyiaran Islam di Pulau Jawa.

Dari sumber-sumber tersebut, dapat dipastikan bahwa pengaruh Islam di Indonesia telah
berkembang sejak masa kerajaan Hindu hingga pada suatu saat perkembangan Islam dapat
menggeser pengaruh Hindu di Indonesia.

Semua pendapat di atas tidak mengada-ngada, tetapi saling melengkapi. Islamisasi yang ada di
kepulauan Indonesia merupakan hal yang kompleks hingga sekarang prosesnya masih terus
berjalan. Pasai dan Malaka merupakan tempat tongkat estafet islamisasi dimulai. Pengaruh Pasai
kemudian diwarisi Aceh Darussalam, sedangkan Johor tidak pernah bisa melupakan jasa dinasti
Palembang yang pernah berjaya dan mengislamkan Malaka. Demikian pula Sulu dan
Mangindanau akan selalu mengingat Johor sebagai pengirim Islam ke wilayahnya. Sementara
itu, Minangkabau akan selalu mengingat Malaka sebagai pengirim Islam dan tidak akan
melupakan Aceh sebagai peletak dasar tradisi surau di Ulakan. Sebaliknya, Pahang akan selalu
mengingat pendatang dari Minangkabau yang telah membawa Islam. Dalam tradisi Luwu dan
Gowa-Tallo, peranan para perantau dan penyiar agama Islam dari Minangkabau akan selalu
diingat.

Pada pertengahan abad ke-15, ibu kota Campa, Wijaya jatuh ke tangan Vietnam yang datang dari
utara. Campa dalam kenangan historis Jawa selalu diingat dalam kaitannya dengan islamisasi.
Dari Campa inilah Raden rahmat anak seorang putri Campa dengan seorang Arab datang ke
Majapahit untuk menemui bibinya yang telah menikah dengan raja majapahit. Beliau dikenal
sebagai Sunan Ampel 9salah seorang Wali Sanga).

Dalam sumber Belanda, Sunan Giri tidak saja berpengaruh di kalangan para wali, tetapi juga
dikenang sebagai penyebar agama Islam di kepulauan Indonesia bagian timur. Sultan Zainal
Abidin (Raja Ternate) pergi ke Giri (1945) untuk memperdalam pengetahuan agama. Setelah
kembali ke Ternate Sultan Zainal Abidin meninggal, tetapi beliau telah menjadikan Ternate
sebagai kekuatan Islam. Di bagian yang lain, Demak telah berhasil mengislamkan Banjarmasin.
Mata rantai proses islamisasi di kepulauan Indonesia tersebut masih terus berlangsung. Jaringan
kolektif keislaman di kepulauan Indonesia inilah yang nantinya mempercepat proses
terbentuknya nasionalisme Indonesi

Anda mungkin juga menyukai